Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogi Suprayogi
"Proses pengecoran piston di P.T. Japan Motor selama ini dilakukan dengan menggunakan metode Gravity Die Casting (GDC). Untuk menentukan kualitas piston hasil produksi, diperlukan peranan coating sebagai pengatur kecepatan pendinginan selama proses pembekuan. Hal ini menjadi penting mengingat piston harus diproduksi dengan tingkat presisi yang tinggi. Selain itu, coating mampu menentukan tingkat kehalusan permukaan dari setiap piston yang dicetak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai karakteristik coating DH-1 yang diaplikasikan pada temperatur operasi 240°C pada berbagai ketebalan yang akan dilakukan dengan metode cold spraying. Disamping itu akan ditambah coating LNO pada bagian tepi benda uji dengan menggunakan kuas guna mengetahui karakteristik coating tersebut pada bagian sudut cetakan. Pada penelitian ini digunakan variabel ketebalan coating DH-1 sebesar 120 _m, 140 _m dan 160 _m pada suhu operasi 240°. Selain itu, pada sisi benda uji ditambahkan coating LNO. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekuatan lekat coating, pengujian kekasaran permukaan, pengamatan struktur mikro daerah antarmuka substrat-lapisan, pengujian komposisi kimia lapisan (SEM dan EDX), pengujian kekerasan mikro sistem coating dan pengujian kekerasan makro piston hasil trial dan produksi standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penambahan ketebalan coating adalah: (i) meningkatkan persentase kegagalan adhesi dan menurunkan persentase kegagalan kohesi; (ii) meningkatkan nilai kekasaran permukaan coating baik pada benda uji standar maupun pada benda uji yang dilakukan pengujian kekuatan lekat coating; (iii) meningkatkan nilai kekerasan mikro pada daerah antarmuka coating substrat secara signifikan.

Production of piston in P.T. Japan Motor uses Gravity Die Casting method. The quality of piston is highly dependent on the die coating, since it is a cooling controller in solidification process. This is more important given the fact that piston must have high precision. Beside that, coating may determine the smoothness of piston surface. Therefore, this research was conducted to analyze the characteristic of DH-1 coating at 240°C operation temperature with various thickness with the cold spraying method. In addition, this research also studied the characteristic of LNO coating which was applied on corner sections using brush method. Thickness of coating was varied 120 _m, 140 _m and 160 _m at operation temperature 240°C. An additive LNO coating was applied in corner section by disregarding its thickness. Adhesive-cohesive strength test, surface roughness test, microanalysis using SEM and EDX, micro hardness test and brinnel hardness test were conducted. The research results showed that the increase in coating thickness will: (i) increase the percentage of adhesive failure while decrease the percentage of cohesive failure, (ii) increase the surface roughness of both standard and posttensile test specimens, and (iii) increase the microhardness of the substratecoating interface."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyan Qowi Dzakyprasetyo
"Penelitian ini menganalisa tentang mekanisme korosi dari paduan aluminium AA7075 pada dua kondisi T651 dan T735 yang sering digunakan pada industri pesawat terbang. Komposisi pemadu utama dari paduan alumunium ini adalah Zn, Mg, dan Cu. T651 diketahui sebagai temper dengan puncak kekuatan tertinggi dan T7351 diketahui sebagai over-ageing temper. Sifat korosi dan mekanisme korosi dari bahan ditentukan menggunakan metode uji hilang berat selama 8, 16 , dan 24 dalam larutan 30 g/L NaCl + 10 ml/L HCl pada suhu 35 oC sesuai dengan ASTM B597. Mekanisme korosi dikonstruksi berdasarkan hasil uji SEM dan mikroskop optik dari AA7075 yang sudah di uji hilang beratnya. Hasil pengujian tersebut divalidasi menggunakan metode elektrokimia yaitu Open Circuit Potential, Electrochemical Impedance Spectroscopy, dan Potentiodynamic Polarization. Hasil uji hilang berat AA7075 memperlihatkan laju korosi lebih lambat dialami pada kondisi T735 dibandingkan T651. Pola ini juga didapatkan dari hasil uji Open Circuit Potential, dan Potentiodynamic Polarization yang menunjukan potensial dari T735 lebih tinggi dibandingakan potensial T651. Hasil SEM dan mikroskop optik menunjukan AA7075 pada kondisi T651 dan T735 memiliki pola korosi dan kerusakan yang berbeda. Pada kondisi T651 korosi yang dominan adalah korosi intergranular yang berevolusi menjadi korosi eksfoliasi, dengan kedalaman penyerangan 300 μm dari permukaan logam. Pada kondisi T735 korosi yang dominan adalah korosi intergranular dengan kedalaman penyerangan 1000 μm dari permukaan logam. Korosi pitting terbentuk karena lepasnya fasa intermetalik pada penampang AA7075 namun korosi ini tidak dominan terjadi pada paduan ini.

