Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195898 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Sani
"Telah dilakukan penelitian terhadap besarnya distorsi angular terhadap ketebalan pelat serta pengukuran tegangan sisa dengan menggunakan difraksi sinar X. Pengelasan dilakukan dengan metode GMAW yang dibantu dengan Bug-O. Posisi pengelasan yaitu posisi posisi datar (1G) menurut AWS dilakukan dengan parameter ketebalan pelat 10 mm, 16 mm dan 20 mm. Pengukuran distrosi angular menggunakan dial gauge. Berturut-turut nilai perubahan sudut distorsi angular untuk ketebalan 10, 16, 20 mm yaitu 4,75°, 7,74°, dan 11,71 °. Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada pelat 10 dan 20 mm di bagian logam las dan 5 mm ke arah dari logam las. Tegangan sisa tarik pada pelat 20 mm lebih besar dari pada pelat 10 mm. Pelat 20 mm memiliki tegangan sisa sebesar 750 MPa pada jarak 5mm dari pusat las sedangkan pelat 10 mm memiliki tegangan sisa sebesar 562 Mpa untuk posisi yang sama. Sedangkan pada logam las, tegangan sisa yang muncul berupa tegangan sisa tekan pelat 20 mm sebesar sebesar 186 MPa, dan pada pelat 10 mm sebesar 257 Mpa.

Research about welding angular distortion concerning on plate thickness has been conducted. Welding process is done by GMAW method using Bug-O. This research comes along with residual stress measurement on 10 and 20 mm of plate thickness by using X-Ray diffraction. The welding position is in flat position (1G) according to AWS code which done with 10 mm, 16 mm and 20 mm of plate thickness. The angular distortion measurement has been done using dial gauge. As follow as the value of angular distortion for 10, 16 and 20 mm of thickness o flat position is 4,75°, 7,74° and 11,71°. The measurement of residual stress on 10 and 20 mm of thickness is conducted on weldment and 5 mm from weldment. The result of residual stress on various plate shows that the thicker plate has higher value of residual stress."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51550
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdillah Enstein
"Tegangan sisa dan distorsi adalah dua hal yang sulit dihindari ketika proses pengelasan selesai dilakukan. Distorsi terjadi karena sifat alamiah dari logam cair yang akan menyusut ketika membeku dan akan menghadirkan tegangan sisa. tegangan sisa pada produk hasil las sangat dihindari karena dapat memicu terjadinya retak.
Di dalam penelitian ini dilakukan pengukuran distorsi angular yang terjadi akibat proses pengelasan FCAW pada pelat dengan ketebalan 10, 16, dan 20 mm dan juga pengukuran tegangan sisa yang terjadi dengan menggunakan metode difraksi sinar-X.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa distorsi angular yang terjadi berbanding lurus dengan ketebalan pelat. Sedangkan pada pengujian tegangan sisa memperlihatkan bahwa daerah terpengaruh panas memiliki tegangan sisa terbesar.

Distortion and residual stress are the things that can't be hindered after welding process. Distortion occur because the nature of liquid metal that will be shrinkage after the liquid metal solidify. With the distortion occur, the residual stress will also occur. Residual stress in the weld product restrict to happen because it can lead to cracking.
This research is carried out by flux core arc welding with flat (1G) position performed on three steel plates with different thickness. Steel plate used is JIS 3101 SS400 with 10mm, 16mm and 20mm thickness. The residual stress measurement in the weld area and heat affected zone (HAZ) using X-ray diffraction method.
