Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91340 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurdin Eppendi
"Desain sistem irigasi adalah usaha rekayasa memaksimalkan ketersedian air untuk memenuhi kebutuhan air sesuai dengan pola tanam yang diinginkan. Penentuan pola tanam ini selain dipengaruhi oleh kondisi geografis dan iklim juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi pertanian, seperti potensi keuntungan petani. Jika situasi ekonomi berubah, maka pola tanam akan menyesuaikan diri agar petani mendapatkan keuntungan yang tertinggi dengan mengubah pola tanam. Perubahan pola tanam ini akan merubah kebutuhan air total irigasi atau gross irrigation requirement (GIR) dalam satu tahun. Kodisi perubahan pola tanam ini terjadi di Daerah Irigasi Pemali bawah, Kabupaten Brebes. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah analisa sebagai dampak dari perubahan pola tanam tersebut terhadap infrastruktur irigasi supaya secara teknis sistem irigasi tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Irrigation systems design is about to find engineer solution to maximize water availability to fulfill cropping demand. The pattern cropping is determined not only by geographical and climate condition but also by profit potential yield by the selected pattern too. As such, economics condition will change the preference cropping pattern and the new cropping pattern requires new determination of gross irrigation requirement and new set of irrigation structure. This final project reviews on irrigation infrastructure system in Pemali Bawah Irrigation System, Brebes Regency, due to the change of cropping pattern driven by economic change."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50479
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ganis Syahfitri
"Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Rawa Pasang Surut Karang Agung Hilir yang berada di dalam wilayah Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Musi Banyuasin. Tujuan dilakukannya penelitian ialah untuk menganalisis pengaruh pasang surut terhadap pola tata tanam, kebutuhan air dan ketersediaan air eksisting. Berdasarkan data rencana tata tanam dari Dinas PSDA Provinsi Sumatera Selatan terdapat dua kali masa tanam yang dapat ditanami padi-padi, palawija-palawija dan tanaman keras (kelapa). Pada penelitian ini dilakukan analisis berdasarkan kondisi eksisting dan analisis hidrotopografi dengan menggunakan Arc-Map dan MOD-LSQ. Pada kondisi eksisting ketersediaan airnya hanya dipengaruhi oleh curah hujan sehingga mengalami defisit sedangkan berdasarkan hasil analisis hidrotopografi, Daerah Irigasi Rawa Karang Agung Hilir terbagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C. Melalui neraca air dapat diketahui bahwa lahan pasang surut tipe A dan B terjadi surplus karena dipengaruhi oleh tinggi muka air dari pasang surut Muara Sungai Lalan. Sementara itu, untuk lahan pasang surut tipe C terjadi defisit karena lahan tidak terluapi air pasang sepanjang tahun dan tanah di D.I.R Karang Agung Hilir mengandung gambut sebesar 50≤100 cm dan tergolong masam hingga sangat masam karena memiliki kisaran pH 3,50-5,45. Kedalaman piritnya termasuk kedalam kategori dangkal hingga sedang.

This research was conducted in the Karang Agung Hilir Tidal Swamp Irrigation Area which is located in the Banyuasin Regency and Musi Banyuasin Regency. The purpose of the study was to analyze the effect of tides on cropping patterns, water requirements and water availability. Based on the data cropping-pattern plan from the Dinas PSDA Sumatera Selatan, There are two planting periods that can be planted with paddy-paddy, palawih=ja-palawija and coconut. In this study, analysis was carried out based on existing conditions and hydrotopographic analysis using Arc-Map and MOD-LSQ. In the existing condition, the availability of air is only influenced by rainfall so that it experiences a deficit based on the results of hydrotopographic analysis, the Karang Agung Hilir Swamp Irrigation Area is divided into three types, namely A, B and C. Through the water balance it can be seen that the tidal land types A and B are surplus. because it is influenced by the water level from the ebb and flow of the Lalan River Estuary. Meanwhile, for tidal land type C, there is a deficit because the land is not flooded with tidal water throughout the year and the soil in Karang Agung Hilir DIR contains peat of 50-100 cm and is classified as acidic to very acidic because it has a pH range of 3.50-5.45. . The depth of the pyrite belongs to the shallow to medium category."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlisa Oktiani
"Ketahanan pangan merupakan isu penting dalam mengukur kesejahteraan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah infrastruktur. Dalam aturan hubungan keuangan pusat dan daerah, belanja infrastruktur pelayanan publik ditetapkan memenuhi komposisi 40% dari APBD. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara infrastruktur jalan dan irigasi dengan ketahanan pangan. Namun agar lebih komprehensif, penelitian ini juga mempertimbangkan variabel lainnya. Dengan menggunakan 508 kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2018-2021, penelitian ini menjawab pertanyaan tentang pengaruh pembangunan jalan dan irigasi terhadap ketahanan pangan secara keseluruhan pada tingkat yang lebih kecil. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Generalized Method of Moments dan diperoleh hasil bahwa pembangunan jalan dan irigasi dapat meningkatkan ketahanan pangan di kabupaten dan kota di Indonesia. Selain itu, PDRB, akses sanitasi, dan akses air minum juga berperan dalam menentukan tingkat ketahanan pangan nasional.

