Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148075 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Nurlita Kusuma
"Produksi batubara Indonesia meningkat tiap tahunnya. Diantaranya, batubara diproduksi dalam bentuk briket. Pemanfaatan briket batubara sebagian besar digunakan sebagai pemanas di peternakan ayam (65%), untuk pemasakan di rumah tangga dan warung makan (12%), untuk pengeringan tembakau dan karet (7%), serta untuk pembakaran bata, genteng dan kapur (8%). Penggunaannya diperkirakan akan meningkat hampir dua kali di tahun 2010. Sekalipun prospek pemanfaatan batubara semakin besar, banyak kendala yang timbul dari hasil pembakaran briket batubara. Diantaranya adalah emisi gas buang CO batubara masih melebihi standar yang diperbolehkan.
Metoda perbaikan chimney dan introduksi downjet pada kompor diterapkan untuk menurunkan kadar emisi CO dan hidrokarbon. Chimney yaitu zona di atas permukaan kompor briket. Perbedaan chimney mungkin dapat menentukan lamanya waktu tinggal gas-gas pembakaran sehingga memberi waktu naiknya temperatur dan konversi CO menjadi CO2. Untuk memaksimumkan konversi gas CO dan hidrokarbon ke CO2 adalah dengan menciptakan resirkulasi di daerah chimney.
Metoda ini bisa dipenuhi dengan mengintroduksi downjet di daerah chimney. adanya resirkulasi memungkinkan fluida hasil pembakaran tertahan beberapa saat dalam resirkulasi sehingga fluida mempunyai waktu tinggal lebih lama di daerah chimney untuk berkontak udara dari downjet. Pada gilirannya, semakin banyak gas CO dan hidrokarbon tereaksi dengan O2 membentuk gas CO2. Eksperimen menggunakan briket batubara yang dijual di pasaran ditambah dengan briket biomassa sebagai promotor. Data yang diambil adalah temperatur pembakaran, emisi CO dan CO2 menggunakan fire calorimeter dan gas analyzer.
Hasil analisa menunjukkan bahwa lebih dalam chimney memberiken efek waktu ignisi lebih cepat, temperatur maksimum lebih tinggi namun segera turun dengan gradien tajam karena driving force untuk buoyancy udara ke dalam kompor rendah sehingga suplai oksigen terhambat, dan emisi CO rendah saat mencapai temperatur maksimum namun segera melonjak naik saat suplai oksigen kurang. Sementara, lebih jauh jarak downjet memberikan efek waktu ignisi lebih lama, temperatur maksimum lebih tinggi dan turun dengan gradien landai karena driving force untuk buoyancy udara ke dalam kompor rendah sehingga suplai oksigen terhambat, dan emisi CO lebih rendah.

Coal productions in Indonesia increase. Some were briquette. Coal briquette are used to be fuel for heater in chicken farmer (65%), household and restaurant (12%), drying rubber (15%) also for processing bricks (8%). Predicted, it would increase more in 2010. Although prospect of coal briquette becoming wider, there are much problems from the burning process, including emitted CO.
The introduction of chimney and downjet methods in stove are used to reduce CO. Chimney is a zone above briquette inside the stove. Chimney might be define residence time of gases so that going enough time to increase temperature and CO2 convertion.
This method can be optimal by adding downjet. Downjet create recirculation area that retain fluid then it has longer residence time to contact with oxygen from downjet. Thesse conditions optimally convert CO to CO2. Temperature, CO, CO2 are taken by fire calorimeter and gas analyzer.
