Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140988 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Mabrur
"Penghantar adalah salah satu instrumen penting dalam bidang kelistrikan yang digunakan sebagai penghubung antara sumber daya dengan pusat beban. Banyak kriteria yang digunakan dalam pemilihan penghantar yang akan digunakan untuk instalasi listrik seperti bahan dasar penghantar, nilai resistansi, hingga dimensi penghantar. Satu hal yang kurang menjadi perhatian adalah bentuk penampang yang dimiliki oleh penghantar tersebut. Sejauh ini penghantar konvensional berpenampang bulat/lingkaran masih mendominasi pilihan ini.
Makalah ini akan mencoba membandingkan nilai karakteristik listrik yang dihasilkan oleh penghantar dengan bentuk penampang lainnya, tentunya dalam dimensi luas penampang yang sama, dengan penampang konvensional berpenampang bulat. Nilai karakteristik listrik yang dibandingkan antara lain nilai resistansi serta pengaruhnya terhadap suhu.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan bentuk penampang tidak membawa perubahan yang signifikan pada nilai resistansi penghantar. Bentuk penampang berpengaruh pada besarnya luas permukaan penghantar. Dengan luas yang sama, semakin pipih penghantar maka akan semakin besar pula luas penampangnya. Hal ini berpengaruh besar pada kenaikan suhu yang dialami konduktor.

Conductor is one of the most important instruments in electrical field use to connect between the power source and the load. There are a lot of criteria which is being used in choosing the right conductor for the electrical installation like the conductor material, resistance, until the dimension of the conductor. One thing that paying less attention is the cross-section shape of the conductor. So far the conventional conductor with round cross-section shape is still dominating the option.
This paper will try to compare the electrical characteristic being produced by non-round cross-section shape, of course in the same cross-section area, and round cross-section shape conductor. The electrical characteristic which is being compared is the resistance and the effect on temperature.
The test shows that that the cross-section shape difference does not give any different result significantly to the resistance of the conductor. Cross-section shape has a great influence in the surface area. In the same wide, the thinner the conductor, the bigger the surface area. This matter greatly influences the temperature incensement in the conductor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40588
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arianto
"ABSTRAK
Pada percobaan frekuensi sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa hasil pengujian memiliki perbedaan dengan perkiraan gaya dalam aksial menggunakan pendekatan teoritis. Perbedaan ini berkaitan dengan banyak faktor yang disimplifikasi ketika pendekatan teoritis dilakukan.
Penelitian pada tulisan ini akan melihat pengaruh dari bentuk penampang yang digunakan sebagai elemen suspender pada jembatan pelengkung ketika pengujian frekuensi dilakukan untuk mengukur gaya dalam aksial.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pengukuran gaya dalam aksial dengan hanya menggunakan teoritis memiliki perbedaan atau simpangan dengan hasil pengujian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pendekatan axially loaded beam lebih mendekati keadaan sesungguhnya, dengan menggunakan momen inersia sumbu lemahnya, dimana memiliki persentase perbedaan yang terkecil. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa penempatan sensor pada benda uji harus diletakkan pada disisi benda uji yang ditahan, agar hasil tidak misleading.

ABSTRACT
In similar frequency based testing that have been performed before, stated that the experiment result had differences with theoretical approach in order to estimate an element tension force. These differences related to several factor which had been
simplified when theoretical approach was conducted.
The objective of this research is, to analyze the influence of cross section shape for estimating tension force on suspender element of tied-arch bridge with frequency testing.
The results show that theoretical tension force differs from experimental one. The results also show that axially loaded beam?s approach is closer with actual result with lowest difference in persentage, when moment inertia at weak axis being used. This research also found that sensor have to be placed at the side, where the object is restrained, so there is no misleading data.