Food security is an important issue in measuring people's welfare. One of the factors that affect food security is infrastructure. In terms of central and regional financial relations regulations, expenditures for public service infrastructure are set to meet the composition of 40% of the regional government budget. This research was conducted to see the relationship between road, irrigation and food security. However, to be more comprehensive, this research also considers other variables. By using 508 kabupaten and kota in Indonesia in 2018-2021, this research answers the question of the effect of road and irrigation construction on overall food security at a smaller level. This research was conducted using Generalized Method of Moments and obtained the results that road and irrigation construction can improve food security in kabupaten and kota in Indonesia. In addition, GRDP, sanitation access, and water access also play a role in determining the level of national food security"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2005
S34126
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kasihisa Hervani
"Indonesia memiliki potensi besar untuk mejadi pemimpin di Kawasan Asia dan infrastruktur memiliki peranan yang penting. Terdapat beberapa sektor infrastruktur yang utama diantaranya adalah infrastruktur pengolahan limbah, air bersih, dan irigasi. Sektor tersebut termasuk dalam sektor utama karena merupakan kebutuhan dasar kelangsungan hidup manusia. Kondisi infrastruktur di Indonesia yang belum memadai menjadi hambatan dari potensi tersebut. Hal tersebut tergambar dari sudut pandang masyarakat terhadap infrastruktur di Indonesia melalui hasil survey dengan kuesioner online oleh lembaga Saatnya Didengar dan juga dari literatur – literatur yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi permasalahan dan penentuan solusi dari permasalahan di sektor infrastruktur pengolahan limbah, air bersih, dan irigasi di Indonesia tersebut dengan menganalisis komentar masyarakat dari hasil survey dengan menggunakan metode analisis konten untuk pengolahan datanya. Metode tersebut dipilih karena data yang diolah merupakan data teks yang bersifat kualitatif.
Melalui penelitian ini, didapatkan hasil permasalahan untuk sektor infrastruktur pengolahan limbah sebanyak 43 permasalahan yang dikelompokan ke dalam 8 kategori dengan permasalahan utama banjir dan kategori permasalahan dengan suara terbanyak adalah pencemaran, kerusakan lingkungan, dan gangguan kesehatan akibat limbah dan sampah serta didapatkan 70 solusi dengan suara terbanyak dari masyarakat untuk solusinya adalah menambah tempat pembuangan sampah. Untuk sektor infrastruktur air bersih, hasilnya terdapat 31 permasalahan dengan masalah utama daerah tertentu kesulitan mendapatkan air bersih. Permasalahan tersebut dikelompokan ke dalam 10 kategori permasalahan dengan kategori permasalahan utamanya adalah kekurangan air bersih. Selain permasalahan, dihasilakn juga 40 solusi dengan solusi utama menurut masyarakat adalah dengan menambah pasokan air bersih. Pada sektor terakhir yaitu sektor infrastruktur irigasi, dihasilkan 35 permasalahan dengan masalah utama kekurangan air atau kekeringan ketika kemarau. Untuk kategori permasalahannya, terdapat 8 kategori dengan dua buah kategori permasalahan utama yang memiliki jumlah suara sama yaitu kurangnya sumber air untuk irigasi dan kondisi infrastruktur irigasi yang telah dibangun kurang memadai. Solusi yang dihasilkan pada sektor ini sebanyak 43 solusi dengan solusi utama adalah membangun infrastruktur irigasi yang lebih baik.

