Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irma Suryani
"Tesis ini membahas mengenai sejauh mana ruang luar bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup lansia. Lansia yang telah mengalami penurunan fisik dan non-fisik tanpa disadari menjadi - terperangkap - di rumah mereka sendiri. Penurunan factor fisik disinyalir sebagai penyebab utama kaum lansia - terperangkap - di dalam rumah mereka. Padahal beraktivitas di luar ruangan tidak hanya baik bagi kesehatan lansia, tetapi juga bermanfaat untuk meningkatkan interaksi sosial. Diperlukan elemen-elemen desain dengan kriteria tertentu untuk mendukung lansia beraktivitas dengan aman dan nyaman meski di luar ruangan. Elemen-elemen desain yang dibutuhkan dan yang perlu dihindari keberadaannya. Namun, penataan ruang luar itu sendiri dirasakan belum cukup untuk meningkatkan kualitas hidup lansia. Ruang luar berkaitan salah satunya dengan akses. Pencapaian lansia dari rumah menuju ruang luar juga menjadi sangat penting. Jika berbicara mengenai akses maka akan terkait dengan alat transportasi. Peningkatan kualitas hidup lansia, akan lebih tepat jika dikatakan sebagai penataan sebuah kota, dibandingkan hanya penataan sebuah ruang luar itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama antara pihak berwenang yang mengelola ruang luar tersebut, alat transportasi publik, dan pemerintah yang mengatur penataan sebuah kota.

The focus of this thesis is about how far outdoor environment give benefits for the elderly quality's life. Unconsiously, elderly that have been physically and nonphysically decreased their ability have become 'trapped' in their own home. Physical decrease has become the mayor cause of the elderly for being 'trapped' in their home. By doing activity in outdoor is not only making the elderly healthy but will also increase their social interaction with neighbours and friends. It requires the element design with specific criteria to support the elderly's activity to feel comfort and safe even in outdoor. Element design that is needed and needs to be avoided by its existence. But, the design of the outdoor environment itself was not enough to increase the elderly quality's life. One element of the outdoor environment was access. How the elderly would go from their home to the leisure facilities is also become an important thing. Talking about access then it would closely related to transportation. To increase the elderly quality's life would be more appropriate as a regulation of the city, compare to the regulation about the outdoor itself. That's why it requires the cooperation between the authority who run's the outdoor, the public transportation, and the government that regulates the city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51592
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Rina Matiur
"Dalam melaksanakan tugasnya, seorang arsitek tidak dapat mengabaikan konteks wilayah, keadaan lingkungan dan peraturan, setempat. Elemen fisik yang hendak dibangun harus menyesuaikan dengan kondisi sekitar.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah salah satu peraturan, setempat yang harus dipatuhi. Peraturan ini memberi batasan area pada tapak yang dapat dijadikan dasar suatu. bangunan sesuai dengan perencanaan pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Tata Kota. Penerapan KDB dalam perancangan suatu tapak akan menyisakan sebagian area yang tidak diolah menjadi dasar bangunan, dan dapat disebut ruang luar.
Pengolahan ruang luar, jika direncanakan dengan baik , dapat memberi nilai tambah pada tapak tersebut. Dalam tipe bangunan tertentu, ruang luar dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan yang berlangsung didalamnya.