"
2016
T44824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Triandi
"Penghantar merupakan salah satu komponen terpenting dalam sistem distribusi daya listrik. Kemampuan penghantar dalam menghantarkan arus listrik salah satunya dipengaruhi oleh temperatur penghantar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap penghantar NFA2X 2x10mm rm 0.6/1kV. Untuk mengetahui pengaruh temperatur pada penghantar, maka penghantar diberikan arus sebesar 0.6-1In dengan variasi suhu 25-70°C.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa temperatur di sekitar penghantar menyebabkan kenaikan resistansi konduktor meningkat lebih tinggi saat pengujian dengan temperatur yang lebih tinggi daripada pengujian dalam kondisi normal (25°C). Kenaikan resistansi rata-rata dari semua variasi pengujian sebesar 0.163E. Temperatur di sekitar penghantar juga menyebabkan perubahan konduktivitas penghantar, semakin besar suhu di sekitar penghantar maka konduktivitas penghantar akan semakin kecil.

Conductor is one of the most important component in the electric power distribution system. Conductors have ability to deliver electrical current. This ability depend on conductor's temperature. This research has purpose to get effect of temperature on conductor NFA2X 2x10mm rm 0.6/1kV. Conductor will be given current rating 0.6-1In with temperature 25-70°C.
Based on the test, the temperature surrounding conductor cause increasing conductor's resistance higher than testing on normal condition (25°C). The average resistance increment from all testing variation is 0.163O. The temperature also cause conductor conductivity changed, increasing of temperature surrounding conductor will decrease conductor conductivity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51298
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fiona Indah Fitriana
"ABSTRAK
Pemeriksaan total plate count (TPC) dilakukan terhadap makanan penerbangan pada dua
proses yang berbeda, yakni penyimpanan dan pengemasan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh kenaikan suhu terhadap kenaikan TPC pada makanan
serta hubungannya dengan kontaminasi TPC pada tangan penjamah dan peralatan
makanan. Pengukuran suhu digunakan termometer tebakan, dan pengukuran TPC pada
makanan, tangan penjamah dan peralatan digunakan metode Total Plate Count (TPC)
dalam beberapa pengenceran. Suhu makanan mengalami kenaikan rata-rata 3 kali. Total
Plate Count (TPC) mengalami kenaikan rata-rata 16.2 kali. Suhu pada makanan
berpengaruh kuat dan signifikan terhadap signifikan terhadap TPC makanan (R= 0.824
dan p=0.000). Kenaikan suhu makanan juga berpengaruh secara kuat dan signifikan
terhadap kenaikan TPC (R= 0.776 dan p=0.000). Total Plate Count (TPC) makanan saat
pengemasan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap TPC tangan penjamah
dan TPC peralatan makanan (p=0.424) dan (p=0.444). Disarankan untuk memberikan
intervensi mengenai Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) secara
menyeluruh untuk memberikan pemahaman pengendalian suhu pada makanan pada
pihak-pihak yang terkait. Selain itu, intervensi mengenai higiene dan sanitasi juga perlu
diberikan guna mencegah terjadinya kontaminasi.

ABSTRACT
Microbial Total Plate Count (TPC) measurement carried out on airline meal in two
difference process, storage and portioning packaging. The research conducted to know
influence the increase of temperature on meal microbial total plate count (TPC) increase.
