Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103959 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reni Megawati
"Pembahasan mengenai keteraturan yang tidak terlihat menggali cara tunanetra memaknai suatu keteraturan dalam rumah tinggalnya dengan keterbatasan visualnya. Keteraturan yang dibentuk dalam arsitektur mengarah kepada pencapaian estetika visual yang hanya dapat dinikmati oleh pengguna yang dapat melihat. Dominasi penciptaan keteraturan ke arah pencapaian estetika visual tidak mendukung pengguna yang memiliki keterbatasan visual dalam mengalami keteraturan ruang. Keteraturan ruang yang dialami secara non visual oleh tunanetra dipahami lebih dalam melalui dua studi kasus yang dilakukan pada penghuni tunanetra dalam rumah tinggalnya. Kebiasaan, kebutuhan, dan pengalaman ruang yang berbeda antara penghuni yang dapat melihat dan penghuni tunanetra menimbulkan konflik keteraturan. Konflik yang muncul merepresentasikan pola pemaknaan keteraturan yang berbeda antara kedua penghuni. Pemaknaan keteraturan ruang yang dialami tunanetra menggambarkan pentingnya keteraturan ruang untuk kemudahan tunanetra dalam mobilitas, orientasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. Kehadiran unsur-unsur yang selama ini tidak tampak bagi pengguna yang dapat melihat dalam memaknai keteraturan ruang, menjadi berarti bagi tunanetra. Tingkat familiaritas, tingkat kenyamanan, kesesuaian besaran ruang dengan besaran perabot, kemudahan, peletakan sesuai ingatan tunanetra, dan pengaturan ruang yang tidak berliku menjadi bagian dalam pembentukan keteraturan ruang bagi tunanetra. Pengetahuan mengenai pemaknaan keteraturan ruang secara non visual, diharapkan dapat memberi sumbangan untuk mengangkat peranan indera non visual dalam penciptaan arsitektur bagi tunanetra maupun arsitektur secara umum.

The studys' of invisible orderliness explores the way blind people create meanings of a spatial orderliness in their dwellings with their visual impairments. Orderliness which is formed in architecture refers to the attainment of visual aesthetics that can only be enjoyed by sighted people. Domination in visual aesthetics of creating orderliness does not support blind people in experiencing spatial orderliness. Spatial orderliness that is experienced non visually by blind people are understood deeper through two case studies of blind people in their dwellings. The difference of habits, needs, and spatial experiences between sighted and blind occupants can cause conflicts of orderliness. That conflicts represent different patterns in creating meaning of orderliness between both occupants. The meaning of spatial orderliness which is experienced by blind people describes the important of spatial orderliness for giving ease to blind people in mobility, orientation, and interaction with environment. The presence of elements which are invisible for sighted people in creating meaning of spatial orderliness, becoming meaningful for blind people. Familiarity, comfort, the balance of spatial size and furniture size, ease, placement according to blind memory, and ordering space which is not complicated, become part of shaping spatial orderliness for the blind. The knowledge of the meaning of non visual spatial orderliness, hopefully can give contribution to raise the role of non visual senses in the creation of architecture for the blind and also architecture in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51606
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Destiana Ritaningsih
"Interioritas, merupakan hal yang paling mendasar dalam menciptakan sebuah pengalaman ruang. Dengan adanya pengalaman ruang maka dengan sendirinya keberadaan ruang serta kondisi sekelilingnya akan diakui oleh penggunanya. Mess sebagai metode, merupakan salah satu cara untuk menciptakan sebuah pengalaman ruang tertentu. Dengan adanya mekanisme mess tersebut, tercipta distorsi interioritas yang bertujuan untuk meingkatkan kepekaan pengguna terhadap ruang dan sekitarnya. Melalui penerapan mekanisme mess yang disajikan dalam sebuah konteks past-future, interioritas, dan narasi, mess menjadi sebuah metode baru dalam mendesain.