Di sini , penulis akan membahas masalah pemanfaatan ruang luar pada rumah .sakit sebagai ruang kegiatan manusia, yaitu pengunjung pada khususnya, yang terdapat di sekitar ruang-ruang rawat inap. Sayangnya, hal ini hanya dapat ditemukan di sekitar ruang-ruang rawat inap kelas VIP atau VVIP, mengingat cost yang cukup tinggi untuk pemeliharaannya .Pada akhirnya, diharapkan agar pemanfaatan ruang luar tersebut dapat mendukung fungsi rumah sakit dan kegiatan yang berlangsung didalamnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayisha Rachmandari
"Skripsi ini bertujuan untuk memahami ruang transisi dan elemennya sebagai ekoton dalam arsitektur untuk menghadirkan kualitas keterikatan luar dan dalam bagi lansia. Arsitektur dapat dilihat sebagai sebuah sistem ekologi yang terdiri dari patches, baik ruang luar maupun dalam. Transisi dari kedua patches tersebut membutuhkan kualitas transisi yang disebut ekoton. Elemen transisi menjadi hal yang penting untuk lansia dikarenakan kebutuhan lansia akan ruang luar dan dalam. Analisis dilakukan pada studi kasus observasi langsung pada rumah bertinggal lansia.
Dalam studi kasus, area ekoton tempat bertinggal memiliki kualitas ruang yang digunakan lansia dipengaruhi oleh komposisi dan penempatan elemen transisi yang berbeda-beda dalam mendukung kebutuhan aktivitas lansia. Dari studi kasus, dapat disimpulkan bahwa kualitas ekoton tidak hanya dipengaruhi oleh boundaries yang menyusun ekoton, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya dan jejaring sekitarnya. Ruang transisi atau ekoton mendorong adanya kualitas ruang transisi luar dan dalam yang mendukung kesehatan lansia tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Elfira
"Hal yang membedakan antara rumah susun dengan rumah yang menyebar ke samping adalah adanya bagian-bagian bersama yang dapat digunakan oleh penghuni secara bersama-sama. Bagian-bagian bersama ini adalah berupa ruang-ruang bersama yang terdapat di dalam bangunan rumah susun yang meliputi selasar, koridor, tangga dan ruang-ruang bersama lainnya yang dapat digunakan oleh penghuni.
Kebutuhan akan ruang-ruang bersama di dalam bangunan rumah susun dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya dan kebiasaan masyarakat yang mendiaminya. Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi perilaku penghuni dalam memanfaatkan ruang-ruang bersama tersebut. Dengan demikian untuk merencanakan ruang-ruang bersama pada rumah susun perlu mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang akan mendiaminya.
Penulis mencoba mengamati ruang-ruang bersama di dalam bangunan rumah susun, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan sejauh mana penghuni memanfaatkan ruang-ruang bersama tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kusumanagari
"Jumlah ruang hijau di dalam kota menurun akibat alih fungsi lahan hijau menjadi area terbangun, berujung pada kurangnya interaksi dengan alam. Salah satu bentuk pengadaan ruang hijau kota adalah kebun komunitas. Kebun komunitas hadir sebagai bentuk pemanfaatan ruang kosong oleh masyarakat yang nantinya dapat bermanfaat sebagai media pelaksanaan kegiatan multi disiplin. Kebun komunitas Cemara Hijau Farm menggunakan ruang tanam untuk produksi tanaman bahan pangan, sarana edukasi, juga pembentukan ruang publik. Penelitian ini akan mengamati pemanfaatan ruang yang terjadi dalam kebun komunitas dan juga melihat kemungkinan keberlanjutan dari kebun komunitas.

The amount of urban greenery in the city decreased due to the conversion of green land into a built area, resulting in the lack of interaction between human and nature. One form of urban greenery is a community garden. Community gardens are managed by the community as a form of utilization of space which later can be useful as a medium for multi-disciplinary activities. Cemara Hijau Farm community garden uses vacant lots as a place to produce food crops, educational space, and a new public space in the area. This study is going to observe the space utilization that occurs in community gardens and to also see the possibility of sustainability of community gardens.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Jati Ningrum
"Elemen estetis seringkali hanya dianggap sebagai pajangan atau hiasan ruang semata, tanpa menyadari polensi lain dan penerapan elemen estetis ini pada penataan ruang luar maupun ruang dalam. Sejauh manakah peran elemen estetis dalam meningkatkan kualitas visual dan fungsional dari sebuah ruang? Bagaimanakah prinsip-prinsip elemen estetis yang harus diterapkan agar elemen estetis tersebut dapat berfungsi secara efektif dan optimal? Bagaimana hubungan elemen estetis dengan penataan ruang luar dan penataan ruang dalam pada sebuah karya arsitektur? Peletakan elemen estetis yang seperti apakah yang dianggap tepat dan dapat mempeikaya kualitas ruang?