Indonesia has a great potential to become a leader in Central Asia and the infrastructure has an important role to it. There are some major infrastructure sectors include waste treatment infrastructure, clean water, and irrigation. The sectors included in the primary sector because it is a basic need of human survival. The condition of infrastructure in Indonesia is not adequate become a bottleneck of this potential. This is reflected from a community perspective to the infrastructure in Indonesia through a survey with a questionnaire method with online way by the agency Saatnya Didengar and also of the existing literatures. Therefore, it is necessary to identify the problem and finding the solution of the problems in the waste treatment, clean water, and irrigation infrastructure sectors in Indonesia by analyze Indonesian people’s comment from the results of the survey by using content analysis to data processing. The method chosen for the processed data because the form of data is a text data that are qualitative. Results from this study is the conclusion that contains the solution of problems in the sector of waste treatment, clean water, and irrigation infrastructures.
Through this research, the problems for the waste treatment infrastructure as many as 43 issues which are being grouped into 8 categories with the main problem is flooding and the category of the problem with the most votes is pollution, environmental damage and health problems caused by waste and garbage and obtained 70 solutions with most opinions from the society to the solution is to add more trash can an landfills for the garbage. For clean water sector of infrastructure, the results there are 31 problems with the major problem is certain regions are having trouble of getting clean water. Those problems are being grouped into 10 categories of problems with the category of the key problems is the lack of clean water. In addition to the problems, also produced 40 solutions with the main solution according to the Indonesian people’s opinion is to increase the supply of clean water. In the last sector which is the irrigation sector of infrastructure, produced 35 issues with a major problem is water shortage or drought when dry. For the category of the problem, there are 8 categories with two categories of major issues that have the same number of votes, they are the lack of water sources for irrigation and irrigation infrastructures which has been built are less than adequate. The resulting solution in this sector as much as 43 solutions with the main solution is to build better infrastructure for irrigation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Adhanur Rahman
"ABSTRAK
Kabupaten Karawang merupakan lumbung padi di Jawa Barat dengan luasan sawah irigasi 90.235 hektar dengan sumber irigasi berasal dari Waduk Jatiluhur. Tahun 2015 merupakan tahun kering berdasarkan dari kebutuhan irigasi yang tinggi saat musim kemarau mulai bulan Juni hingga Oktober. Penelitian ini dilakukan untuk mengindentifikasikan wilayah kekeringan padi sawah dengan menggunakan Normalized Difference Water Index (NDWI) serta untuk mengetahui efektivitas irigasi Waduk Jatiluhur di tahun 2015. Metode yang digunakan adalah pengolahan data citra landsat 8 dan survei lapang pada golongan tanam. Hasil penelitian menyatakan bahwa NDWI tidak hanya dapat mengindektifikasikan kekeringan namun dapat mengindentifikasikan sawah yang membutuhkan air dan yang terpenuhi irigasi. Efektivitas irigasi Waduk Jatiluhur terbagi menjadi 2 klasifikasi yaitu wilayah efektif sebesar 82,83% dan wilayah tidak efektif sebesar 16,17%.

ABSTRACT
Karawang is a rice barn in West Java with an irrigated rice area 90.235 hectares which irrigation resources from Jatiluhur Reservoir. 2015 was a dry year based on high needs for irrigation during the dry season from June to October. This study was conducted to identify the drought area of paddy by using the Normalized Difference Water Index (NDWI) and to investigate the effectiveness of irrigation Jatiluhur Reservoir in 2015. The study states that the NDWI not only can identify drought but it can identify the fields that require water and irrigation fulfilled. Jatiluhur irrigation effectiveness divided into two classifications, namely the effective area of 82.83% and the area was not effective of 16,17%."
2016
S63496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnayetti
"Pengelolaan sistem irigasi merupakan kegiatan yang demildan luasnya, dimana menyangkut bangunan fisik yang komplek; dan kelompok manusia, pada dasamya sangat tergantung pada keijasama. Tugas-tugas penting dalam irigasi seperti memperoleh, mengalokasikan, dan mendistribusikan air, porsi kegiatannya setara antara sosial dan teknis, jadi mengelola irigasi adalah domain yang tepat untuk menguji kapital sosial (Uphoff, 2000; 2002).
