Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nana Kartika Sari
"Selama ini tolak ukur segmentasi pasar yang umum digunakan adalah berdasarkan demografi, geografi, behavioristik, dan psikografi. Tetapi dengan semakin kompleksnya teknologi yang ada telah membuat perubahan gaya hidup masyarakat. Perubahan ini mendorong pakar-pakar riset pemasaran dan ahli tingkah laku manusia untuk memformulasikan pola kategorisasi segmentasi pasar yang baru berbasiskan nilai-nilai teknologi, dikenal sehagai teknografi. Teknografi membuat segmen terkategorisasi atas dasar nilai nilai keinginan, dan kemampuan untuk menginvestasikan dalam hal teknologi. Teknografi diperkenalkan oleh Forester berdasarkan penelitiannya yang dilakukan di Cambridge, Massachusetts yang menyimpulkan bahwa teknografi mempengaruhi molivasi konsumen dalam rnembeli dan menggunakan teknologi. Dengan teknogrnfi, pasar dapat terhagi-bagi alas segmen neoheartminders, traditionalist, fast forward. techno strivers, hanshakers, mouse potatoes, gadged grahers, media junkies, cyber-snobbs, x-tech, country clubbers, dan srdeline­ zitizens. CDMA (Code Division Multiple Access) yang merupakan altematif layanan jaringan telepon selular selain GSM (Global System for Mobile...

The market segmentation comonly used are based on demographics, geographies, behavioristics, and psychographies. But, technology advancements shift the society's lifestyle. These changes drives market research expert and behaviorist to formulating new market segmentation category based on technology values, named technographics. Technographics segmentize society based on motivation, want. and ability to Invest in technology values. Technographics was introduced by Forester based on his research done in Cambridge, Massachusetts which conclude technographics influences consumer motivation in buying and using of technology. Technographics divided the market into neoheartminders, traditionalist, fast forward, techno strivers, hanshakers, mouse potatoes, gadged grabers, media junkies, cyber-snobbs, x-tech, country clubbers, dan sideline-citizens. CDMA (Code Division Multiple Access) is an alternative to GSM (Global System for Mobile communication) CDMA is relatively new in Indonesia and recent time has been deployed in several areas within Indonesia teri1ory. CDMA, with has better technology than GSM, it predicted having large market opportunity. This research is focused on figuring out the size of market..."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S50144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Risyunirianto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S38008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Wahyuli
"ABSTRAK
Salah satu kunci keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya adalah karena kemampuannya dalam mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen. Segmentasi pasar merupakan alat untuk mengidentifikasi baik kendala maupun peluang yang dihadapi perusahaan, yang pada gilirannya akan berfungsi sebagai pedoman dalam perumusan Strategi Marketing Mix agar aktivitas pemasaran menjadi semakin efektif. Merosotnya posisi Bata di pasaran mendorong Bata untuk menambah jajaran produknya, untuk meraih segmen baru yakni segmen kelas sosial menengah dan atas. Sehingga Bata mengeluarkan sederetan produk .baru yang salah satu diantaranya adalah sepatu olah raga Power Analisis yang dilakukan pada segmen remaja untuk melihat keberhasilan Power dalam meraih segmen baru bagi Bata menunjukkan bahwa Power kurang mampu bersaing pada segmen kelas menengah dan atas seperti yang diharapkan perusahaan. Pasar didominasi oleh merek-merek lain yang telah lebih dulu merebut hati remaja. Usaha-usaha pemasaran Power yang memang kurang agresif ternyata tak mampu mengusik minat remaja, sehingga merek tersebut makin tenggelam yang ditandai oleh penurunan penjualan tiap tahunnya. Power yang mulanya ditujukan untuk segmen menengah ke atas ternyata mendapat tanggapan yang sediki lebih baik pada segmen non sasaran, yakni pada segmen kelas sosial bawah. Secara teoritis basis segmentasi yang digunakan Bata yakni kelas sosial cukup memenuhi syarat yang diberikan Kotler yakni measurability Accesibility dan Substantiality. Hambatan utama justru ketidakberhasilan dalam mengiplementasikannya ke dalam program pemasaran. Dalam menghadapi situasi persaingan yang semakin ketat Strategi Pemasaran Power dirasakan kurang defensif terhadap persaingan, sudah saatnya Bata tidak hanya, mendasarkan starategi segmentasi atas basis kelas sosial semata. Sebagai produsen sepatu yang tergolong besar, Bata terlalu berani mengambil risiko untuk memasarkan produk tanpa melalui usaha mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen melalui riset pemasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Priambodo
"Peran mahasiswa dalam negara sering diistilahkan sebagai agent of change (Sanit, 1988). Sejarah mencatat berbagai tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang berhasil membawa keadaan yang lebih baik di negara tempatnya berada. Peran mahasiswa dalam sejarah Indonesia bahkan telah membuat mahasiswa Indonesia memiliki identitas politik yang khas, sumber legitimasi peran politik mahasiswa. Mahasiswa mempunyai kedudukan yang tinggi di mata masyarakat maupun image media.
