Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Yani Yuniawati Umar
"Kubur batu waruga yang diteliti terdapat di wilayah Kecamatan Tomohon (Kabupaten Minahasa) clan Kecamatan Wenang (Kodia Manado), Provinsi Sulawesi Utara. Pendukung dari kubur batu waruga di wilayah ini adalah Sub Etnis Tou'mbulu yang merupakan salah sate sub etnis yang ada di Etnis Minahasa. Kubur batu waruga merupakan salah sate unsur peninggalan megalitik yang berupa kubur peti batu. Dilihat dari konstruksinya waruga mempunyai wadah yang berbentuk empat persegi panjang serta tutup yang berbentuk prisma (menyerupai atap rumah), yang hanya terdapat di wilayah Sulawesi Utara khususnya di daerah kawasan Minahasa dan Manado. Pembahasan waruga di Sub Etnis Tou'mbulu ini difokuskan pada bagian tutupnya saja, terutama pada bagian muka dari tutup waruga. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendapatkan data sedini mungkin sebelum data-data tersebut hilang dan musnah, dengan cara demikian maka botch dikata semua waruga masih sempat didokumentasikan sebelum Benda-benda tersebut lenyap sebagai dokumen sejarah, serta mendukung atau melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya agar lebih akurat terutama dalam pendeskripsian, sehingga dapat diolah dan digolongkan secara kornprehensip, cermat dan akurat, 2) mengadakan pendeskripsian terhadap seluruh jenis peninggalan megalitik khususnya waruga di sub-ctnis Tou'mbulu, Minahasa, sehingga diketahui keragaman maupun kekhasannya, 3) mengetahui poly persebaran waruga ditinjau dari bentuk, hiasan dan Iingkungan tisiknya. Diharapkan dari pokok bahasan mengenai waruga ini, kiranya dapat digunakan sebagai salah satu pangkal tolak dalam menyusun gambaran tentang kehidupan masa lalu, sebagai Benda kebudayaan yang memperlihatkan ciri-ciri yang dapat memberikan petunjuk tentang beberapa kondisi sosial, kulturil dan kronologinya (relatif) dari para pendukung waruga tersebut. Dari has""iI penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa di Sub Etnis Tou'mbulu terdapat 39 bentuk tutup waruga bagian muka. Secara keseluruhan jenis tipe yang terbanyak adalah tipe 11I yang berbentuk trapesium (TPS), yang memiliki 17 variasi. Apabila kenyataan ini dihubungkan dengan uraian dari Deetz dan juga Sharer dan Ashmore tentang norma, maka dapat dianggap bahwa jenis tipe 111 yang berbentuk trapesium ini adalah jenis yang normatif untuk Sub Etnis Tou'mbulu. Norma yang diwakilinya adalah norma pembuatan bentuk tutup pada masyarakat di Sub Etnis Tou'mbulu., mengingat bahwa sampel tutup waruga bagian muka diambil dari seluruh situs di wilayah Sub Etnis Tou'mbulu yang tutupnya masih bisa diamati. Ada kemungkinan pula bahwa bentuk trapesium merupakan ciri atau bentuk tertua serta digemari dibanding dengan bentuk-bentuk lainnya, karena persebarannya terlihat hampir merata di daerah penelitian (lihat tabel 32-35 dan peta no. 8). Selain itu jika dilihat, bentuk trapesium menyerupai bentuk rumah adat di sub etnis ini (lihat gambar 1). Berdasarkan basil dari seriasi frekuensi yang telah dilakukan maka tampak bahwa tutup waruga yang paling digemari adalah tutup waruga dari bentuk 22 (TPS-B-b), yang kemungkinan muncul pertama kali di Situs Lansot (LS), kemudian berkembang kearah situs Kolongan B, Kakaskasen A, Woloan A, clan populer di Situs Kayuwu, kemudian tutup waruga ini mulali memudar berawal dari Situs Tara-tara menuju Kolongan A, dan berakhir di Winawanua. Dari seriasi frekuensi ini juga terlihat bahwa ada kemungkinan Situs Lansot merupakan salah satu pusat tempat munculnya bentuk-bentuk waruga, sedangkan situs Woloan merupakan pusat berkembangnya waruga. Pada sub etnis ini terlihat pula adanya konsep atau norma, bahwa didalam pembuatan kubur yang dinamakan waruga itu adalah harus terdiri dari wadah dan tutup. Bentuk wadah secara sepintas tampak sebagian atau seluruhnya tertanam, sedang tutupnya menonjol di atas...""