In addition, it also conducted to know the correlation of that contamination with food
handler and equipment hygiene on microbial TPC as the indicator. Temperature
measurement made with gun thermometer, in other hand simple TPC counting on several
dilutions is the method to measure microbial TPC on meal, hand swab and equipment
swab. The result showed that food temperature has increase on average of 3-fold and
16.2-fold for microbial TPC increase on meal. Temperature is significantly influence on
microbial TPC (R=0.824 and p=0.000). The increase of temperature is also significantly
influence on microbial TPC increase (R=0.776 and p=0.000). Furthermore, there is no
significantly correlation of meal microbial TPC on packaging process with hand swab
and equipment swab (p=0.424 and p=0.444). The research suggests intervention as a
whole on Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), to give understanding of
temperature control on food to related stakeholder. In addition, intervention on hygiene
and sanitation also be provided to prevent contamination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Putri Arfianti
"ABSTRAK
Bentuk oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah seringkali tidak dapat terpreparasi dan dapat menyebabkan kegagalan. Tujuan: Mengetahui prevalensi variasi penampang melintang sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah. Metode: Penelitian ini menggunakan 80 sampel gigi, di-scan menggunakan micro-CT Bruker SkyScan 1173. Masing-masing sepertiga apikal saluran akar dipotong dengan perangkat lunak DataViewer. Rasio diameter maksimum dan minimum dihitung dengan perangkat lunak Fiji ImageJ dan dikategorikan: bulat, oval, long oval, flat. Hasil: Prevalensi penampang melintang saluran akar premolar dua rahang atas, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , bulat 1,7 . Molar satu rahang atas akar mesiobukal, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 ; distobukal, oval 94,1 , long oval 5,9 ; palatal oval 100 . Molar satu rahang bawah akar mesiobukal, long oval 47,4 , oval 36,8 , dan flat 15,8 ; mesiolingual oval 100 ; dan distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Kesimpulan: Penampang melintang oval pada sepertiga apikal saluran akar gigi premolar dua dan molar satu rahang atas serta molar satu rahang bawah ditemukan paling banyak, kecuali pada akar mesiobukal gigi molar satu rahang bawah ditemukan long oval 47,4 .

ABSTRACT
Oval shaped in apical one third maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars often can rsquo t be cleaned and shaped, and could cause failure in the process. Objective To know the prevalence variation of apical one third cross section in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars. Methods This research used 80 tooth samples, were scanned using micro CT Bruker SkyScan 1173. Each of apical one third root canal were sectioned using DataViewer software. Maximum and minimum diameter ratio was calculated using the Fiji ImageJ software and categorized round, oval, long oval, and flat. Results Prevalence of apical one third root canal cross section shape in maxillary second premolar, oval 66,7 , long oval 24,6 , flat 7 , round 1,7 . Maxillary first molar mesiobuccal root, oval 68,2 , long oval 22,7 , flat 9,1 distobuccal, oval 94,1 , long oval 5,9 and palatal oval 100 . Mandibular first molar mesiobuccal root, long oval 47,4 , oval 36,8 , flat 15,8 mesiolingual oval 100 and distal, oval 68,4 , long oval 21,1 , flat 10,5 . Conclusion Oval shape in cross section of apical one third in root canals of maxillary second premolars, maxillary first molars, and mandibular first molars were most found, except in mesiobuccal root in mandibular first molar was found long oval 47,4 . "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusaimas Matahachiro Hanggoro Himawan Akbar
"Paduan ingat bentuk Cu-Al-Mn merupakan material cerdas menjanjikan yang murah biaya; namun, kinerja dan suhu transformasinya sangat sensitif terhadap komposisi paduan. Dalam penelitian ini, pembelajaran mesin Extreme Gradient Boosting (XGBoost) diterapkan untuk memodelkan suhu martensite start (Ms) paduan Cu-Al-Mn. Paduan Cu-26,24Al-7,77Mn (at. %) digunakan untuk memvalidasi model dan menyelidiki pengaruh perlakuan panas terhadap struktur mikro dan sifat memori bentuk. Paduan tersebut dibuat dengan pengecoran gravitasi, dihomogenisasi pada suhu 900 ºC selama 2 jam, dibetatisasi pada suhu 900 ºC selama 30 menit, dan kemudian didinginkan menggunakan metode pencelupan langsung (DQ) dan pencelupan naik (UQ). Model XGBoost yang dikembangkan menghasilkan nilai R2, MAE, RMSE sebesar 0,98, 4,82, dan 10,67, memprediksikan Ms sebesar -174 ºC—mendekati suhu aktual (-190 ºC) yang diperoleh melalui pengujian resistivitas listrik. Hasil pengamatan mikroskop optik dan elektron bersama dengan analisis difraksi x-ray menunjukkan struktur fasa ganda β(L21) + γ dalam sampel as-cast dan setelah homogenisasi sedangkan fasa β(L21) tunggal diamati pada sampel perlakuan DQ dan UQ. Proses perlakuan panas mengakibatkan pertumbuhan butir dan penurunan nilai kekerasan mikrovickers, sesuai dengan persamaan Hell-Petch. Ditemukan bahan pengotor Fe (0,43 at. %) menyebabkan pertumbuhan butir abnormal pada sampel yang diberi perlakuan panas, di mana satu butir abnormal mencapai ukuran hingga ~15 mm. Sampel DQ dan UQ masing-masing mencapai pemulihan regangan 92,1 dan 100%. Perlakuan UQ diperkirakan mengurangi jumlah vakansi yang terperangkap akibat pencelupan dan derajat pinning pada antarmuka martensit.