Namun disisi Iain kita mendapati kesan dan kenyataan yang berlawanan ketika memasuki alam nyata kampus. Kita dapati suasana kantin-kantin yang dipenuhi mahasiswa berorientasi kesenangan semata, atau iklim studi oriented saja tanpa peduli dengan masalah-masalah di sekelilingnya. Suatu situasi-kondisi nyata yang sangat jauh dari idealisme agent of change mahasiswa.
Penelitian ini berangkat dari kesenjangan fakta-fakta tersebut diatas. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan bagaimana sesungguhnya deskripsi / gambaran umum partisipasi politik di kalangan mahasiswa. Lalu dalam perkembangannya penelitian ini dilengkapi dengan pertanyaan bagaimana hubungan partisipasi mahasiswa tersebut dengan variabel-variabel prediktornya.
Secara umum mahasiswa didefinisikan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya selalu dalam ikatannya dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi didefinisikan sebagai lembaga pendidikan formal diatas sekolah lanjutan atas yang terutama mernberikan pendidikan teori dari suatu ilmu pengetahuan disamping mengajarkan suatu ketrampilan (skill) tertentu (Sarwono, 1978). Secara lebih operasional mahasiswa didefinisikan sebagai setiap orang yang secara resmi terdaftar unruk mengikuti pelajaran-pelajaran di suatu tempat pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Sementara partisipasi politik didefinisikan sebagai kegiatan warga negara sebagai warga sipil (private citizens) secara individual atau kelompok yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah dalam hal pemilihan pemimpin dan penetapan kebijakan publik, termasuk didalamnya semua bentuk aktivitas yang dimaksud mempengaruhi pemerintah. Partisipasi terbagi dalam bentuk-bentuk conventional dan unconventional. Menurut Dalton (1996), terdapat tiga potensial prediktor partisipasi, yaitu karakteristik personal, pengaruh kelompok, dan sikap politik, yang terdapat pada diri seseorang.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupalkan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu untuk menentukan adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat. Dalam penelitian bentuk ini tidak digunakan dan tidak dilakukan pengujian hipotesis. Hasil yang diperoleh lebih merupakan gambaran tentang karakteristik suatu kelompok sampel yang dapat menjelaskan suatu gejala. Penelitian deskriptif tidak meramalkan hasil yang akan diperoleh dan hasil yang diperoleh adalah gambaran yang mendetil tentang masalah (Setiadi, Matindas, dan Chairy, 1998).
Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran tingkat partisipasi pada setiap bentuk-bentuk partisipasi. Juga ingin diketahui bagaimana gambaran hubungan partisipasi dengan variabel-variabel prediktor partisipasi. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia. Semuanya berjumlah 92 orang. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti. Alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner bentuk-bentuk partisipasi, kuesioner pengaruh keiompok, dan kuesioner sikap politik. Data mengenai karakteristik personal diperoleh dari data kontrol. Teknik pengolahan data adalah statistik deskriptif dan perhitungan korelasi serta perhitungan perbandingan mean.