Penerapan elemen estetis memiliki tujuan yang positif, yaitu untuk menghasilkan segala hal yang balk, indah dan menyenangkan untuk ditanggapi dan dirasakan oleh indera manusia. Unsur keindahan yang hadir dalam warna, cahaya, pola & tekstur mempengaruhi persepsi dan emosi terhadap bobot visual, proporsi serta dimensi ruang Selain kebutuhan akan ruang, manusia juga membutuhkan seni sebagai eksprsi dalam kehidupannya. Seni dapat menjadi stimulus aktif dan pasif bagi manusia. Sebagai stimulus aktif, elemen estetis menjadi acuan skala dan acuan arah serta focal point yang bersifat eye-catching. Sedangkan sebagai stimulus pasif, elemen estetis berfungsi sebagai dekorasi ruang yang menjadi simbol dari suaiu kegiatan yang berlangsung di dalam ruang tersebut, menjadi pemacu semangat beraktivitas, membenkan karakter/identitas serta prestige kepada sebuah ruang.
Ruang hams memiliki unsur estelis atau keindahan. Pendekatan secara estetis ini penting karena dalam proses pemahaman terhadap ruang, kontak pertama manusia dengan ruang sekitamya adalah melalui pengalaman visual. Elemen estetis ini juga berkaitan erat dengan kualitas kenyamanan dalam beraktivitas. Nleskipun penilaiannya bersifat subyektif, tetapi perancangan elemen estetis harus memenuhi kaidah perancangan dan peletakan. Prinsip perancangannya harus rnemiliki tema yang jelas dan tidak monoton. Sedangkan peletakannya harus selaras dengan skala, proporsi dan komposisi ruang, serta harus dapat dilihat & dinikmati dari semua angle.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S33448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Indah Wijayanti
"Ruang publik merupakan ruang yang dapat digunakan oleh siapa saja dengan berbagai aktivitas. Namun meskipun demikian, ruang publik tetap memiliki batasan bagi penggunanya, yaitu berupa batasan akan hak dan kewajiban bagi tiap individu dalam beraktivitas di dalamnya. Ruang publik pada suatu ruang kota dibentuk oleh berbagai elemen, salah satunya yang sering ditemukan adalah signage. Sign yang sering ditemukan di ruang publik kota adalah berupa papan reklame ataupun billboard, yang merupakan bagian dari komunikasi massa. Ada berbagai jenis sign yang ditemui di ruang publik kota, salah satunya adalah yang bersifat non komersil dengan disajikan dalam bentuk tulisan tekstual. Namun bagaimanapun penyajiannya, Sign sebagai suatu elemen visual ruang kota tetap merupakan sesuatu yang dapat menarik pandangan manusia yang beraktivitas di ruang publik kota. Hal tersebut akan mempengaruhi pengalaman ruang masyarakat kota, yang disebabkan oleh sensasi, persepsi, dan pemaknaan atas apa yang mereka lihat dan melekat pada pikiran serta perasaan mereka.
Dalam karya tulis ini dibahas dan dikaji mengenai keterkaitan antara sensasi, persepsi, makna dan pengalaman ruang masyarakat dengan pendekatan semantik dan ruang. Pertanyaan tentang bagaimana saling keterkaitan tersebut terjadi, dan unsur-unsur
apa saja yang mempengaruhi terbentuknya sensasi, persepsi, makna dan pengalaman ruang yang berbeda pada masyarakat, menjadi pertanyaan-pertanyaan yang melatarbelakangi penyusunan karya tulis ini. Pengkajian kasus akan mengamati dan menganalisis suatu objek fisik yang ada di sekitar lokasi penempatan media komunikasi tekstual ruang luar, sebagai suatu bentuk perwujudan pemaknaan seseorang akan proses persepsi yang dialaminya, dari suatu stimuli berupa pesan tekstual ruang luar.

