Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147234 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendriawan Anandaputra Soemantri
"Cryosurgery adalah salah satu jenis pengobatan medis yang digunakan untuk membunuh sel kanker yang ada di dalam maupun luar tubuh manusia dengan melakukan pendinginan secara berulang-ulang hingga mencapai temperatur pendinginan cryo pada temperatur -500ºC dan sel kanker tersebut akan mengalami frost bites. Alat cryosurgery yang sudah ada dipasaran saat ini menggunakan sistem pendinginan utama berupa nitrogen cair. Kelemahan dari sistem alat cryosurgery ini adalah bahwa nitrogen cair mudah menguap pada temperatur lingkungan, media penyimpanan nitrogen cair harus didesain khusus untuk menghindari penguapan ini dan temperatur pendinginan yang tidak terkontrol.
Tujuan dari penelitian adalah melakukan pengembangan dari alat cryosurgery yang sudah ada dengan mengganti sistem pendinginan utama dengan modul termoelektrik bertingkat dan membuktikan apakah - mekanisme sentuhan - antara modul termoelektrik bertingkat dengan probe sebagai beban dapat digunakan dalam sistem. Pengujian dilakukan dengan melakukan variasi dari material isolator casing dan temperatur CTB. Material isolator casing divariasikan menjadi dua jenis yaitu Polypropylene dan polyurethane high density sedangkan temperatur CTB divariasikan pada dua nilai yaitu 0ºC dan -10ºC.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme sentuhan antara sisi dingin modul termoelektrik dengan probe dapat digunakan sebagai sistem pendinginan utama alat cryosurgery ini.

Cryosurgery is one type of medical treatment used to destroy cancer cells that exist within and outside the human body by performing a rapid cooling until it reach the cryo cooling temperature at -500ºC and cancer cells will experience a frost bites. Cryosurgery tools that already exist in the market today use the primary cooling system of liquid nitrogen. The weakness of this cryosurgery system is that liquid nitrogen is easy to evaporate at ambient temperature, the liquid nitrogen storage must be specially designed to avoid this evaporation and cooling temperatures are not controlled.
The aim of the research to develop the cryosurgery equipment that already exist by replacing the existing main cooling system with multi-stage thermoelectric modules and prove whether the 'touches mechanism' between thermoelectric modules and probe as a load can be used in the system. Tests conducted by performing a variation of the material and the CTB temperature. Casing insulator materials were varied into two types, namely polypropylene and high density polyurethane, while the temperature was varied in the two values CTB is 0ºC and-10ºC.
Results from this study indicate that the touch mechanism between the cold side of thermoelectric module with the probe can be used as the primary cooling system of this cryosurgery equipment.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50971
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Wijayanti
"Telah di buat suatu sistem pengendali temperatur pada Heated Circulating Bath berbasis mikrokontroller.Pada sistem pemanas ini penulis menggunakan heater sebagai pemanasnya. Alat ini di kendalikan oleh mikroprosesor, di mana penulis memakai dua jenis IC Mikrokontroler yaitu AT 89S52 dan ATMega 16 yang di fungsikan untuk keypad dan ATMega 16 di fungsikan sebagai pengendali.
Untuk pengukuran besarnya temperatur penulis menggunakan termokopel tipe K di mana termokopel ini dapat mengukur hingga 1000°C. Motor DC di gunakan sebagai penggerak agar air dapat bersirkulasi. Pada alat ini penulis dapat mengendalikan temperatur yang di hasilkan oleh heater dengan cara memberikan perintah kepada pengendali melalui keypad dan nilai Daya pompa (%) tempertur(0C)dengan memasukan nilai Set Point (SP).Pengaturan kecepatan motor dengan cara memberikan daya (%).

Was Made by Temperature Control System on Heated Circulating Bath Based on Microcontroller.This system use microprocessor IC AT89S52 as keypad and ATMega 16 is used to controlling.Thermocouple has function as sensor temperature heating.