Sistem irigasi Bandar Halim semenjak dibangun kembali oleh pemerintah memiliki dualisme pengelolaan antara pemerintah dan petani. Pengelolaan oleh pemerintah mulai dari bendung sampai saluran utama sedangkan petani pada saluran tertier dan lahan usaha tani. Hal ini membawa permasalahan tersendiri karena dengan masuknya pemerintah, jaringan keija dan kesepakatan-kesepakatan antar individu petani menjadi terpecah-pecah ke kelompok-kelompok kecil. Keadaan ini dampak dari pelaksanaan program secara sentralistik. Walaupun begitu petani tetap eksis menyelenggarakan pengelolaan irigasi untuk menunjang perekonomian mereka, dengan memfungsikan sistem julo-julo sebagai kapital sosial tradisional masyarakat. Untuk itu dilaksanakan Studi tentang praktik pengelolaan irigasi masyarakat guna mencari peluang pelaksanaan sinerjistik komplementer antara pemerintah dan petani untuk direkomendasikan.
Untuk menemukan jawaban, data dikumpulkan melalui studi dokumentasi, pengamatan partisipatif, dan wawancara mendalam terhadap inforrnan-informan kunci yaitu: pejabat irigasi mulai dari tingkat propinsi, kabupaten, wilayah, dan petugas lapangan, serta pengurus organisasi P3A dan petani. Kcmudian aparat penyuluh pertanian lapangan (PPL), aparat Nagari, pemuka masyarakat, dan masyarakat biasa, data dianalisis secara kualitatif.
Studi ini menemukan bahwa sistem julo-julo merupakan kapital sosial yang handal dalam praktik pengelolaan irigasi di tingkat petani. Sebab sistem ini kaya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diperlukan dalam pengelolaan suatu sistem irigasi, yang diturunkan dari tradisi adat dan merupakan pandangan hidup rnasyarakat. Nilai persamaan dan kebersamaan yang melahirkan norma-norma keadilan, tanggung jawab dan solidariras, yang dimanifestasikan dalam pola awak sumo awak dan Iamak dek awak katuju dak urang, memfasilitasi pelaksanaan semua tugas-tugas panting irigasi seperti perolehan air, alokasi air, pemeliharaan, mobilisasi sumberdaya dan manajemen, serta resolusi konflik. Dari nilai-nilai tadi muncul rasa saling percaya dan solidaritas yang tinggi dan mampu memunculkan kesadaran kelompok individu, hal inilah penyebab eksistensi irigasi di tingiat petani sampai sekarang untuk menunjang perekonomian mereka.
Sementara itu di daerah wewenang pemerintah, pelalusanaan berdasarkan prosedur umum dari atas ditambah dengan keterbatasan jumlah petugas lapangan dibanding luas wilayah kerja, serta berlapisnya birokrasi pembina irigasi, kesemuanya berdampak pada kurang intensnya interaksi dan kornunikasi yang merupakan faktor penting dalam pembangunan relasi. Terutama sekali di batas wilayah wewenang pemerintah dan petani (daerah pintu bagi tertier), pelaksanaan berjalan tidak menurut prosedur dan tanpa kesepakatan yang jelas antara pctugas dan petani, Serta tidak ada kontrol dan sanksi bagi yang melanggar aturan. Semuanya itu berdampak pada cepatnya laju penurunan kondisi fisik.
Keunggulan konsep kapilal sosial julo-julo adalah karena tindakan individu dan pembangunan relasi antar individu lebih didasarkan atas pertimbangan moral, bukan atas keadilan penyebaran reward dan swa kepentingan. Kepercayaan dan solidaritas muncul dari ikatan moral dan emosional sehingga mampu menjaga keberlangsungan kerjasama terutama dalam tugas-tugas rutin irigasi, dalam bentuk rantai ikatan yang menjaga lancarnya kegiatan dalam skala luas (wilayah wewenang pelani). Sedangkan konsep kapital sosial yang didukung oleh para ahli diantaranya Uphoff dan Coleman, tindakan individu didasarkan atas pertimbangan swa kepentingan, pembangunan relasi atau kerjasama tak obahnya sebagai penyatuan swa kepentingan, karena tidak mampu diatasi atau dicapai secara individual. Kepercayaan merupakan hasil rasionalitas kalkulasi manfaat maksimal pembuatan jaringan, seterusnya norma dan nilai akan muncul apabila terdapat keadilan penyebaran reward. Hal inilah yang membedakan dengan konsep kapital sosial julo-julo, sehingga teori kapital sosial Uphoff dan Coleman kurang mampu menjelaskan temuan lapangan secara lebih dalam.