The result shows that higher chimney affect ignition time shorter; increase maximum temperature but then rising as the oxygen not fulfilled also for the same reason, CO emitted lower. Higher downjet distance from briquette affect ignition time longer; increase maksimum temperature and lowered CO.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapur Muhammad Nasir
"Penelitian ini membahas mengenai pengurangan emisi CO yang dihasilkan dari pembakaran pada kompor briket batubara. Metode yang digunakan adalah dengan penggunaan hood. Jenis hood yang digunakan adalah hood 6 cm dan hood 8 cm, dimana hood ini dapat membentuk resirkulasi di dalam ruang chimney kompor briket batubara. Resirkulasi ini dapat membuat waktu tinggal gas hasil pembakaran di dalam kompor akan semakin lama, sehingga dapat memaksimalkan konversi CO menjadi CO2.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa emisi CO yang dihasilkan oleh hood 6 cm nilainya lebih rendah dibandingkan dengan nilai emisi CO yang dihasilkan oleh hood 8 cm. Penggunaan hood 6 cm, tinggi chimney 15 cm dan kecepatan forced draft 0,5 m/s menghasilkan emisi CO rata-rata terendah yaitu 10,11 ppm.

The focus of this research is to minimize the CO emission in a coal briquette stove, by creating a recirculation zone in the chimney region of coal briquette stove. This can be constituted by installing a hood on the top of the coal briquette stove. Two sizes of hood have been used i.e 6 and 8 cm hole diameter of hood. The recilculation allows the flue gas to have longer residence time in the chimney region thus enabling CO to convert into CO2.
The result shows that hood of 6 cm hole diameter has lower CO emission compared to that produced by hood of 8 cm. The lowest CO emission was achieved by having a hood with hole diameter of 6 cm, chimney height of 15 cm and forced draft velocity 0,5 m/s. The minimum average CO emission was 10,11 ppm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52263
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Sumarni
"Penggunaan kompor briket batubara saat ini memiliki kelemahan diantaranya emisi CO yang tinggi, lamanya waktu penyalaan, dan ketidakpraktisan dalam pemadaman. Permasalahan pertama membutuhkan penanganan khusus karena emisi CO yang mencapai lebih dari 100 ppm tidak sehat bagi pengguna kompor briket batubara apabila terpapar dalam waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan emisi CO yang rendah dengan menggunakan hood. Hood yang berada di atas kompor briket bersama dengan blower pada bagian bawah kompor akan menciptakan vortex dibawah hood dan memperpanjang waktu tinggal sehingga dapat membentuk CO2 dari sisa CO pada flue gas. Parameter yang divariasikan adalah kecepatan superfisial udara, kedalaman chimney dan diameter lubang hood. Kecepatan superfisial yang divariasikan adalah 0.6, 1.2 and 1.8 m/sec, jenis hood yang digunakan adalah open hood dan blind hood dengan diameter lubang 6 cm, dan kedalaman chimney yang digunakan adalah 15 cm. Penelitian ini memberikan kesimpulan pada kedalaman chimney optimum 15 cm dan kompor dengan blind hood lebih baik dalam menghasilkan emisi CO yang rendah.

The utilisation of coal briquette stove undergoes some constraints such as high CO emission, long ignition time, and unpractical extinguishment. The first constraint requires urgent treatment because high emission which reaches more than 100 ppm for long exposure is not healthy for the coal briquette stove users. This experiment aimed to produce low CO emissions by using the hood. Hood in the briquette stove with a blower at the bottom of the stove will create a vortex beneath the hood and extend the residence time to form CO2 from from the remaining CO in the flue gas. On this research, the values of superficial velocity and chimney depth were varied. The superficial velocity is varied at 0.6, 1.2 and 1.8 m/sec, and using blind hood and open hood, while the chimney depth 15 cm from the top of the stove. The research gives conclusions that the optimum chimney depth is 15 cm and the stove with blind hood is preferable to produce low CO emission."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51816
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dijan Supramono
"Penelitian pembakaran briket batubara bertujuan untuk mempersingkat waktu penyalaan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan btiket promotor bentuk pola yang mengandung oksigenat etil asetat yang berfungsi sebagai penyedia oksigen secara internal dalam material briket karena ketidakcukupan oksigen saat briket promotor mengalami devolatisasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
