Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noris Rahmatullah
"Nata de coco adalah produk komersial yang terbuat dari air kelapa. Produk ini sangat digemari karena bermanfaat untuk memperlancar pencernaan dan cocok untuk menu diet. Hal ini disebabkan oleh kandungan seratnya yang tinggi. Secara kimiawi, serat yang terkandung di dalam nata de coco adalah selulosa. Suksesnya nata de coco dipasaran membuat banyak peneliti untuk mengembangkan makanan berserat ini, salah satu pengembangannya adalah nata de pina. Nata de pina menggunakan bahan dasar dari sari buah nenas. Selain menggunakan sari buah nenas, pembuatan nata de pina menggunakan beberapa bahan lainnya seperti gula, amonium sulfat, kalium hidrogen fosfat, natrium karbonat dan bakteri Acetobacter xyliium. Penelitian yang dilakukan adalah pengaruh ammonium sulfat dalam produksi nata de pina. Variasi yang digunakan adalah ammonium sulfat sebesar 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 gram. Selain ammonium sulfat, digunakan juga variasi buah nenas sebesar 10, 20, 30 ml (ditambahkan air hingga mencapai 1000 ml). Pada penelitian ini didapatkan bahwa variasi sari buah nenas tidak menghasilkan lapisan nata de pina. Lapisan nata de pina hanya dihasilkan dari sari buah nenas 20 dan 30 ml. Sedangkan untuk variasi ammonium sulfat didapatkan produksi maksimum ada pada variasi ammonium sulfat 0,5 gram yang jumlah sari buah nenasnya 20 ml dan produksi nata de pina minimum ada pada variasi amonium sulfat 0,1 gram pada sari buah nenas 30ml. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penambahan amonium sulfat menaikkan ketebalan lapisan nata de pina."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Michella Anastacia
"Enzim Cas9 merupakan bagian dari CRISPR-Cas9 yang berperan sebagai endonuklease untuk memotong DNA/RNA pada sekuens yang spesifik. Enzim Cas9 berguna dalam bidang kesehatan, pangan, dan industri. Namun, banyak industri yang beroperasi pada suhu tinggi sehingga enzim Cas9 pada umumnya tidak dapat digunakan dan diperlukan enzim Cas9 yang termostabil. Akan tetapi, belum banyak penelitian mengenai jenis enzim Cas9 termostabil. Oleh sebab itu, mengetahui adanya Cas9 pada isolat lokal Geobacillus kaustophilus TBUI01, dilakukan produksi enzim Cas9 dengan teknik rekombinan pada Escherichia coli BL21. Enzim Cas9 kemudian dipanaskan untuk menghilangkan semua protein mesofilik dari Escherichia coli BL21 pada suhu 50oC, 60oC, dan 70oC. Lalu dipurifikasi dengan teknik presipitasi amonium sulfat dengan variasi fraksinasi 20%, 50%, dan 80%. Sampai saat ini, belum ada penelitian enzim Cas9 tahan panas yang menggunakan presipitasi amonium sulfat sebagai satu-satunya teknik purifikasi. Teknik ini dilakukan karena ekonomis, cepat, dan juga mudah dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa suhu pemanasan 60 oC adalah suhu yang optimal untuk mendegradasi protein mesofilik tanpa mendegradasi enzim Cas9. Presipitasi amonium sulfat optimal dilakukan pada fraksinasi 50% karena mampu mempresipitasi enzim Cas9. Akan tetapi, masih ada protein lain yang berhasil dipresipitasi sehingga presipitasi amonium sulfat dapat dijadikan sebagai langkah purifikasi awal untuk mengonsentrasikan protein.

