Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Frestiana
"Melalui SK Gubernur No. 36/2002, Pemerintah DKI Jakarta melakukan pemagaran terhadap Monumen Nasional, sebuah ruang publik yang salah satu fungsinya adalah sebagai ruang demokrasi. Skripsi ini akan mengungkap fenomena pemagaran Moumen Nasional sebagai sebuah representasi kuasa dalam ruang publik, khususnya ruang demokrasi. Metode analisa yang digunakan dalam pembahasan pemagaran Monas ini, lebih melihat kepada hubungan antara representasi kuasa dalam ruang publik, khususnya ruang demokrasi, serta pemaparan sejarah kuasa dan representasinya di Jakarta, untuk menunjukkan hadirnya kuasa dalam ruang publik sebagai ruang demokrasi dan mengetahui latar belakang pemagaran Monumen Nasional. Hipotesis dari skripsi ini adalah bahwa kuasa hadir dalam ruang demokrasi dengan berbagai bentuk. Pemagaran Monas merupakan salah satu bentuk representasi kuasa dalam ruang publik, khususnya ruang demokrasi.

Using SK Gubernur No.36/2002, the government of DKI Jakarta framing Monumen Nasional, a public space that have a function as a democratic space. This thesis will pronounce the phenomenon of framing Monumen Nasional as a representation of power in a public space , especially democratic space. The method of analysis which used in the discussion of framing Monumen NAsional is by seeing relation of representation of power in a public space, especially democratic space, also explained about the history of power and the representation of power in Jakarta, for showing the power in a public space as democratic space and know the reason of framing Monumen Nasional. The hippotesis of this thesis is framing Monas is a form of representation of power ini a public space, especially democratic space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51625
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Losando
"Totalitarianisme memiliki bahaya yang mampu mengancam demokrasi. Ancaman totalitarianisme dapat terlihat dalam pola kuasa lama. Bahaya totalitarianisme tersebut misalnya kekuasaan yang didasari oleh garis keturunan. Dalam term lefort disebut sebagai penanda kepastian. Penanda kepastian ini pada pola kuasa lama memenuhi ruang kuasa, sehingga individu yang berada di luar kekerabatan raja tidak dimungkinkan untuk ikut serta berkuasa. Melihat kondisi seperti itu, Lefort mencoba untuk melakukan kritik terhadap pola kuasa totalitarianisme tersebut. Cara yang ditempuh Lefort untuk menyelamatkan bahaya totalitarianisme Dengan mengosongkan ruang kuasa. Bagaimana cara untuk mengosongkan ruang kuasa? Menurut Lefort, agar ruang kuasa dapat kosong dengan melakukan pembubaran terhadap penanda-penanda kepastian yang ada pada pola kuasa lama.