Penelitian ini menemukan bahwa tingkat partisipasi mahasiswa secara umum pada berbagai bentuk partisipasi adalah rendah. Terdapat hubungan antara partisipasi mahasiswa dengan variabel prediktor 'pengaruh kelompok' dan variabel prediktor 'sikap politik'. Penelitian ini juga menemukan bahwa besar kedua variabel prediktor tersebut beserta aspek-aspeknya adalah tinggi kecuali untuk aspek ?kepuasan politik'. Partisipasi mahasiswa berhubungan dengan tingkat keaktifan di organisasi kemahasiswaan. Usia berhubungan dengan partisipasi electoral activity. Dan terakhir, perbedaan fakultas, asal suku, pilihan organisasi diluar kampus, persepsi aktivis nonaktivis, agama yang dianut, persepsi ideologi, dan persepsi peer group terdekat; rnenyebabkan adanya perbedaan partisipasi secara umum pada bentuk-bentuk partisipasi yang ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S3006
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheyla Taradia Habib
"Penelitian ini meneliti penggunaan campur kode dalam Twitter di kalangan mahasiswa Sastra Inggris angkatan 2010 Universitas Indonesia yang cenderung melakukan code mixing dalam percakapan sehari-hari karena terbiasa menggunakan bahasa Inggris di lingkungan perkuliahan sehari-hari. Namun, fokus penelitian ini adalah komunikasi tertulis pada akun Twitter mereka. Penelitian ini memiliki dua poin utama. Pertama, penjelasan tentang code switching itu sendiri berdasarkan teori “Reasons for Bilinguals to Switch or Mix their Languanges” dari Hoffman (1991). Kedua, alasan mengapa mahasiswa melakukan code switching pada akun sosial media mereka, seperti Twitter. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan dari tweet sepuluh responden yang merupakan mahasiswa Sastra Inggris angkatan 2010 Universitas Indonesia. Selanjutnya, responden diwawancara terkait penggunaan campur. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa terdapat enam alasan penggunaan campur kode, yaitu talking about a particular topic, quoting somebody else, being emphatic about something, interjection (Inserting sentence fillers or sentence connectors), pride and limited Words or Unknown Translation. Akan tetapi, persentase penggunaan campur kode yang paling tinggi digunakan adalah interjection karena menurut responden, mereka dapat menunjukkan perilaku bahasa ini sengaja atau tidak sengaja dalam komunikasi tertulis untuk mengungkapkan perasaan mereka.

This paper examines the use of code mixing in Twitter among students of English Studies 2010 at Universitas Indonesia who tend to do code mixing in their daily conversation since they are used to speak English every day in their courses. However, this research focuses more on written communication in their Twitter account. There are two major points that this paper attempts to make. First, the description of code mixing itself according to the theory “Reasons for Bilinguals to Switch or Mix their Languages” given by Hoffman (1991). Second, the reasons why those students use code mixing in their media social account, such as Twitter. In order to get the result, descriptive qualitative method is used to analyzed the data from the twitter account of ten students of English studies 2010 at Universitas Indonesia. Moreover, a structured interview regarding the code mixing practised was conducted. The results of this research indicate that code mixing occurs among students for six reasons: talking about a particular topic, quoting somebody else, being emphatic about something, interjection (inserting sentence fillers or sentence connectors), indicating pride and limited words or not knowing the equivalent word in Indonesian language. However, the most common practice is of code mixing is the use of interjection because according to the respondents, they may show this language behavior accidentally or intentionally in written communication to express their feelings.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fauziah Syafarina
"Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada peluang pasar untuk televisi segmen religi di Jakarta? Dengan adanya SK Menpen No. 111 tahun 1990, yang memberikan ijin bagi pengelolaan bagi televisi swasta di Indonesia, maka di mulailah era TV Swasta dan komersialisasi televisi. Siaran televisi swasta pada tahun-tahun pertama menguasai rating dari 20 acara yang pallng diminati pemirsa. Sementara itu, perolehan iklan melonjak dengan tajam. Meskipun demikian televisi swasta tidak terlepas dari berbagai kelemahan mendasar. Antara Iain porsi acara religi yang tidak dikemas secara maksimal, dan porsi serta penempatan acara yang terkadang pada jam-jam tertentu, membuat acara religi tidak menjadi acara yang diminati. Padahal dalam keadaan sebenarnya banyak pemirsa yang merasa membutuhkan penyeimbang dari semua acara yang ada. Hal ini terlihat dari fenomena acara manajemen qalbu di SCTV yang menduduki rating pertama dari semua acara yang ada baik hiburan maupun infomasi. Padahal acara tersebut ditayangkan pada jam-jam utama dari televlsi, yaitu minggu siang. Sehingga persepsi bahwa acara religi tidak menang dapat kita abaikan untuk tahap awal persepsi. Oleh sebab ltu, penelitian ini di dasarkan oleh keinginan untuk mengetahui karekteristik acara televisi dan apakah ada peluang pasar untuk televisi religi di Jakarta.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang pasar untuk televisi segmen religi masih kecil, Walaupun berdasarkan penelitian cluster menunjukkan besarnya peluang dan televisi segmen religi, setelah dimasukkan kedalam strulctur model anallsis, maka peluang tersebut menjadi lcecil. Besaran nilal hasil cluster menjadi ?Semu?, blla dikaitkan dengan penggunaan televisi untuk format acara agama, hal ini terlihat dari hasil akhir penelitian. Dimana penggunaan televisi untuk format acara keagamaan akan tinggi bila format acara agama tersebut diisi oleh figur masyarakat. Selain itu masih adanya ke-engganan dari produsen untuk lebih bagus mengemas acara religi, dan bila dari produsen telah mempunyai usaha untuk memperbaiki mutu kemasan tetap ada intervensi dari pihak penyelenggara televisi. Peluang untuk televisi segmentasi religi untuk tahap awal adalah di televisi sindikasi, sehingga secara operasional tidak akan besar untuk televisi segmeni religi.
Hasil penelitian memberikan implikasi perlunya keseimbangan antara format acara hiburan, informasi dan agama di televisi, sehingga dapat memuaskan keinginan dari pemirsa yang terbagi dalam berbagai kelompok usia, tingkat sosial dan pendidikan. Temuan dari hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa keinglnan pemirsa televisi bukanlah faktor yang menentukan dalam industri televisi. Lebih kuat faktor dari advertising dan pemilik industri dibandingkan faktor pemirsa televisi. Sehingga program acara yang ada Iebih banyak menyesuaikan keinginan dari pihak-pihak pemegang modal. Oleh sebab itu, teievisi pada saat sekarang adalah suatu produk dari kapitalisme, dimana mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dan agak mengabaikan beberapa faktor etika dalam banyak program acara yang di sodorkan kepada pemirsa televisi. Segmentasi yang dapat dibidik oleh para pernilik televisi nasional untuk saat sekarang adalah segmentansi yang luas, tidak terlalu spesifik namun untuk televisi daerah khususnya di Jakarta, masih dapat mengambil segmentasi yang spesifik dan pemirsa, dimana mereka memposisikan sebagai televisi ?Life Style" yang sangat identik dengan pola Kosmopolitan dari sebagian penduduk jakarta. Hasil penelitian memberikan implikasi perlunya keseimbangan antara format acara hiburan, informasi dan agama di televisi, sehingga dapat memuaskan keinginan dan pemirsa yang terbagi dalam berbagai kelompok usia, tingkat sosial dan pendidikan, yang tidak menghilangkan karakter bangsa. Dan pemerintah harus aktif untuk memonitor dan menjadi alat sensor bagi industri televisi, sehingga televisi swasta tidak menjadi kebablasan dan muncul situasi kondusif baik bagi televisi dan produsen, namun juga untuk pemirsa televisi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal
"Permasalahan pertama dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana deskripsi pola sintaktis dan bentuk leksikal ujaran pujian yang dinyatakan di dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa sastra Inggris Universitas Indonesia. Permasalahan kedua adalah mengenai bagaimana pemilihan tipe tanggapan atas pujian menurut kategori yang dibuat oleh Holmes (1986) dan apakah pemilihan tersebut turut dipengaruhi oleh budaya Indonesia, serta bagaimana Pula realisasi ujaran tanggapan atas pujian ditinjau dari sudut pandang kesantunan berbahasa.
Dasar teoretis yang dijadikan landasan dalam menganalisis data adalah teori tindak tutu, teori kesantunan berbahasa, teori bahasa dan kebudayaan, serta penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian.
