Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Feriandi Mirza
"Dalam mengalokasikan spektrum frekuensi radio untuk kebutuhan layanan siaran TV digital dan aplikasi terestrial lainnya dalam hal ini adalah layanan mobile broadband ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan yang secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu faktor atau variabel yang berupa aspek teknis dan aspek non-teknis, dalam hal ini adalah aspek potensi bisnis dari kedua layanan tersebut.
Dalam tesis ini akan untuk menentukan alokasi spektrum frekuensi radio pada pita Ultra High Frequency (UHF) untuk kebutuhan siaran TV digital terrestrial dengan metode optimasi dengan program linier yang bertujuan untuk menentukan nilai optimum dari potensi pendapatan di industri layanan siaran TV digital terestrial dan mobile broadband. Hasil dari optimasi tersebut mengalokasikan spektrum frekuensi sebesar 192 Mhz untuk kebutuhan layanan siaran TV digital terestrial dan 112 Mhz untuk kebutuhan layanan mobile broadband.

In allocating the radio frequency spectrum for digital TV terrestrial broadcasting service needs and other terrestrial applications in this regard is the mobile broadband services there are several factors to consider are generally divided into 2 (two), the technical non-technical aspects, in this case is the aspect of the business potential of these services. This thesis will determine the allocation of radio frequency spectrum in the Ultra High Frequency (UHF) band for digital terrestrial TV broadcasting by the optimization method with a linear program that aims to determine the optimum value of potential revenues in the industry of digital terrestrial TV broadcasting and mobile broadband services.
Results of the optimization is the allocation of the frequency spectrum at 192 MHz for digital TV terrestrial broadcasting services and 112 MHz for mobile broadband service needs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27857
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
James Bernanto
"Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) adalah sebuah standar penyiaran televisi digital yang dikeluarkan oleh European Telecommunication Standards Institute (ETSI). Salah satu tujuan dikeluarkannya standar ini adalah untuk memberikan parameter-parameter transmisi digital yang paling optimal untuk siaran televisi melalui udara secara terrestrial atau tanpa menggunakan sistem satelit. Untuk dapat beradaptasi dengan karakteristik kanal transmisi yang berbeda-beda pada tiap daerah penyiaran, maka ETSI memberikan pilihan parameter-parameter yang dapat digunakan untuk siaran televisi dalam format DVB-T.
Dalam tugas skripsi ini, dibuat sebuah program simulasi yang dapat digunakan untuk menganalisa unjuk kerja masing-masing pilihan parameter pada standar DVB-T tersebut. Penggunaan Reed Solomon coding, pemilihan convolutional coding rate, penggunaan inner interleaver dan pemilihan jenis mapper konstelasi adalah fitur-fitur yang dapat dipilih pada program simulasi ini.
Dengan melakukan simulasi dan pengambilan data untuk jenis kanal yang berbeda serta tingkat intensitas derau yang berbeda-beda pula diharapkan unjuk kerja dari masing-masing pilihan parameter dapat dianulisa untuk tiap karakteristik kanal transmisi.
Hasil simulasi menunjukkan kedua jenis error correction coding yang digunakan yaitu Reed Solomon Coding dan Convolutional coding masing-masing memberikan coding gain yang relatif signifikan berkisar antara I dB hingga 7dB tergantung pada jenis skenario yang digunakan. Analisa perbandingan unjuk kerja mapper konstelasi menunjukkan konstelasi QPSK paling tahan terhadap distorsi kanal sementara konstelasi 64QAM yang paling rentan. Dari segi efisiensi diperoleh bahwa konstelasi 64QAM adalah yang paling efsien sementara konstelasi QPSK adalah yang paling tidak efisien."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S39339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Andreas Bastian