The present work investigates the corrosion mechanism of a high strength aluminum alloy AA7075 with condition T651 and T7351 which is widely used in the aerospace industry. The alloy composet of Zn, Mg, and Cu as the main alloying elements. T651 referred to a peak strength temper and T735 refered to overageing temper. Corrosion behavior and corrosion mechanism of this materials was studied by conducting an immersion test in 30 g/L NaCl and 10 ml/L HCl solution at 35 oC based on ASTM B597 for 8, 16, 24 h. Corrosion mechanism was constructed based on result of SEM and optical microscope. The results of immersion test were validated by using several electrochemical methods specifically open circuit potential, electrochemical impedance spectroscopy, and potentiodynamic polarization. The result of immersion test showed T735 has slower corrosion rate than T651. The same trend is obtained from the result of open circuit potential and potentiodynamic polarization that showed T735 has higher potential than T651. The image of SEM and optical microscope showed AA7075 with condition T651 and T735 have different corrosion mechanism and different damage. For T651, dominant corrosion occured is intergranular corrosion which evolved into exfoliation corrosion, with 300 μm depth of attack from the surface of metal. The main corrosion that occured in T735 is intergranular corrosion, with 1000 μm depth of attack from the surface of metal. Pitting corrosion formed because of there are some intermetalic phase that has been detached during immersion test, however this type of corrosion is not dominant in this alloy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welly Setyawan
"Pelapisan aluminium menggunakan metode arc thermal spray dengan umpan berupa kawat aluminium 95.05 . Tebal lapisan 200 - 250 ?m dihasilkan dengan jarak semprot 300 mm. Pengkasaran permukaan substrat dilakukan dengan teknik grit blasting menggunakan abrasif aluminium oxide pada jarak semprot 140 - 280 mm dan tekanan 3 - 6 bar. Pengamatan dilakukan pada empat sampel dengan variasi kekasaran yang berbeda: Kekasaran permukaan substrat 30-50 ?m Sampel-1 , Kekasaran permukaan substrat 60-80 ?m Sampel-2 , Kekasaran permukaan substrat 120-140 ?m Sampel-3 , dan Kekasaran material substrat bawaan tanpa blasting 3-27 ?m Sampel-4 . Kekuatan daya lekat lapisan aluminium pada substrat yang tidak dilakukan blasting memiliki nilai paling kecil dan mengalami kegagalan pada serangkaian pengujian. Kekasaran 60-80 ?m menghasilkan daya lekat paling baik. Kekuatan lekat dipengaruhi oleh ikatan mekanis interlocking antara lapisan dengan substrat. Permukaan yang lebih kasar memiliki ikatan interlocking yang lebih kuat sehingga meningkatkan daya lekat. Namun demikian, tingkat kekasaran permukaan yang terlalu tinggi justru mengurangi kekuatan adhesi lapisan dengan substrat. Sehingga, kekuatan lekat adhesi lapisan aluminium meningkat seiring dengan meningkatnya kekasaran permukaan substrat hingga pada tingkat kekasaran tertentu dan tidak melebihi 120 ?m.