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Tahapan Deddy Zulfian
"Wadah kubur adalah salah satu media yang penting dalam upacara kematian. Pada kelompok masyarakat yang masih memperlihatkan tradisi megalitik, wadah kubur memiliki peran sebagai media perantara antara dunia orang mati dan dunia mereka. Adanya media perantara seperti wadah kubur bersumber pada gagasan bahwa antara dunia orang mati, dalam hal ini khususnya para nenek moyang. dengan dunia mereka atau diri mereka sendiri terdapat hubungan yang saling timbal balik. Masvarakat itu membutuhkan nenek movang untuk menjaga hidup mereka dari bencana atau bahaya yang lain, sementara para nenek moyang tidak mampu lagi untuk hidup mandiri di dunianva. Mereka membutuhhan para keturunannya yang masih hidup untuk turut memelihara hidup mereka melalui sesaji atau persembahan yang lain. Salah satu kelompok masyarakat yang masih mempertahankan tradisi megalitik tersebut adalah masyarakat Batak Toba di Pulau Samosir. Tradisi itu dapat diamati pada berbagai macam upacara dan secara khusus pada wadah-wadah kubur yang tersebar di pulau itu. Hal yang menarik adalah bahwa Pulau Samosir adalah unit geografis yang khusus dari seluas 50.000 km2 tanah Batak dan wadah-wadah kubur yang terdapat di Pulau itu memperlihatkan bentuk dan hiasan yang beragam. Bentuk dan ragam hias yang terdapat pada wadah-wadah kubur tradisi megalitik di Pulau Samosir adalah data utama dalam penelitian ini karena bentuk dan ragam hias adalah komponen yang penting dalam mengamati sebuah wadah kubur tradisi megalitik dari Pulau Samosir secara utuh, selain karena bentuk dan ragam bias itu memiliki ciri dan variasi yang beragam."
2000
S12019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah
"Komplek Makam Kawah Tengkurap yang dibangun tahun 1728 merupakan salah satu bukti arkeologi panting dari masa Kesultanan Palembang. Di dalamnya terdapat empat cungkup makam sultan dan keluarga dengan bentuk dan ragam hias cukup variatif yang belum diteliti secara khusus. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi, dan rnenggambarkan bentuk dan ragam hias pada nisan-nisan di keempat cungkup, serta mengetahui ada tidaknya kaitan bentuk dan ragam hias dengan status sosial tertentu. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Pertama, pengumpulan data yang meliputi pengumpulan data pustaka, seleksi data, dan perekaman data lapangan. Kedua, analisis data, meliputi klasifikasi data secara bertahap dengan mengacu pada atribut bentuk (bentuk dasar, badan, kepala, kaki, dan bahu nisan) dan atribut gaya (motif hias pads badan, kepala, dan kaki nisan) dan korelasi atribut. Hasil korelasi kemudian diintegrasikan hingga terbentuk tipe, sub tipe, dan varian nisan berdasar bentuk dan motif hiasnya. Dari kelompok yang terbentuk kemudian dapat dianalisa hubungan yang terjadi antara bentuk dan motif hias.Tahap ketiga adalah penafsiran data dimana dibuat penafsiran terhadap hubungan yang terjadi antar fenomena dan membandingkannya dengan fenomena lain di luar penelitian. Dalam hal ini data primer yang telah diolah dihubungkan dengan data sekunder lain berkaitan dengan sejarah dan budaya Palembang. Juga dilakukan perbandingan dengan data penunjang lain berupa nisan-nisan di komplek makam kuno lainnya yang ada di Palembang atau peninggalan kepurbakalaan lain yang berkaitan dengan obyek penelitian dan dapat membantu dalam penafsiran data.Hasilnya, ke-160 nisan yang diteliti dapat digolongkan ke dalam 3 tipe : Demak, Aceh, dan sederhana. Nisan tipe Demak berjumlah 119 nisan atau 74, 375% dari keseluruhan nisan yang diteliti. Pada tipe ini tampak bahwa makin komplek bentuk nisan, makin komplek juga ragam hiasnya. Umumnya tipe Demak digunakan pada nisan sultan din keluarganya. Walau kadang digunakan jugs pada makam yang bukan berasal dari golongan priyayi, namun bentuk dan motif hiasnya secara kualitas dan kuantitas tidak sebaik dan seraya nisan sultan dan keluarganya. Selain itu tampak bahwa keluarga sultan menggunakan motif tertentu dengan makna khusus yang langsung atau tak langsung mencerminkan ketinggian status sosial mereka. Nisan tipe Aceh hanya ditemukan 2 buah atau 1,25% dari keseluruhan. Dan penelitian dan peninjauan yang dilakukan pada komplek makam Islam kuno lainnya di Palembang tampak bahwa nisan tipe ini umumnya dipakai oleh orang-orang keturunan Arab."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Batu Islands are rich for archaeological potentials, relevant to the varied ethnicity. Nias ethnic, one the ethnics inhabiting Batu Islands, has drawn several intriguing questions on how they used to treat the dead and what relevance the funeral ceremony rites had with those practiced in Southern Nias where Nias Ethnic inhabiting Batu Islands originated. This researched is a direct observation survey supported by interviews whose data analysis is through library studies and comparative studies by comparing research objects found with those of Nias island and other cultures in Indonesia. Some data acquired in this research, such Nias ancient tombs in Hayo Island, Tanah Masa, Sigata, Memong, Marit, and Biang, generally described how Nias ethnic inhabiting Batu Islands practiced a mixed open primary and secondary funeral system using wooden coffins without burial. Such funeral system by Nias ethnic in Batu islands was found to bear similarities with that of Southearn Nias. Thus, it can be concluded that generally Nias ethnic in Batu Islands still practiced the same funeral tradition as the place of origin did."