Abstract
Totalitarianism has the danger that could threaten democracy. Threat of totalitarianism can be seen in the old power patterns. Dangers of totalitarianism such as power based on lineage. In terms Lefort referred to as markers of certainty. Bookmark this certainty on the pattern of the old power meets space power. So that individuals who are outside of kinship king allowed to participate in power. see conditions like that, Lefort trying to do the critique of totalitarianism is the power pattern. Lefort way in which to save the dangers of totalitarianism with the power of empty space. How to create space power? according to Lefort, for empty space with the power to perform the dissolution of the markers of certainty on the pattern of the old power."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S221
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ujung, Verarisa Anastasia
"Ruang sebagai wadah representasi kuasa dan respon akan penyimpangan perilaku diri merupakan ide besar dalam skripsi ini. Sebab, ruang merupakan dimensi kehidupan sosial dan elemen penting terkait dengan kuasa dan pengawasan sosial. Ruang dengan fungsi dan karakteristik terkait ide tersebut didefinisikan sebagai correctional space. Pada dasarnya, correctional space merupakan solusi ruang akan kebutuhan penghukuman, pengawasan serta koreksi terhadap penyimpangan yang dipahami sebagai tindakan kriminal. Sehingga, skripsi ini berfokus dalam konteks keterikatan ruang, diri, dan kuasa dalam ide koreksi.
Kuasa yang direpresentasikan dalam correctional space berlaku melalui aspek spasial dan sosial dalam bentuk institusi yang dalam hal ini adalah Lembaga Pemasyarakatan. Studi kasus yang dibahas adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang yang menerapkan sistem pengawasan dan pembinaan melalui kuasa pendisiplinan dan toleransi. Lembaga Pemasyarakatan sebagai correctional space dikarakterisasi oleh sistem relasi, interaksi, kontak, dan toleransi antar penyelenggara kuasa terhadap warga binaan. Maka, penting untuk membahas bagaimana kuasa pendisiplinan dan toleransi dipahami secara ruang dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai correctional space. Temuan skripsi ini diharapkan dapat memberi pengertian spasial terkait penerapan correctional space dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Space as the representation of power and response of disorder behavior is a central idea of this study. That's because of space is related to social life dimension and an important element in the constitution of power and social control. Space that consist of the function and characteristic according to those idea is defined as a correctional space. Basically, correctional space is the space solution with the aim of punishment, control and correctional action for the opposite behavior which is considered as a crime. That's why the study is focusing in the context of space, body, and power through correctional idea.
Power which represented in correctional space applied through spatial and social aspect in institution which considered as a penitentiary. This case studied in Penitentiary of Cipinang in which applied the control and development system through disciplinary power and toleration. Penitentiary as a correctional space is characterized by the system of relation, interaction, contact, and toleration between stake-holder and inmate. That's why, it's important to study how disciplinary power and toleration has been considered spatially in penitentiary as the correctional space. As the result, this study may contribute in spatial understanding of the implementation of correctional space in Penitentiary.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S181
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fabianus Hiapianto Koesoemadinata
"Pasar Malam Komidi Putar yang masih ditemukan di pinggiran Jabodetabek merupakan hiburan rakyat yang sederhana dan terjangkau serta menjadi ruang berkumpul para penghibur dan pedagang yang bergerak secara kolektif dengan memanfaatkan lahan terbuka di sekitar permukiman padat penduduk. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan terhadap hiburan rakyat yang semakin kurang mendapat ruang. Isu utama yang diangkat penelitian ini adalah dinamika okupasi lahan dan relasi kuasa dalam penyelenggaraan hiburan rakyat. Kelompok yang diteliti adalah “Yudhika Ria” yang merupakan kelompok pengelola pasar malam dan beroperasi di periurban Jabodetabek. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, dan memetakan historisitas pasar malam dalam konteks sosial, politik dan budaya di Indonesia. Hasil dan temuan penelitian lapangan diinterpretasikan dalam kaitannya dengan strategi okupasi dan pemanfaatan lahan dalam konteks praktik negosiasi antara kelompok pengelola dan otoritas formal serta informal. Penelitian ini menemukan bahwa pelaku hiburan rakyat melakukan fluid-placemaking menggunakan strategi melipir, menyelinap dan mengokupasi ruang secara temporer untuk bernegosiasi dengan struktur kekuasaan tempat mereka beroperasi. Eksistensi hiburan rakyat ini merepresentasikan perlawanan bidang usaha informal terhadap gempuran hegemoni industri hiburan modern dan pusat perbelanjaan di perkotaan.

Pasar Malam Komidi Putar is a form of folk entertainment which is affordable for lower middle class communities and has become a space for informal entertainment business and traders to work collectively in open lands situated near densely populated settlements. This research departs from the concern of how entertainment for lower class is getting less and less space. The main issue raised inthis research is the dynamics of land occupation and power relations in organizing this type of entertainment. The chosen case study is 'Yudhika Ria' which is a night market management group that operates in Jabodetabek suburbs. Data is collected and analyzed by utilizing qualitative method with an ethnographic approach. The research also involves a historical mapping of night markets in Indonesia within its social, political, and cultural context. Research findings are interpreted in relation to strategies in occupying and using spaces while reflecting the process of negotiation between the management group with the formal and informal authorities. Data analysis reveals that the group who runs entertainment for lower middle-class communities is actually doing fluid- placemaking by implementing strategies of melipir (slipping away), menyelinap (sneaking) and occupying spaces temporarily. The existence of this type of entertainment represents the resistance of informal businesses againts the hegemonic onslaught of the modern entertainment industry in urban areas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Anugrah Permana
"Tesis ini mencoba mengangkat permasalahan hubungan yang terjalin antara sistem ekonomi kapitalisme yang berlandaskan mekanisme pasar dengan sistem politik demokrasi liberal. Masalah ini menarik dikaji tidak saja dikarenakan berlangsungnya perdebatan di kalangan ilmuwan sosial, namun juga berlangsungnya serangkaian kontradiksi di antara kedua sistem. Tesis ini merupakan suatu penelitian dengan pendekatan kualitatif berupa kajian literatur dengan bentuk theoretical review, khususnya dari pendirian teoritisi neopluralisme dan post-strukturalisme dalam ilmu politik mengenai keterkaitan antara sistem pasar yang berlandaskan usaha pribadi dengan sistem politik demokrasi. Teori-teori tersebut mencoba melihat apakah kedua sistem ini bisa bekerja seiring sejalan, atau penuh dengan hal-hal yang bersifat menegasikan satu sama lainnya?
Argumen yang terangkum dalam pendirian teori neo-pluralis dan post-strukturalis berusaha mengungkapkan bentuk-bentuk kekuasaan modal, upaya permanensi kekuasaan tersebut, serta kontrol dan privilege yang dimiliki oleh mereka. Penelaahan akan hal-hal tersebut berdampak secara langsung dan tidak langsung pada sistem politik demokrasi maupun nilai-nilai demokratis.
Kajian teoritis dalam tesis ini menemukan beragam ketidaksesuaian antara sistem kapitalisme dengan sistem politik demokrasi. Sistem pasar, kebebasan milik pribadi dan kekuasaan pengendali modal dalam demokrasi tidak saja telah menanggalkan prakondisi-prakondisi yang dibutuhkan bagi berkembangnya kehidupan demokratis. Namun lebih dan itu, sistem pasar dan otoritas yang dimiliki pengendali modal telah menempatkan otoritas politik dalam demokrasi scnantiasa berada dalam kekangan struktural mereka.
Implikasi teoritis dari kajian ini memperlihatkan lemahnya argumen kalangan teoritisi liberal dan neo liberal yang menyatakan bahwa sistem pasar adalah prakondisi bagi sistem politik demokrasi. Di sisi lain, teori neo-pluralisme dan post-strukturaiisme telah berhasil mencermati dan mengungkapkan serangkaian kontradiksi di dalam sistem politik demokrasi liberal berorientasi pasar.