Aluminum coating uses arc thermal spray method with 95.05 aluminum wire feed and 200 250 m thick layers are produced with a spray spacing of 300 mm. The substrate surface coarsening is done by grit blasting technique using abrasive aluminum oxide at 140 280 mm spray distance and 3 6 bar pressure. Observations were made on four samples with different roughness variations Surface roughness of substrate about 30 50 m Sample 1 , Roughness of substrate surface about 60 80 m Sample 2 , Roughness of substrate surface more than 120 m Sample 3 , and Roughness of the substrate material as it is with no blasting about 3 27 m Sample 4 . The strength of adhesion of the aluminum layer on the non blasting substrate has the smallest value and fails in a series of tests. Roughness of 60 80 m produces the best adhesion. The adhesive force is influencedby the mechanical bond interlocking between the layers and the substrate. The rougher surface has a stronger interlocking bond that increases the adhesiveness. However, the excessively high surface roughness actually reduces the bond strength. Adhesion strength of the aluminum coating adhesion increases with increasing surface roughness of the substrate to a certain degree of roughness that does not exceed 120 m."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glen AG
"Guna menghasilkan produk sepeda motor yang berkualitas maka proses manufaktur komponen mesin sepeda motor seperti komponen piston haruslah terjaga kualitasnya. Kualitas piston, yang diproduksi dengan pengecoran alumunium pada cetakan permanen, sangatlah berkaitan erat dengan kualitas coating cetakan. Sedangkan kualitas coating ditentukan pula oleh temperatur pemanasannya. Temperatur pemanasan yang tepat akan mengoptimalkan karakteristik kohesi dan adhesi coating.
Pada penelitian ini dipelajari pengaruh temperatur coating terhadap karakteristik dan umur pakai coating. Proses coating dilakukan dengan metode cold spray pada permukaan sampel uji. Keseluruhan sampel uji kemudian dilakukan pengujian kekuatan lekat, kekerasan mikro, kekasaran permukaan, dan pengamatan struktur dengan mikroskop optik dan SEM/EDS. Selanjutnya dipilih variabel temperatur pemanasan coating terbaik untuk diaplikasi pada proses pengecoran piston.
Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan coating (240°C) maka sifat kekuatan kohesi (gaya ikat antar coating) akan semakin meningkat. Hasil ini bertolak belakang dengan sifat kekuatan adhesi coating dan baja H13. Hal tersebut terlihat dari persentase mode kegagalan dimana pada temperatur 240°C nilai kegagalan kohesi mencapai angka terendah yaitu 41.43 % dan mode kegagalan adhesi mencapai nilai tertinggi yaitu 52.32 %. Hal ini didukung pula oleh data hasil pengujian kekerasan mikro, kekuatan lekat, serta pengamatan struktur mikro. Hasil aplikasi variabel pemanasan coating pada 240°C dalam pengecoran piston menguatkan hasil penelitian dimana mode kegagalan coating yang terjadi ialah kegagalan adhesi.

One key for a quality motorcycle is a quality piston, which is made of aluminum casting through gravity technique by using permanent mould. Quality of piston is highly dependent on quality of die coating, while it is dependent on the application temperature of the coating, which may optimize the cohesive - adhesive bonding of the coating to the die materials.
This research studied the effect of application temperature on the characteristic and the life time of die coating. Coating process was applied by using cold spray method and then done a series of test including adhesion pull test, micro hardness, roughness, and microstructure observation by optical microscope and SEM / EDS. The test parameter of coating process was used in trial of piston production and percentage of reject analysis.