The result show that the value of angular distortion proportional with the thickness of the plate and the residual stress value gives that the heat affected zone has the biggest residual stress.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51539
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azril Nazahar
"Telah dilakukan penilitian terhadap besarnya distorsi angular (sudut) terhadap posisi pengelasan dan ketebalan pelat serta pengukuran tegangan sisa dengan menggunakan difraksi sinar neutron. Posisi pengelasan yaitu posisi tegak (3G) dan posisi datar (1G) menurut AWS dilakukan dengan parameter ketebalan pelat 10 mm, 16 mm dan 20 mm. Posisi tegak diperoleh nilai distorsi angular yang paling besar dibandingkan dengan posisi datar setiap bertambahnya ketebalan. Berturut-turut nilai perubahan sudut distorsi angular untuk ketebalan 10, 16, 20 mm pada posisi tegak yaitu 1,560, 3,520 dan 4,020 sedangkan pada posisi datar yaitu 0,870, 2,990 dan 3,640. Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada pelat 16 mm dengan arah longitudinal, transversal dan normal. Diperoleh nilai tegangan sisa terbesar pada arah longitudinal posisi tegak (3G) yaitu 101,61 MPa. Tegangan sisa berupa tegangan tarik terlihat pada derah kampuh las dan HAZ kasar dengan rentang -10 mm sampai 10 mm.

Research about welding angular distortion concerning on plate thickness and welding position has been conducted. This research come along with residual stress measurenment on 16 mm of plate thickness by using neutron scattered diffraction. The welding position are vertical position (3G) and flat position (1G) according to AWS code which done with 10 mm, 16 mm and 20 mm of plate thickness. Vertical position obtained that angular distortion was happened in rather than flat position which every increasing of plate thickness. As follow as the value of angular distortion for 10, 16 and 20 mm of thickness on vertical position is 0,870, 2,990 and 3,640whereas flat position is 1,560; 3,520 and 4,020. The measurement for residual stress on 16 mm of thickness with longitudinal, transversal and normal direction. The result obtained that the largest residual stress on vertical position in longitudinal direction is 101.61 MPa. Residual stress which tensile stress is close to weldpool area and coarse HAZ with range -10 mm to 10 mm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Fajar Primasatya
"Perubahan bentuk dalam produksi baja konstruksi akibat proses pengelasan adalah hal yang sangat menggangu. Hal ini menyebabkan adanya penambahan biaya produksi dan kehilangan waktu untuk proses perbaikan akibat adanya perubahan bentuk tersebut. Salah satu perubahan bentuk yang mudah diamati dalam produksi baja konstruksi adalah adanya penyimpangan sudut.
Penyimpangan sudut dalam produk las disebabkan karena adanya pemanasan dan pendinginan yang tidak seragam pada proses pengelasan yang menyebabkan adanya penyusutan yang tidak seragam. Selain menyebabkan terjadinya penyimpangan sudut adanya pemanasan dan pendinginan yang tidak seragam juga meninggalkan tegangan sisa didalam material. Hadirnya tegangan sisa, terutama tegangan sisa tarik didalam produk las sangat dihindari karena dapat memicu timbulnya retak.
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran penyimpangan sudut yang tejadi pada proses pengelasan FCAW dengan ketebalan sampel 10, 16 dan 20mm dan dengan posisi pengelasan vertikal dan horizontal dan juga pengukuran tegangan sisa dengan menggunakan metode difraksi neutron.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penyimpangan sudut akibat proses pengelasan memiliki besaran yang berbanding lurus dengan ketebalan pengelasan. Sedangkan pada pengujian tegangan sisa menunjukkan bahwa pada daerah terpengaruh panas memiliki nilai tegangan sisa yang paling besar pada produk las yang dihasilkan.

Distortion on construction steel as result of welding proses is very annoying and avoided. It is make time lost and cost production increment. Angular distortion is one kind of distortion that easy to examined. The angular distortion on welded structure occur because of heating and cooling process that make material expending and contracting.
The non uniform heating and cooling process on welding make an obstruction on expending and contracting, and results residual stress on material. Residual stress on material especially on tensile stress is very avoided because initiate a crack on material.
On this study angular distortion on JIS G3101- SS400 steel plates are measured on FCAW process with 10, 16, and 20mm on thickness, welding position is horizontal and vertical up and measure the residual stress with neutron diffraction measurement.