Interiority, is the most fundamental thing in order to creating an experience of the space. With space experience, the space existence and its surrounding conditions will be automatically recognized by the user. Mess as method, is the way to create an experience of a particular space. With the mechanism of mess, created interiority distortions that aims to increase the users sensitivity about the space and its surrounding. Through the implementation of the mechanism of mess that is presented in a past-future, interiority, and narrative context, mess becomes a new method of designing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Nugroho
"Tesis ini adalah tentang Penjagaan Keteraturan Sosial di Kawasan Simpang Lima oleh Satuan Samapta Polwiltabes Semarang. Perhatian utama tesis ini adalah: Corak Kegiatan Satuan Samapta Polwiltabes Semarang dan petugas Satuan Polisi Pamong Praia Pemkot Semarang dalam menjaga keteraturan sosial. Corak kegiatan tersebut meliputi kegiatan pengaturan penjagaan, pengawalan, patroli, penertiban terhadap pedagang kaki lima serta penertiban terhadap pelacur jalanan.
Tesis ini untuk menunjukkan bahwa keteraturan sosial di Kawasan Simpang Lima dapat berjalan dengan baik karena adanya kepedulian dari masyarakat yang terdiri dari pedagang kaki lima yang membentuk paguyuban, preman, serta pecan dari aparat yang terdiri dari satuan Samapta Polwiltabes Semarang, Babinkamtibmas, Babinsa, Satpol PP Pemkot Semarang, kecamatan dan kelurahan, dan dalam mewujudkan keamanan dipungut uang keamanan terhadap para pedagang kaki lima.
Masalah Penelitian dalam tesis ini adalah penjagaan keteraturan sosial di kawasan Simpang Lima oleh Satuan Samapta Polwiltabes Semarang. Sedangkan pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah bagairnana Satuan Samapta Polwiltabes Semarang dalam menjaga keteraturan sosial dan para PKL dan pelacur jalanan masih menjalankan kegiatannya?
Dalam tesis ini penjagaan keteraturan sosial yang dilakukan oleh satuan Samapta Polwiltabes Semarang berupa kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli, kegiatan penertiban terhadap pedagang kaki lima maupun penertiban terhadap pelacur jalanan. Olen sebab itu saya menggunakan metodologi etnografi, yang dilakukan dengan cara pengamatan terlibat, pengamatan, dan wawancara dengan pedoman untuk mengungkapkan kegiatan dalam melakulcan kegiatan tersebut di atas.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa PKL di kawasan Simpang Lima telah membentuk suatu paguyuban, dimana dalam paguyuban tersebut masing-masing PKL bersepakat untuk bersama-sama dalam menjaga keamanan. Para PKL juga berhubungan dengan patron yang bertujuan untuk meminta perlindungan dari penertiban yang dilakukan aparat; di samping itu para PKL menjalin hubungan dengan aparat, preman maupun memberdayakan PKL sendiri dalam menjaga keamanan di wilayahnya. Para PKL dalam kegiatan berdagang telah dipungut uang keamanan oleh Babinkamtibmas, Preman, Babinsa, dan PKL sendiri sebagai bentuk partisipasi dalam mewujudkan keamanan. Sedangkan peran satuan Samapta Polwiltabes Semarang dalam menjaga keteraturan sosial disini dengan cara melakukan kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, Patroli maupun dengan melakukan kegiatan penertiban terhadap PKL dan pelacur jalanan.
Implikasi dari tesis ini adalah, perlunya penjagaan keteraturan sosiai di Kawasan Simpang Lima dengan melakukan kegiatan pemolisian masyarakat yang dilakukan oleh anggota Polri yang bertugas di situ secara baik."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Bachtiar Oesman
"Kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan dampak yang kompleks. Sebagaimana penyakit khronis lainnya maka keteraturan berobat penderita kusta merupakan salah satu masalah pemberantasan penyakit kusta. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat penderita kusta.
Penelitian ini merupakan survey dengan desain kross seksional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita kusta yang tercatat di Puskesmas tahun 1909-1991 dan mendapat obat MDT dari Yayasan Bina Sehat Tangerang. Pengambilan sampel dengan simple random sampling. Besar sampel 255.
Dari 17 variabel yang diteliti didapat 4 variabel yang berhubungan dengan keteraturan berobat yaitu kepercayaan penderita, persepsi jarak, kelainan kulit, cara mendapatkan obat. Penderita yang teratur berobat 78.4% . Dari hasil nilai Odds yang tinggi ternyata kepercayaan penderita dan persepsi jarak selalu muncul dalam berbagai kombinasi variabel. Dari perhitungan Exposed Attributable risk diperoleh hasil kepercayaan 85.767% , persepsi jarak 63.42% , kelainan kulit 86.42% , Cara mengambil obat 64.58%.
