Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64087 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haris Nova Eka Putri
"Air merupakan komoditi penting yang digunakan di industri terutama pada peralatan proses. Untuk itu air perlu mendapat perhatian khusus akan masalah-masalah yang ditimbulkannya seperti korosi dan kerak. Jenis kerak dibagi menjadi dua yaitu hard scale (kalsit) dan soft scale (aragonit dan vaterit). Kalsit inilah yang menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran pada pipa. Hal ini dapat menurunkan efisiensi perpindahan panas pada alat-alat penukar panas yang menghambat proses produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, telah dikembangkan suatu metode alternatif untuk pengolahan air yaitu dengan magnetisasi. Magnetisasi ini ditujukan untuk mengurangi pembentukan deposit kerak pada dinding peralatan, biasanya berupa CaC03. Penelitian dilakukan dengan melakukan proses magnetisasi terhadap larutan Na2C03 menggunakan pompa sirkulasi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas proses magnetisasi terhadap pembentukan kerak. Variabel penting yang diamati meliputi: waktu sirkulasi larutan, jumlah magnet, kecepatan sirkulasi, dan kuat medan magnet. Pengukuran efektivitas magnetisasi terhadap pembentukan deposit kerak akan diamati pada konsentrasi ion Ca2+, berat deposit CaC03, jenis dan ukuran kristal dengan membandingkan data magnetisasi dan non magnetisasi. Untuk uji analisis yang akan dilakukan yaitu menggunakan uji ion selective Ca2+, titrasi kompleksometri EDTA, foto mikroskop, dan X-Ray Diffraction. Dari hasil analisis di larutan, ditemukan bahwa magnetisasi menyebabkan penurunan yang signifikan pada konsentrasi ion Ca"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49563
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Ariessita
"Salah satu sistem dalam metode magnetisasi yang mampu mengurangi deposit CaC03 adalah dengan magnerisasi statis larutan Na2C03. Pada sistem ini, dapat dilihat fenomena medan magnet (yang diduga) dapat memperkuat energi hidrasi ion CO32- sehingga ion tersebut tidak mudah bergabung dengan ion Ca"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Laurens Rettob
"Pengujian efek medan magnet terhadap presipitasi CaCO3 merupakan salah satu topik yang banyak diteliti untuk dapat menjelaskan efektifitas proses Anti-scale Magnetic Treatment (AMT). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan pengaruh magnetisasi yang berbeda ? beda sehingga menimbulkan kontroversi. Beberapa peneliti dengan menggunakan magnetisasi sistem statis mendapatkan efek magnetisasi menekan presipitasi CaCO3 (mekanisme ion) dan peneliti lainnya mendapatkan efek magnetisasi mempercepat presipitasi CaCO3 (mekanisme presipitasi in situ). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi operasi seperti pH, suhu, dan waktu magnetisasi. Untuk itu, perlu dilakukan studi yang lebih mendalam tentang efek medan magnet terhadap presipitasi CaCO3. Untuk mempelajari efek medan magnet terhadap presipitasi CaCO3 dengan sistim statis, maka parameter yang diamati adalah jumlah presipitasi total CaCO3 dan deposit CaCO3 dengan menggunakan metode analisis titrasi kompleksometri EDTA dan analisa jenis kristal CaCO3 pada deposit dilakukan dengan metode XRD. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa kenaikan pH akan meningkatkan presipitasi CaCO3 dan menurunkan kandungan ion di larutan sehingga terjadi perubahan mekanisme ion menjadi mekanisme presipitasi in situ. Pada variasi suhu larutan diperoleh efek magnetisasi dominan terjadi di fasa larutan dan semakin berkurang dengan naiknya suhu. Pada variasi waktu magnetisasi didapatkan penurunan presipitasi CaCO3 di fasa permukaan dengan semakin lama waktu magnetisasi. Analisis XRD menunjukan bahwa jenis kristal CaCO3 yang dominan terbentuk di permukaan adalah kalsit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Wijaya
"Air merupakan komponen yang sangat panting untuk digunakan dalam industri. Air banyak digunakan sebagai pendingin (cooling wafer), boiler feed wafer, kondensasi, chilling, pertukaran panas, dan lain sebagainya Agar memenuhi persyarutan untuk proses industri, maka air tcrsebut harus diolah (di-rrealment) terlebih dahulu. Metode pengoiahan air yang sering digunakan dalam industri adalah metode canon-anion exchange (pertukaran kation-anion) dengan resin penukar ion _ Metode lain yang telah Iama diteliti dan dikembangkan adalah metode pengolahan air dengan magnetisasi. Tuj uan utama dari pengolahan air adalah untuk mengurangi peinbentukan scale (kerak). Scale tcrbagi menjadi dua, yaitu I hard scale (kalsi0 dan sq# scale (aragonir dan varerir). Hard scale umumnya menycbab!-can kehila ngan energi dan kerugian biaya yang cukup besar.