Cu-Al-Mn shape memory alloys show great promise as low-cost smart materials; however, their performance and transformation temperatures are sensitive towards alloy composition. In this study, Extreme Gradient Boosting (XGBoost) machine learning was applied to model the martensite start (Ms) temperature of Cu-Al-Mn alloys. Cu-26.24Al-7.77Mn (at. %) alloy was used to validate the model and investigate the influence of heat treatment on microstructure and shape memory properties. The alloy was gravity cast, homogenized at 900 ºC for 2 hours, betatized at 900 ºC for 30 minutes, and quenched using direct quenching (DQ) and up-quenching (UQ) methods. The refined XGBoost model delivered R2, MAE, RMSE scores of 0.98, 4.82, and 10.67, predicting an Ms of -174 ºC— close to the actual - 190 ºC obtained by electrical resistivity measurements. Optical and electron microscopy along with X-ray diffraction analyses revealed a dual-phase β(L21) + γ structure in as-cast and as-homogenized samples while a single β(L21)-phase in DQ and UQ treated samples. The heat treatment process resulted in grain growth of the alloy which also reduced Vickers microhardness values, consistent with the Hell-Petch relation. Notably, Fe (0.43 wt. %) impurity induced abnormal grain growth in heat-treated samples, with an abnormal grain reaching up to ~15 mm. DQ and UQ samples achieved 92.1 and 100% strain recovery, respectively. UQ treatment was thought to reduce the number of quenched-in vacancies and the degree of pinning on the martensite interface."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ega Alvian Sutekat
"Tahanan gelincir pada jalan merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk keselamatan berkendara. Nilai tahanan gelincir ini menentukan kekesatan dari suatu jalan yang dimana jalan dapat menjadi lebih licin saat basah dan dapat membahayakan pengendara saat melakukan perjalanan. Penelitian ini menggunakan alat British Pendulum Tester (BPT) yang sudah dimodifikasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap tahanan gelincir aspal buton dengan campuran hangat yang berisar dari 100 ˚C-140 ˚C yang dimodifikasi dengan penambahan aspal minyak pen 60/70, oli bekas, dan Nano Crumb Rubber (NCR). Aspal buton yang digunakan merupakan Lawele Granular Asphalt (LGA) merupakan Rock Asphalt yang diperkirakan berbentuk linear belt yang membentang dari Teluk Sampolawa hingga Teluk Lawele (Darsana, 2005). Pengujian dilakukan pada permukaan yang basah dengan suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah 26 ˚C, 30 ˚C, 35 ˚C, 40 ˚C, 45 ˚C, dan 50 ˚C. Pengujian ini dilakukan sebanyak dua kali untuk pengujian skid resistance standard dan pengujian skid resistance immersion. Sehingga kedua hasil tersebut dibandingkan. Nilai skid resistance menurun seiring dengan kenaikan suhu permukaan. Pada pengujian ini didapatkan nilai uji skid resistance immersion lebih besar daripada nilai uji skid resistance standard yang dimana nilai SN tertinggi adalah 54.9 pada suhu 26 ˚C untuk uji skid resistance immersion dan untuk uji skid resistance standard nilai SN tertinggi adalah 42.6 pada suhu 26 ˚C. Hal ini menandakan bahwa benda uji skid resistance immersion lebih kesat dibandingkan dengan nilai skid resistance standard.