Public space is a space used by everyone through their activities. Public spaces;however, have a boundary of right and obligation for its users. In urban space, public space is formed by various elements such as signage that is the easiest element to find. Billboard and other public advertisements are the two signs that are usually founded in public space. Those signs belong to an outdoor mass communication that consists of various types such as non-commercial sign in a form of textual writing. Moreover, sign as a visual element of urban space can still attract the inhabitant?s attention and may influence their experience about space due to sensation, perception, and meaning. This experience; then, will set up in their mind and heart.
This thesis will explain the connection of sensation, perception and meaning that may influence the experience of the inhabitant about space, with semantic and space approach. The questions on how the connection of those three things happen, and what the elements that may influence the sense, perception, meaning, and acquaintance of the inhabitants are going to be the background of this thesis. The writer will observe the physical objects that put around the location of the textual publicity?s media as form of inhabitant?s meaning in the process of perception, from the textual publicity?s stimulation.
"
2008
S48451
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Perhatian pada rancangan dan aktivitas ruang luar telah menjadi topik yang banyak dibahas di kalangan peneliti maupun praktisi properti. Salah satu nilai tambah yang dapat diterapkan pada ruang luar sebuah properti adalah penambahan elemen kanopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penggunaan kanopi berkontribusi dalam meningkatkan nilai jual properti, kualitas visual dan fungsional sepanjang jalur, dan menjadi daya tarik bagi konsumennya sehingga dapat dikaji hal-hal yang menjadi pertimbangan pengembang dalam mengambil keputusan untuk menggunakan kanopi serta menjadikannya sebagai salah satu bagian dari strategi pemasaran. Hal ini dapat ditinjau tak hanya pada properti yang disewa, tetapi juga pada properti yang dijual.
Dalam penelitian ini, jenis properti difokuskan pada ruko yang dijual. Penelitian yang dilakukan pada sebuah kompleks ruko, yaitu CBD P ini difokuskan pada penggunaan kanopi pada jalur antar-blok ruko dan perbandingannya dnegan jalur antar-blok ruko tanpa kanopi. Pengamatan dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2013. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak pemasaran dan manajer lapangan CBD P, serta dari hasil wawancara dan pembagian kuesioner kepada para pemilik ruko di CBD P. Kuesioner dibagikan kepada 106 responden dengan pembagian responden menjadi dua grup, yaitu: responden pada ruko dengan kanopi dan responden pada ruko tanpa kanopi. Data hasil kuesioner diolah dengan analisis regresi logistik biner dan chi-kuadrat melalui program Microsoft Excel 2008 dan SPSS 20. Data sekunder diperoleh dari pihak pemasaran dan manajer lapangan CBD P meliputi: peta kompleks dan fasilitasnya, harga jual ruko, sejarah pembangunan kompleks ruko, fotofoto kondisi fisik terakhir, rencana dan informasi mengenai ruang luar kompleks CBD P.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengembangan potensi jalur-jalur tembus dalam kompleks dengan pemasangan kanopi dapat direncanakan untuk menghidupkan aktivitas sosial jalur antar-blok pada kompleks karena kanopi tak hanya berperan sebagai pemberi kenyamanan termal, tetapi juga menjadi sebuah elemen yang dapat memobilisasi manusia, memunculkan aktivitas dan ketertarikan masyarakat, serta memberikan image tertentu pada kawasan yang dilingkupinya, sebagai tempat peralihan, tempat bersantai, tempat diadakan event-event, serta wadah baru bagi sektor informal. Pemasangan kanopi juga meningkatkan nilai jual ruko. Penambahan biaya kanopi dan dekorasinya sebesar Rp 400.039,-/m2 untuk tiap ruko meningkatkan nilai jual ruko sebesar 107% hingga 177%, yaitu dari Rp 3.234.257,-/m2 hingga Rp 4.326.132,-/m2 menjadi Rp 6.510.417,-/m2. Meski ruko-ruko tersebut dijual, namun sistem pengelolaan dengan berbagai event dan kerjasama yang dilakukan oleh pengembang menjadi strategi yang menarik perhatian masyarakat. Pemanfaatan ruang luar dengan penggunaan kanopi menjadi sebuah nilai tambah dengan menerapkan strategi place-marketing karena bermanfaat menciptakan ruang publik dengan nuansa yang berbeda. Penggunaannya sebagai ruang publik komersial juga memperlihatkan citra proyek yang baik kepada masyarakat dan kesan pengembang sebagai sebuah perusahaan yang profesional.