UI-JURTEK 23:1 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dijan Supramono
"Penelitian pembakaran briket batubara bertujuan untuk untuk mempersingkat waktu penyalaan. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan briket promotor bentuk bola yang mengandung oksigenat etil asetat yang berfungsi sebagai penyedia oksigen secara internal dalam material briket karena ketidak-cukupan oksigen saat briket promotor mengalami devolatilisasi (fungsi kinetika kimia) dan sebagai penguat terjadinya perpindahan panas konveksi dari bara api pada briket promotor ke briket pemasakan yang diletakkan disekitarnya karena adanya cekukan (dimples) pada permukaannya (fungsi perpindahan panas ). Briket promotor dalam kompor briket diletakkan di lapis kedua dengan loading 20% dari 3 lapis briket yang digunakan dengan lapis pertama, sisa lapis kedua dan lapis ketiga diisi briket pemasakan. Parameter kedalaman chimney dan kecepatan superfisial udara divariasikan untuk melihat efeknya terhadap waktu penyalaan. Kedalaman chimney divariasikan pada harga -harga 5, 15 dan 25cm dan pada masing - masing kedalaman chimney, kecepatan superfisial udara divariasikan pada harga-harga 0,6; 1,2 dan 1,8 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kedalaman chimney 5 dan 15cm, semakin besar kecepatan superfisial udara, waktu penyalaan semakin singkat, tetapi penyingkatan waktu penyalaan tidak terlalu besar karena ada dua efek berlawanan yang bekerja bersamaan terhadap perpindahan panas konveksi yaitu efek turbulensi dan efek quenching. Waktu penyalaan berkisar antara 7,3 hingga 8,9 menit. Pada kedalaman chimney 25 cm, semakin besar kecepatan superfisial udara, waktu penyalaan semakin lama disebabkan oleh ketidakseragaman suplai udara pada kecepatan superfisial yang besar. Waktu penyalaan berkisar antara 8,5 hingga 10,3 menit. Pada kecepatan superfisial tertentu, kedalaman chimney 15cm memberikan waktu penyalaan yang lebih lama dibanding pada kedalaman chimney 5cm karena efek back pressure yang lebih besar pada kedalaman chimney 15cm.

The research of coal briquette combustion is aimed of reducing the ignition time. It has been carried out by utilising ignition -promoting briquettes (promoters) of spherical - shape containing oxygenate ethyl acetate which functions of supplying oxygen internally in riquette material (kinetics function) and of enhancing convective heat transfer from smouldering part of the promoters to cooking briquette around the promoters in the presence of dimples on the promoter surface (heat - transfer function). The first function was introduced to avoid the insufficiency of oxygen environment around the promoters during coal devolatilisation of the promoters. Promoters in the stove was laid in the second layer of the briquette bed of the stove of 3 layers used and the cooking briquettes laid in the first layer (top layer), the rest of second layer and the third layer (bottom layer) of the bed. Loading of the promoters is about 20% of the second layer cross - sectional area. The parameters of the chimney depth and uperficial velocity were varied to observe their effects on the ignition time. The depth of chimney was varied at values of 5, 15 and 25cm and at each chimney depth value the superficial velocity was varied at values of 0.6; 1.2 and 1.8 m/s. The results of this research show that at the chimney depth of 5 and 15cm, the larger the superficial elocity, the shorter is the ignition time, though its effect is not significant. This may have been caused by the existence of two opposing effects, i.e. turbulence and quenching effects in which the former increases the convective heat transfer, while the later reduces the heat transfer. The ignition time range is 7.3 to 8.9 minutes. At the chimney depth of 25cm, the larger the superficial velocity, the longer is the ignition time. This may have been caused by more non - uniformity of the air supply at larger superficial velocity due to the location proximity between the stove grate and the blower at such deep chimney. The ignition time range is 8.5 to 10.3 minutes. At a given superficial velocity, the chimney depth of 15cm gave longer ignition time compared to that at the depth of 5cm as a result of back - pressure at deeper chimney during ignition."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Dwi Sari