This thesis try to show the relationship between capitalism which based on market mechanism and democratic political system. This problem is interesting not only because the dissent of social scientists, but also because of both systems contradiction. This qualitative research used theoretical review method, particularly from neo-pluralism and post-structuralism theories concerning the relationship between market system which based on private property and democratic political system. Those theories seek to reveal whether both systems are well-matched or oppose to each other.
Neo-pluralism and post-structuralism theories attempt to discover the forms of capital power, the effort of the permanency of capital power, and their controls and privileges. Capital power has direct and indirect consequences toward democratic political system and democratic values.
This theoretical review finds various incompatibilities between capitalism and democratic political system. Market system, private property system, and the capital controller power within democratic system not only reject the social pre-conditions required for the development of democracy. Moreover, market system and authority owned by capital controllers have placed political authority within democracy which is always in their structural constrain.
A theoretical implication from this study shows the lack of argument from liberal and neo-liberal theoreticians who declare that market system is precondition for democracy. Besides, neo-pluralism and post-structuralism theories expressed a range of contradictions within liberal democratic political system encompassing market orientation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Diamanty Meiliana, auhtor
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis secara normatif pelaksanaan Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman terhadap Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2002 tentang Pers dan membandingkannya dengan The Sixth
Amandement of United States of America sebagai dasar adanya pembatasan
peliputan di ruang sidang di Amerika Serikat. Peliputan ruang sidang yang
disiarkan secara langsung (live) merupakan fenomena baru yang makin marak
terjadi di ruang sidang di Indonesia dan sedikit demi sedikit telah menyampingkan
kekuasaan kehakiman dalam ruang sidang. Dalam penelitian ini, teori yang
dipakai adalah teori tentang negara hukum, teori tentang pers, dan teori tentang
kekuasaan kehakiman. Metode analisis dengan membandingkan undang-undang
lalu kemudian membandingkan tata cara peliputan di ruang sidang antara
Indonesia dan Amerika Serikat. Hasil penelitian membuktikan bahwa sistem
peradilan Indonesia belum mengatur secara tegas tentang tata cara peliputan di
ruang sidang sebagaimana halnya di Amerika Serikat padahal keduanya adalah
sama-sama negara demokrasi.