The result shows that angular distorion that occur on material increase with thickness increment and on residual stress measurement shows that the highest stress is occur on heat affected zone.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51110
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Pradipta Wijayamurti
"Dissimilar metal adalah gabungan dari dua jenis logam berbeda yang dapat diperoleh dengan menggunakan proses pengelasan. Pada penelitian ini, pengelasan dilakukan dengan metode GTAW. Dalam proses pengelasan, panas yang diberikan pada logam menyebabkan distribusi suhu yang tidak seragam yang nantinya akan menyebabkan terjadinya tegangan sisa dan distorsi. Distribusi tegangan sisa hasil pengelasan dari SUS304 dan baja karbon SS400 mengalami perbedaan yang signifikan karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termal dan konduktifitas termal antara kedua logam induk. Ada tiga buah pelat dengan ketebalan berbeda yang digunakan, yaitu 8 mm, 10 mm, dan 12 mm. Besarnya nilai tegangan sisa diukur menggunakan instrument difraksi neutron, dan besarnya nilai distorsi angular diukur menggunakan dial gauge. Dari hasil penelitian, didapatkan nilai distorsi angular sebesar 1,07o untuk pelat 8 mm, 2,14o untuk pelat 10 mm, dan 3,21o untuk pelat 12 mm. Nilai tegangan sisa untuk pelat 12 mm yaitu -15,650 MPa pada arah transversal, -2,716 MPa pada arah normal, dan -16,462 MPa pada arah axial, dan besar tegangan sisa untuk pelat 10 mm, dan 8 mm berturut - turut sebagai berikut, -46,146 MPa dan -63,658 MPa untuk arah transversal, -94,302 MPa dan -99,718 MPa untuk arah normal, dan -28,162 MPa dan -99,118 MPa untuk arah axial.

Dissimilar metal is a combination of two different types of metals that can be obtained by using welding process. This research uses Gas Tungsten Arc Welding method. Heat input in the process of welding on the metal causes non-uniform temperature distribution that would lead to the occurrence of residual stress and distortion. Distribution of welding residual stress of SUS304 and SS400 carbon steel having a significant difference due to different coefficients of thermal expansion and thermal conductivity between the base metal. There are three plates with different thicknesses are used, namely 8 mm, 10 mm and 12 mm. From the results of the research, obtained the value of the angular distortion of 1.07° to plate 8 mm, 2.14° for plate 10 mm, and 3.21° for 12 mm plate. Residual stress values for plates of 12 mm is -15.650 Mpa in the transverse direction, -2.716Mpa in the normal direction, and -16.462 Mpa in the axial direction, and the value of residual stress for 10 mm, and 8 mm plates respectively as follows, -46.146 Mpa and -63.658 Mpa for the transverse direction, and -94.302 Mpa and -99.718 Mpa for the normal direction, and -28.162 MPa and -99.118Mpa for the axial direction."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1751
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hafid
"Tegangan sisa merupakan salah satu penyebab terjadinya retak. Pada instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), karakterisasi tegangan sisa sangat penting karena banyak komponen PLTN dibentuk dengan sambungan las dari dua logam berbeda. Hal yang sama juga ditemukan pada kapal laut dan gerbong kereta.
Tesis ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi pada sambungan dua logam berbeda (disimilar metal). Dengan mengetahui karakteristik sambungan dissimilar metal maka dapat dipikirkan upaya meminimalisasi terjadinya retak. Sebagai sampel dalam penelitian ini digunakan bahan SUS304 dan JIS 3101 SS400 yang dilas dengan metode GTAW atau TIG menggunakan filler AWS A5.22 DW 309L dengan sambungan V tunggal. Sampel terdiri dari 3 jenis dengan ketebalan berbeda masing-masing 8 mm, 10 mm dan 12 mm. Dalam susunan pengelasannya, sampel ditahan dengan menggunakan tack weld di empat posisi yang sama.
Hasil las menunjukkan distorsi yang terjadi adalah 1,29° pada pelat tebal 8 mm, kemudian 1,93° pada pelat tebal 10 mm dan 3,22° pada pelat tebal 12 mm. Pengukuran tegangan sisa dilakukan dengan menggunakan alat difraksi neutron DN1-M milik PTBIN BATAN. Tiga posisi yang menjadi target pengukuran, yaitu daerah las, daerah HAZ dan logam induk. Pada daerah HAZ SUS304 pelat dengan tebal 12 mm nilai tegangan sisa sebesar 17 MPa arah transversal, 3 MPa arah axial dan -4 MPa arah normal merupakan nilai tegangan sisa terbesar dari ketiga sampel. Pada daerah las diperoleh tegangan sisa arah tekan dengan nilai -16 MPa arah transversal dan axial serta -3 MPa dalam arah normal yang juga merupakan nilai tertinggi di daerah las terletak pada sampel dengan tebal 12 mm. Pada daerah HAZ SS400 tegangan sisa tekan terjadi pada sampel dengan tebal 12 mm yaitu -16 MPa arah transversal, -47 MPa arah axial dan -35 MPa arah normal.
Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian metalografi untuk memperoleh gambar struktur makro dan struktur mikro dari hasil las. Hasil analisis struktur makro menunjukkan dilusi yang terjadi sebesar 25 % dan dengan menggunakan diagram Schaeffler diperoleh delta ferit yang terbentuk sebesar 10%. Analisis struktur mikro menunjukkan bahwa pada daerah las tidak terbentuk martensit dan pada daerah HAZ SUS304 terjadi korosi batas butir yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir logam. Hal ini mengakibatkan besar tegangan sisa pada daerah HAZ SUS304 menjadi lebih tinggi dibanding daerah las. Hasil ini juga diperkuat dengan hasil uji kekerasan makro yang menunjukkan bahwa daerah HAZ SUS304 lebih keras dibanding daerah las sedangkan pada logam SS400 kenaikan angka kekerasan relatif kecil antara 8 hingga 12 HV.
Hasil penelitian dengan simulasi menunjukkan bahwa distribusi temperatur dalam arah transversal pada permukaan pelat memperlihatkan bahwa kehilangan panas konduksi pada pelat dengan tebal 12 mm sangat besar. Ini meyebabkan pada sampel tersebut membutukan temperatur las yang lebih tinggi. Akibatnya jumlah masukan panas menjadi jauh lebih besar. Karena masukan panas yang lebih besar dengan perpindahan panas konduksi yang lebih luas maka tegangan sisa menjadi lebih tinggi.

Residual stress is one of the causes of crack. For a nuclear power plant, characterization of residual stress is very important since there are many joints welded of two different metals. Similar phenomena are also often found in ship and train.
This thesis is made available in order to describe characterization of joint of two different metals (dissimilar metal). By knowing the characteristics of dissimilar metal joint, some efforts can be considered to minimize crack from occurring. This research uses SUS304 and JIS 3101 SS400 as sample welded by technique of GTAW or TIG using filler AWS A5.22 DW 309L with single V joint. The samples consist of three types with different thickness: 8 mm, 10 mm, and 12 mm. During welding, the samples were held by tack weld at four same positions.
The results showed that distortion of 1.29°, 1.93°, and 3.22° occurred on the plate of 8 mm, 10 mm, and 12 mm, respectively. The measurement of residual stress was carried out by using a neutron diffraction device DN1-M of PTBIN BATAN. Three areas that became the target of measurement were weld area, HAZ, and main metal. On the area of HAZ of SUS304 plate of 12 mm in thickness, the residual stress is 17 MPa in transversal direction, 3 MPa in axial direction, and -4MPa in normal direction, which are the highest residual stress of the three samples. On the weld area, the residual stress in the pressing direction was -16 MPa in transversal and axial direction and -3 MPa in normal direction, which was the highest value of weld areas of the 12-mm sample. For the HAZ SS400 areas, the residual stress occurred on the 12-mm sample, as follows: -16 MPa in transversal direction, -47 MPa in axial direction, and -35 in normal direction.
This research also included metallographic examination to obtain the visualization of macro structure and micro structure of welding results. The results of macro structure analysis showed that dilution occurred as high as 25% and, by using Schaeffler diagram, ferrite delta formed as high as 10%. The analysis of micro structure indicated that in the weld areas, martensit did not occur and in the area of HAZ SUS304, corrosion of grain boundary occurred as showed by the presence of chrome carbide precipitated on grain boundary. This phenomenon causes residual stress in the area of HAZ SUS304 is higher than that in other area. This result is also supported by the results of macro hardness test, which shows that the area of HAZ SS304 is harder than that of other weld areas, meanwhile the increase of hardness value is relatively small, only between 8 and 12 HV.