Thermocouple K type has been installed in this device, so we can arrange the temperature up to 1000°C.The operation system , after water put in device will be hot because heater was arrange by microcontroller follow to the keypad in which set point to arrange the temperature value and motor rotation according with pump power(%).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Hadi Irawan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA592
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Hadi Irawan
"Telah dibuat suatu Rancang Bangun Circulating Water Bath Temperatur Terkendali. Alat ini sering dipakai pada lab kimia. Pada sistem pemanas ini penulis menggunakan heater jenis yang mempunyai temperatur maksimum 98 °C. Alat ini dikendalikan dengan menggunakan Microcontroller dimana penulis jenis IC mikrokontroler Atmega16 yang difungsikan sebagai pengendali. Untuk pengukuran besarnya temperatur penulis menggunakan Thermoucouple jenis K, dimana Thermoucouple jenis ini dapat mengukur hingga 300 °C, sedangkan untuk sirkulasi penulis menggunakan motor DC yang dirancang sedemikian rupa hingga dapat memompa air.

Have been made a Design and Development of Circulating Water Bath Temperature In control. This Appliance is often weared by at chemical lab. At this heater system [of] writer use type heater having maximum 98 ° C. This Appliance is controlled by using Microcontroller where functioned IC Atmega16 microcontroller type writer as controller. For the measurement of the level of writer temperature use K type thermoucouple, where thermoucouple this type of can measure till 300 ° C, while for the sirkulasi of writer use designed DC motor in such a manner till can water pump."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Wijayanti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
TA679
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairiah Dewi
"Setiap pengguna panel surya ingin panel surya yang dimilikinya mampu memroduksi daya listrik sebesar mungkin. Daya listrik yang besar menunjukkan bahwa kinerja dari panel surya tersebut optimal. Untuk mengoptimalkan kinerja panel surya, pada umumnya ada tiga cara yang digunakan yaitu solar tracker, konsentrator, dan reflektor. Skripsi ini membahas tentang kinerja sebuah panel surya dengan reflektor datar. Semakin besar radiasi cahaya matahari yang terpapar pada sebuah panel surya maka daya listrik yang dihasilkan panel surya tersebut akan semakin besar. Cahaya pantul dari reflektor membuat peningkatan radiasi cahaya matahari yang terpapar pada permukaan panel surya.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pengaturan sudut reflektor dan pemilihan jenis material reflektor yang tepat membuat kinerja panel surya semakin optimal. Pada skripsi ini digunakan dua macam material reflektor, yaitu stainless steel mirror dan aluminium foil dengan variasi sudut kemiringan reflektor dari setiap material adalah 15, 30, 45, 60, dan 75 derajat. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa material reflektor yang berbahan aluminium foil lebih baik daripada stainless steel mirror.
Untuk reflektor stainless steel mirror sudut kemiringan reflektor yang menghasilkan kinerja panel surya optimum pada pagi, siang, dan sore berturut-turut adalah 75, 30, dan 60 derajat dengan kenaikan daya listrik yang dihasilkan panel surya berturut-turut adalah 21,503%, 15,481%, dan 4,564% dari kondisi panel surya tanpa reflektor sedangkan untuk reflektor aluminium foil sudut kemiringan reflektor yang menghasilkan kinerja panel surya optimum pada pada pagi, siang, dan sore berturut-turut adalah 75, 45, dan 75 derajat dengan kenaikan daya listrik yang dihasilkan panel surya berturut-turut adalah 31,581%, 12,138%, dan 22,973% dari kondisi panel surya tanpa reflektor. Penggunaan reflektor menyebabkan karakteristik dari panel surya berubah.

Solar panel user wants its solar panel is able to producing electric power as much as possible. Producing large electrical power shows that solar panel has optimal performance. To optimizing the performance of solar panel, there are generally three ways i.e. by using solar tracker, concentrator, and reflector. The focus of this study is discussing the performance of a solar panel with a flat reflektor. A larger amount of sunlight radiation exposures on a solar panel make the electric power generated by that solar panel will be greater. Reflected light from the reflector makes increasing the amount of sunlight radiation exposures on the surface of solar panel.
The measurement results show that to obtain an optimal solar panel performance, reflector tilt angle adjustment and a good reflector material sclection are required. In this study used two kinds of reflector materials, there are stainless steel mirror and aluminium foil and for each material, the reflector tilt angle will be varied at 15, 30, 45, 60, and 75 degrees. The measurement results show that aluminium foil reflector is better than stainless steel mirror reflector.