"Digital Dividend adalah spektrum yang tidak terpakai pada saat migrasi penyiaran TV analog ke TV digital secara penuh ("Digital Switchover"). Frekuensi sisa tersebut dapat digunakan untuk layanan non broadcast maupun broadcast lain seperti mobile (International Mobile Telecommunication), mobile broadband, Long Term Evolution (4G), High Definition TV dan lain-lain. Adanya perbedaan pengkanalan frekuensi digital dividend di daerah perbatasan Indonesia-Singapura dan Malaysia hal ini diakibatkan karena proposal digital dividend di daerah perbatasan dimulai dari frekuensi 746 MHz sehingga sisa frekuensi dari migrasi tv analog ke tv digital hanya sebesar 60 MHz sedangkan diwilayah non perbatasan rencana digital dividend dimulai dari frekuensi 698 MHz yang menyisakan 108 MHz. Perbedaaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidak maksimalan pendapatan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan berpotensi menimbulkan ketidak efisienan penggunaan frekuensi serta belum adanya perencanaan pita frekuensi UHF untuk aplikasi selain broadcasting pada frekuensi digital dividend. Dalam menata ulang pembagian kanal tv digital dan digital dividend hasil pertemuan Trilateral antara Indonesia, Singapura dan Malaysia dihasilkan 4 opsi untuk pengkanalan tv digital dan digital dividen di daerah perbatasan yang lebih efisien dan Opsi 3 dan opsi 4 merupakan opsi yang paling optimum dari sisi BHP untuk perencanan pita untuk digital dividend di daerah perbatasan Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Digital Dividend is the idle spectrum from the migration of the analog TV broadcasting to full digital TV ("Digital Switchover"). The remaining frequencies can be used for non-broadcast and broadcast services such as mobile (International Mobile Telecommunications), mobile broadband, Long Term Evolution (4G), High Definition TV and other services. The differences in the frequency planning of digital dividend on the border of Indonesia-Singapore and Malaysia because of the digital dividend proposal on the border starting from the frequency of 746 MHz so the rest of the frequency of migration tv analog to digital tv is only at 60 MHz while in the non-border region of the digital dividend plan starting from 698 MHz frequency which left 108 MHz. These differences could potentially lead to lack of frequency fee income (BHP) and potentially inefficient use of frequencies and there is no planning of the UHF frequency band for applications other than broadcasting in a digital dividend frequency. In rearranging the distribution of digital TV channels and digital dividend from Trilateral meeting between Indonesia, Singapore and Malaysia produced four options for channeling digital tv and digital dividend in the border area. Option 3 and option 4 is the most optimal option in terms of BHP for band planning for digital dividend on the border of Indonesia, Malaysia and Singapore."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30215
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beutler, Roland
"This book examines the impact of the digital dividend on terrestrial broadcasting now and tomorrow. Covers spectrum management, the analog to digital switch, and consequences of the identification of a spectrum that could be released for other uses. "
New York: Springer, 2012
e20418364
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Ayu Amanda Gita Saraswati
"Televisi (TV) whitespace menjadi salah satu solusi layanan internet di daerah rural yang beroperasi tanpa lisensi dengan mengutilisasi alokasi frekuensi TV yang tidak digunakan. Dengan beroperasinya divais whitespace, dapat menimbulkan interferensi bagi Digital Video Broadcasting Second Generation Terrestrial (DVB-T2). Untuk menghindari terjadinya interferensi diantara divais whitespace (WSD) dan DVB-T2, dibutuhkan nilai rasio proteksi sebagai selisih maksimum kekuatan pancaran sinyal kedua divais.
Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Spectrum Engineering Advanced Monte Carlo Analysis Tool (SEAMCAT), dengan pendekatan Monte Carlo. Hasil simulasi menunjukan bahwa semakin besar nilai rasio carrier to noise (C/N) yang dihasilkan setiap variasi coderate dan tipe modulasi DVB-T2, menghasilkan nilai rasio proteksi yang semakin tinggi, dengan catatan jarak diantara kedua divais ≥ 1 km. Selain nilai C/N, lebar pita frekuensi kerja WSD juga berpengaruh dalam perbedaan nilai rasio proteksi.

Whitespace television (TV) is one of the internet service solutions in rural areas that operate without a license by utilizing TV frequency allocation that is not used. With the operation of the whitespace device, it can cause interference for Digital Video Broadcasting Second Generation Terrestrial (DVB-T2). To avoid interference between whitespace device (WSD) and DVB-T2, a protection ratio value is needed as the maximum difference in signal strength of the two devices.