Data yang dapat dijaring berjumlah 134 ujaran pujian dan 101 ujaran tanggapan atas pujian. Data tersebut diperoleh dengan meminta responden untuk mengisikan kuesioner yang berisi situasi-situasi yang dirancang sedapat mungkin mendekati kenyataan yang sangat mungkin responder temui dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil analisis data ujaran pujian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam menyatakan ujaran pujiannya bergantung kepada seperangkat pola sintaktis yang terbatas jumlahnya dan bentuk leksikal (yang mencakup kata kerja dan kata sifat) yang mengandung makna atau nilai positif Dapat dikatakan bahwa pujian adalah tindak ujaran yang terformula. Hal ini akan memudahkan penutur dan berbagai latar belakang yang berbeda untuk membina dan memelihara hubungan sosial dengan lawan bicara.
Untuk ujaran tanggapan atas pujian, hasilnya menunjukkan bahwa 73,3% responden menerima pujian, 22,7% menghindar/menyimpang, dan 4,0% menolaknya. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa subjek penelitian tidak dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang cenderung menolak pujian. Jika dikaitkan dengan kesantunan berbahasa, temyata dari hasil di atas masih ditemukan beberapa responden yang melanggar norma kesantunan yang berlaku di dalam masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Tanggapan yang dianggap paling sopan adalah menerima pujian yang diujarkan oleh lawan bicara dan menghindari memuji diri sendiri. Namun, sebagian responden menerima pujian dengan memuji diri sendiri. Oleh sebab itu sebaiknya mereka mempelajari lagi norma kesantunan berbahasa agar hubungan sosial di antara penyerta komunikasi dapat tetap terbina dan terpelihara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhyah Utami
"Gue dan lu ialah dua pronomina persona dialek Melayu Betawi yang secara etimologis berasal dari bahasa lisan Tionghoa dialek Hokkian, yaitu goa dan lu yang masing-masing bermakna `aku' dan `engkau'. Karena pada kedua kata tersebut terkandung makna dan sifat persaudaraan atau persahabatan, kedua pronomina persona tersebut dapat digunakan secara resiprokal oleh penutur dan petutur untuk menunjukkan keakraban di antara mereka.
Setakat ini, banyak pengguna pronomina gue dan lu yang tidak mengetahui asal-muasal kedua pronomina tersebut. Bagi sebagian orang, gue dan lu bukan merupakan bentuk pronomina yang santun sehingga tidak patut digunakan. Namun, kedua pronomina tersebut kerap digunakan pada media massa, terutama televisi.
Penelitian ini ditujukan untuk melihat ada atau tidaknya penggunaan pronomina gue dan lu pada kelompok responden dosen dan responden kelompok mahasiswa. Di samping itu, penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana penilaian kepatutan penggunaan pronomina gue dan lu pada dua kelompok responden, yaitu responden kelompok dosen dan responden kelompok mahasiswa S1 program regular Universitas Indonesia, Depok. Dengan menggunakan parameter kekuasaan (K) dan solidaritas (S), para responden, yang bertindak sebagai penutur dan petutur, diminta menilai kepatutan penggunaan pronomina gue dan lu yang digunakan pada lingkungan keluarga dan lingkungan kampus, baik saat responden sebagai penutur maupun petutur. Di samping menggunakan parameter K dan S, pada penelitian ini juga digunakan beberapa variabel penyela yang berupa usia responden, bahasa pertama responden, dan lama tinggal responden di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Pada lingkungan keluarga, diketahui bagaimana penilaian kepatutan kedua kelompok responden tersebut saat berperan sebagai anak yang menilai kepatutan penggunaan pronomina gue dan lu saat berbicara dengan anggota keluarga batih yang lain. Sementara itu, di lingkungan kampus diketahui bagaimana penilaian kepatutan kedua kelompok responden tersebut saat mereka berperan sesuai dengan status mereka di kampus, yaitu sebagai dosen dan mahasiswa, yang menilai kepatutan penggunaan kedua pronomina tersebut saat berbicara dengan anggota kampus yang sestatus. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ketidakresiprokan penggunaan pronomina gue dan lu oleh para peserta tutur tidak harus diartikan sebagai wujud dari kurangnya keakraban (-S) di antara mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T11696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S5639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Sulma Mardiah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S4719
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>