Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arseli Tanti Andami
"Saat ini banyak sekali pengembangan pelapisan kaca untuk memenuhi kebutuhan kaca anti kabut untuk pemakaian pada kendaraan serta gedung, terutama pada bagian luar, agar tetap transparan walaupun dalam kondisi cuaca yang berkabut. Namun proses dan biaya preparasi pelapisan kaca anti kabut tersebut hingga saat ini masih mahal sehingga diperlukan proses preparasi yang lebih efisien serta harga yang terjangkau dengan menggunakan teknologi praktis. Hal ini melatarbelakangi dikembangkannya pelapisan kaca untuk aplikasi anti kabut dengan menggunakan proses fotokatalitik. Katalis semikonduktor TiO2 yang diketahui memiliki sifat hidrofilik bila dikenai cahaya UV, dapat dimanfaatkan sebagai katalis utama dalam proses fotokatalitik, sehingga diyakini bahwa TiOz dapat digunakan sebagai katalis pada material kaca untuk aplikasi anti kabut. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan kaca anti kabut dengan menggunakan katalis film TiO2 yang dimodifikasi dengan penambahan polyethylene glycol (PEG), dan akan dibahas sifat hidrofilik, transparansi, serta anti kabut dari kaca dengan pelapisan katalis film Ti02 tersebut. Metode preparasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode sol gel, dimana TiO2 sebagai katalis utama dengan variasi penambahan PEG sebesar 0%, 3%, 5%, 10% dan 30% (% massa). Penyangga yang digunakan adalah Soda Lime Plate (SLP) dengan teknik pelapisan metode pemusingan (spin coating). Selain itu, akan dilihat pula pengaruh variasi rasio volume TiAcAc/H2O, dengan perbandingan volume 1/0,073, 1/3, 1/5 dan 1/10, terhadap ketebalan dan transparansi katalis film TiO2. Selanjutnya akan dilihat penambahan PEG dan rasio volume TiAcAc/H2O optimum dengan rentang penambahan PEG 0% - 30% (% massa) untuk mendapatkan kaca anti kabut dengan sifat hidrofilik tinggi, transparan dan memiliki porositas yang tinggi pada lapisan katalis film. Katalis film akan dikarakterisasi dengan XRD, SEM, BET dan FTIR, sedangkan sifat hidrofilik dan transparansinya akan diuji dengan menggunakan Contact Angle Meter dan kamera. Didapatkan komposisi optimum untuk aplikasi kaca anti kabut adalah penambahan PEG 10% (% massa) dengan rasio volume TiAcAc/H2O adalah 1/5, dimana komposisi ini telah mampu membuat sudut kontak dengan air mencapai 0°. Pembentukan gugus -OH akan meningkat dengan adanya penambahan PEG yang juga mampu membuat permukaan katalis film terbebas dari proses peretakan (cracking). Selain itu, terdapat indikasi pembentukan gugus -OH yang berasal dari PEG yang masih tersisa pada permukaan katalis film TiOz. Uji aktivitas hidrofilik juga membuktikan bahwa penambahan Si02 sebesar 30% (% massa) pada komposisi optimum telah mampu meningkatkan aktivitas fotokatalitik dengan adanya indikasi pembentukan gugus Ti-O-Si sehingga sifat hidrofilik pada kaca meningkat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yaser
"Aktivitas dan stabilitas fotokatalis TiO2 dalam pengolahan limbah Cr(VI) dan fenol secara simultan dapat terganggu dikarenakan adanya proses deaktivasi. Secara umum deaktivasi fotokatalis disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah perubahan fasa kristal katalis, akumulasi intermediate atau produk dari reaksi fotokatalisis pada permukaan fotokatalis yang teradsorpsi lebih kuat daripada reaktannya sehingga menutupi active site katalis, tingkat keasaman (pH) sistem katalis, dan perubahan energi bandgap yang terjadi karena kerusakan struktur kristal atau adsorpsi logam pada permukaan fotokatalis. Pengembalian aktivitas fotokatalis TiO2 dimungkinkan melalui proses regenerasi dengan cara perlakuan dalam suasana asam atau basa, penyinaran agar terjadi reaksi fotokatalisis lanjutan, pencucian, pemanasan, dan sebagainya. Dalam meregenerasi fotokatalis diperlukan metode dan kondisi operasi yang optimal agar aktivitas fotokatalis dapat dikembalikan seperti semula.