The results of simulation indicate that, by examining temperature distribution in transversal direction of plate surface, the 12-mm plate experiences very much losses of conduction heat. This makes the corresponding sample require higher weld temperature. Consequently, the amount of heat input becomes much higher. Because heat input is much higher and conductive heat transfer is much larger, the residual stress becomes much higher.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29778
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Heri Multi Juliandi
"ABSTRAK
Retak dingin merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada
pengelasan baja tahan aus. Skripsi ini berisi tentang penelitian pengaruh
pemanasan awal dan perbedaan ketebalan pelat Creusabro® 4800 dengan
menggunakan pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Multilayer.
Elektroda yang digunakan adalah elektroda E 7018 dan MG NOX 35. Sampel
yang digunakan terdiri dari delapan buah sambungan pelat baja CREUSABRO®
4800 dengan ketebalan 12 mm dan 16 mm yang dilas dengan variasi elektroda E
7018 dan MG NOX 35 sebagai root atau cap dengan sistem silang . Dua buah
sampel ketebalan 12 mm dan dua buah sampel ketebalan 16 mm diberikan proses
pemanasan awal yang dilakukan dengan menggunakan pemanas listrik dengan
temperatur pemanasan awal 2000C. Kemudian, dua buah sampel ketebalan 12
mm dan dua buah sampel ketebalan 16 mm tidak diberikan perlakuan pemansan
awal. Berdasarkan hasil analisa data, retak dingin tidak muncul pada sampel yang
dilas dengan pengelasan multilayer dengan perlakuan pemanasan awal dan tanpa
perlakuan pemanasan awal. Perlakuan pengelasan multilayer dengan variasi root
elektroda E 7018 dan MG NOX 35 memberikan sifat mekanis yang berbeda .
Pemanasan awal memberikan efek menurunkan kekerasan tetapi menambahkan
keuletan material. Laju keausan ditetukan oleh jenis elektroda yang digunakan.
Dalam hal ini laju keausan elektroda E7018 lebih rendah. Karakteristik HAZ yang
terbentuk oleh pengelasan multilayer ini sangat berbeda, dimana luas HAZ yang
terbentuk ketika pengelasan root lebih luas daripada ketika pengelasan cap. Fasa
yang terbentuk sepanjang daerah HAZ adalah fasa martensit. Begitu juga dengan
inti las elektroda E 7018 dan MG NOX 35 yang terbentuk setelah pengelasan
sangat berbeda ketika pengelasan root dan cap. Hal ini jugalah, yang berpengaruh
terhadap sifat mekanis material hasil lasan.

Abstract
Cold cracking is one of the problems that often occur in the welding of wear
resistant steel. This thesis contains a study about the influence of preheating and
the difference in thickness of the plate Creusabro ® 4800 using the Shielded
Metal Arc Welding welding (SMAW) Multilayer. The electrodes used were
electrode E 7018 and NOX MG 35. The sample used consisted of eight pieces of
steel plate joint CREUSABRO ® 4800 with the thickness 12 mm and 16 mm are
welded to the variation of the electrode E 7018 and NOX MG 35 as a root or a
cap with cross-system. Two samples of thickness 12 mm and two samples of
thickness 16 mm given preheating is performed using an electric heater with
preheating temperature of 200 oC. Then, two samples of thickness 12 mm and
two samples of 16 mm thickness are not given preheating treatment. Based on the
results of data analysis, cold cracks do not appear on the welded samples with
multilayer welding with preheating treatment and without pre-heating treatment.
Treatment with a variety of root multilayer welding electrodes E 7018 MG NOX
35 provide different mechanical properties. Preheating gives effect to reduce the
hardness but adds ductility of the material. Wear rate is influenced by the type of
electrodes used. In this case the E7018 electrode wear rate is lower.