Concern over outdoor space design and activities has continually remained a source of study in property area. Canopy has become an element that can perform as an added-value to a property outdoor. This study aims to determine how the usage of a canopy contributes to increase the property price, enhance the visual and functional quality along the shopping street, and attract the consumers. These considerations will prompt the reasons why some developers decided to utilize an outdoor area by covering it with canopy and involved it as a part of the marketing strategy. It can be examined not only on leased, but also on purchased property. In this research, the property is emphasized on purchased shophouses. The research conducted in a shophouses complex, CBD P, focused on the usage of three inter-block paths that is covered by canopies, in contrast to other inter-block paths without canopies. Observations were carried out in March until May 2013. Primary data were obtained from interviews with the marketing experts and site manager of CBD P, as well as from the interviews with and the distribution of questionnaires to the shophouses' owners. Questionnaires were distributed to 106 respondents which is divided into two groups: those who purchased shophouses with canopy and those who purchased shophouses without canopy. Data processing of the questionnaire results was performed with binary logistic regression analysis and chi-square using Microsoft Excel 2008 and SPSS 20. Secondary data were obtained from the marketing data collection and site manager of CBD P which include: a map of the complex and its facilities, a concise explanation of its development history, the shophouses sales price, photos of the CBD P, and the summary of future development plans.
The results of this study revealed that the shophouses inter-block paths enhanced by translucent canopies installation can bring out some new social activities because the canopy can not only give a better thermal comfort, but also can mobilize people, enhance public interests and activies, provide a certain image and atmosphere in the area the canopy enclose, act as a place of transition and for holding events, as well as give opportunity to the informal sector to play a complementary role in the area. The research revealed that the canopy installation influences the shophouses sale price and it's still saleable to the prospective buyers. The incremental cost for the canopy and its decoration of Rp 400.039,-/m2 for every shophouse increases the developer's profit by 107% to 177%, from Rp 3.234.257,-/m2 up to Rp 4.326.132,-/m2 to Rp 6.510.417.-/m2. Even though the shophouses were sold, but the good management system with various events and partnerships conducted by the developer become valuable attributes to attract public attention. The utilization of outdoor space by covering it with canopy become an addedvalue by applying place-marketing strategy as it created an altered atmosphere to the public space. Its usage as a commercial public space also shows a good development image to the public and the developer's image as a professional company."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatmiko
"ABSTRAK
Cekungan Soa adalah sebuah dataran rendah berbentuk lembah yang terjadi
karena letusan gunungapi purba pada Kala Pliosen sehingga membentuk kaldera. Pada
masa selanjutnya (Kala Pleistosen), kondisi cekungan berubah menjadi sebuah danau
besar dengan lingkungan yang subur, schingga telah mengundang berbagai makhluk
hidup (manusia dan binatang) datang dan menghuni di sekitar lingkungan danau tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti temuan artefak dan ekofak yang didapatkan dalam penelitian,
kehidupan purba di wilayah ini diduga telah berlangsung sejak Kala Pleistosen Bawah -
awal Pleistosen Tengah (Morwood dkk, 1999)
Cekungan Soa yang mempunyai luas sekitar 35 x 22 km dan terletak sekitar 15
kilometer di timur laut kota Bajawa (ibukota Kabupaten Ngada, Flores Tengah) ini
memperlihatkan bentang alam yang khas terbuka, mengingatkan kita pada lingkungan
umum kehidupan Homo erectus. Kobatuwa yang menjadi fokus penelitian ini merupakan
salah satu bagian/lokasi dari sejumlah situs di wilayah Cekungan Soa dan teriftak di Desa
Piga, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada (Flores Tengah), Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Secara astronomis, posisi situs berada pada koordinat 08° 41° 17,4 " LS dan 121° 05' 16,4 " BT, serta berada pada ketinggian 325 meter di atas permukaan laut.