SBA 17 (1-2) 2014 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rachmiana
"Skripsi ini berisi tentang analisis bentuk-bentuk wadah, ragam hias dan teknik hias gerabah yang berasal dari Leles (Garut). Penelitian ini dilakukan karena situs Leles (Garut) merupakan situs potensial dengan gerabah sebagai temuan terbesar kedua setelah obsidian. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu penjelasan mengenai keragaman bentuk, ragam hias dan teknik hias gerabah yang berasal dari situs Leles (Garut). Pengumpulan data dilakukan dengan dua macam kegiatan, meliputi pengumpulan data literatur dan pengumpulan data lapangan. Pengumpulan data literatur dibagi dua, pengumpulan data literatur primer dan data literatur sekunder. Pengumpulan data lapangan dibagi dua, yaitu pengumpulan data artefaktual dan data lingkungan situs. Data artefaktual dalam penelitian ini adalah fragmen-fragmen gerabah yang berasal dari situs Leles (Garut) yang sekarang menjadi koleksi laboratorium Asisten Deputi Urusan Arkeologi Nasional, terdiri dari fragmen bagian tepian, bibir, karinasi, dasar, dan cerat. Pengumpulan data lingkungan diperoleh melalui media foto yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang keadaan lingkungan situs Leles (Garut). Dalam pengolahan data dibagi menjadi dua macam kegiatan, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis berdasarkan aribut bentuk, dan gaya. Atribut bentuk memiliki variabel ukuran (metrik) artefak, yaitu panjang, lebar, tebal dan diameter, sedangkan atribut gaya memiliki variabel seperti warna, hiasan, dan teknik hias. Analisis kuantitatif adalah analisis yang kegiatannya menghitung dan mendata seluruh artefak yang akan dianalisis. Tahap akhir yang dilakukan adalah penginterpretasian semua hasil analisis terhadap fragmen-fragmen gerabah dari situs Leles (Garut). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerabah Leles (Garut) memiliki 5 macam bentuk wadah yaitu piring, cawan, periuk, pasu dan kendi. Ragam hias yang paling banyak ditemukan adalah motif hias garis, hal ini dikarenakan motif garis memberikan kemudahan dalam membuat hiasan dan mudah untuk dimodifikasikan, sedangkan teknik hias yang paling sering digunakan adalah teknik hias tekan (impressed) bukan cap."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Manachim
"Tradisi megalitik seringkali dicirikan oleh bangunan atau artefak batu yang berukuran besar, yang sesuai dengan namanya. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa megalitik diartikan sebagai kebudayaan batu besar adalah kurang tepat, karena obyek-obyek dari bahan batu yang kecilpun harus dimasukkan ke dalam kelompok ini asal saja batu-batu tersebut jelas diperuntukkan bagi pemujaan arwah nenek moyang (Wagner, 1962:72). Tradisi pendirian bangunan megalitik berfungsi sebagai sarana untuk pemujaan kepada arwah nenek moyang"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vera Novianty
"Berdasarkan analisis, diketahui bahwa terdapat lima tipe bentuk tembikar halus situs Leran, yaitu periuk, kendi, cawan,/mangkuk, guci, dan tutup . Periuk yangdiindentifikasi hanya satu tipe, yaitu periuk dengan bentuk badan bulat dengan berbagai variasi pada tepian. Kendi merupakan temuan yang paling dominan di antara tipe bentuk lainnya, terdiri dari dua subtipe; kendi yang tidak memiliki bagian payungan dan kendi yang memiliki bagian payungan dengan berbagai variasi bentuk tepian. Cawan halus terdiri dari dua subtipe; cawan tegak dan cawan terbuka. Wadah lainnya yang dapat diintifikasi adalah guci yang terdiri dari dua subtipe; guci kecil dan guci besar. Tutup dengan dua subtipe; tutup dengan bentuk tepian sederhana dan tutup dengan tutup tepian tidak sederhana dengan berbagai variasi bentuk tepian dan badan tutup. Semua wadah dibuat dengan teknik roda putar. Motif hias yang diindentifikasi pada tembikar halus Leran terdiri dari motif garis horisontal tunggal, motif garis horisontal ganda, motif garis vertikal tunggal, motif sisir vertikal, motif sisir miring, motif tambang, dan motif kelompok dengan teknik tekan, teknik gores, teknik cukil, dan teknik lukis. Hiasan paling banyak terdapat pada tepian dan badan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ratna Uli Jati Utami
"Salah satu bangunan suci masa Hindu-Buddha di Nusantara adalah patirthan atau pemandian air suci. Di dalam bangunan suci terpahatkan berbagai jenis ragam hias atau ornamen yang merupakan bentuk hasil dari kesenian yang biasa disebut dengan seni hias, yang bertujuan untuk memperindah suatu bangunan. Ragam hias menjadi suatu pelengkap dan memberikan petunjuk mengenai fungsi dari suatu benda atau bangunan.