For stainless steel mirror reflector, reflector tilt angle at 75, 30, and 60 degrees respectively for morning, afternoon, and evening, produces optimum solar panel performance with increasing power output of solar panel respectively are 21,503%, 15,481%, and 4,564% from solar panel without reflector conditions. For aluminium foil reflector, reflector tilt angle at 75, 45, and 75 degrees respectively for morning, afternoon, and evening, produces optimum solar panel performance with increasing power output of solar panel respectively are 31,581%, 12,138%, and 22,973% from solar panel without reflector conditions. By using reflector, the characteristics of solar panel are changed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andara Asifa Yudiana
"Tumpahan minyak merupakan bentuk pencemaran lingkungan yang dapat disebabkan oleh aktivitas maritim berupa kegiatan downstream seperti operasi dan pengangkutan minyak dengan kapal tanker. Tindakan penanggulangan yang dapat dilakukan berupa pemberian sebuah surfaktan kimia berupa dispersan ke tumpahan minyak. Dispersan diberikan untuk mempercepat proses emulsifikasi minyak di air sehingga minyak terdispersi menjadi tetesan kecil sebesar kolom air. Efektivitas kinerja dispersan pada tumpahan minyak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti konsentrasi minyak, energi yang bekerja untuk mencampur dispersan dengan minyak berupa ombak, temperatur lingkungan dan jenis dispersan.
Dalam penelitian ini, memperlihatkan pengaruh dari variasi temperatur dan jenis dispersan terhadap efektivitas kinerja dispersan pada tumpahan minyak. Sampel minyak yang digunakan adalah crude oil dengan tipe MESLU dan sampel dispersan yang digunakan adalah MAXI CLEAN-2 dan NEO-CHEM M-405. Sumber pemanas yang digunakan adalah oven dan sumber pendingin yang digunakan adalah es batu yang ditaruh pada cooler bag.
Penelitian dilakukan dengan variasi temperatur lingkungan sebesar 16°C, 26°C dan 36°C. Waktu pengambilan sampel penelitian dilakukan selama 24 jam dengan pengambilan data dilakukan pada jam ke-3, ke-6 dan ke-24. Pengambilan sampel dilakukan pada lapisan permukaan, lapisan tengah dan lapisan dasar air. Sampel diuji dengan alat spectrophotometer UV-VIS pada gelombang 340 nm, 370 nm dan 400 nm.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dispersan dapat bekerja dengan efektif pada temperatur 26°C - 36°C. Nilai absorbansi cahaya tertinggi yaitu pada lapisan permukaan jenis dispersan soluble di air pada temperatur 26°C dengan luas area absorbansi 82.15 abs, namun luas area absorbansi cahaya terkecil terjadi pada temperatur 16?C sebesar 25.72 abs. Luas area total absorbansi cahaya terbesar berada pada temperatur 26°C dengan jenis dispersan soluble di air yaitu mencapai 133.49 abs.
Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur hingga suatu titik tertentu maka kinerja dispersan semakin efektif karena menurunnya viskositas dari minyak dan dispersan. Selain itu, jenis dispersan dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi, semakin kecil konsentrasi pengemulsi maka emulsifikasi yang terjadi semakin stabil.

Oil spills is an environmental pollution that can be caused by maritime activities in the form of downstream activities such as operations and transportation of oil ship tankers. Mitigation actions that can be done is by pouring a chemical surfactant such as dispersant to an oil spills. Dispersant is given to speed up emulsification of oil in a water so it may disperse into a small droplets of water column. Dispersant effectiveness on oil spills can be influenced by various factors such as the concentration of oil, a mixing energy to mix dispersant and oil which provided by the waves, environmental temperatures and types of dispersant.
This research shows the influence of the temperature variations and types of dispersant on the effectiveness of the dispersant performance on oil spills. Samples of the oil that is used is MESLU crude oil and sample of dispersan that is used is MAXI CLEAN 2 and NEO CHEM M 405. The heating source used is an oven and the source of refrigerant that is used is the ice cubes that placed on a cooler bag.
The research is done by varying environmental temperature at 16°C, 26°C and 36°C. Sampling was done for 24 hours while taking data at 3, 6 and 24 hours of oil disperse. Sample is taking on the top, middle and base layer of water. Samples tested with the spectrophotometer UV VIS in the wavelength at 340 nm, 370 nm and 400 nm.