Secara geomorfologis, wilayah Soa merupakan sebuah cekungan yang dikelilingi
oleh dataran tinggi dan gunung api serta sebaran bukit-bukit kecil dan lembah-lembah
terjal yang di bagian tengahnya ditoreh oleh aliran sungai Ae Sisa yang mengalir arah
timur laut - barat daya (Suminto dkk, 1998). Secara stratigrafis, susunan batuan yang tersingkap di Cekungan Soa (dari tua ke muda) adalah sebagai berikut: Formasi Olakile, Formasi Olabula, Batugamping Gero, dan batuan Gunungapi Resen (Hartono, 1961).
Cekungan So tampil pertama kali dalam studi prasejarah berawal pada tahun
1960-an ketika Th. Verhoeven melakukan penelitian di wilayah ini dan menemukan
berbagai artefak batu di Situs Mata Menge, Boa Lesa, dan Lembah Menge. Berdasarkan
penemuannya yang berasosiasi dengan fosil Stegodon, Verhoeven menduga pembuat
artefak ini adalah manusia purba Homo erectus dan berasal dari kurun waktu sekitar
750.000 tahun lalu (Verhoeven, 1968). Hasil-hasil penelitian sejauh ini semakin mengkonfirmasikan hipotesis Verhoeven. Wilayah Cekungan Soa dalam kenyataan merupakan kompleks situs purba yang kaya akan artefak dan fosil fauna. Walaupun belum menemukan sisa manusianya, namun penemuan himpunan artefak dan fosil-fosil fauna (antara lain Stegodon, buaya, komodo, kura-kura darat, dan sejenis tikus besar) di berbagai situs di Cekungan Soa sudah diperkuat dengan data pertanggalan absolut, sehingga dapat diketahui umurnya secara pasti. Dengan demikian, hal ini semakin memastikan bahwa Homo erectus telah mendiami Cekungan Soa pada kurun waktu antara 900.000 - 700.000 tahun yang lalu (Morwood dkk, 1999).
Di wilayah Cekungan So in telah ditemukan sebanyak 12 lokasi/situs yang
mengandung temuan alat-alat bat Paleolitik yang berasosiasi dengan fosil-fosil tulang vertebrata. Temuan alat-alat batu yang berasosiasi dengan fosil-fosil tulang Stegodon dari hasil penelitian di Situs Kobatuwa secara nyata merupakan data yang sangat penting dan signifikan dalam perkembangan penelitian di wilayah Cekungan Soa. Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, temuan alat-alat batu yang didapatkan umumnya
hanya berupa alat serpih, namun dalam perkembangan penelitian belakangan ini ternyata alat-alat masif mulai banyak ditemukan. Hal ini sangat penting artinya, karena alat-alat
masif (seperti kapak perimbas dan penetak) yang selama ini diduga oleh para ahli
merupakan produk budaya manusia purba Homo erectus, sekarang telah banyak
dibuktikan keberadaannya di Situs Kobatuwa. Keberadaan alat-alat batu tersebut semakin
memperkuat bukti bahwa di wilayah Cekungan Soa (khususnya di Situs Kobatuwa)
pernah menjadi ajang aktivitas manusia masa lalu pada kurun waktu yang sangat tua
(Kala Pleistosen).