Regulasi dan aturan fomlal lainnya serta tata pelaksanaan sentralistik, tidak berkualitas untuk dijadikan sebagai sumber lcapital sosial di level makro sehingga tidal: mempunyai kekuatan untuk membangun relasi yang bersifat sinerji antara pemerintah dan masyarakat. Relasi sinerji menghendaki pembagian kerja seimbang (koproduksi) dan saling mendukung antara kedua belah pihak secara komplementer. Dampak pengelolaan sentalistik terhadap kemunduran jaringan fisik dan organisasi, serta melemahnya kapital sosial masyarakat yang seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk mendulcung program pembangunan nasional. Oleh sebab itu aturan-aturan formal yang bersifat umum dari pemerintah perlu didampingi dengan aturan-aturan informal masyarakat, agar praktik pengelolaan irigasi terselenggara dengan ketat dan lancar. Sehingga dapat dicapai efisiensi dan efektihtas, serta menyentuh sampai ke level mikro (masyarakat).
Implikasi teoritik dari temuan menyatakan bahwa nilai persamaan dan kebersamaan yang turun dari idiologi dan tradisi adat yang dilmplementasikan dalam rasa solidaritas dan altruism menciptakan watak kerjasama yang mempertimbangkan kepentingan bersama, serta kesadaran kelompok pada individu. Rasionalitas atas pertimbangan rasa persamaan dan kebersamaan dapat rnenggalang kekuatan masyarakat secara bersama untuk mencapai tujuan bersama maupun menanggulangi permasalahan bersama. Kekuatan ini mampu menangkal kekuatan dari luar yang memaksakan pembahan mendasar pada tatanan sosial. Terbukti dengan perubahan mendasar pada sistem irigasi masyarakat semenjak dikelola oleh pemerintah, tetapi petani tetap bertahan dengan sistem mereka.
Berdasarkan temuan diajukan rekomendasi sebagai berikut: praktis: pembagian kerja antara petugas dan petani dalam aturan formal (prosedur PU dan AD&ART) yang bersifat umum perlu didampingi dengan aturan informal masyarakat sebagai sumber kapital sosial lokal, sebab pengelolaan irigasi di suatu daerah tidak terlepas dari kebiasaan-kebiasaan atau tradisi adat setempat. Potensi lokal ini dapat digunakan sebagai penunjang pembangmman nasional. Kebijakan: pembuatan regulasi diharapkan berpotensi menjadi sumber kapital sosial di level makro dan lata pelaksanaan oleh pemerintah menguatkan, sehingga mampu menyentuh sarnpai ke level mikro. Dengan begitu memberi peluang pada masyarakat untuk ikut berpartisipasi sebagai mitra dari pemerintah.
Rekomendasi model pengelolaan irigasi di Sumbar adalah dengan mengintegrasikan kelompok hamparan dengan sistem julo-julo ke dalam praktik pengelolaan kesatuan wilayah irigasi, untuk mengisi kekosongan peran akibat kurangnya tenaga petugas lapangan. Nagari diberi otonomi hak dan wewenang dalarn bertindak dan mengambil keputusan sehubungan dengan irigasi di daerahnya, karena Nagari merupakan bagian dari masyarakat lrigasi tersebut.

Irrigation management is one of the most widespread of human activities, and one intrinsically dependent upon cooperation. The uniformity of water as a resource and the ubicuity of gravity as force of nature make this is a good domain in which to look for general phenomena and relationships. Moreover, the essential tasks of acquiring, allocating and distributing water are as social as they are technical, so inigation management is an appropriate domain in which to examine social capital (Uphoff, 2000; 2002).
Bandar Halim irrigation systems, since being redeveloped by the government has dualistic management between the government and the farmers. Government management responsibility of the irrigation system starts from the weir to the main canal, and local authorithies under farmer management is Bom tertiary canal to their farrns. This dualistic management system brings some of its own problems with the entry of the government in its management. The system becomes disjointed or fragmented (breaking up into small units). The community based irrigation system causes the breakdown of its traditional social network and social commitment. This is the impact of the centralistic management.
However, the farmers succeed in managing their irrigation systems by using the traditional julo-julo system as a source of local social capital not only protect but that the improve their income. That is why this Study of the practical management of the community- based irrigation, an opportunity to complement the synergistic strength of management between the government and farmers is proposed as recommendation.