ABSTRACT
This study analyzed the normative implementation of Law No. 48 of 2009
of Judicial Power toward Law No. 40 of 2002 of the Press and comparing it to
The Sixth Amandement of the United States of America as a basis for reporting
restrictions in the courtroom in the United States. Coverage in the courtroom
which broadcast live is a new phenomenon that is increasingly rampant in the
courtroom in Indonesia and has set aside the judicial power in the courtroom. In
this study, the theory used is the theory of the state law, the theory of the press,
and the theory of judicial power. Methods of analysis by comparing the laws and
then compare the coverage in the courtroom between Indonesia and the United
States. The research proves that the Indonesian justice system has not been set
explicitly about reporting procedures in the courtroom as well as in the United
States even though both are equally democratic state."
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
"Konflik yang terjadi karena benturan kepentingan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia. Perang Kongo Kedua yang melibatkan sembilan negara membuktikan bahwa konflik dan kekerasan masih menjadi alat utama untuk meraih kepentingan. Perang ini berhenti di tahun 2003 setelah penandatanganan perjanjian damai Sun City. Perjanjian ini membuka jalan bagi dibentuknya negara demokrasi di RDK dengan bantuan dari aktor-aktor peacebuilding internasional, salah satunya MONUC. Akan tetapi kenyataannya konflik dan kekerasan terus terjadi khususnya di daerah Kivu.
Skripsi ini berusaha untuk menganalisis mengaap peacebuilding tidak berhasil meskipun sudah terbentuk negara demokrasi di RDK dengan menggunakan empat indikator, pertama karakteristik pemerintahan yang terbentuk, kedua alienasi kelompok masyarakat lokal, ketiga strategi aktor peacebuilding, dan keempat hubungan antar negara di kawasan Great Lakes Afrika. Kemudian akan dilihat pula bagaimana keempat indikator ini saling memengaruhi dan menciptakan hambatan dalam proses peacebuilding di RDK.

Conflict that is caused by the clash of interest is one of the integral parts in human history. The Second Congo War that put nine different states in one massive war was one of the most prominent examples on how violence is still being used as a tool to achieve their interests. The signing of Sun City peace accord in 2003 gave way to the creation of democratic states in DRC with the assistance of international peacebuilding actors, one of the most important of them was MONUC. Surprisingly the creation of democratic state didn?t necessarily mean that violence would stop, especially in the province of Kivus in the eastern part of DRC.
This thesis try to seek and analyze the reason why violence is still occuring in DRC despite the existence of democratic government. Four indicators will be used to analyze the phenomena, first is the characteristic of the new government, second is the alienation of the local community in DRC, third is the strategy of the peacebuilding actors, and fourth is the relations between states in the African Great Lakes region. This thesis will also see how those four indicators affecting one another and creating an obstacle in the implementation of peacebuilding in DRC.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Lita
"Kegiatan bersepeda di ibukota Jakarta merupakan tantangan yang berat karena masih minimnya fasilitas untuk pesepeda, kriminalitas dan juga perilaku kendaraan bermotor masih belum bisa toleran dengan pengguna sepeda. Namun semua hambatan untuk bersepeda adalah infrastruktur. Tantangan berat itu bertambah untuk perempuan, selain belum terjaminnya keselamatan pesepeda, perempuan menghadapi tantangan yang lebih mengerikan yakni tantangan rentannya posisi perempuan pesepeda terpapar dan menderita pelecehan seksual.  Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman perempuan pesepeda di pengaruhi konstruksi gender mengenai seksualitas dan bagaimana perempuan pesepeda berstrategi mewujudkan rasa aman dan dianalisis dengan teori Ketakutan dari Gill Valentine dan Gender dan Mobilitas dari Susan Hanson. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan wawancara.  Data diperoleh melalui wawancara kepada 5 subjek dan observasi tidak terstruktur peneliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berperspektif feminis untuk menggali lebih dalam pengalaman perempuan pesepeda. Hasilnya menjadi perempuan pesepeda di ruang publik urban sangatlah sulit. Perempuan yang memilih bersepeda sebagai alat transportasi, harus menerima pembatasan dari keluarga dan orang terdekatnya karena ia seorang perempuan. Pembatasan tersebut berdasarkan konstruksi gender yang masih sangat melekat dalam masyarakat Indonesia. Selain itu, perempuan pesepeda juga harus menghadapi hambatan yang lebih berat di ruang publik urban Jakarta, yaitu berupa beragam bentuk kekerasan seksual dari pengguna ruang publik lainnya.  Pengguna jalan lain khususnya laki-laki melihat perempuan pesepeda masih sebagai objek di ruang publik urban, bukan sebagai subjek. Implikasinya membuat perempuan pesepeda semakin minim di jalanan ibukota. Ini membuat perempuan pesepeda harus menyusun strategi untuk mengatasi rasa takut dan membuat mereka merasa aman untuk bersepeda di ruang publik jalanan ibukota yang didominasi oleh pengguna laki-laki.