Melalui kailan arkeologi keruangan, tesis berjudul 'Pola Pemanfaatan Sumber
Daya Lingkungan Pada Kala Pleistosen di Situs Kobatuwa: Kajian Arkeologi Ruang
Skala Meso' ini diharapkan dapat mengungkapkan kehidupan masa lalu di Situs
Kobatuwa dan Cekungan Soa pada khususnya, terutama berkaitan dengan aspek
pemanfaatan sumber daya lingkungan di sekitar wilayah ini.

ABSTRACT
Soa Basin is a valley-shaped plain, which was formed by the eruption of an ancient volcano during the Pliocene period that created a caldera. In the next period, the Pleistocene, it turned into a big lake with lush environment, so that it tempted various
living creatures (both humans and animals) to come and inhabited the area arround the
lake. Based on the artifacts and ecofacts found at the site, life at this area has been going on since the Lower Pleistocene - Early Middle Pleistocene (Morwood et al, 1999).
The 35 x 22 km Soa Basin is located 15 km northeast of Bajawa (the capital of
Nada Regency, Central Flores). It has a unique open landscape that reminds us of the typical environment of Homo erectus. Kobatuwa, which is the focus of this research, is part of the sites within the Soa Basin area that is located at Piga Village, Soa District,
Nada Regency (Central Flores) in East Nusa Tenggara Province. Astronomically the site is situates at 08° 41° 17.4" Southern latitude and 121° 05' 16.4" Eastern hemisphere, and it is 325 m above sea level.
In terms of geomorphology, the So is a sunken area surrounded by highlands and
volcanoes, as well as small hills and steep valleys, which are cut in the middle by Ae Sisa River that flows in northeast southwest direction (Saminto et al, 1998).
Stratigraphically, the rock formations found at Soa Basin (from the old to the younger ones) are successively: Olakile, Ola Bula, Gero Limestone, and Recent Volcanic rocks (Hartono, 1961).
The Soa Basin was first introduced in the prehistoric studies in 1960s when Th.
Verhoeven carried out investigations at this arca and found some lithic artefacts at Mata
menge Site, Boa Lesa, and Lembahmenge sites. Based on the finds, which are associated with Stegodon fossils, Verhoeven assumed that the makers of those artifacts were Homo erectus that lived 750,000 years ago (Verhoeven, 1968). Results of investigations thus far further confirm Verhoevens hypothesis. In reality the Soa Basin area is a complex of
ancient sites rich in artifacts and fossils of fauna (among others Stegodon, crocodiles,
komodo lizards, land tortoises, and a species of big rats) at various sites within the Soa Basin area - which are supported by absolute dating - have enabled us to know their exact age. This confirms that Homo erectus had inhabited the So Basin 900,000 700,000 years ago (Morwood et al, 1999).
We have found 12 locations/sites that bear Palacolithic tools in association with
fossils of vertebrates bones. The discovery of lithic tools, which are associated with
fossils of Stegodon bones, at Kobatuwa Site is clearly an important and significant data in the development of researches at So Basin area. During previous investigations, the lithic tools found are mostly flakes, but eventually massive tool began to be found. This is important because massive tools, such as choppers and chopping tools, which have
long been thought bu experts to be the cultural products of Homo erectus, now exist at
the site of Kobatuwa. It proves that the Soa Basin - especially Kobatuwa Site - was once
a place where humans did their activities in the very old period (the Pleistocene.
By using the spatial archaeology study, this tesis the Pattern of Utilization of Natural Sources at the Site of Kobatuwa, Central Flores: Study of Meso-scale Spatial Archaeology' is hoped to be able to reveal the life at Kobatuwa Site and Soa Basin in particular, especially in relation to the aspect of utilization of natural sources around this area."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T39928
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>