To acquire the data, the study uses documents, participant observations, indepth interviews from key informants such as persons in charge of irrigation institutions from, the provincial to lowest level, that is the person who works closely with the farmers and the water user organizations (PBA). Information obtained from the key informants in the community such as the Nagari informal leaders, and people in general. This research and analysis are descriptive qualitative in nature.
The study finds that the julo-julo system is a viable social capital in the practical irrigation management at the farmers level. This is because the juio-juio system is rich with social values and norms needed to manage an irrigation system, these norms and values deriving from the customary tradition is the way of life of the local society. The value of social cohesion (persamaan) and tagerherrress (lcebersamaan) produced social norms such as justice, responsibility, and solidarity that manifest in the awak some awak and Iama/c dek awrrk, katuju delc rrrang systems, that facilitate all essential management tasks of irrigation such as water acquisition, water allocation, maintenance, resource mobilization and management, and conflict resolution. These values also create mutual trustworthness and solidarity that build collective conscience of the individuals. All these aspects of the existing irrigation management system at the farmers level are found to the supportive of their economy.
While, at the govemmental authority level, its management is based on general procedures (formal rules), with minimum number of field ofEcials compare to its large working area, and intractable irrigation supervision bureaucracy results in the lack of interaction and communication that is an essential factor to build good relations. Especially, the division of responsibility between government and farmer (tertiary box area), the management is carried out without formal procedures and clear social commitment between field officials and farmers, there is no control or sanction on those who break the rules. All these impact on the degradation of the physical conditions of the irrigation system.
The capability of the social capital of the julo-julo is that individual action and relations built among individuals are on moral considerations, not only just reward sharing and self interest. Beliefs and solidarity exist from moral and emotional ties that make them to he able to sustain cooperation,/networl-ring, especially in routine tasks of irrigation operation in the form of social ties that cover a vast area. The social capital concept as elaborated by Uphoff (2000, 20002) and Coleman (2000), individual action based on consideration of self interest, relations built or cooperation such a unity of self interest, because the people could not achieve the means to resolve their individual problem. Their belief is produced by a rational calculation about maximal use of social networking, such that norms and values will exist if there is just distribution of reward. The social concept by Uphoff and Coleman thus could not explain our more indepth and widespread field Endings.
Regulations and other fonnal rules with centralistic govemance program, are not able to be a resource of social capital at the macro level at it is powerless to build synergistic relations between the government and society. Synergistic relations need clear labor differentiation as coproduction to mutually support each other in a complenrantary manner. The impact of the centralistic management is the deterioration of the physical inigation construction and its organization. The strength of the local social capital can actually be used for national development. Therefore, the general formal mles from the government need to be accompanied by societal informal rules, so that the management of the inigation will be sh'ict and effective and efficient. Whwn this is achieved its benefits will be felt by the community.
The theoretical implication from our study findings suggest that the value of the social cohesion and togetherness stemming from the local ideology and customary traditions that were found in the feelings of solidarity and altruism result in the cooperative character that take into account mutual interest, as well as collective conscience to the individual. The rationality on mutual interest and togetherness is able to mobilize the strength of the community to achieve their common objective or overcome their mutual problems. This community strength is able to overcome expand its influence that may threaten or change the local social structure. Even though with the basic change in the management system carried out by the govemment, the farmers are still able to continue to maintain their local system of management.
The recommendations of study are in practical and policy recommendations as follows : Practical recommendation: differentiation of labor between government and farmer in formal rules (procedures of government) that are general needs to be accompanied by societal informal rules as a local social capital resource, as the irrigation management in one area cannot be in isolation or out of context of every day habits or customary traditions. This local indigenous because the management of irrigation in one area cannot be separated from. This local indigenous wisdom could used to facilitate national development. Policy recommendation: the govemment has to make irrigation regulations as a potential social capital resource at the macro level and governance by strengthening its regulatory structure or framework management, such that they can have as effect at the micro level, thus providing the opportunity for the local community to participate as a effective partner.