The Cas9 enzyme is part of CRISPR-Cas9 which acts as an endonuclease to cut DNA/RNA in specific sequences. Cas9 is useful in the fields of health, food, and industry. However, many industries operate at high temperatures so that Cas9 enzymes generally cannot be used and a thermostable Cas9 enzyme is needed. Nevertheless, there has not been much research on the type of thermostable Cas9 enzyme. Therefore, knowing the presence of Cas9 in the local isolate Geobacillus kaustophilus TBUI01, Cas9 enzyme production was carried out using recombinant techniques on Escherichia coli BL21. The Cas9 enzyme was then heated to remove all mesophilic protein from Escherichia coli BL21 at 50oC, 60oC and 70oC. Then it was purified by ammonium sulfate precipitation technique with 20%, 50% and 80% saturation. Until now, there has been no research on thermostable Cas9 using ammonium sulfate precipitation as the only purification technique. This technique is done because it is economical, fast, and easy to do. The result showed that a heating temperature of 60oC is the optimal temperature for degrading mesophilic proteins without degrading Cas9 enzymes. Optimal ammonium sulfate precipitation is carried out at 50% fractionation because it can precipitate the Cas9 enzyme. However, there are still other proteins that have been successfully precipitated so that the precipitation of ammonium sulfate can be used as an initial purification step to concentrate protein."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arva Pandya Wazdi
"Bakteriosin adalah peptida hasil produksi bakteri yang saat ini banyak diteliti karena aktivitasnya yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Resistensi terhadap antibiotik yang semakin nyata menyebabkan bakteriosin dianggap cocok menjadi salah satu kandidat API (active pharmaceutical ingredients) yang dapat dimanfaatkan sebagai komplemen antibiotik. Salah satu bakteri yang memproduksi peptida bakteriosin adalah S. macedonicus MBF10-2 yang menghasilkan senyawa bakteriosin lantibiotik dan non-lantibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh cara fraksinasi dan fraksi peptida bakteriosin dari S. macedonicus MBF10-2 yang aktivitasnya optimal dengan metode centrifugal filtration dan presipitasi amonium sulfat, serta profil metabolit umumnya. Konfirmasi cara fraksinasi dengan aktivitas optimal dilakukan dengan uji hambat. Profil komposisi metabolit ekstrak kasar dianalisis dengan LC-ESI-QTOF-MS/MS. Cara fraksinasi yang optimal adalah dengan centrifugal filtration. Hasilnya menunjukkan bahwa fraksi ≥ 30kDa dan ≥ 3kDa mengandung peptida bakteriosin yang memberikan penghambatan paling kuat terhadap Leuconostoc mesenteroides TISTR120, namun tidak memberikan penghambatan yang kuat terhadap Micrococcus luteus T18. Analisis metabolit ekstraseluler tak tertarget dari ekstrak kasar memberikan hasil profil kombinasi fragmen asam amino, serta adanya kandungan asam laktat dan malat yang sesuai dengan prediksi hasil metabolit bakteri asam laktat pada umumnya. Analisis metabolit ekstraseluler perlu dilakukan konfirmasi dengan analisis metabolit ekstraseluler tertarget untuk menghasilkan profil yang lebih komprehensif terhadap bakteri S. macedonicus MBF10-2.

Bacteriocins are peptides produced by bacteria that are being developed because of their activities that can inhibit the growth of bacteria. Resistance to antibiotics that is increasingly real causes bacteriocins to be considered suitable to be one of the API (active pharmaceutical ingredients) candidates that can be used as an antibiotic complement. One of the bacteria that produces bacteriocin peptides is S. macedonicus MBF10-2 which produces lantibiotic and non-lantibiotic bacteriocin compounds. The purpose of this study is to obtain optimal fractionation and fractionation methods as well as metabolite profiles generally by centrifugal filtration and ammonium sulfate precipitation methods. Confirmation of the method of fractionation and fractionation is carried out by inhibition test. The metabolite composition profile of the crude extract was analyzed with LC-ESI-QTOF-MS/MS. Results showed that the ≥ fractions of 30kDa and ≥ 3kDa contained bacteriocin peptides that inhibit Leuconostoc mesenteroides TISTR120 significantly whereas against Micrococcus luteus T18 does not give strong inhibition results. The results of the analysis of untargeted extracellular metabolites of crude extracts provided the results of a combination profile of amino acid fragments and detected lactic and malic acid content in accordance with the prediction of the results of metabolites of lactic acid bacteria in general. Analysis of extracellular metabolites needs to be confirmed by analysis of displaced extracellular metabolites to produce a more comprehensive profile against S. macedonicus MBF10-2 bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arva Pandya Wazdi