Skid resistance on the road is one of the critical parameters that are for driving safety. The value of skid resistance determines the surface roughness of a road, where the road can become more slippery when the road is wet and can endanger the driver when traveling. This research used the modified British Pendulum Tester (BPT) tool. This test was conducted to determine the influence of temperature against the Buton Asphalt with a warm mixture ranging 100 ° C-140 ° C and modified with the addition of pen 60/70 asphalt oil, used oil, and Nano Crumb Rubber (NCR). Buton asphalt used is the Lawele Granular Asphalt (LGA) is a Rock Asphalt which is thought to form a linear belt stretching from Sampolawa Bay to Lawele Bay (Darsana, 2005). Tests conducted on wet surfaces with the temperatures used in the study were 26 °C, 30 °C, 35 °C, 40 °C, 45 °C, and 50 °C. This test was done twice for testing standard skid resistance and immersion skid resistance testing. So the two results are compared. The value of skid resistance decreases as the surface temperature rises. In this test, the value of skid resistance immersion is greater than the standard skid resistance test value, where the highest SN value is 54.9 at 26 °C for immersion skid resistance test and for standard skid resistance test the highest SN value is 42.6 at 26 °C This indicates that the test object of immersion skid resistance is rougher than the standard skid resistance value"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahran Athalla Zidane
"Di Indonesia, umumnya, limbah konstruksi tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk mencegah siklus kerusakan alam tersebut, diperlukan suatu inovasi. Inovasi yang dapat menjadi solusi dari limbah-limbah konstruksi yang terus bertambah dan untuk mengurangi dampak-dampak yang tidak diinginkan pada lingkungan. Selain itu, Hal ini dapat menjadi alternatif penggunaan agregat alami untuk perkerasan jalan yang terus menipis. Penelitian ini merencanakan penggunaan limbah beton sebagai pengganti agregat kasar pada campuran lapis aus (AC-WC) sebagai salah satu perwujudan inovasi terhadap solusi dari permasalahan limbah konstruksi yang ada di Indonesia. Pengujian skid resistance dilakukan kepada campuran lapis aus (AC-WC) modifikasi sebagai parameter pengaruh dan kelayakan penggunaan campuran pada dunia nyata.
Penelitian ini merencanakan campuran lapis aus (AC-WC) modifikasi dengan komposisi agregat kasar (batu split), agregat menengah (screening), agregat halus (abu batu) dan RCA. Kadar aspal optimum terbaik, Nilai skid resistance serta pengaruh limbah beton sebagai pengganti agregat kasar akan dibandingkan dengan sampel kontrol yaitu campuran lapis aus (AC-WC) dengan komposisi agregat kasar (batu split), agregat menengah (screening) dan agregat halus (abu batu). Pengujian skid resistance menggunakan alat British Pendulum Tester terhadap campuran lapis aus (AC-WC) modifikasi dan non modifikasi dengan KAO nya yaitu 9% dan 98. Berubahnya komposisi campuran lapis aus (AC-WC) mempengaruhi nilai skid resistance menjadi lebih tinggi.

In Indonesia, usually, construction waste is not put to good use. To prevent this cycle of destruction of nature, an innovation is needed. Innovations that can be a solution to the growing construction waste problems and to reduce the unwanted impacts on the environment. thus, it can be an alternative to the use of natural aggregates for road pavements that continue to thin out. This study plans the use of concrete waste as a substitute for coarse aggregates in wear-coated mixtures (AC-WC) as one of the manifestations of innovation to the solution to the problem of construction waste in Indonesia. Skid resistance testing is performed on modified wear-coated mixtures (AC-WC) as parameters of the influence and feasibility of using the mixture on the field.