This research found that dispersant can work effectively in temperatures range at 26°C 36°C. The highest value of light absorbance is on the top layer of dispersant that soluble in a water at temperature about 26°C with absorbance area 82.15 abs and the smallest light absorbance occurs on 16°C temperatures with absorbance area 25.72 abs. The largest area light absorbance is found at temperatures 26°C with type of dispersant that soluble in water with area 133.49 abs.
This proves that the higher temperature up to a certain point makes dispersant performance more effective because the decreasing viscosity of the oil and dispersant. In addition, dispersant types can affect the stability of emulsion, the smaller concentration of emulsifier makes emulsification more stable.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Irwansyah
"Cryosurgery adalah salah satu metode pengobatan yang digunakan untuk membunuh sel kanker yang ada di dalam maupun luar tubuh manusia dengan melakukan pendinginan secara berulang-ulang hingga mencapai temperatur pendinginan cryo pada temperatur -50ºC. Alat cryosurgery yang sudah ada dipasaran saat ini menggunakan sistem pendingin nitrogen cair. Kelemahan dari sistem alat cryosurgery ini adalah membutuhkan media penyimpanan harus didesain khusus untuk menghindari penguapan ini dan temperatur pendinginan yang tidak terkontrol.
Tujuan dari penelitian adalah melakukan pengembangan dari alat cryosurgery yang sudah ada dengan mengganti sistem pendinginan utama dengan modul termoelektrik bertingkat dan membuktikan apakah "mekanisme sentuhan" antara modul termoelektrik bertingkat dengan probe sebagai beban dapat digunakan dalam sistem.
Material isolator casing yang digunakan adalah polyurethane high density dengan variasi temperatur CTB yaitu 0ºC dan -10ºC. Temperatur end probe terendah yang berhasil dicapai adalah -27.24ºC. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme sentuhan antara sisi dingin modul termoelektrik dengan probe dapat digunakan sebagai sistem pendinginan utama alat cryosurgery ini.

Cryosurgery is one of medical method used to destroy cancer cells that exist within and outside the human body by performing cooling repeatedly until reaching the cryo temperature at -50ºC. Typical cryosurgery device which exist in the market usually use liquid nitrogen as cooling system. The weakness of this existing systems require specially designed container to avoid evaporation and the cooling temperature cannot be controlled.
The purpose of this research is focused on the development of cryosurgery device by replacing the existing cooling system with multistage thermoelectric cooler and proves whether the "direct contact mechanism" between the cold side of thermoelectric module with the probe can be used in the cryosurgery system.
The insulator material used on this research is polyurethane high density with variations of CTB temperature at 0ºC and -10ºC. The lowest end probe temperature achieved is -27.24ºC. Results from this research indicate that the "direct contact mechanism" between the cold side of thermoelectric module with the probe can be used as the cooling system for cryosurgery device.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50916
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ziad Abdullah
"Circulating tumor cell (CTC) adalah sel tumor yang terlepas dan bersirkulasi di pembuluh darah. Kultur CTC dapat bermanfaat untuk menentukan pengobatan yang efektif dan presisi terhadap penyakit kanker. Akan tetapi, hingga saat ini, kultur CTC masih terbatas dilakukan. Kobalt klorida dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel tumor dalam kultur in-vitro. Namun, kobalt klorida belum pernah digunakan dalam mengultur CTC kanker kolorektal. Oleh karena itu, optimasi konsentrasi CoCl2 dalam mengultur CTC kanker kolorektal penting untuk dilakukan. Parameter yang dapat digunakan dalam optimasi tersebut adalah viabilitas dan jumlah agregasi CTC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan beberapa konsentrasi CoCl2 (100 dan 150 μM) terhadap viabilitas dan jumlah agregasi CTC kanker kolorektal. Dalam penelitian ini, isolat hasil eritrolisis dikultur dalam medium dengan berbagai konsentrasi CoCl2 (0, 100, dan 150 μM). Kultur kemudian dikonfirmasi dengan immunofluorescence staining menggunakan CK20, PLS3, dan DAPI untuk mengonfirmasi keberadaan CTC kanker kolorektal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ketiga kultur terkonfirmasi mengandung CTC kanker kolorektal. Viabilitas dan jumlah agregasi sel kultur dari yang paling tinggi ke paling rendah teramati pada perlakuan 0, 100, dan 150 μM CoCl2. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi CoCl2 tidak dapat meningkatkan viabilitas dan jumlah agregasi CTC kanker kolorektal.