"Penggunaan kompor briket batubara dapat mengurangi penggunaan bahan baker minyak yang semakin mahal dan semakin sedikit. Namun banyak kendala dalam penggunaan kompor briket batubara yaitu dalam hal waktu penyalaan (ignition time). Permasalahan penyalaan briket selama ini adalah kurangnya pasokan oksigen untuk proses pembakaran awal briket. Pada awal penyalaan penetrasi oksigen eksternal ke dalam briket terhambat oleh adanya laminer boundary layer. Setelah itu briket mengalami proses devolatilisasi yaitu pelepasan zat-zat volatile melalui pori-pori ke permukaan batubara dan membentuk awan volatile matter yang menyebabkan penetrasi oksigen eksternal terhalangi. Perpindahan panas radiasi dan konveksi juga menjadi lambat dikarenakan tidak adanya suplai oksigen dari dalam briket batubara, sehingga untuk mengatasi masalah ini digunakan briket promotor yang mengandung oksidator etil asetat sebanyak 15% dari massa total briket. Untuk menghasilkan hasil yang optimum dari segi waktu penyalaan maka kompor briket batubara dirancang sedemikian rupa yang dilengkapi dengan blower, briket bawah sebagai briket pemasakan dan briket atas yang mengandung oksidator sebagai promotor penyalaan. Dengan rancangan kompor briket yang dilengkapi dengan blower di bagian bawah maka akan terjadi aliran udara secara forced updraft sehingga menjamin kecukupan penyediaan udara untuk pembakaran. Saat ini modifikasi metode konvensional dilakukan dengan menciptakan turbulensi pada aliran udara pembakaran yang dialirkan ke arah briket. Tujuannya adalah untuk membuat aliran turbulen pada boundary layer yang biasanya terbentuk pada permukaan briket. Pengontrolan turbulensi pada pembakaran batubara umumnya dilakukan dengan mengalirkan udara menggunakan blower ke arah briket. Hal ini dilakukan untuk memecah awan volatile di permukaan batubara dan mempenetrasikan udara sekunder tersebut masuk ke dalam briket. Penggunaan variasi kecepatan superfisial udara pembakaran pada penelitian ini yaitu sebesar 1,9 - 0,6 m/s, sehingga akan diketahui laju alir yang optimum untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna dan diperoleh waktu penyalaan yang singkat. Pada penelitian ini juga akan dilakukan variasi tinggi chimney dengan menggunakan laju alir yang optimum yang diperoleh dari variasi kecepatan superficial udara pembakaran.

Usage of coal briquette stove can lessen fuel consumption of oil that is increasingly expensive and increasingly a few. But many constraints in usage of coal briquette stove that is in the case of ignition time. Ignition time problems of briquette until now is lack of supply oxygen to process initial combustion of briquette. In the early of ignition of penetration of oxygen eksternal into briquette pursued by existence of laminer boundary layer. Then briquette experiences devolatilisation process that is release of volatile matters through pore to surface of coal and forms volatile cloud matter causing penetration of oxygen eksternal is hindered. Radiation heat transfer and convection also becomes is slow because of inexistence of oxygen supply from within coal briquette, so that to overcome this problem applied promotor briquette containing oksidator ethyl acetate counted 15% from briquette total mass. To yield optimum result from the angle of ignition time hence coal briquette stove is designed in such a manner equiped with blower, briquette under as cooking briquette and briquette to containing oksidator as promotor. With briquette stove planning equiped with blower in underside hence there will be air current in forced updraft causing guarantees supply sufficiency of air for combustion. Now modification of conventional method is done by creating turbulent at combustion air current poured into by direction of briquette. The purpose is to make turbulent flow at boundary layer usually formed at briquette surface. Controller turbulent at coal firing generally is done by flowing air to apply blower towards briquette. This thing done to break volatile cloud on the surface of coal and penetration of the secondary air comes into briquette. Usage various speed of combustion air superficially at this research that is 1,9 - 0,6 m/s, so that will be known optimum rate of flow to get perfect combustion and obtained brief ignition time. At this research also will be done various height chimney by using optimum rate of flow obtained from various speed of combustion air superficially."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49613
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Sugiyanto
"Penggunaan kompor briket batubara masih memiliki kendala diantaranya emisi CO yang tinggi. Usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan hood yang dapat menurunkan emisi CO ratarata hingga 64 ppm. Adanya hood ini diduga menyebabkan timbulnya aliran resirkulasi pada zona chimney kompor.