This study planned a modified wear-coated mixture (AC-WC) with the composition of split stones as the coarse aggregates, screening as the intermediate aggregates, stone ash as fine aggregates and reclaimed concrete aggregates as the substitution of the coarse aggregates. The best optimum asphalt content, skid resistance value and the influence of concrete waste as a substitute for coarse aggregate will be compared with control samples, wear-coated mixtures (AC-WC) with a composition of coarse aggregate (split stone), medium aggregate (screening) and fine aggregate (stone ash). Skid resistance testing using the British Pendulum Tester tool against modified and non-modified wear-coated mixtures (AC-WC) with its KAO, namely 9% and 8%. Changes in the composition of the wear-coated mixture (AC-WC) affect the value of skid resistance to be higher.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ardimas Riyono
"Dewasa ini, penggunaan material baja untuk konstruksi jembatan sangat bervariasi jika dikaitkan dengan tipe dan kebutuhan dari bentang jembatan tersebut. Salah satunya adalah tipe jembatan busur baja. Di dalam studi ini akan dibahas mengenai pengaruh dari variasi penampang nonprismatis pada elemen pelengkung jembatan tersebut. Pengaruh tersebut ditinjau dari segi efisiensi material, kekuatan profil, serta perilaku dari struktur jembatan itu sendiri terhadap pembebanan yang diberikan. Variasi yang diberikan adalah terhadap spring-crown ratio dari pelengkung utama dengan rasio 1:1, 1:1.2, 1:1.25, 1.25:1, dan 1.2:1. Analisis dari model struktur menggunakan bantuan program SAP2000 v11. Dari analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa model dengan variasi penampang semakin mengecil di tengah dengan rasio 1.25:1, merupakan alternatif terbaik dalam studi ini.

Nowadays, the use of steel for bridge construction materials vary greatly in relation to the type and requirements of the bridge span. One of those types is steel arch bridge. In the present study, it will discuss the influence of variations in cross section for nonprismatic arch element in steel arch bridge. These effects are taking into account in terms of material efficiency, element strength, as well as the behavior of the structure of the bridge itself against given loads. The variation ini this study will be given to the spring-crown ratio of the bridge's arch with the value of 1:1, 1:1.2, 1:1.25, 1.25:1, and 1.2:1. Analysis of models use the aid from a computer's software, SAP2000 v11. The result from the analysis shown that the model with ratio value of 1.25:1 is the most recommended to be implemented on the field in this study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43324
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Riri Indriani
"Ketidaknyamanan masyarakat dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan udara yang tinggi. Ketidaknyamanan beraktivitas di kota dan daerah sekitarnya dapat disebabkan oleh kenaikan suhu, padahal kenyamanan beraktivitas di kota sangat penting karena kota adalah pusat sosial dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan indeks humidex dan indeks ketidaknyamanan untuk melihat ketidaknyamanan akibat suhu udara, selain melihat perbedaan suhu udara di siang dan malam hari yang mempengaruhi sensasi panas yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan suhu udara siang dan malam hari, adanya perbedaan antara suhu udara di udara dengan suhu udara yang dirasakan oleh masyarakat, dan tidak ada adanya hubungan antara sensasi panas yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kenaikan suhu udara. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya sensasi panas yang dirasakan oleh masyarakat walaupun hasil perhitungan kedua indeks menunjukkan adanya sensasi panas yang menyengat dan tidak nyaman beraktivitas di kota.

High temperature along with high humidity is one of many factors that causes inconvenient feeling to urban community. The increase of air temperature at daytime and nighttime could result in a education convenience in the activity of urban communities considering urban communities are residing inside a city which center of economic and social activities. This study uses humidex index and discomfort index to analyze and to correlate urban thermal sensation with discomfort sensation. Quantitative research method is used h the primary data from questionnaire and secondary data from BMKG. This study found that there is no correlation between the discomfort sensation from humidex index and discomfort index with urban community thermal sensation."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>