"Bakteriosin adalah peptida hasil produksi bakteri yang saat ini banyak diteliti karena aktivitasnya yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Resistensi terhadap antibiotik yang semakin nyata menyebabkan bakteriosin dianggap cocok menjadi salah satu kandidat API (active pharmaceutical ingredients) yang dapat dimanfaatkan sebagai komplemen antibiotik. Salah satu bakteri yang memproduksi peptida bakteriosin adalah S. macedonicus MBF10-2 yang menghasilkan senyawa bakteriosin lantibiotik dan non-lantibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh cara fraksinasi dan fraksi peptida bakteriosin dari S. macedonicus MBF10-2 yang aktivitasnya optimal dengan metode centrifugal filtration dan presipitasi amonium sulfat, serta profil metabolit umumnya. Konfirmasi cara fraksinasi dengan aktivitas optimal dilakukan dengan uji hambat. Profil komposisi metabolit ekstrak kasar dianalisis dengan LC-ESI-QTOF-MS/MS. Cara fraksinasi yang optimal adalah dengan centrifugal filtration. Hasilnya menunjukkan bahwa fraksi ≥ 30kDa dan ≥ 3kDa mengandung peptida bakteriosin yang memberikan penghambatan paling kuat terhadap Leuconostoc mesenteroides TISTR120, namun tidak memberikan penghambatan yang kuat terhadap Micrococcus luteus T18. Analisis metabolit ekstraseluler tak tertarget dari ekstrak kasar memberikan hasil profil kombinasi fragmen asam amino, serta adanya kandungan asam laktat dan malat yang sesuai dengan prediksi hasil metabolit bakteri asam laktat pada umumnya. Analisis metabolit ekstraseluler perlu dilakukan konfirmasi dengan analisis metabolit ekstraseluler tertarget untuk menghasilkan profil yang lebih komprehensif terhadap bakteri S. macedonicus MBF10-2.

Bacteriocins are peptides produced by bacteria that are being developed because of their activities that can inhibit the growth of bacteria. Resistance to antibiotics that is increasingly real causes bacteriocins to be considered suitable to be one of the API (active pharmaceutical ingredients) candidates that can be used as an antibiotic complement. One of the bacteria that produces bacteriocin peptides is S. macedonicus MBF10-2 which produces lantibiotic and non-lantibiotic bacteriocin compounds. The purpose of this study is to obtain optimal fractionation and fractionation methods as well as metabolite profiles generally by centrifugal filtration and ammonium sulfate precipitation methods. Confirmation of the method of fractionation and fractionation is carried out by inhibition test. The metabolite composition profile of the crude extract was analyzed with LC-ESI-QTOF-MS/MS. Results showed that the ≥ fractions of 30kDa and ≥ 3kDa contained bacteriocin peptides that inhibit Leuconostoc mesenteroides TISTR120 significantly whereas against Micrococcus luteus T18 does not give strong inhibition results. The results of the analysis of untargeted extracellular metabolites of crude extracts provided the results of a combination profile of amino acid fragments and detected lactic and malic acid content in accordance with the prediction of the results of metabolites of lactic acid bacteria in general. Analysis of extracellular metabolites needs to be confirmed by analysis of displaced extracellular metabolites to produce a more comprehensive profile against S. macedonicus MBF10-2 bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Kemala Eka
"ABSTRACT
Lionfish Pterois volitans merupakan spesies asli ikan di samudra Indonesia-Pasifik. Spesies ini diketahui merupakan salah satu spesies invasif yang destruktif. Invasi dari Lionfish ini memberikan dampak negatif pada ekologi dan kondisi ekonomi dari daerah yang terinvasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah Lionfish di lautan dan untuk menarik masyarakat untuk memanfaatkan Lionfish, studi mengenai manfaat dari Lionfish sangat dibutuhkan. Studi yang pernah ada menyatakan bahwa ekstrak racun dari duri Lionfish memiliki potensi efek sitolitik yang banyak diaplikasikan pada studi antitumor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi pelarut ammonium sulfat optimum untuk uji antitumor dan untuk mengetahui potensi antitumor pada ekstrak racun duri Lionfish secara lebih lanjut. Untuk mengetahui potensi antitumor pada racun Lionfish, crude venom Lionfish akan diisolasi dengan ammonium sulfat dan hasilnya akan diujikan pada sel HeLa yang akan menjadi model sel tumor. Hasil uji Lowry dan uji BSLT Brine Shrimp Lethality Test menunjukkan bahwa konsentrasi dan aktivitas protein tertinggi didapatkan dari isolasi protein dengan konsentrasi ammonium sulfat tertinggi. Selain itu, hasil uji MTT Microculture Tetrazolium Salt Assay menunjukkan bahwa hingga konsentrasi ammonium sulfat 80, persentase inhibisi terhadap sel HeLa terbesar didapatkan pada sampel yang diisolasi dengan ammonium sulfat dengan saturasi 60 dan 80. Hasil SDS-PAGE menunjukkan ada beberapa protein yang terkandung pada sampel ekstrak racun Lionfish yang sudah diisolasi. Salah satunya diprediksi memberikan efek antiproliferatif dan antiangiogenesis terhadap sel tumor, sementara yang lainnya diprediksi menginduksi aktivitas proliferasi sel tumor. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa ekstrak racun duri Lionfish Pterois volitans memiliki efek antitumor, namun memerlukan purifikasi isolate protein lebih lanjut dan studi lanjutan mengenai protein yang terkandung di dalam ekstrak racun Lionfish yang dapat meningkatkan aktivitas antitumor.