Simulation is done using Spectrum Engineering Advanced Monte Carlo Analysis Tool (SEAMCAT) software, with the monte carlo approach. The simulation results show that the greater the C/N value produced by each coderate variation and modulation type of DVB-T2, the higher the value of the protection ratio, with the distance between the two devices ≥ 1 km. In addition to the carrier to noise ratio C/N value, the bandwidth of WSD also influences the difference in the value of the protection ratio.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto La Elo
"ABSTRAK
Untuk menilai performa dari sistem komunikasi tanpa kabel, salah satu yang sangat diperlukan adalah menghitung kemampuan dalam memperoleh informasi. Performa dari beberapa sistem ditentukan oleh kapasistas kanal dari sistem tersebut. Tentunya, semakin besar kapasitas kanal dari sebuah sistem akan semakin baik sistem tersebut dimana kemampuan untuk memperoleh informasi akan semakin besar. Kebutuhan akan kapasitas kanal yang maksimal tentunya sangat mendasar mengingat akan kebutuhan manusia akan komunikasi yang terus meningkat. Pada tesis dibahas tentang analisis kapasitas kanal menggunakan pengukuran propagasi gelombang pada frekuensi UHF- S Band dengan karakterisasi ketinggian. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besar kapasitas kanal pada beberapa ketinggian yang diukur. Perhitungan kapasitas kanal menggunakan persamaan yang merepresentasikan kapasitas kanal, yaitu teorema kapasitas kanal Shannon Shannon channel capacity theorem .Pengukuran dilakukan pada frekuensi 800 MHz, 1800 MHz, 2400 MHz dan 3300 MHz di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Pengukuran dilakukan dengan meletakan antena penerima dengan ketinggian yang tetap yaitu 2 m sedangkan antena penerima diletakan pada ketinggian 1 m, 2 m, 5 m, 10 m, dan 15 m. Pada masing masing frekuensi dilakukan pengukuran dengan tiga kondisi yaitu dengan menghadapkan antena ke atas, ke tengah dan ke bawah.Hasil pengukuran kemudian diolah dan dianalisa untuk melihat pengaruh variasi ketinggian penempatan antena pengirim dan penerima terhadap kapasitas kanal. Dengan melihat keseluruhan hasil perhitungan kapasitas kanal dari hasil pengukuran pada masing masing frekuensi, dapat kita ketahui bahwa kapasitas kanal akan menurun ketika antena pengirim diletakan semakin tinggi dari permukaan tanah. Dengan kata lain, kapasitas kanal terbesar adalah ketika antena pengirim ditempatkan lebih dekat ke tanah.

ABSTRACT
To assess the performance of a wireless system, one needs to quantify its ability to handle information. Typically, the performance of such systems is Characterized in terms of the channel capacity. Obviously, the greater the channel capacity of a system, the better the system where the ability to obtain information will be greater. The need for maximum channel capacity is certainly very fudamental, because the human need for communication is immediately increase. This thesis discusses about Analysis of Channel Capacity Through Wave Propagation Measurement in UHF S Band Frequency WIth High Characterization. This analysis aims to determine the capacity of the canal at some high measurement. Calculation of channel capacity uses an equation representing channel capacity, which is Shannon channel capacity theorem.The measurements are made at frequencies of 800 MHz, 1800 MHz, 2400 MHz and 3300 MHz in the Faculty of Engineering Universitas Indonesia. The measurement is done by placing the receiving antenna with a fixed height of 2 m while the receiving antenna is placed at 1 m, 2 m, 5 m, 10 m, and 15 m. At each frequency is measured with three conditions that is by facing the antenna up, to the middle and down.The results of these measurements will be processed and analyzed to see the effect of high variations in the placement of the transmitter and receiver antenna to channel capacity. By looking at the overall calculation of channel capacity from measurement results on each frequency, we can know that the channel capacity will decrease when the transmitter antenna is placed higher. In other words, the largest channel capacity is when the transmitter antenna is placed closer to the ground."
2017
T47948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rastika Wulan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dominasi kepentingan pemodalbesar dalam pembentukan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor22 Tahun 2011 mengenai penyiaran digital di Indonesia. Dalam prosespembentukannya pemerintah menggunakan kekuasaannya melakukan sejumlahlangkah yang bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran bahkan mekanismepembentukan regulasi. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis yangmemandang pembentukan Permen terkait penyiaran digital menjadi bagian dariupaya terencana pemilik modal untuk melanggengkan penjajahan ekonomi danpolitik. Teori strukturasi Anthony Giddens dikaitkan dengan konsep strukturasiekonomi politik Vincent Mosco menjadi teori utama dalam penelitian ini.Pendekatan penelitian kualitatif dengan desain penelitian studi kasus digunakanuntuk memberikan deskripsi secara lengkap. Data dikumpulkan melaluiwawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melaluiPeraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2011 pemilikmodal besar mengontrol beberapa kebijakan pemerintah dengan membentukmodel baru lembaga penyiaran yang tidak disebutkan didalam Undang-UndangPenyiaran. Bentuk lembaga ini hanya melegalkan penyiaran eksisting saja,sehingga melanggengkan dominasi dengan lingkup yang lebih luas yaitu padapenyiaran digital serta berusaha mematikan kelompok-kelompok kecil. Penelitianini juga menunjukkan bahwa kebijakan penyiaran digital mampu menghasilkanserangkaian keuntungan ekonomi yang membuka ruang luas bagi ekspansi modal.Selain kepentingan ekonomi, kebijakan penyiaran digital juga ditentukan olehberagam agen yang turut mempengaruhi proses pengambilan keputusan diIndonesia.