Penelitian ini membahas mengenai Patirthan Bebitra di Gianyar yang memiliki ragam hias ornamental. Perumusan masalah yang ada di dalam penelitian ini yang pertama, yaitu mengenai bagaimana bentuk dan keletakan ragam hias di Patirthan Bebitra, kedua mengenai bagaimana fungsi dan kronologi relatif ragam hias pada Patirthan Bebitra. Patirthan Bebitra dibuat pada sebuah lorong buntu yang membentang dengan arah utara-selatan. Lorong terdiri dari dinding sebelah barat dan dinding sebelah timur yang memiliki berbagai macam ragam hias.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Keletakan ragam hias yang terpahat pada Patirthan Bebitra berdasarkan urutan keletakannya yang dimulai dari dinding lorong sebelah barat, yaitu dua relief manusia, tiga relief tantri kamandaka dan terakhir jaladawra burung garuda. Kemudian dilanjuti dengan keletakan ragam hias pada dinding lorong sebelah timur yang dimulai dari arah utara ke selatan, yaitu berupa relief kala sungsang, relief raksasa, relief hanoman, relief yang tidak dapat diidentifikasi, relief perempuan, dan relief laki-laki.
Berdasarkan ragam hias yang terpahatkan di Patirthan Bebitra dapat diketahui bahwa patirthan tersebut memiliki 12 relief dan hanya 11 relief yang dapat diketahui bentuknya. Berdasarkan bentuk dan keletakan dari ragam hias yang ada di Patirthan Bebitra maka dapat dikethahui fungsinya, yaitu untuk merefleksi diri petapa atau kaum agamawan sebelum melakukan meditasi dan Patirthan Bebitra ini berasal dari sekitar abad ke-14-15 Masehi.

One of the sacred buildings of the Hindu-Buddhist period in the Archipelago is patirthan or holy water baths. In the sacred building carved various types of decoration or ornaments which are the form of the results of art commonly called ornamental art, which aims to beautify a building. The decoration becomes a complement and gives instructions regarding the function of an object or building.
This study discusses Patirthan Bebitra in Gianyar which has a variety of ornamental ornaments. The first formulation of the problem in this study, which is about how the shape and layout of the ornamental variations in Patirthan Bebitra, secondly about how the function and chronology of the relative decoration in Patirthan Bebitra. Patirthan Bebitra is made in a dead-end alley that runs north-south. The hallway consists of the west wall and east wall which have various kinds of decoration.
The method used in this study, namely data collection, data processing, and data interpretation. The layout of the ornamental sculptures carved on Patirthan Bebitra based on the location of the sequence that starts from the western aisle wall, namely two human reliefs, three reliefs of Kamandaka tantri and finally the eagle bird. Then followed by the placement of decoration on the east hallway wall that starts from north to south, namely in the form of reliefs when breech, giant reliefs, hanoman reliefs, relief that can not be identified, female reliefs, and reliefs of men. Based on the decoration carved on Patirthan Bebitra, it can be seen that the patirthan has 12 reliefs and only 11 reliefs can be identified.
Based on the shape and layout of the various decorations in Patirthan Bebitra, the function can be known, which is to reflect on the ascetic or religious figures before meditating and Patirthan Bebitra originates from around the 14th-15th century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>