ABSTRACT
Lionfish Pterois volitans is a native species of Indo Pacific ocean. This species is known as destructive invasive species that invades in many areas, such as Atlantic ocean, the Carribean Sea and the Gulf of Mexico. The invasion of Lionfish gives negative impacts on the ecology and economic condition of the invaded areas. Therefore, to reduce the amount of Lionfish in the ocean and to attract people to exploit Lionfish, the study about Lionfishs benefit is necessary. The recent study revealed that venom extract from Lionfish spines has potential cytolytic effect that is widely used for antitumor studies. In this study, to obtain the optimum concentration of the solvent that used for protein isolation and to observe the antitumor properties of Lionfish further, we isolated the protein of Lionfish venom extract with ammonium sulphate and tested it on HeLa cell as the model of tumor cells. The Lowry and BSLT Brine Shrimp Lethality Test test showed that the highest protein concentration and activity is obtained when crude venom were isolated by the highest concentration of ammonium sulphate. Furthermore, based on the MTT Microculture Tetrazolium Salt assay results, until 80 ammonium sulphate concentration, the greater percentage of inhbition on HeLa cells reached by sample with 60 and 80 percent ammonium sulphate concentration. SDS PAGE results showed that there are several protein contained in the protein isolate of Lionfish venom. One of them is predicted giving antiproliferative and antiangionesis effect to tumor cells, but other is predicted inducing proliferative effect to tumor cells. These results suggest that Lionfish has an antitumor effect, but needs further purification step and more observation about the protein in Lionfish venom extract that can enhance antitumor effect."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novriyanti Amini
"Karies merupakan suatu kerusakan progresif dari enamel, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba pada permukaan gigi yang rentan. Bakteri utama yang dikenal sebagai penyebab karies gigi adalah Streptococcus mutans. Saat ini, penggunaan bahan alami sebagai obat alternatif yang baik untuk pengobatan karies gigi mulai dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bromelain dari bonggol nanas Ananas comosus L. Merr. dan dilakukan tahap pemurnian dengan fraksinasi bertingkat menggunakan aseton dan amonium sulfat. Fraksi bromelain yang diperoleh pada setiap tahap pemurnian dengan nilai aktivitas spesifik tertinggi diuji aktivitas antibakterinya dengan menggunakan metode difusi cakram. Enzim kasar yang diperoleh sebelum difraksinasi menunjukkan adanya aktivitas proteolitik dan memiliki nilai aktivitas spesifik sebesar 52,318 Unit/mg. Hasil fraksinasi larutan enzim kasar dengan aseton menghasilkan fraksi 3 dengan kejenuhan 50-80 yang memiliki aktivitas spesifik tertinggi sebesar 87,778 Unit/mg dengan tingkat kemurnian 2 kali dibandingkan larutan enzim kasar. Fraksinasi lebih lanjut menggunakan amonium sulfat menghasilkan fraksi 3 dengan kejenuhan 50-80 yang memiliki nilai aktivitas spesifik meningkat menjadi 260 Unit/mg dengan tingkat kemurnian 5 kali dibandingkan larutan enzim kasar. Proses dialisis dilakukan pada fraksi 3 amonium sulfat dapat menaikkan nilai aktivitas spesifik menjadi 340,926 Unit/mg dengan tingkat kemurnian menjadi 6 kali. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap enzim kasar, fraksi 3 aseton, dan fraksi 3 amonium sulfat. Sebagai kontrol negatif digunakan larutan buffer fosfat 0,2 M pH 7,0. Sebagai kontrol positif digunakan klindamisin untuk bakteri uji Streptococcus mutan dan metronidazol untuk bakteri uji Porphyromonas gingivalis. Uji antibakteri dari enzim kasar terhadap kedua bakteri uji menghasilkan zona bening dengan kategori daya hambat lemah yaitu sebesar 12 mm. Pengukuran zona bening yang diperoleh pada fraksi 3 amonium sulfat terhadap bakteri uji Porphyromonas gingivalis menunjukkan nilai yang sama dengan kontrol positifnya yaitu sebesar 21 mm, sedangkan pada fraksi 3 aseton tidak menunjukkan adanya zona bening untuk bakteri uji tersebut.Untuk bakteri uji Streptococcus mutan, klindamisin menghasilkan zona bening sebesar 38 mm.