Keteraturan berobat penderita kusta di Kabupaten Tangerang cukup tinggi. Faktor yang mempunyai peran besar dalam keteraturan berobat adalah kepercayaan penderita dan kelainan kulit.
Disarankan untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam memotivasi penderita, mengintensifkan pencarian penderita baru, mendekatkan tempat mengambil obat kepada penderita dan tetap menjalin kerja sama.dengan pihak swasta."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariescha Harjon
"Adanya peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba di kota Bogor, pada tahun 2007 tercatat sebesar 133 kasus dan mengalami peningkatan menjadi 144 kasus pada tahun 2008. Adapun jenis penyalahgunaan narkoba yang terbesar adalah narkotika jenis heroin/putaw dan cara penggunaannya banyak yang disuntikan kedalam intravena. Jumlah pengguna narkoba suntik di kota Bogor, hingga Januari 2009 mencapai 4590 orang yang semuanya berisiko dalam penularan HIV. Hingga Januari 2009, kota Bogor berada pada posisi kedua dalam kasus HIV di Jawa Barat dengan kenaikan jumlah kasus dari 447 menjadi 480 kasus. Oleh karena itu program pengurangan dampak buruk dari penularan narkoba suntik mutlak diperlukan. Salah satunya yaitu dengan program terapi rumatan metadon (PTRM) jangka panjang, diminum peroral setiap hari dihadapan petugas yang dapat mencegah penularan HIVAIDS yang disumbangkan oleh para pengguna jarum suntik.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang perilaku keteraturan minum metadon pada klien PTRM UPTD Puskesmas Bogor Timur dan faktor-faktor yang menunjang serta menghambat. Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian Rapid Assessment Procedures (RAP), dengan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 di Klinik PTRM UPTD Puskesmas Bogor Timur dengan 12 orang informan, terdiri dari 8 orang informan yang masih menjalani terapi metadon dan 4 orang informan yang telah DO dari terapi metadon, yang menjadi sample penelitian.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada kecenderungan hubungan kurangnya pengetahuan yang lengkap tentang terapi metadon, sikap, persepsi terhadap manfaat dan efek samping, faktor biaya minum metadon, faktor dukungan keluarga, faktor dukungan teman komunitas (teman yang tidak menggunakan putaw) dengan keteraturan minum metadon pada klien PTRM. Sehingga dari hasil penelitian tersebut, disarankan untuk pihak klinik PTRM sebaiknya meningkatkan kegiatan pemberian pengetahuan dan konseling tentang seluruh materi program terapi metadon kepada klien PTRM dan keluarga klien, serta peranan keluarga harus ditingkatkan karena sangat penting dalam masalah ini. Bagi penelitian lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui awal mula klien menggunakan narkoba hingga memutuskan memilih untuk mengikuti terapi metadon dan diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai bahan advokasi lintas sektor karena program PTRM ini perlu dikembangkan, namun masih menjadi pro dan kontra di Kota Bogor."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dewasa muda adalah salah satu tahapan tumbuh kembang dalam kchidupan manusia
yang mengalami banyak tuntutan untuk memiliki banyak peran dalam kehidupan.