For West Sumatera as a whole, the study recommends the integration of this irrigation management model into the surrounding adjacent areas with the ,info-julo system in the practice of a wide areal irrigation system to fill the lack of Held manpower. The Nagari should be given the autonomy rights and responsibility to take action and decision conceming irrigation matter in their distr-ics because the Nagari represents an integral part of the West Sumatera irrigation community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D823
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pera Meliyanti
"Waduk Sermo merupakan salah satu waduk yang memiliki peran penting dalam penyediaan sumber air irigasi pada daerah irigasi Kalibawang. Fluktuasi debit di musim penghujan dan kemarau menunjukkan berkurangnya infiltrasi yang disebabkan peningkatan lahan kedap air (impervious cover) akibat perubahan tata guna lahan yang terus terjadi pada daerah tangkapan air waduk Sermo menjadi permasalahan utama yang mengancam ketersediaan air irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap perubahan ketersediaan air irigasi waduk dan pola tanam pada daerah irigasi yang terlayani waduk Sermo. Tahapan analisis diawali dengan deliniasi daerah aliran sungai (DAS) untuk mengidentifikasi spesifik karakteristik hidrologis DAS. Selanjutnya melakukan analisis peta tata guna lahan tahun 2010, 2020 serta berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Kulonprogo dan skenario untuk mengetahui luas perubahan tata guna lahan pada daerah aliran sungai (DAS) dan mendapatkan nilai CN (curve number) yang mengindikasikan kondisi lahan kedap air. Pemilihan tahun hujan dengan probabilitas 80% dengan menggunakan metode Weibull digunakan sebagai salah satu input dalam menghitung debit andalan menggunakan tools HEC-HMS dan metode FJ Mock. Guna menentukan rekomendasi pola tanam sesuai ketersediaan air, dilakukan perhitungan kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tanam eksisting tahun 2020 dan analisis neraca air untuk mengidentifikasi kondisi surplus dan defisit air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase luas lahan kedap air (impervious cover) meningkat menjadi sebesar 29,18% pada tahun 2020. Adanya perbedaan yang signifikan antara debit andalan pada bulan basah dan bulan kering. Pada tahun 2020, debit andalan tertinggi tercatat pada bulan April sebesar 52,81 m³/s dan terendah pada bulan Oktober sebesar 0,32 m³/s. Hasil perhitungan neraca air menunjukkan bahwa adanya defisit air pada bulan akhir jadwal tanam padi (Juni dan Juli) serta bulan-bulan kering (Januari hingga Oktober) saat masa tanam palawija yang ada pada daerah irigasi. Alternatif pola tanam yang diajukan adalah padi-padi-palawija. Guna menghindari kekurangan air pada jadwal tanam padi maka awal masa tanam II digeser ke bulan Maret, sehingga periode masa tanam I antara bulan November hingga Februari, masa tanam II adalah antara bulan Maret hingga Juni serta masa tanam III antara bulan Juli hingga Oktober.

Sermo dam is one of the essential dam in providing irrigation water for Kalibawang irrigation area. Fluctuations in discharge in the rainy and dry seasons indicate a decrease in infiltration caused by an increase in impervious cover due to changes in land use that continue to occur in the Sermo reservoir catchment area, which is the main problem that threatens the availability of irrigation water. This study aims to analyze the effect of land use changes on availability of reservoir irrigation water and crop planning in irrigated areas served by the Sermo reservoir. The analysis stage begins with watershed deliniation to identify specific hydrological characteristics of the watershed. Furthermore, conducting an analysis of the land use map in 2010, 2020 and based on the spatial and regional planning (RTRW) of Kulonprogo Regency and scenarios to determine the area of land use changes in watersheds and get a CN (curve number) value indicating the condition of the impervious cover. The selection of rainy years with a probability of 80% using the Weibull method is used as one of the input in calculating the dependable discharge using hec-hms tools and FJ Mock method. In order to determine the recommendations for crop planning according to water availability, irrigation water needs are calculated based on existing crop patterns in 2020 and water balance analysis to identify water surplus and deficit conditions. The results showed that the percentage of impervious cover increased to 29.18% in 2020. There is a significant difference between the dependable discharge in the wet month and the dry month. In 2020, the highest discharge was recorded in April at 52.81 m³/s and the lowest in October at 0.32 m³/s. The results of the water balance calculation show that there is a water deficit in the final month of the rice planting schedule (June and July) as well as the dry months (January to October) during the planting period of palawija in irrigated areas. The alternative planting pattern proposed is padi-padi-palawija. In order to avoid water shortages in the rice planting schedule, the beginning of planting period II is shifted to March, so that the planting period I is between November and February, the planting period II is between March to June and the planting period III is between July and October."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>