Caries is a progressive deterioration of enamel, dentine, and cementum, initiated by microbial activity on the vulnerable tooth surface. The main bacteria that cause dental caries is Streptococcus mutan. The use of such natural material as alternative medicine to cure caries began to be developed. The objective of this study was to isolated bromelain from pineapple core Ananas comosus L. Merr. and purification by multilevel fractionation using acetone and ammonium sulphate. The fraction of bromelain in each purification step with the highest specific activity value was tested for its antibacterial activity by method of paper disc diffusion. Crude enzyme solution before fractionation showed proteolitic activity and has specific activity value equal to 52,318 Unit mg. Result of fractionation of crude enzyme solution using acetone produce third fraction with level of saturation is 50 80 that has highest specific activity equal to 87,778 Unit mg with level of purity equal to 2 times compared to crude enzyme solution. Further purification by fractionation using ammonium sulfate produces third fraction with level of saturation is 50 80 which has a specific activity value increased to 260 Unit mg with level of purity 5 times compared to crude enzyme solution. Process of dialysis was carried out in the third fraction that was result of fractionation using ammonium sulphate was increased specific activity value to 340,926 Unit mg with level of purity is 6 times. Fraction of enzymes which used to tested for antibacterial activity are crude enzyme, the third fraction of acetone fractionation and the third fraction of ammonium sulphate fractionation. Negatife control was used 0,2 M phosphate buffer solution pH 7,0 and positive control was used clindamycin for Streptococcus mutan bacteria and metronidazole for Porphyromonas gingivalis bacteria. Test of antibacteria from crude enzyme for both of bacteria showed clear zone with weak inhibitory category equal to 12 mm. The largest clear zone measurements were obtained at the third fraction of ammonium sulphate fractionation in Porphyromonas gingivalis bacteria that has same value with metronidazole as its positive control equal to 21 mm. Beside that, third fraction of acetone fractionation did not produce clear zone in both bacteria. Clindamysin in Streptococcus mutan bacteria produce clear zone equal to 38 mm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Hidayat
"Bromelain adalah protease yang secara komersial didapatkan dari buah atau batang tumbuhan nanas. Pada penelitian ini bromelain diisolasi dari bonggol nanas Ananas comosus [L.] Merr lalu dimurnikan dengan fraksinasi menggunakan amonium sulfat dan pelarut aseton. Bromelain hasil fraksinasi dari masing-masing metode kemudian akan diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, dan Escherichia coli dengan metode difusi cakram. Fraksi enzim yang memiliki kemurnian dan aktivitas spesifik tertinggi diperoleh pada fraksi 2 amonium sulfat dengan tingkat kejenuhan 20-50 , dan pada fraksi 3 aseton dengan tingkat kejenuhan 50-80 . Aktivitas spesifik fraksi 2 amonium sulfat yaitu 70 U/mg dengan tingkat kemurnian 5,3 kali lipat dibandingkan dengan enzim kasarnya. Sedangkan, aktivitas spesifik fraksi 3 aseton yaitu 19,736 U/mg dengan tingkat kemurnian 2,5 kali lipat dibandingkan dengan enzim kasarnya. Hasil uji potensi antibakteri menunjukkan ekstrak kasar enzim bromelain memiliki aktivitas antibakteri untuk semua bakteri uji. Potensi antimikroba bromelain hasil fraksinasi hanya terlihat pada bakteri P. acnes. Berdasarkan hasil uji potensi antibakteri, fraksinasi menggunakan aseton dapat menghasilkan fraksi bromelain dengan aktivitas antibakteri lebih baik dibandingkan dengan fraksinasi menggunakan amonium sulfat.