Memulai hidup lepas dari keluarga, memiliki karir, dan mengurus keluarga. Hal ini
menuntut wanita untuk memiliki kondisi tubuh yang prima sehingga dapat menjalankan
tugas perkembangannya dengan baik. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan
olahraga teratur. Wanita dewasa muda juga telah mengalami adaptasi terhadap perubahan hormon yang terjadi pada setiap wanita, ditunjukan dengan siklus haid yang teratur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh olahraga teratur yang dilakukan wanita dewasa muda terhadap siklus haid yang dialaminya. Penelitian dilakukan terhadap 26 responden dan menggunakan desain deskriptif korelasi. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa wanita dewasa muda cenderung memiliki siklus haid yang normal yang terjadi pada wanita secara umum. Dengan menggunakan rumus pearson moment product correlation coefisien didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara olahraga teratur yang dilakukan wanita dewasa muda dengan keteraturan siklus haid yang mereka alami."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5147
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Keteraturan Ante Natal Care pada ibu hamil diperlukan untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda pre eklampsia sehingga tindakan preventif diharapkan
dapat menurunkan angka kejadian pre eklampsia dan eklampsia sehingga
menurunkan morbiditas dan mortalitas Ibu dan janin. Selain keteraturan
Ante Natal Care terdapat faktor predisposisi yang ikut mempengaruhi
kejadian pre eklampsia diantaranya adalah usia, paritas, pendidikan, riwayat
penyakit hipertensi dan status psikologis ibu. Tujuan penelitian ini adalah
memperjelas konsep keteraturan Ante Natal Care terhadap kejadian Pre
eklampsia pada ibu hamil. Metode penelitian deskriptif perbandingan
dengan cara pengambilan data secara retrospektif. Pengambilan sampel
dilakukan secara Consecutive dari tanggal 16-27 Juli 2001 di Poliklinik
Kebidanan dan Rawat Inap RSUPN Cipto Mangunkusumo. Diperoleh
sampel sebanyak 30 kasus yang terdiri dari 18 kasus Pre eklampsia ringan
dan 12 kasus pre eklampsia berat. Data yang terkumpul dianalisa dngan
statistik deskriptif perbandingan dan dilakukan uji perbedaan kemaknaan
dengan uji non parametrik Chi Square tabel 2 x 2. Hasil Penelitian : Pada
kasus Pre Eklampsia Ringan (PER) yang melakukan ANC teratur ditemukan
sebanyak 10 kasus (56%) dan pada Pre Eklampsia Berat (PEB) angka kejadian
sangat kecil yaitu 2 kasus (16,7 %). Sebaliknya pada kasus PER yang tidak
melakukan ANC dengan teratur sebanyak 8 kasus (44%) dan pada kasus PEB
sejumlah 10 kasus (83,3 %). Hal ini menunjukkan bahwa dengan ANC teratur
semakin banyak kasus PER terdeteksi dan jumlah kasus PEB semakin
berkurang, Setelah uji X2 dengan df = 1 menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada ibu hamil yang melakukan ANC teratur dan tidak teratur
terhadap kejadian pre eklampsia (X2 = 4,54 dan £2 = 0,025)."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5059
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amran
"Gagal jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung dengan insiden, prevalen serta mortalitas yang terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keteraturan berobat terhadap kesintasan lima tahun penderita gagal jantung kongestif (GJK). Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Sampel sebanyak 402 orang penderita baru GJK yang didiagnosis antara tahun 2001 s.d. 2002 dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Ditemukan penderita GJK yang meninggal selama lima tahun follow up adalah 78 orang (19,4%). Probabilitas kesintasan penderita GJK adalah sebesar 88,65% (tahun pertama), 80,11%(tahun ke dua). 72.22% (tahun ke tiga), 63,75% (tahun ke empat) dan 54,41% (tahun ke lima). Penderita GJK yang tidak teratur berobat mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari pada yang berobat teratur. Pada analisis Cox regression keteraturan berobat merupakan yariabel independen pada kesintasan penderita GJK (HR:1,95; 95% Cl: 1.23-3.11). Faktor-faktor Iain yang juga bermakna terhadap kesintasan penderita GJK adalah Ejection Fraction (HR:1,91; 95% Cl:1,18-3,08), Diabetes Melitus (HR:1,85; 95% Cl:1,08-3,18). Beberapa variabel pada penelitian ini hubungannya tidak bermakna terhadap kesintasan penderita GJK yaitu: umur, rokok,functional, riwayat PJK , hipertensi , kreatinin dan tindakan pengobatan. Keteraturan berobat terbukti mempengaruhi probabilitas kesintasan penderita GJK. Penderita GJK disarankan untuk senantiasa melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur.