Result show that the increase in coating application temperature led to increase in cohesive mode of bonding and decrease in adhesive mode. This result supported by micro hardness, adhesive tensile test, and microstructure observation. Trial piston production by using application temperature of 240°C. Support the notify that failure mode was dominated by adhesive mode.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metrik Kresna Pradana
"ABSTRAK
Teknologi Thermal Spray Aluminium TSA telah banyak diaplikasikan pada industri Minyak dan Gas terutama sebagai pelindung terhadap korosi. Sebagai pelindung korosi, sifat mekanis seperti kekuatan ikatan adesif dan kohesif material pelapis berkaitan langsung dengan umur ketahanan terhadap korosi. Pada penelitian ini telah dilakukan pengamatan pengaruh waktu tunda proses pelapisan aluminium terhadap karakteristik sifat mekanis lapisan.Proses pelapisan aluminium pada penelitian ini menggunakan metode Thermal Arc Spray dengan material substrat baja karbon SK5 dan material pelapis kawat aluminium 95.5 , dilakukan secara bertahap dengan memberikan waktu tunda 0 jam tanpa waktu tunda , 4 jam, 24 jam dan 48 jam. Ketebalan lapisan TSA awal 75-125 ?m, dan ketebalan lapisan TSA setelah diberikan waktu tunda sebesar 200-250 ?m. Sampel dilakukan pengujian daya lekat pull-off test , tekuk bending test , kekerasan mikro, pengamatan metalografi menggunakan mikroskup optic dan SEM.Proses pelapisan TSA dengan disertai waktu tunda 4 jam, 24 jam dan 48 jam menghasilkan tingkat porositas yang lebih tinggi pada lapisan dibandingkan dengan tanpa waktu tunda, namun variabel perbedaan waktu tunda tidak mempengaruhi tingkat porositas. Tingkat porositas tersebut berpengaruh pada kekuatan ikatan adesif dan kohesif lapisan. Dari hasil pengujian daya lekat lapisan didapatkan sampel tanpa waktu tunda menghasilkan kekuatan ikatan 8,3 MPa, sedangkan sampel yang diberikan waktu tunda 4 jam, 24 jam dan 48 jam mengalami kegagalan adesif dan kohesif dengan kekuatan daya lekat 8 MPa, 8 MPa, dan 7,9 MPa. Pada sampel dengan waktu tunda, lapisan TSA pertama akan bertindak sebagai permukaan substrat bagi lapisan TSA kedua. Tingkat kekasaran dan profil permukaan lapisan TSA pertama sebesar 126,3 ndash; 153 ?m akan menghasilkan tingkat porositas lapisan TSA keseluruhan yang lebih tinggi dibandingkan proses tanpa waktu tunda.

ABSTRACT
Thermal Aluminum Spray TSA has been widely applied in oil and gas industries especially as a protection against corrosion. As a corrosion protector, mechanical properties of coating materials such as adhesive and cohesive bond strength are directly related to the life time of corrosion resistance. In this research has been observed the influence of time delay of aluminum coating process on the coating mechanical properties.The aluminium coating process in this research using Thermal Arc Spray as the method with SK5 carbon steel substrat and 95.5 aluminum wire coating material. Coating process has been done in 2 stages with 0 hours, 4 hours, 24 hours and 48 hours time delay. The first layer thickness is 75 125 m, and after a given delay time is 200 250 m. Coated samples were tested by pull off test, bending test, micro hardness and metallographic observation using optical microscope and SEM.TSA within 4 hour, 24 hour and 48 hour time delay coating process produces higher porosity levels in the coating compared without time delay, however delay time difference variable did not affect the porosity level. Furthermore, porosity level will affect the adhesive and cohesive bond strength of the coating. From the Pull off testing, sample without delay time resulting 8,3 MPa bond strength, and samples with 4 hours, 24 hours and 48 hours delay time resulted bond strength of 8 MPa, 8 MPa and 7,9 MPa. For sample with time delay, the first TSA coating layer will act as a substrate surface for the second TSA layer. Thus, the surface roughness level of the first TSA coating layer of 126,3 ndash 153 m will resulting higher porosity for overall TSA coating layer than the process without time delay."
2017
T49746
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suharno
"Umumnya kerusakan cetakan pada industri die casting disebabkan die soldering yang terjadi pada permukaan cetakan yang mengalami kontak langsung dengan logam cair pada temperatur tinggi. Hal ini dapat menyebabkan perlu diadakannya perbaikan atau penggantian cetakan sehingga menurunkan produktivitas. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai pengaruh temperatur logam cair (melt) terhadap morfologi dan karakteristik lapisan intermetalik yaitu ketebalan dan kekerasan lapisan intermetalik yang terbentuk antara permukaan cetakan dan logam cair. Pada penelitian ini digunakan baja H13 as annealed sebagai material cetakan yang dicelup ke dalam paduan Al-7%Si pada temperatur 6800C, 7000C, 7200C dan Al-11%Si pada temperatur 6600C, 6800C, 7000C. Peningkatan temperatur logam cair akan meningkatkan laju difusi pertumbuhan lapisan intermetalik karena laju difusi atom-atom besi dan aluminium meningkat. Sehingga ketebalan dari lapisan intermetalik akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur logam cair. Oleh sebab itu, tinggiya temperatur logam cair mempermudahkan terjadinya die soldering.