Penelitian tentang penggunaan hoodtersebut terbatas pada aspek pembakaran, padahal penurunan emisi gas CO berkaitan erat dengan pengaturan waktu tinggal yang dipengaruhi oleh pola aliran gas dalam zona chimney. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat fenomena pola aliran dalam chimney dengan cara visualisasi menggunakan smoke dan simulasi menggunakan piranti lunak COMSOL Multiphysics versi 3.5.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu adanya hood tidak menimbulkan resirkulasi gas secara langsung tetapi menghasilkan tekanan balik yang menghambat massa gas yang akan keluar kompor sehingga memperlama waktu tinggal.

The use of coal briquette stove still has obstacles such as high CO emissions. Efforts have been made to overcome these problems is by using a hood that can reduce CO emissions to an average of 64 ppm. The existence of this hood suspected cause flow recirculation on Chimney zone cooker.
Research on the use of hood is limited to the aspects of combustion, while CO gas emission reduction associated with residence time settings are affected by the gas flow pattern in Chimney zone. Therefore, this research is conducted to see the phenomenon of the flow pattern in the Chimney by using smoke visualization and simulation using COMSOL MultiPhysics software version 3.5.
This research produced the conclusion that the hood does not generate gas recirculation directly but provides back pressure that resistance the masses of gas that will exit the stove so that prolonging residence time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51700
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Muliana
"Kebutuhan energi saat ini terus meningkat, baik dalam industri atau skala kecilnya (rumah tangga). Semakin berkurangnya ketersediaan akan sumber bahan bakar fosil khususnya bahan bakar minyak membuat para pengguna mencari sumber bahan bakar alternatif, salah satunya yaitu bahan bakar padat briket batubara yang memiliki ketersediaan cukup banyak dibandingkan bahan bakar minyak. Tetapi, penggunaan batubara sebagai bahan bakar memiliki masalah dalam hal emisi gas dibandingkan dengan kompor yang berbahan bakar minyak atau gas. Rasio karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) dari kompor briket batubara memiliki orde yang lebih tinggi sebesar dua kalinya dari rasio CO/CO2 pada kompor lainnya. Hal tersebut menjadi perhatian untuk memperoleh emisi CO yang rendah dari kompor briket batubara.
Pada penelitian ini, dilakukan metoda yang menggunakan downjet dimana laju alir udara yang keluar dari nozzle yang mengarah langsung ke bawah menuju unggun briket mempengaruhi pembentukkan polutan CO yang dihasilkan dari pembakaran briket batubara dengan variasi ketinggian downjet. Downjet sebagai penyuplai udara, diharapkan dapat meningkatkan konversi CO menjadi CO2. Aliran udara dari downjet, membuat resirkulasi aliran dimana kontak gas CO dengan oksigen (O2) menjadi lebih lama. Untuk meminimalisir terjadinya pendinginan, aliran udara tersebut dialirkan ke dalam ruang bakar kompor, sehingga aliran downjet memiliki suhu lebih tinggi dari suhu ambient. Variasi ketinggian downjet (10 cm, 15 cm, dan 20 cm) memberikan konsentrasi gas CO yang berbeda-beda.
Dari hasil penelitian, diperoleh emisi CO terendah pada ketinggian downjet 20 cm. Pengaruh back pressure dari ekspansi gas hasil pembakaran lebih dominan pada ketinggian downjet terdalam, meskipun terdapat aliran udara lainnya yaitu dari blower bawah. Adanya backpressure ini membuat waktu tinggal gas buang menjadi lebih lama dan memberikan waktu reaksi yang lebih lama bagi konversi CO menjadi CO2.

The requirement for energy keep increasing, both in industry and in smaller scale (households). The decrease of fossil fuel source (especially oil) leads to searching for alternative fuels, one of which is coal briquette whose reserves. But usage of coal as fuel has a problem relating to gas emission other stoves using different fuels, the ratio of carbon monoxide (CO) to carbon dioxide (CO2) from coal briquette stoves is in the order of two higher than that in to other stoves. Therefore, the emission of CO in coal briquette stoves is paid more attention to be reduced.