Bromelain is a protease commercially derived from pineapple fruit or stems. In this study bromelain was isolated from pineapple core Ananas comosus L. Merr and then purified by fractionation using ammonium sulfate and acetone. The fractionated bromelain of each method will be tested for its antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis, Propionibacterium acnes, and Escherichia coli by disc diffusion method. The enzyme fraction that has highest purity and activity is fraction 2 of ammonium sulfate fraction with saturation level of 20 50 , and fraction 3 of acetone with saturation level of 50 80. The specific activity of fraction 2 ammonium sulfate is 70 U mg with a purity level of 5.3 fold compared with its crude enzymes. Meanwhile, the specific activity of fraction 3 acetone is 19,736 U mg with 2.5 fold purity level compared with its crude enzyme. The antibacterial potency test results showed a crude extract of bromelain enzyme having antibacterial activity for all test bacteria. The antimicrobial potential of fractionated bromelain is only seen in P. acnes bacteria. Based on antibacterial potency test results, fractionation using acetone can produce bromelain fraction with better antibacterial activity compared with fractionation using ammonium sulfate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rekso Adi Makayasa
"Pengolahan bijih nikel laterit kadar tinggi yang menghasilkan feronikel membutuhkan energi yang tinggi sehingga perlu adanya metode yang tepat untuk mengolah bijih tersebut agar lebih ekonomis. Reduksi selektif bijih nikel laterit merupakan metode pengolahan bijih nikel laterit yang melibatkan aditif, reduktor, dan pemisahan mangetik pada prosesnya dan berpotensi untuk dikembangkan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan aditif sodium sulfat, asam borat, dan campuran keduanya pada proses reduksi selektif bijih nikel laterit jenis saprolit. Reduktor yang digunakan adalah batu bara bituminous sebanyak 0,2 stoikiometri yang divariasikan dari 0,1 – 0,5 stoikiometri. Temperatur reduksi yang digunakan adalah 1.150°C, kemudian divariasikan dari 1.050°C - 1.250°C dengan waktu reduksi selama 60 menit. Setelah reduksi, dilakukan pemisahan magnetik basah dengan kekuatan magnet 500 Gauss agar konsentrat dan tailing dapat terpisah. Dilakukan metode karakterisasi yang terdiri atas X-ray Fluorescene (XRF), X-ray Diffraction (XRD), dan Scanning Electron Microscope yang dilengkapi dengan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS) pada nikel hasil reduksi. Hasil pengujian menunjukkan penambahan aditif sodium sulfat optimum adalah sebanyak 10% berat dengan kadar dan recovery nikel yang dihasilkan 17,29% dan 12,74%. Aditif asam borat mencapai nilai optimum pada kadar 20% berat yang menghasilkan nikel dengan kadar optimum 20,65% dan recovery optimum nikel 64,32%. Penambahan aditif campuran sodium sulfat-asam borat optimum terdapat pada kadar 20% berat dengan rasio 25-75 yang menghasilkan nikel dengan kadar dan recovery sebanyak 30,59% dan 23,58%. Peningkatan jumlah reduktor dapat menyebabkan peningkatan kadar nikel dengan jumlah reduktor optimum 0,4 stoikiometri yang menghasilkan nikel dengan kadar optimum 31,35% dan recovery optimum 40,32%. Peningkatan temperatur reduksi hingga 1.250°C dapat meningkatkan peningkatan kadar dan recovery nikel hingga kadar dan recovery-nya mencapai 18,29% dan 74,87%. Terjadi peningkatan ukuran partikel feronikel seiring dengan peningkatan kadar aditif, reduktor, dan temperatur hingga ukuran partikel maksimalnya mencapai 74,69 µm.