Untuk mencliti pcngaruh xncdan magnet terhadap sifat-sifat air, maka dilakukan pengukuran terhadap sifat-sifat air sebelum dan sesudah magnetisasi, baik sifat fisika maupun sifat kimianya. Parameter yang diuji adalah pl-I, konduktivitas, viskositas dan kandungan ion Ca” dalam air. Pengujian ini menggunakan magnet batang permanen Neobimium (Nb) yang divariasikan kuat medannya dan orientasi kutub magnetnya.
Efek medan magnet menyebabkan terjadinya kenaikan pl-I sehingga pH larutan menjadi bersifat bzqlifr. pl-Inya berubah menjadi 6,79 dan 7,17 dalam waktu 15 menit magnetisasi. Kuat medan yang-digunakan adalah 1520 Gauss. Medan magnet jua menyebabkan terjadinya penurunan konduktivitas. Faklor-faktor yang mempengaruhi penurunan itu adaiah kuat medan magnet dan kutub-kutub magnet (dipole dan monopole) Viskositas air juga mengalami penurunan yang disebabkan oleh lcumb-kutub magnet baik dipole maupun monopole. Sedangkan hasil uji AAS tidak menunjukkan adanya perubahan konsentrasi Ca".
Perubahan sifat-sifat air ini disebabkan oleh terpengaruhnya ion-ion yang ada di dalam air dan molekul-molekul air oleh efek medan magnet. Reaksi pembentukan aragoni! mempakan reaksi kesetimbangan, sehingga kristal-I-uistal yang terbentuk dapat dengan mudah kembali menj adi ion-ion Ca2+."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridwan
"ABSTRAK Trichoderma viride merupakan suatu jamur penghasil selulase yang dapat mendegradasi selulosa. Selulosa merupakan suatu polimer rantai panjang yang tersusun dari unit-unit berulang glukosa yang saling berikatan dengan ikatan glikosidik ?-1,4. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi selulase dengan menggunakan kulit kedelai sebagai substrat. Aktivitas enzim ditentukan dengan menghitung kadar glukosa yang dibebaskan dan ditentukan dengan menggunakan metode Somogyi-Nelson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum pertumbuhan Trichoderma viride adalah pada kadar substrat 12%, pH 4,5, dan waktu inkubasi pada hari kedua dengan aktivitas enzim sebesar 0,0220 IU. Pemurnian selulase dilakukan dengan pengendapan oleh ammoniumsulfat jenuh 0-95%. Didapatkan hasil fraksionasi yang mempunyai aktivitas spesifik tertinggi pada fraksi III dengan aktivitas spesifik sebesar 0,0108 IU/mg protein. Hasil dialisis dari Fraksi III menjadi lebih murni dengan kenaikan aktivitas spesifik menjadi 1,34 kali atau naik menjadi 0,0145 IU/mg protein. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa selulase dapat diproduksi dengan menggunakan media kulit kedelai. Kata kunci: Selulase, selulosa, Trichoderma viride. X + 44 hlm.; gambar, lampiran, tabel. Bibliografi: 18 (1976-2003)"
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nurul Haq
"Glukosa sebelumnya diproduksi dengan hidrolisis pati karena ada dalam bentuk yang berbeda relatif murni pada tanaman dan salah satu produk pertanian terbesar. Kaleng pati digunakan sebagai sumber makanan, etanol, dan pakan ternak. Namun, karena nilainya kompetitif dan pemanfaatan pati menjadi mahal. Oleh karena itu, saat ini sedang diteliti pemanfaatan selulosa. Selulosa bisa digunakan untuk membuat sirup glukosa, asam jawa organik, dan bioetanol. Serat tumbuhan alami seperti serat kapuk (Ceiba pentandran Gaertn) berpotensi tinggi sebagai sumber selulosa untuk pembuatan glukosa.