This research applies a method using downjet where air flow exiting from nozzle influence the formation of pollutant CO yielded from burning of coal briquette with various downjet height. The nozzle is directed downward above the briquette bed. The downjet as air supplier is expected increase the conversion of CO to CO2. Air current from downjet makes recirculation of flow where gaseous contact between CO and oxygen ( O2) becomes longer. To minimize the cooling process, the air was preheated in the stove`s combustion chamber, so the flow from downjet has higher temperature than ambient temperature. Various downjet height (10 cm, 15 cm, and 20 cm) gives different concentrations of CO.
It was obtained that lower CO emission was measured at stove with higher downjet nozzle. The lowest CO emission was found in the stove with downjet height of 20 cm. The effect of back pressure this occurs as a result of larger back pressure in the stove with higher downjet nozzle, which resist the flow from updraft blower. Thus, the hot air within the briquette bed stays longer and allows more conversion of CO to CO2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49732
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yesay Setiawan
"Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat besar, sekitar 6,759 juta ton. Kebanyakan berada di daerah Sumatera Utara (39,64%), Kalimantan Timur (30,65%) dan Kalimantan Selatan (27,64%). Semakin berkurangnya sumber energi minyak bumi, membuat orang mencari sumber - sumber alternatif yang lain, diantaranya adalah batubara, khususnya batubara yang diproduksi menjadi briket batubara. Penggunaannya diperkirakan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2010, menunjukan prospek pemanfaatan briket batubara semakin besar. Briket batubara banyak digunakan pada perternakan ayam sebagai pemanas (65%), rumah tangga dan warung makan untuk pemasakan (12%), pengeringan tembakau dan karet (7%), untuk pembakaran bata, genting dan kapur (8%) dan lain ? lain (8%). Salah satu kendala yang timbul saat pembakaran briket batubara ialah tingginya emisi Karbonmonoksida (CO) yang dihasilkan yaitu sekitar 100 - 700 ppm, masih sangat jauh diatas nilai ambang batas yang telah ditentukan yaitu sebesar 25 ppm. Pada kadar CO tertentu, paparan gas ini dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan efek negatif pada kesehatan manusia, bahkan dapat menyebabkan koma dan kematian. Suatu metode perbaikan atau modifikasi kompor briket batubara yaitu menggunakan metode downjet dan updraft diterapkan guna mengurangi kadar CO yang dihasilkan. Untuk memaksimalkan konversi CO menjadi CO2 adalah dengan menciptakan resirkulasi fluida didaerah chimmey (zona diatas permukaan briket batubara), yaitu dengan menggunakan metode downjet didaerah chimmey. Adanya resirkulasi atau vortex, memungkinkan fluida hasil pembakaran tertahan lebih lama dalam aliran resirkulasi sehingga memperlama waktu tinggal (resident time) di daerah chimmey untuk kontak dengan oksigen dari downjet. Sehingga semakin banyak gas CO dan hidrokarbon bereaksi dengan O2 membentuk gas CO2. Aliran updraft digunakan agar suplay oksigen untuk proses pembakaran briket batubara terpenuhi. Data yang diambil adalah temperature pembakaran, emisi CO, kecepatan aliran downjet dan updraft percobaan yang dilakukan dengan memvariasikan kecepatan downjet 0,335 m/s , 0,423 m/s dan 0,490 m/s dengan kecepatan updraft selama percobaan tetap yaitu sebesar 0,7 m/s. pada percobaan ini kondisi optimal yang dapat mencapai konsentrasi CO terendah adalah kecepatan downjet 0,423 m/s (55 Hz) dan kecepatan updraft 0,7 m/s pada ketinggian chimney 20 cm. Penurunan konsentrasi CO sampai 659 ppm