Circulating tumor cells (CTCs) are tumor cells that have detached from the primary tumor and circulate in the bloodstream. Culturing CTCs can be beneficial in determining the effective and precise treatments for cancer. However, until now, CTCs culture is still very rare to be successfully done. Cobalt chloride has been reported to enhance tumor cell growth in in-vitro culture, but it has not yet been used to culture colorectal CTCs. Therefore, optimizing the concentration of CoCl2 in culturing colorectal CTCs is essential. Parameters that can be used in this optimization include the cell viability and the aggregates number of CTC. This study aims to investigate the effect of adding different concentrations of CoCl2 (100 and 150 μM) on the aggregates number and cell viability of colorectal CTCs. In this study, isolates obtained from erythrolysis were cultured in a medium with various concentrations of CoCl2 (0, 100, and 150 μM). The cultures were then confirmed with immunofluorescence staining using CK20, PLS3, and DAPI to confirm the presence of colorectal cancer CTCs. Based on the results, all three cultures were confirmed to contain colorectal cancer CTCs. The viability and number of cell aggregates in the culture were observed to be highest at 0 μM, followed by 100 μM, and lowest at 150 μM CoCl2. Based on this study, it can be concluded that the addition of CoCl2 concentrations does not increase the viability and number of aggregates of colorectal cancer CTCs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ziad Abdullah
"Circulating tumor cell (CTC) adalah sel tumor yang terlepas dan bersirkulasi di pembuluh darah. Kultur CTC dapat bermanfaat untuk menentukan pengobatan yang efektif dan presisi terhadap penyakit kanker. Akan tetapi, hingga saat ini, kultur CTC masih terbatas dilakukan. Kobalt klorida dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel tumor dalam kultur in-vitro. Namun, kobalt klorida belum pernah digunakan dalam mengultur CTC kanker kolorektal. Oleh karena itu, optimasi konsentrasi CoCl2 dalam mengultur CTC kanker kolorektal penting untuk dilakukan. Parameter yang dapat digunakan dalam optimasi tersebut adalah viabilitas dan jumlah agregasi CTC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan beberapa konsentrasi CoCl2 (100 dan 150 μM) terhadap viabilitas dan jumlah agregasi CTC kanker kolorektal. Dalam penelitian ini, isolat hasil eritrolisis dikultur dalam medium dengan berbagai konsentrasi CoCl2 (0, 100, dan 150 μM). Kultur kemudian dikonfirmasi dengan immunofluorescence staining menggunakan CK20, PLS3, dan DAPI untuk mengonfirmasi keberadaan CTC kanker kolorektal. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ketiga kultur terkonfirmasi mengandung CTC kanker kolorektal. Viabilitas dan jumlah agregasi sel kultur dari yang paling tinggi ke paling rendah teramati pada perlakuan 0, 100, dan 150 μM CoCl2. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi CoCl2 tidak dapat meningkatkan viabilitas dan jumlah agregasi CTC kanker kolorektal.

Circulating tumor cells (CTCs) are tumor cells that have detached from the primary tumor and circulate in the bloodstream. Culturing CTCs can be beneficial in determining the effective and precise treatments for cancer. However, until now, CTCs culture is still very rare to be successfully done. Cobalt chloride has been reported to enhance tumor cell growth in in-vitro culture, but it has not yet been used to culture colorectal CTCs. Therefore, optimizing the concentration of CoCl2 in culturing colorectal CTCs is essential. Parameters that can be used in this optimization include the cell viability and the aggregates number of CTC. This study aims to investigate the effect of adding different concentrations of CoCl2 (100 and 150 μM) on the aggregates number and cell viability of colorectal CTCs. In this study, isolates obtained from erythrolysis were cultured in a medium with various concentrations of CoCl2 (0, 100, and 150 μM). The cultures were then confirmed with immunofluorescence staining using CK20, PLS3, and DAPI to confirm the presence of colorectal cancer CTCs. Based on the results, all three cultures were confirmed to contain colorectal cancer CTCs. The viability and number of cell aggregates in the culture were observed to be highest at 0 μM, followed by 100 μM, and lowest at 150 μM CoCl2. Based on this study, it can be concluded that the addition of CoCl2 concentrations does not increase the viability and number of aggregates of colorectal cancer CTCs."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>