Studi ini menunjukkan kondisi optimal untuk parameter hidrolisis meningkatkan hasil hidrolisis enzimatis dari enzim kasar kapang terpilih.
Penelitian ini diawali dengan peremajaan garis kapang selulolitik yang diperoleh dari Koleksi Kebudayaan Universitas Indonesia (UICC), Departemen Biologi, FMIPA UI, isolasi serat kapas α-selulosa, preparasi enzim selulase kasar, dan dilanjutkan dengan mengevaluasi aktivitas selulase enzim kasar menggunakan 2 metode: metode zona bening sedang untuk CMC 1% dan metode spektrofotometri gula reduksi, dan optimalisasi kondisi hidrolisis. Persiapan enzim dan uji aktivitas Selulase kasar dilakukan pada enzim dari 3 jenis kapang, yaitu Trichoderma reesei, Fusarium oxysporum, dan Penicillium vermiculatum. Aktivitas selulolitik tertinggi di CMC 1% terhidrolisis ditunjukkan pada jamur Penicillium vermiculatum dengan akuisisi glukosa 3,8045%. α-selulosa dihasilkan dari serat kapuk dibandingkan dengan serat kapas kasar dan penggunaan Avicel PH 101 Fourier Transform Infrared Spectrophotoscopy (FTIR). Tingkat sakarifikasi maksimum Pada konsentrasi 5% substrat α-selulosa ditemukan serat kapuk pada penambahan serat kapuk 2% konsentrasi enzim selulase kasar. PH dan suhu optimal untuk hidrolisis yang optimal berada dalam kondisi hidrolisis pH 5 dan suhu 50 ° C, selama 48 jam inkubasi, dengan peningkatan glukosa 0,4022%. Glukosa yang dihasilkan diidentifikasi menggunakan FTIR dan sifat gula pereduksi dideteksi dengan menggunakan uji rasio Fehling.

Glucose was previously produced by hydrolysis of starch because it exists in different forms relatively pure in plants and is one of the largest agricultural products. Starch cans are used as a source of food, ethanol and animal feed. However, due to its competitive value and use of starch it is expensive. Therefore, the use of cellulose is currently being investigated. Cellulose can be used to make glucose syrup, organic tamarind, and bioethanol. Natural plant fibers such as kapok fiber (Ceiba pentandra
Gaertn) has high potential as a source of cellulose for the manufacture of glucose. This study shows that the optimal conditions for the hydrolysis parameters increase the enzymatic hydrolysis yield of selected mold crude enzymes.
This research began with the rejuvenation of cellulolytic mold lines obtained from the Cultural Collection of the University of Indonesia (UICC), the Department of Biology, FMIPA UI, isolation of α-cellulose cotton fibers, preparation of crude cellulase enzymes, and continued by evaluating the activity of crude cellulase enzymes using 2 methods: methods. medium clear zone for CMC 1% and reduction sugar spectrophotometric method, and optimization of hydrolysis conditions. Enzyme preparation and crude cellulase activity tests were carried out on the enzymes of 3 types of fungi, namely Trichoderma reesei, Fusarium oxysporum, and Penicillium vermiculatum. The highest cellulolytic activity in hydrolyzed 1% CMC was shown in the fungus Penicillium vermiculatum with glucose acquisition of 3.8045%. α-cellulose is produced from cotton fibers compared to coarse cotton fibers and the use of Avicel PH 101 Fourier Transform Infrared Spectrophotoscopy (FTIR). Maximum saccharification rate At a concentration of 5% of the α-cellulose substrate, kapok fibers were found in the addition of kapok fibers
2% concentration of crude cellulase enzymes. The optimal pH and temperature for optimal hydrolysis are in the hydrolysis conditions of pH 5 and a temperature of 50 ° C, for 48 hours of incubation, with an increase of 0.4022% glucose. The resulting glucose was identified using FTIR and the properties of reducing sugars were detected using the Fehling ratio test.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romadhon Nuzuly
"[Telah dilakukan substitusi Ni pada senyawa perovskite La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 with x = 0; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; and 0,05 dan dikarakterisasi dengan difraksi sinar x, permagraf, dan four point probe (FPP). Semua sampel menunjukkan struktur kristal orthorombik pada suhu ruangan. Parameter kisi a, b, c cenderung konstan seiring