ABSTRACT
This study aimed to describe the dominance of large capital interests in theestablishment of Information and Communication Minister Regulation Number22 of 2011 regarding digital broadcasting in Indonesia. In the process ofgovernment formation using his power a number of measures that are contrary tothe Broadcasting Act and even the formation mechanism of regulation. Thisresearch uses a critical paradigm that sees the formation of a ministerial regulationrelated to digital broadcasting to be part of a planned effort to perpetuate theoccupation of the owners of capital and political economy. Structuration theoryof Anthony Giddens structuration linked to the concept of political economyVincent Mosco into a major theory in this study. Qualitative research approachwith a case study design is used to provide a complete description. Data werecollected through interviews and document study. The results showed that throughthe Minister of Communication and Information Technology Number 22 of 2011owners of big capital controls several government policies by establishing newmodels of broadcasters that are not mentioned in the Broadcasting Act. Forms ofthis institution only legalize the existing broadcasting only, thus perpetuating thedominance of a broader scope, namely on digital broadcasting and try to shut offsmall groups. This study also shows that digital broadcasting policy capable ofproducing a series of economic benefits that opens ample room for expansioncapital. In addition to economic interests, digital broadcasting policy is alsodetermined by a variety of agents that influence the decision making process inIndonesia."
2017
T47531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Febry Yoshua
"Perkembangan teknologi komunikasi seluler telah sampai pada generasi kelima (5G) yang akan segera diluncurkan pada 2020. Di Indonesia, 5G diprediksi baru akan secara resmi beroperasi pada 2025. Dalam rangka mempersiapkan kehadiran 5G di Indonesia, pemerintah (Kemkominfo) sudah memiliki spectrum outlook untuk 5G, yaitu pada frekuensi 3.5 GHz (3.3 – 4.2 GHz), 15 GHz (14.5 – 15.35 Ghz), 26 GHZ (24.25 – 27.5 GHz), dan 28 GHz (26.5 – 29.5 GHz). Namun, frekuensi tersebut sudah diisi atau memiliki spektrum eksisting, sehingga salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan co-channel frekuensi antara 5G dengan frekuensi eksisting. Salah satu band yang sudah terdapat spektrum eksisting adalah 27.5 – 28.5 GHz, yaitu untuk layanan Fixed Satellite Service (FSS). Salah satu teknologi yang akan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk layanan FSS adalah High Throughput Satellite (HTS). HTS merupakan satelit yang memiliki tingkat throughput lebih tinggi dibandingkan dengan layanan satelit konvensional dan HTS dapat bekerja pada pita C-Band, Ku-Band, dan Ka-Band. Dengan semakin dikembangkannya 5G dan HTS oleh pemerintah, maka dibutuhkan mitigasi agar tidak menimbulkan interferensi jika terjadi co-channel frekuensi. Telah disimulasikan co-channel frekuensi di 28 GHz antara HTS dan 5G dengan perangkat lunak SPECTRAemc untuk tiga wilayah. Selanjutnya diusulkan mitigasi interferensi yang nantinya dapat digunakan untuk kedua layanan tersebut agar dapat beroperasi.

The development of cellular communication technology has come to the fifth-generation (5G). In Indonesia, 5G is predicted to be officially operational by 2025. In order to prepare for the presence of 5G in Indonesia, the government (Ministry of Communication and Information) already has a spectrum outlook for 5G , i.e. at frequencies 3.5 GHz (3.3 - 4.2 GHz), 15 GHz (14.5 - 15.35 GHz), 26 GHZ (24.25 - 27.5 GHz), and 28 GHz (26.5 - 29.5 GHz). Moreover, those frequencies have already been filled in or have an existing spectrum, respectively. Thus, one way to overcome is by a co-channel frequency between 5G and the existing frequency. One band that has an existing spectrum of existences is 27.5 - 28.5 GHz, which is for Fixed Satellite Service (FSS) services. One of the technologies that will be developed by the Indonesian government is High Throughput Satellite (HTS). HTS is a satellite that has a higher throughput level compared to conventional satellite services, and HTS can work on C-Band, Ku-Band, and Ka-Band bands. With the development of 5G and HTS by the government, mitigation is needed so that it does not cause interference if frequency co-channel occurs. The simulation has been done for co-channel 28 GHz between HTS and 5G by SPECTRAemc. Hence, the mitigation is proposed in order to be used for both services."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Martinus
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2001
T40498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>