The major mode which lead to die failure in die casting is die soldering caused by the intimate contact between alloy and die at high temperature. It leads to malfunctioning of die inserts that require replacement or repair, thus causing significant decrease in productivity. The effect of melt temperatures on morphology and characteristic of intermetallic layer such as thickness and hardness of intermetallic layer between die surface and aluminum has been studied. This experiment used as-annealed H13 tool steel as die material which dipped into Al-7%Si alloy at 6800C, 7000C, 7200C and Al-11%Si alloy at 6600C, 6800C, 7000C. High melt temperature favored the growth of intermetallic layer due tp the increasie of the diffusion."
Surabaya; Depok: Universitas Kristen Petra Surabaya; Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Dimiati
"Pada industri die casting merupakan suatu tantangan untuk menurunkan waktu siklus dari proses pengecoran sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi. Kerusakan pada cetakan merupakan penghalang pada tantangan ini karena menyebabkan perlu diadakannya perbaikan atau penggantian cetakan sehingga menurunkan produktivitas. Pada umumnya kerusakan cetakan disebabkan die soldering yang terjadi pada permukaan cetakan yang mengalami kontak langsung dengan logam cair sehingga besi yang berada pada cetakan akan berdifusi ke logam cair dan membentuk lapisan intermetalik. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai pengaruh temperatur logam cair (melt) terhadap morfologi dan karakteristik lapisan intermetalik yaitu ketebalan dan kekerasan dari lapisan intermetalik yang terbentuk antara permukaan cetakan dan logam cair. Pada penelitian ini digunakan baja H13 as anneal sebagai material cetakan yang dicelup ke dalam paduan Al-7%Si pada temperatur 680_C, 700_C, 720_C dan Al-11%Si pada temperatur 660_C, 680_C, 700_C. Peningkatan temperatur logam cair (melt) akan meningkatkan laju difusi pertumbuhan lapisan intermetalik karena laju difusi atom-atom besi dan aluminium meningkat. Sehingga ketebalan dari lapisan intermetalik akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur logam cair. Oleh sebab itu, tinggiya temperatur logam cair (melt) mempermudahkan terjadinya die soldering.

In die casting a challenge is to minimize the cycle time of the casting process to increase productivity and lower operational costs. Die failure is an impediment to this challenge in that it leads to malfunctioning of die inserts that require replacement or repair, thus causing significant decrease in productivity. The major mode which lead to die failure is die soldering caused by the intimate contact between alloy and die at high temperature. Subsequently, iron in the die dissolves into the molten aluminum and a layer of intermetallic phases is formed. The effect of melt temperatures to morphology and characteristic of intermetallic layer such as thickness and hardness of intermetallic layer between die surface and aluminum has been studied. This experiment uses as anneal H13 tool steel as die material which dips into Al-7%Si alloy at 680_C, 700_C, 720_C and Al-11%Si alloy at 660_C, 680_C, 700_C. High melt temperatures favor the growth of intermetallic layer by increasing the diffusion rate of the atoms of iron and aluminum so the thickness of intermetallic layer increases. Hence, high melt temperatures facilitate die soldering."
2007
S41669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresiana Dwirina Novita
"ABSTRAK
Pada tesis ini dijelaskan struktur mikro dan laju korosi yang berasal dari
adanya proses cold work dan anodisasi pada paduan aluminium 5083 yang pada
proses tersebut terjadi deformasi plastis. Penelitian ini menggunakan variasi
derajat deformasi (% cold work) yaitu 0%, 25% dan 50%. Proses anodisasi
menggunakan larutan H2SO4 0,1 M dengan waktu pencelupan lima menit. Uji
mikroskop optik dan SEM dilakukan untuk menganalisis perubahan ukuran butir
dan jenis korosi. Pengaruh cold work dan anodisasi terhadap laju korosi diteliti
dengan pengujian Potensiostat. Hasil pengujian menunjukkan semakin
bertambahnya % cold work, ukuran butir partikel semakin kecil. Laju korosi
sebelum anodisasi lebih tinggi dibandingkan dengan laju korosi setelah anodisasi.