bertambahnya Ni pada Mn. Magnetisasi saturasi untuk semua sampel belum dapat ditentukan yang dikarenakan hasil pengukuran permagraf belum terbentuk kurva histeresis. Selain itu, nilai magnetisasi remanen untuk semua sampel bernilai nol atau tidak ada. Magnetoresistansi negatif terjadi pada x = 0 dengan rasio 15,625% dan magnetoresistansi positif terjadi pada x = 0,01 sampai dengan 0,05 dengan persentase maksimum 18,341% untuk x = 0,01.;Ni-substituted to perovskites La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 with x = 0; 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; and 0.05, have been done and investigated by x-ray diffraction, permagraph,
and four point probe (FPP) measurements. All samples show an orthorhombic structure in room temperature. The cell parameter a, b, c tent to consist with increasing Ni content. Magnetization saturation for all samples can not be measure, because the hysteresis loop is not form. On the other side, magnetic remanence is zore for all samples. Negative magnetoresistance appears at x = 0 with ratio 15.625% and positive magnetoresistance appears at x = 0.01 untill 0.05 with
maximum ratio 18.341% for x = 0.01., Ni-substituted to perovskites La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 with x = 0; 0.01; 0.02; 0.03;
0.04; and 0.05, have been done and investigated by x-ray diffraction, permagraph,
and four point probe (FPP) measurements. All samples show an orthorhombic
structure in room temperature. The cell parameter a, b, c tent to consist with
increasing Ni content. Magnetization saturation for all samples can not be measure,
because the hysteresis loop is not form. On the other side, magnetic remanence is
zore for all samples. Negative magnetoresistance appears at x = 0 with ratio
15.625% and positive magnetoresistance appears at x = 0.01 untill 0.05 with
maximum ratio 18.341% for x = 0.01.]"
Universitas Indonesia, 2015
T43931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ebsya Serashi Fitriana
"Ester asam lemak karbohidrat adalah emulsifier ramah lingkungan yang dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan sukrosa, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Sintesis emulsifier ester asam lemak karbohidrat pada penelitian ini dilakukan melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak hasil hidrolisis minyak kelapa sawit dengan sukrosa. Reaksi esterifikasi dilakukan secara enzimatik menggunakan lipase Candida rugosa EC 3.1.1.3 terimmobilisasi pada matriks silika gel 60 dengan bantuan pelarut organik (n-heksana) dan kandungan air yang relatif sedikit.
Immobilisasi enzim merupakan teknik recovery enzim yang menjadi perhatian dalam beberapa tahun belakangan, dilakukan dengan bantuan support sebagai media yang dapat mencegah terlarutnya enzim. Teknik immobilisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik adsorpsi menggunakan lipase Candida rugosa EC 3.1.1.3. Reaksi yang diamati adalah reaksi hidrolisis minyak kelapa sawit dalam sistem emulsi minyak dalam air. Produk hasil sintesis diuji dengan uji emulsi dan diketahui mempunyai sifat sebagai emulsifier.
Berdasarkan hasil penentuan % konversi asam lemak, didapatkan % konversi produk tertinggi sebesar 9,43% pada kondisi suhu 37°C, rasio molar sukrosa:asam lemak 1:80, waktu inkubasi 8 jam, berat lipase bebas untuk immobilisasi 100 mg, dan berat lipase terimmobilisasi untuk esterifikasi 1800 mg. Hasil identifikasi produk menggunakan FT-IR menunjukkan serapan gugus ester pada bilangan gelombang 1737,86 cm-1.

Fatty acid sucrose esters are biodegradable emulsifiers that may be synthesized by esterification reaction between fatty acid (FA) and sucrose (S) was carried out chemical or enzimatic. In this study, the synthesis of emulsifier fatty acid - carbohydrate esters used palm oil fatty acid and sucrose. The esterification reaction was carried out enzimatically using Candida rugosa EC 3.1.1.3 lipase immobilized on matrix silica gel 60 in the present of organic solvent (n-hexane) and little bit water.