due to the lack of facilities and infrastructure for cyclists. It doesn’t stop there, the threat of crime and the behavior of motorized vehicles that are still unable to tolerate bicycle users. The formidable challenge increases for women. Apart from not ensuring the safety of cyclists, women face a more dire challenge, namely the vulnerability of the position of women cyclists to being exposed to sexual harassment. This study seeks to explain the experiences of women cyclists influenced by gender construction regarding sexuality, as well as how women cyclists have strategies to create a sense of security. The specific theory used is the 'theory of fear' from Gill Valentine and 'gender and mobility' from Susan Hanson. This study uses a qualitative approach with data collection methods of observation and interviews. Data were obtained through interviews with 5 subjects and unstructured observations. This study also uses a feminist perspective approach to dig deeper into the experiences of women cyclists. The results of the study show that the activities of women cyclists in urban public spaces face many challenges. Women who choose cycling as a means of transportation, do not get support from the closest people and get restrictions based on gender construction which is still very much embedded in Indonesian society. In addition, female cyclists also face more severe obstacles in Jakarta's urban public spaces, namely in the form of various forms of sexual violence from other public space users. Other road users, especially men, see female cyclists as objects in urban public spaces, not as subjects. The implication is that there are fewer women cyclists on the streets of the capital. Policy actors need to present policies and their implementation that can fulfill a sense of security for women cyclists in public spaces."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmatul Lifa Febriani
"Ruang transisi memiliki karakteristik yang unik. Ia merupakan ruang di antara ruang. Namun, seringkali orang hanya melewatinya sebagai ruang sirkulasi. Skripsi ini meninjau sebuah ruang transisi dari sudut pandang liminalitas, pergerakan, waktu, dan persepsi yang akan membentuk pemaknaan terhadap ruang transisi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat makna sebenarnya dari ruang transisi.
Skripsi ini mengambil studi kasus Terminal Blok M. Terminal ini merupakan sebuah ruang transisi dengan lalu lintas yang cukup padat. Selanjutnya, dengan studi kasus ini akan ditemukan kembali makna ruang transisi yang sebelumnya kurang nampak. Pada bagian akhir dari skripsi ini akan nampak karakteristik ruang transisi ditinjau dari keempat sudut pandang di atas, sehingga ditemukan maknanya sebagai ruang dari, ruang di, dan/atau ruang ke.

Transitional space has unique characteristics. It is a space between spaces. However, people often just pass it through as a circulation space. This thesis studies about transitional space considered from the point of view of liminality, movement, time, and perception that will shape the meaning of transitional space.
This thesis takes Blok M terminal as case study. It is a transitional spce with a fairly dense traffic. Furthermore, this case study will re-discover the meaning of transitional space that can’t so obviously seen.. At the end of this thesis, the characteristics of transitional space that are viewed from those four perspectives above can finally be seen as from space, at space and/or to space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kusumawardani
"Ruang publik merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan kota, termasuk pula ruang-ruang untuk tumbuh, kembang dan bermain anak-anak. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merangkum kebutuhan tersebut dalam sebuah proyek bernama Ruang Publik Terpadu Ramah Anak RPTRA . RPTRA merupakan ruang publik yang mengintegrasikan berbagai fasilitas dan kegiatan yang ramah bagi anak-anak dalam satu tempat di kawasan pemukiman padat penduduk. Dalam proses mewujudkannya terdapat relasi kuasa antara aktor-aktor yang terlibat membentuk RPTRA menjadi seperti sekarang ini. Kuasa yang mereka praktikkan melalui keputusan-keputusan terkait perwujudan RPTRA menentukan arah pembangunan RPTRA itu sendiri. Skripsi ini membahas praktik kuasa pada proses perwujudan RPTRA dan bagaimana kuasa yang dilakukan oleh tiap-tiap aktornya dapat membentuk arsitektur. Tulisan ini menemukan bahwa RPTRA-RPTRA yang telah terbangun di Jakarta tidak semuanya sesuai dengan esensi awal yang dicanangkan sebagai akibat dari produksi massal. Hal ini menegaskan bahwa bagaimana sebuah arsitektur dirancang, dibangun, digunakan, dan dipersepsikan dapat ditentukan oleh keputusan-keputusan, yang merupakan praktik kuasa, yang mendasarinya.

Public space is an important aspect of urban life, including public spaces for children to grow, develop, and play. The Jakarta Government combined those aspects into a project called Ruang Publik Terpadu Ramah Anak RPTRA . RPTRA is a child friendly public space that integrates a variety of facilities used for many activities in one place and is built in densely populated settlements in Jakarta. During the process of building and making RPTRA, there are power relations among the actors involved that then shapes RPTRA into what it is now. Power that is exercised through the decisions they made concerning the building of RPTRA decides the direction of its building process. This study investigates the exercise of power in the developing process of RPTRA and how the power exercised by its actors shapes architecture. This study found that the RPTRAs that have been built in Jakarta are not all matching with their originally planned essence or purpose as a result of mass production. This emphasizes that basically how architecture is designed, built, used, and perceived can be determined by the exercise of power that underlies it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>