Korosi yang terbentuk setelah anodisasi merupakan korosi sumuran.

ABSTRACT
This thesis explained the microstructure and the corrosion rate resulting
from the process of cold work and anodizing on aluminum alloy 5083 which is in
the process of cold work occurs plastic deformation. This study uses a variation of
the degree of deformation (% cold work) of 0%, 25% and 50%. Anodizing
process using a 0.1 M H2SO4 solution with immersion time of 5 minutes. Test
optical microscopy and SEM for analysis of changes in grain size and type of
corrosion. The effect of cold work and anodizing on corrosion rate observed with
the testing potentiostat. The test results showed that the increasing % cold work,
the size of grain particles get smaller. The corrosion rate before anodizing higher
than the rate of corrosion after anodization. Corrosion happens after anodizing is
pitting corrosion.
"
2016
T52372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Akmal Islami
"Metode pengendalian korosi yang efektif dalam sistem tertutup adalah dengan menggunakan inhibitor, yaitu zat kimia yang ditambahkan dalam jumlah sedikit (ppm) untuk mengurangi laju korosi logam. Inhibitor ramah lingkungan banyak dikembangkan untuk menggantikan inhibitor kimia berbasis krom yang bersifat toksik. Dalam penelitian ini, propolis yang diketahui mengandung zat anti oksidan diteliti fungsinya sebagai inhibitor logam aluminium. Paduan aluminium AA7075-T651 yang telah diaktivasi sifat korosinya dengan perlakuan panas pada suhu 300â?°C selama 1 jam digunakan sebagai bahan uji. Propolis dengan konsentrasi 200, 400, 800, dan 1200 ppm ditambahkan ke dalam larutan uji korosi 3.5wt% NaCl. Uji hilang berat dilakukan selama 10 hari dengan suhu larutan dipertahankan 30°C. Hasil uji hilang berat menunjukkan bahwa konsentrasi propolis yang memberikan efisiensi tertinggi adalah 400 ppm dengan berat hilang sebanyak 0,15 mg/cm2.hari. Efisien inhibisi laju korosi (ηCPR) dan efisien inhibisi arus densitas korosi (ηi) berturut-turut sebesar 69,39 % dan 79,22 %. Mekanisme perlindungan korosi yang dihasilkan adalah tipe katodik pada 400 dan 800 ppm, tipe anodik untuk konsentrasi propolis 200 dan tipe campuran untuk konsentrasi 1200 ppm. Uji polarisasi potensiodinamik menunjukkan penurunan arus korosi pada konsentrasi 200, 400, 800, dan 1200 ppm berturut-turut 22,67; 8,52; 13,44; dan 16,32 μA/cm2 dari 41,02 μA/cm2. Analisis respon impedansi permukaan menggunakan EIS menunjukkan bahwa pada penambahan 400 ppm propolis terjadi peningkatan resistansi polarisasi (Rp) menjadi 652,6 Ω.cm2 dan resistansi transfer muatan (Rct) menjadi 1944 Ω.cm2 dibandingkan tanpa inhibitor dengan nilai Rp dan Rct masing-masing sebesar 313,1 dan 429,1 Ω.cm2. nilai Rp and Rct pada konsentrasi lain lebih rendah dibandingkan pada konsentrasi 400 ppm. Propolis sebanyak 400 ppm merupakan nilai optimum dimana pada konsentrasi lebih rendah tidak menunjukkan pengaruh terhadap ketahanan korosi dan nilai yang lebih tinggi menunjukan nilai saturasi sehingga perlindungan terhadap korosi berkurang. Mekanisme perlindungan terjadi melalu deposisi lapisan tipis di permukaan logam yang berfungsi menghalangi serangan korosi.