Enzyme immobilization is a recovery technique that has been studied in several years, using support as a media to help enzyme dissolutions to the reaction substrate. Immobilizing method used in this study was adsorption method, using specific lipase from Candida rugosa EC 3.1.1.3. The reaction studied was palm oil hydrolysis in oil-water emulsion system. The synthesized product was then examined by simple emulsion test and was proved to be an emulsifier.
Based on the determination of % conversion of fatty acid, obtained the highest % conversion products was up to 9,43% at conditions for esterification were temperature 37°C, the molar ratio of sucrose:fatty acid 1:80, 8 hours incubation time, 100 mg free lipase for immobilization, and 1800 mg immobilized lipase for esterification. The characterization of synthesized product with FT-IR showed that product exhibit the absorbtion of ester functional group at 1737,86 cm-1.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45280
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Satiti Ayu Wulandari
"Kandungan mineral-mineral terlarut dalam suatu larutan, seperti Ca2+ dan Mg2+ memiliki kecenderungan untuk terdeposit membentuk lapisan sangat keras yang biasa disebut kerak. Pembentukan kerak akan meningkat seiring dengan semakin tingginya kandungan ion Ca2+ dalam larutan. Magnetisasi dapat menurunkan kandungan ion Ca2+ dalam larutan, sehingga mampu mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat pembentukan kerak tersebut. Percobaan dilakukan untuk mengetahui efek dari medan magnet terhadap kandungan ion Ca2+ dalam larutan dan pembentukan deposit CaC03 di permukaan. Proses magnetisasi selama presipitasi berlangsung akan dilakukan pada kondisi statis dengan tingkat kesadahan larutan, lamanya proses magnetisasi dan presipitasi sebagai variabel-variabel yang dimanipulasi dalam percobaan. Magnet yang digunakan adalah magnet batang permanen berbasis Neodymium (Nd) dengan kuat medan sebesar 950 - 3400 Gauss. Karakteristik larutan akan dibandingkan pada saat sebelum dan sesudah magnetisasi berlangsung.
Dalam percobaan ini, konsentrasi ion Ca2+ diukur dengan menggunakan titrasi kompleksometri EDTA dan elektroda ion selektif Ca2+ Vernier. Uji foto mikroskop dan karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengamati distribusi dan ukuran kristal yang terbentuk di permukaan. Berdasarkan serangkaian percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa magnetisasi terhadap larutan campuran Na2CO3 dan CaCl2 memiliki efek yang berbeda, tergantung dari metode yang digunakan. Metode magnetisasi selama presipitasi berlangsung akan mendominasi tahap pertumbuhan partikel, sehingga jumlah deposit yang terbentuk di permukaan lebih banyak namun dengan ukuran. kristal yang lebih kecil. Beberapa parameter yang menentukan efektivitas dari proses magnetisasi adalah tingkat kesadahan larutan, lamanya waktu magnetisasi dan presipitasi. Proses magnetisasi berlangsung paling efektif saat diaplikasikan pada larutan campuran selama sepuluh menit dan pengaruhnya dapat bertahan hingga tiga puluh menit. Efek magnetisasi tetap terlihat dengan jelas, meskipun diaplikasikan pada larutan induk dengan berbagai konsentrasi yang berbeda."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Kurniawan
"Penelitian spintronika memiliki ide untuk memanipulasi spin elektron pada suatu sistem zat padat dengan tujuan untuk menghasilkan divais masa depan, seperti divais logika terintegrasi dan sistem penyimpan data non-volatile. Salah satunya adalah pengembangan divais racetrack memory yang berbasis domain wall (DW) magnetik dalam sistem kawat nano (nanowire) sebagai media penyimpanan data yang diusulkan oleh S. Parkin, dkk. pada tahun 2008. Perhatian penting pengembangan racetrack memory adalah karakteristik DW pada material magnetik dengan orientasi magnetisasi anisotropik sejajar bidang (in-plane anisotropy, IMA) dan tegak lurus bidang (perpendicular magnetic anisotropy, PMA). Kelebihan dari material PMA adalah mampu mengurangi besarnya arus ambang (threshold) hingga satu orde (~ 1011 Am-2) untuk menggerakkan DW sepanjang kawat nano dan mengurangi dampak pemanasan Joule. Dalam penelitian ini, dilakukan studi dinamika pegerakan DW dalam kawat nano berorientasi magnetisasi sejajar (IMA) dan tegak lurus (PMA) berbasis material feromagnetik menggunakan pendekatan simulasi mikromagnetik. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pada material CoFeB yang bertipe PMA, DW memiliki kecenderungan orientasi perputaran magnetisasi secara natural (groundstate) yang bergantung pada geometri kawat nano sehingga memunculkan tipe Bloch Wall atau Néel Wall. Dengan demikian dapat didefinisikan suatu ukuran kritis (tc) transisi Bloch Wall menjadi Néel Wall sebanding dengan perubahan ukuran kawat nano melalui kalkulasi sederhana berdasarkan profil magnetisasi Mx dan My. Pada nanowire CoFeB, diketahui bahwa perubahan durasi pulsa magnetik eksternal mempengaruhi besaran medan Walker breakdown (HWB). Semakin pendek durasi pulsa magnetik, maka nilai HWB akan semakin besar. Pergeseran nilai HWB pada durasi pulsa magnetik yang lebih singkat disebabkan adanya kebutuhan energi DW untuk bergerak sepanjang kawat nano yang lebih dominan. Pada material IMA, seperti Permalloy, ditunjukkan bahwa ukuran kedalaman notch yang semakin besar sebanding dengan peningkatan arus depinning (Jd) untuk menggerakkan DW keluar dari area notch. Stuktur internal DW juga mengalami transformasi bentuk dari transversal menjadi anti-vortex dalam proses depinning. Pada material PMA CoFeB, ditunjukkan juga bahwa kedalaman ukuran notch memiliki korelasi berbanding lurus terhadap besarnya Jd. Namun demikian, pada kedalaman notch yang semakin besar terjadi peningkatan nilai Jd yang signifikan, terutama pada ukuran > 20 nm. Selain itu, nilai Jd tersebut lebih dipengaruhi oleh ketebalan kawat nano pada ukuran yang lebih tipis. Karakteristik ini dipengaruhi oleh peningkatan luas ukuran melintang (cross-sectional area), sehingga meningkatkan dominasi energi demagnetisasi untuk menahan DW pada kondisi pinning. Dipahami bahwa peningkatan energi DW saat depinning dapat disebabkan oleh perubahan ukuran struktur DW yang terjadi pada ukuran kawat nano yang lebih besar.

The spintronics research had an idea to manipulate the electron spin in the solid state system with the purpose to obtain future devices, such as the integrated logic and the non-volatile memory. One of the important topics was the development of racetrack memory, based on the magnetic domain wall (DW) on the nanowire system as proposed by S. Parkin et al. in 2008. The interesting part of racetrack memory was the DW characteristics in the magnetic materials with in-plane anisotropy (IMA) and perpendicular magnetic anisotropy (PMA). The advantages of the PMA materials are the lower threshold current (~1011 Am-2) to move DW along the nanowire and reduce the impact of Joule heating. In this work, the DW dynamics on the ferromagnetic nanowire with IMA and PMA orientation have been studied utilizing micromagnetic simulation. The results showed that on the PMA CoFeB material, the DW magnetization tends to change gradually in the groundstate condition depending on nanowire geometries to obtain the Bloch Wall or the Néel Wall. Therefore, a critical transition size (tc) of the Bloch Wall to Néel Wall can be defined as the increasing nanowire size by performing a simple calculation based on the Mx and My magnetization profile. In the CoFeB nanowire, it is understood that the decreasing of external magnetic pulse duration influenced the value of the Walker breakdown field (HWB). The HWB increased as the decreasing of pulse duration decreased. The shifted HWB values in the shorter pulse duration were caused by the dominant energy needed to move DW along the nanowire. The IMA material, such as Permalloy, showed that the increasing of notch dept related to the increasing of depinning current (Jd) to move the DW out from the notch area. The DW internal structure was also transformed from transverse to anti-vortex in the depinning process. The PMA CoFeB materials also showed that the notch dept size was related proportionally to the increased Jd. However, the Jd value increased significantly in the notch dept size larger than 20 nm. Furthermore, the Jd values are more influenced by the decreasing nanowire thickness. This characteristic was related to the increase of the cross-sectional area, so the demagnetization energy was dominated on the DW in the pinning condition. It is understood that the increase of DW depinning energy is caused by the DW structural change in the larger nanowire."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>