Characteristics of the HAZ is formed by a multilayer welding is very different,
where the wide HAZ is formed when welding root wider than cap. Phase formed
along the HAZ was martensitic phase. Core welding electrodes E 7018 and NOX
MG 35 is formed after the welding is very different when weld root and cap. It is
also likely, which affects the mechanical properties of the weld material."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rona Khairol Pratama
"ABSTRAK
Pengelasan baja tahan aus memiliki masalah serius yang harus ditangani,
yaitu terjadinya retak dingin. Sehingga dengan latar belakang tersebut maka
lahirlah skripsi ini yang berisi tentang penelitian pengaruh pemanasan awal dan
perbedaan ketebalan pelat terhadap ketahanan retak dan sifat mekanis baja tahan
aus CREUSABRO® 8000 dengan pengelasan smaw multilayer. Elektroda yang
digunakan adalah elektroda E 7018 dan MG NOX 35. Sampel terdiri dari 8
pasang plat CREUSABRO® 8000 dimana 4 pasang sampel dilas dengan
elektroda E 7018 sebagai root dan MG NOX 35 sebagai cap, dan untuk 4 pasang
sisanya dilakukan sebaliknya. Proses pemanasan awal dilakukan dengan
menggunakan electrical preheater pada 4 hasil sambungan dengan varibel tanpa
pemanasan awal, dan pemanasan awal 2000C. Berdasarkan hasil analisa data,
penerapan pengelasan SMAW multilayer pada perlakuan pemanasan awal 2000C
dan tanpa pemanasan awal tidak mengakibatkan adanya retak dingin pada hasil
lasan. Selain itu, perlakuan pemanasan awal dapat meningkatkan sifat mekanis
pada hasil lasan, lalu logam yang lebih tebal memiliki kekerasan yang lebih
tinggi, dikarenakan laju pendinginannya yang lebih cepat.

Abstract
Wear resistance steel on welding have problem is that occurance of cold
cracks. So with this background is made this project which consist of reseach on
effect of preheating and different thickness plate on crack resistance and
mechanical properties of CREUSABRO® 8000 wear resistance steel welded by
multilayer SMAW process. Welding electrodes that be used are E 7018 and MG
NOX 35. All of sample consisted of 8 pieces CREUSABRO® 8000 wear
resistance steel plates, where 4 pieces of plates that be joined with E 7018
electrode as root and MG NOX 35 electrode as cap, and 4 pieces plates other do
otherwise. The process of preheat is done by using electrical preheater with 4
joining for each variable consisting of without preheat and preheat 2000C. Based
on the results of data analysis, cold cracking is not consist to the application of
SMAW multilayer in without preheat and preheat 2000C. Application of preheat
also can improve mechanical properties of weld area, and than metal which more
thickness have more hardness, it?s cause of cooling rate is faster."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43610
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Arief Setiyanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan nikel dalam elektroda terhadap sifat mekanis dan mikrostruktur pengelasan baja pelat SM570TMC dan AH36. Pengelasan material tersebut menggunakan metode Flux Cored Arc Welding (FCAW) dengan kawat las yang memiliki kandungan nikel 0%, 1%, dan 1,5%. Hasil dari pengelasan diteliti dengan pengujian tak rusak (MPT, UT) dan rusak (Hardness Vickers, impact charpy, pengamatan mikrografi (makro, mikro, SEM, EDS, OES)). Pengujian dilakukan pada area base metal (BM), Heat Affected Zone (HAZ) dan Weld Metal (WM). Pengujian impact charpy dilakukan pada temperatur 250C, 00C, dan -200C. Pengujian NDT tidak mempengaruhi kualitas lasan. Hasil pengujian kekerasan pada penambahan 1% nikel material AH36 maksimum sebesar 190 HV dan minimum 163 HV sedangkan untuk material SM570TMC maksimum sebesar 172 HV dan minimum 154 HV. Material AH36 mempunyai nilai ketangguhan impak pada temperatur 00C sebesar 280 J dan pada temperatur-200C sebesar 200 J diarea HAZ. Material SM570TMC nilai ketangguhan impak sebesar 385 J pada temperatur 00C dan 276 J pada temperatur -200C diarea HAZ. Dengan penambahan 1% nikel menunjukkan dalam pengamatan mikro menghasilkan butiran yang lebih halus bila dibandingkan penambahan nikel 0 dan 1,5% sehingga mampu meningkatkan nilai ketangguhannya pada material AH36 dan SM570TMC terutama pada temperatur 00Cdan -200C.