Heart failure is one of cardiovascular disease which incidence, prevalence and mortality remain height and increased. The purpose of this study was to evaluate the effect of routine medical evaluation (compliance) on five year survival rate of patients hospitalized due to congestive heart failure. The Study design used in this study is retrospective cohort with 402 patients of newly diagnosis congestive heart failure (CHF) admitted in year 2000 to 2001 at National Cardiovascular Center - Harapan Kita, Jakarta. During 5 year follow-up, 78 patients died. Survival at 1 to 5 years was in order of 88,65%, 80,11%, 72,22%, 63,75%, and 54,41%, respectively. CHF patients who did not underwent routine medical evaluation had higher prognostic of death than CHF patients who had medical evaluation routinely. By Cox regression analyses, the independent predictors of mortality were routine evaluation (HR:1,95; 95% CI: 1.23-3.11). low ejection fraction (HR:1,91; 95% CI:1,18-3,08), and diabetes mellitus (HR:1,85; 95%CI:1,08-3,18). Other predictors were not statistically significant, i.e: age, gender, smoking, functional class, coronary heart disease, creatinine, and the medication. The status of compliance is an independent predictor of survival for patients with CHF, besides low ejection tiaction and diabetes mellitus. These evaluation, like the other research, suggested the importance of compliance in the treatment of CHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran
"Latarbelakang: Gagal jantung merupakan salah satu jenis penyakit jantung dengan insiden, prevalen serta mortalitas yang tenis meningkat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keteraturan berobat terhadap kesintasan lima tahun penderita gagal jantung kongestif (GJK).
Desain: Desain penelitian adalah kohort retrospektif. Sampel sebanyak 402 orang penderita baru GJK yang didiagnosis antara tahun 2001 s.d. 2002 dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Hasil dan Diskusi: Ditemukan penderita GJK yang meninggal selama lima tahun follow up adalah 78 orang (19,4%). Probabilitas kesintasan penderita GJK adalah sebesar 88,65% (tahun pertama), 80,11%(tahun ke dua), 72,22% (tahun Ice tiga), 63,75% (tahun ke empat) dan 54,41% (tahun ke lima). Penderita GJK yang tidal( teratur berobat mempunyai risiko kematian lebih tinggi dari pada yang berobat teratur. Pada analisis Cox regression keteraturan berobat merupakan variabel independen pada kesintasan penderita GJK (HR: 1,95; 95% CI: 1.23-3.1 I). Faktor-faktor lain yang juga bermakna terhadap kesintasan penderita GJK adalah Ejection Fraction (HR:1,91; 95% CI:1,1 8-3,08), Diabetes Melitus (HR:1,85; 95%C1:1,08-3,18). Beberapa variabel pada penelitian ini hubungannya tidak bermakna terhadap kesintasan penderita GJK yaitu: umur, rokok,functional, riwayat PJK, hipertensi , kreatinin dan tindakan pengobatan.
Kesimpulan dan saran: Keteraturan berobat terbukti mempengaruhi probabilitas kesintasan penderita GJK. Penderita GM( disarankan untuk senantiasa meiakukan pemeriksaan dan pengobatan secara teratur.

The effect of compliance on five year survival rate of congestive heart failure patients at National Cardiovascular Center Harapan Kita. xviii + 99 pages, 8 tables, 6 figures, 9 appendices. ABSTRACT Background. Heart failure is one of cardiovascular disease which incidence, prevalence and mortality remain height and increased.
Aims. The purpose of this study was to evaluate the effect of routine medical evaluation (compliance) on five year survival rate of patients hospitalized due to congestive heart failure.
Design. The Study design used in this study is retrospective cohort with 402 patients of newly diagnosis congestive heart failure (CHF) admitted in year 2000 to 2001 at National Cardiovascular Center - Harapan Kita, Jakarta.
Results. During 5 year follow-up, 78 patients died. Survival at 1 to 5 years was in order of 88,65%, 80,11%, 72,22%, 63,75%, and 54,41%, respectively. CHF patients who did not underwent routine medical evaluation had higher prognostic of death than CHF patients who had medical evaluation routinely. By Cox regression analyses, the independent predictors of mortality were routine evaluation (FIR: 195; 95% Cl: 1.23- 3.11), low ejection fraction (HR:1,91; 95% CC:1,18-3,08), and diabetes mellitus (HR:1,85; 95%C1:1,08-3,18). Other predictors were not statistically significant, i.e: age, gender, smoking, functional class, coronary heart disease, creatinine, and the medication.
Conclusion. The status or compliance is an independent predictor or survival for patients with CHF, besides low ejection fraction and diabetes mellitus These evaluation, like the other research, suggested the importance of compliance in the treatment of CHF.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>