The processing of high-grade nickel laterite ore to produce ferronickel requires significant energy, making it necessary to develop an appropriate method to make the ore processing more economical. Selective reduction of nickel laterite ore is a processing method involving additives, reductors, and magnetic separation in the process, with potential for further development. The objective of this research is to study the influence of adding sodium sulfate, boric acid, and their combination in the selective reduction process of saprolite-type nickel laterite ore. The reductor used is bituminous coal at a stoichiometry of 0.2, varied from 0.1 to 0.5 stoichiometry. The reduction temperature is set at 1,150°C, then varied from 1,050°C to 1,250°C with a reduction time of 60 minutes. After reduction, wet magnetic separation is performed with a magnetic strength of 500 Gauss to separate concentrate and tailings. Characterization methods, including X-ray Fluorescence (XRF), X-ray Diffraction (XRD), and Scanning Electron Microscope equipped with Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS), are conducted on the nickel resulting from the reduction. The test results show that the optimal addition of sodium sulfate is 10 wt%, resulting in a nickel grade and recovery of 17.29% and 12.74%, respectively. Boric acid additive reaches optimal values at a 20 wt% concentration, producing nickel with an optimal grade of 20.65% and an optimal nickel recovery of 64.32%. The optimal addition of a mixed additive of sodium sulfate and boric acid is at a 20 wt% concentration with a 25-75 ratio, resulting in nickel with a grade and recovery of 30.59% and 23.58%, respectively. Increasing the reductor content can lead to an increase in nickel grade, with an optimal reductor content of 0.4 stoichiometry producing nickel with an optimal grade of 31.35% and an optimal recovery of 40.32%. Increasing the reduction temperature to 1,250°C can enhance the increase in nickel grade and recovery until reaching values of 18.29% and 74.87%, respectively. An increase in particle size of ferronickel occurs with the increase in additive, reductor, and temperature until the maximum particle size reaches 74.69 µm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Noor Arafah
"ABSTRAK
Pada penelitian mi digunakan limbah cair tahu
sebagal substrat fermentasi nata, dengan penambahan 10,0%,
12,5%, 15,0%, atau 17,5% sukrosa dan 0,1%, 0,3%, atau 0,5%
amonium sulfat [(NH4 ) 2SO4 ]. Fermentasi nata dilakukan
dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinwn (Brown)
Bergey dkk.
Tujuan penelitian mi adalah untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penainbahan beberapa konsentrasi sukrosa
dan (NH4 ) 2 SO4 serta interaksi antara kedua faktor tersebut
terhadap ketebalan rata-rata nata, dan rnenentukan
konsentrasi sukrosa dan (NH 4 ) 2SO4 yang memberikan hasil
ketebalan rata-rata nata paling baik.
Ketebalan rata-rata nata yang tertinggi (0,601 cm)
diperoleh dari penambahan 12,5% sukrosa dan 0,1% (NH4)2SO4.
Ketebalan rata-rata nata yang terendah (0,157 cm) diperoleh
dari penambahan 17,5% sukrosa dan 0,5% (NH4)2SO4.
Uji statistik pada a = 0,01 menunjukkan ada pengaruh
penambahan sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 , serta interaksi antara
sukrosa dan (NH4 ) 2SO4 terhadap ketebalan rata-rata nata.
Interaksi penainbahan sukrosa dan (NH4 ) 2 SO4 terlihat pada
penambahan 15,0% atau 17,5% sukrosa. Pada penambahan
sukrosa 15,0% atau 17,5% menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi (NH4 ) 2SO4 yang dltambahkan, semakin rendah
ketebalan rata-rata nata yang dihasilkan
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Sriyono Putro
"Penelitian ini ditujukan untuk membuat madu kering dari kristal madu melalui pemanasan dengan oven pada temperatur 80°C dengan menggunakan bahan tambahan carboxymethyl cellulose, malto dekstrin, amilum, dan kasein serta tricalcium phosphate. Penggunaan amilum dimaksudkan untuk menggantikan kasein. Penelitian menunjukkan bahwa amilum lebih unggul dari pada kasein dalam segala parameter uji (rendemen, kadar air, dan kelarutan dalam air) kecuali pada tekstur dan warna karena amilum akan merusak tekstur dan warna dari madu. Penilaian semi kuantitatif menunjukan madu serbuk dengan kualitas terbaik memiliki komposisi: 40% madu, 50% amilum, 8% CMC, dan 2% dekstrin, sedangkan madu serbuk dengan kualitas terrendah memiliki komposisi: 30% madu, 60% kasein, 8% CMC, dan 2% dekstrin.

This study is intended to make dried honey from honey crystals by heating in an oven at a temperature of 80 ° C using carboxymethyl cellulose additives, malto dextrin, starch, and casein and tricalcium phosphate. Starch is intended to replace the use of casein. Research shows that the starch is superior to casein in all test parameters (yield, moisture content, and solubility in water) except in texture and color because starch will damage the texture and color of honey. Semi-quantitative assessment shows the highest quality honey powder having the composition: 40% honey, 50% starch, 8% CMC and 2% dextrin, while honey has the lowest quality of the powder with the composition: 30% honey, 60% casein, 8% CMC, and 2% dextrin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>