This study aims to determine the effect of nickel content in electrodes on the mechanical and microstructure properties of welding steel plates SM570TMC and AH36. Welding of the material uses the method of Flux Cored Arc Welding (FCAW) with welding wire which has a nickel content of 0%, 1%, and 1.5%. The results of welding were examined by non-destructive testing (MPT, UT) and damaged (Vickers Hardness, charpy impact, micrographic observations (macro, micro, SEM, EDS, OES)). Tests were carried out on the base metal area (BM), Heat Affected Zone (HAZ) and Weld Metal (WM). Charpy impact testing is carried out at temperatures of 250C, 00C, and -200C. NDT testing does not affect weld quality. The hardness test results on the addition of 1% nickel AH36 material to a maximum of 190 HV and a minimum of 163 HV while the SM570TMC material is a maximum of 172 HV and a minimum of 154 HV. AH36 material has an impact toughness value at a temperature of 00C of 280 J and at a temperature of -200C of 200 J at HAZ area. Material of SM570TMC impact resistance value was 385 J at temperatures of 00C and 276 J at -200C at HAZ. With the addition of 1% nickel, the micro-observation produced finer grains when compared to the addition of 0 and 1.5% nickel so as to increase the toughness value of AH36 and SM570TMC materials, especially at temperatures of 00C and -200C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Hidayat
"Pendinginan laminar merupakan salah satu dari rangkaian proses pembuatan HRC, di dalamnya terpasang vertical spray. Fungsinya sebagai pembatas atau sebagai penahan air pendingin strip pada zone tertentu, sehingga air pendingin di zone tersebut tidak ikut terbawa ke zone berikutnya oleh laju strip. Selain itu berdampak lain kepada peningkatkan akurasi pencapaian temperatur penggulungan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari peri1aku pengaruh vertical spray terhadap pendinginan baja. Jenis baja yang diteliti dititik beratkan kepada baja ns G 3101 SS 400 sebagai bahan baku baja struktural umum (misal : jembatan, kapal dan rolling stocks). Percobaan dilakukan pada skala pabrik dan ska1a laboratorium untuk laku panas sebagai validasi konsistensi terbentuk tidaknya struktur mikro yang diakibatkan oleh pengaruh vertical spray. Jenis pengujian dilakukan meliputi: uji tarik, uji kekerasan, uji tumbuk Charpy, pemeriksaan metalografi dan uji fraktografi. Berdasarkan hasil percobaan dan pengujian diketahui bahwa dengan adanya turbulensi aliran dan penahanan air pendingin oleh vertical spray akan mengakibatkan laju pendinginan di permukaan atas strip lebih cepat sehingga mempengaruhi perilaku pendinginan baja selama di pendinginan laminar. Hal ini mengakibatkan terbentuknya struktur mikro dual fasa. Di fasa merupakan kombinasi struktur mikro bainite-like dan ferit-perlit normal. Dengan terbentuknya struktur rnikro dual fasa dalam satu ketebalan, mengakibatkan kekerasan tidak homogen antara daerah sisi atas dan bawah. Pengaruh lain dari vertical spray berdampak terhadap besar butir yang relatif lebih kecil, sedangkan fraksi perlit relatif sama.
Untuk meneliti terbentuk tidaknya struktur mikro bainite-like pada temperatur akhir 840°C dan temperatur penggulungan 640°C sesuai proses pembuatan HRC. Dilakukan percobaan perlakuan panas baja dengan temperatur 840°C dan diclinginkan kejut pada temperatur 640°C sebagai validasi percobaan skala pabrik. Hasil percobaan diketahui bahwa baja basil perlakuan panas tidak terdapat struktur mikro bainite-like dan besar butir terlihat relatif lebih kecil dibandingkan baja yang menggwtakan vertical spray.
Penelitian permukaan patah dengan uji fraktografi diketahui kedua baja menWljukkan pola patahan yang relatif sama yaitu patah dimpel sebagai indikasi patah ulet."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>