Indonesia has large reserves of coal, i.e. 6,759 million tons. Most of the reserves are in di South Sumatra (39.64%), East Kalimantan (30.65%) and South Kalimantan (27.64%). Briquettes produced in 2006 were 1,054,000 tons (Setiawan, 1996). Statistical data of 2005 published by Ministry of Energy and Mineral resources shows that most of them is used for heating in poultry industry (65%), for cooking in households and small restaurants (12%), for drying tobacco leaves and rubber (7%), and for manufactures of bricks and combustion of limestone (8%) (DESM, 2005). Their use is predicted to increase twice in 2010 (DESM, 2005). Current coal briquette stoves have high CO emission, which could reach 100 to 700 ppm and can have adverse health effects to human. This range of CO emission value is well above the threshold value of CO emission (25 ppm) stipulated by Minister of Manpower and Transmigration Indonesia. A method used to maximise the conversion of CO and hydrocarbons to CO2 is by introducing a downjet in the chimney (a zone above the briquette bed). The downjet impacts on the coal face and its momentum is reduced as a result of the impact. The impact causes the jet to flow back upwards. This flow and flow from gas produced by combustion initiated from the upper layers of the briquette bed, which may contain CO and unburned hydrocarbons, are entrained into the downjet. The impact, backflow and entrainment occur repeatedly so that a vortex is created in the chimney. Hypothesis of the research is the existence of the vortex retains the combustion gas for some time in the vortex so that the gas has longer residence time to contact with oxygen which subsequently lowers the contents of CO and hydrocarbons. which allows more conversion of CO and hydrocarbons to CO2 and is expected to reduce the emission of CO and hydrocarbons in the flue gas. Data that is taken on this experiment is temperature, CO consentration in ppm and velocity of downjet. This experiment undergoes with variation of velocity of downjet at 0,335 m/s, 0,423 m/s and 0,490 m/s with the velocity of updraft during experimental is fix 0,7 m/s. The optimal condition for this experimental achieved when consentration of CO gas had the lowest values is at velocity of downjet 0,423 m/s (55 Hz) and velocity of updraft 0,7 m/s at height of chimney 20 cm. When the concentration of CO emission is 659 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Lystia
"Masalah umum pada pembakaran di kompor briket adalah emisi karbon monoksida yang tinggi. Konversi CO ke CO2 adalah cara untuk memecahkan masalah. Downjet yang ditempatkan di atas unggun briket akan mengalirkan jet secara tegak lurus ke arah permukaan briket. Dengan ini diharapkan terjadi resirkulasi di area chimney (area di dalam kompor pada atas unggun briket). Aliran jet memiliki tekanan yang lebih tinggi dari fluida di sekitarnya sehingga akan menyebabkan gas buang bersirkulasi kembali. Hal ini akan memberikan waktu tinggal yang lebih lama sehingga memungkinkan CO terkonversi menjadi CO2. Dua parameter yang telah divariasikan yaitu tinggi downjet (15 cm; 20 cm; 25 cm) dan kecepatan updraft (0,3 m/s; 0.5 m/s; 0.7 m/s). Pada ketinggian downjet 15 cm dan 20 cm, variasi kecepatan updraft kurang berpengaruh terhadap emisi CO. Di sisi lain pada ketinggian downjet 25 cm, semakin tinggi kecepatan updraft maka semakin tinggi emisi CO. Kondisi optimal yang diperoleh dari penelitian adalah pada ketinggian downjet 20 cm dan kecepatan updraft 0,5 m/s dengan emisi CO rata-rata adalah 29,35 ppm.

The most common problem in combustion of briquette stove is high emission of carbon monoxide. Conversion of CO to CO2 is one way to solve this problem. A downjet which was placed above the briquette bed delivered jet vertically towards the bed surface. By doing this, a recirculation of fluid was expected to occur in the chimney region (region above the briquette bed inside the stove). The jet has pressure lower than that of the surrounding fluid, which initiates the recirculation of the flue gas. This allows the flue gas to have longer residence time thus enabling CO to convert into CO2. Two parameter have varied example downjet height (15 cm; 20 cm; 25 cm) and updraft velocity (0.3 m/s; 0.5 m/s; 0.7 m/s). At the downjet heights of 15 and 20 cm, the updraft velocity hardly influences the the CO emission. On the other hand the height of 25 cm, the higher the updraft velocity, the higher CO emission. Optimal condition was found at experiment using the downjet height at 20 cm and updraft velocity of 0.5 m/s with average CO emission of 29.35 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52209
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>