One of the prominent method to control corrosion in the closed system is adding the inhibitor into the corrosive medium. Inhibitor itself is an additive compound with ability to surpress corrosion reaction. A small amount of inhibitor (ppm) is enough to inhibit the process. Many eco-friendly inhibitors have been developed to replace the toxic chrome-based chemical inhibitors. In this study, propolis which is known to contain anti-oxidants was investigated for its function as an aluminum metal inhibitor. AA7075-T651 aluminum alloy which has been activated its corrosion properties by heat treatment at a temperature of 300â?°C for 1 hour is used as a test material. Propolis with concentrations of 200, 400, 800, and 1200 ppm was added to the corrosion test solution 3.5wt% NaCl. The weight loss test was carried out for 240 hours with the temperature of the solution maintained at 30°C. The weight loss test results showed that the concentration of propolis that provided the highest efficiency was 400 ppm with 0,15 mg/cm2.days loss in weight. Efficient corrosion inhibition rate (ηCPR) and efficient corrosion density current inhibition (ηi) were 69,39% and 79,22%, respectively. The resulting corrosion protection mechanisms are cathodic types at 400 and 800 ppm,  anodic types for propolis concentrations of 200 and mixed type at 1200 ppm. Potentiodynamic polarization tests showed a decrease in corrosion currents at concentrations of 200, 400, 800, and 1200 ppm respectively 22,67; 8,52; 13,44; and 16,32 μA/cm2 from 41,02 x10-6 μA/cm2. Analysis of the surface resistance response using EIS implied that at the addition of 400 ppm propolis an increase in polarization resistance (Rp) to 652.6 Ω.cm2 and charge transfer resistance (Rct) to 1944 Ω.cm2 were compared without inhibitor with a value of R­p. and Rct respectively 313,1 and 429,1 Ω.cm2. Concentration of 400 ppm is the optimum value where the lower concentration did not show an effect on corrosion resistance and a higher value shows the saturation value so that its protection against corrosion is reduced. The maximum protection mechanism by propolis at a concentration of 400 ppm occurs through deposition of a thin layer on the metal surface which serves to prevent corrosion attacks from the solution shown by the phase Bode curve."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B.A. Hardianto B.S.
"Baja tahan karat 316L merupakan baja yang memiliki ketahanan korosi yang baik namun masih rentan terhadap kerusakan korosi sumuran. Salah satu cara untuk mencegah fenomena ini adalah dengan menerapkan lapisan Aluminium pada baja tahan karat. Pada Penelitian ini menggunakan metode semprot panas busur listrik untuk mendepositkan material Aluminium. Dalam metode semprot panas, jarak penyemprotan adalah salah satu faktor penting untuk mendapatkan hasil semprot berkualitas tinggi. Karya ilmiah ini meneliti jarak penyemprotan yang efektif untuk mencapai lapisan aluminium berkualitas tinggi pada substrat stainless steel 316L menggunakan metode semprot busur listrik dengan bahan pelapis 99.5 Al. Permukaan baja tahan karat dipersiapkan dengan metode pembersihan menggunakan larutan thinner, pemanasan sekitar 80-90oC dan blasting menggunakan Al2O3. Jarak penyemprotan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10cm, 20cm, 30cm. Uji sembur garam dan metode uji pull-off diterapkan untuk mengamati ketahanan korosi dan kekuatan ikatan lapisan. Hasil uji sembur garam menunjukkan pada setiap jarak penyemprotan menambah ketahanan korosi namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada permukaan hasil uji. Hasil uji pull-off menunjukkan jarak semprot 20cm memiliki kekuatan adhesi tertinggi dengan nilai 12,5 MPa.

Stainless Steel 316L is a steel with high corrosion resistance, however, it is still susceptible to pitting corrosion damage. One way to prevent this phenomenon is by applying aluminium coating on stainless steel using electric arc thermal spray method. In the thermal spray method, the spraying distance is one of the important factors to obtain high quality spray results. This paper investigates the effective spraying distance to achieve high quality aluminium coating on stainless steel 316L substrate with 99.5 Al as coat by using the electric arc spray method. The spray distances employed in this research were of 10cm, 20cm, 30cm. Stainless steel 316L is prepared by cleaning with thinner, preheating about 80 90oC, and blasting with Al2O3. The salt spray test and pull off test method were applied to observe the corrosion resistance and the bonding strength of the coating. The salt spray test results show that at each spraying distance increase corrosion resistance but does not show significant differences on the surface of the test results. The pull off test results show 20cm spray distance has the highest adhesion strength with 12,5 MPa value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>