Oleh karena itu akan dilakukan analisis penyebab deaktivasi fotokatalis TiO2 dalam pengolahan limbah simultan Cr(VI) dan fenol kemudian dicari metode regenerasi yang dapat mengembalikan aktivitas fotokatalis TiO2 seperti semula. Percobaan diawali dengan melakukan uji aktivitas dan stabilitas dalam mengolah limbah Cr(VI) dan fenol secara simultan dengan menggunakan reaktor skala pilot yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan karakterisasi SEM-EDX pada katalis yang terdeaktivasi. Setelah itu dilakukan regenerasi dengan empat metode. Metode pertama dilakukan dengan mencampur katalis kering yang telah terdeaktivasi dengan air lalu mensonikasi dan diaduk selama beberapa saat.
Metode kedua dilakukan dengan mencampur katalis dengan air lalu mensonikasi dan menyinari larutan katalis tersebut dengan sinar matahari sambil diaduk. Metode ketiga, katalis kering yang telah terdeaktivasi dicampur dengan air lalu disonikasi kemudian dipanaskan hingga suhu sekitar 80-90 _C. Metode keempat, katalis terdeaktivasi yang sama hanya disinari oleh sinar matahari selama beberapa saat. Selanjutnya dilakukan karakterisasi EDX pada katalis-katalis yang telah diregenerasi dengan keempat metode. Untuk mengetahui aktivitas katalis setelah proses regenerasi dilakukan uji aktivitas kedua dengan menggunakan reaktor skala laboratorium untuk mengolah limbah simultan Cr(VI) dan fenol.
Hasil uji aktivitas dan stabilitas menunjukkan terjadinya deaktivasi fotokatalis. Konversi dalam reduksi Cr(VI) dan fenol setelah uji aktivitas kedua sebesar 39,56% dan 42,47% berturut-turut, sedangkan setelah regenerasi dengan metode regenerasi kedua konversi reduksi Cr(VI) menjadi 94,35% dan konversi degradasi fenol sebesar 68,35%. Hasil SEM-EDX menunjukan semakin tingginya %C dan %Cr selama penggunaan katalis. Terjadinya penggumpalan katalis dan terdapatnya senyawa karbon, yang diduga intermediate dari oksidasi parsial fenol, yang tinggi diawal pengujian dan kromium, yang diduga dalam bentuk Cr(III) hasil akhir reduksi Cr(VI), yang tinggi pada permukaan fotokatalis diakhir pengujian diduga sebagai penyebab terjadinya deaktivasi katalis.
Hasil uji aktivitas kedua menunjukkan bahwa metode regenerasi kedua (pencampuran dengan air diteruskan dengan sonikasi, penyinaran dan pengadukan) dan metode regenerasi keempat (penyinaran katalis kering) merupakan metode regenerasi yang optimal dalam mengembalikan aktivitas katalis TiO2 yang terdeaktivasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Safari
"Pada penelitian ini, sintesis TiO2 mesopori dilakukan dengan metode nidrotermal dan metode dip-coating. Fotokatalis TiO2 mesopori dapat ciisintesis dengan mereaksikan titanium tetraisopropoksida (TTIP), dietanolamin (DEA), etanol, dan polietilen glikol (PEG) sebagai temp/ate. Produk yang didapat dikalsinasi pada sunu 450°C selama 4 jam untuk mengnilangkan PEG temp/ate. Fotokatalis TiO2 mesopori nasil sintesis dikarakterisasi ciengan alat XRD, SEIVI, FTIR, BET, dan UV-Vis.
Hasil karakterisasi XRD dan BET menunjukkan struktur TiO2 anatase dan mempunyai Iuas permukaan sebesar 55,33 m2/g. Aktivitas fotokata|isTiO2 mesopori ini digunakan untuk mendegradasi gas forma|c|enic|a_ Degradasi fotokatalitik ini dilakukan dalam fotoreaktor yang ciilengkapi ciengan Iampu UV dan kolom berisi TiO2 mesopori nasil sintesis.
Hasil degradasi senyavva formaldenida secara fotokatalisis dalam vvaktu 26 menit mengnasilkan % degradasi sebesar 5,3204% Iebin tinggi ciaripacia kondisi degradasi formalcienida tanpa TiO2 (fotolisis). Hasil ini memperlinatkan banvva TiO2 mesopori nasil sintesis dapat mendegradasi gas formaldenida secara fotokatalisis."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Ratna Anisa
"Pelapisan katalis TiO2 pada eksterior bangunan seperti kaca dan keramik sangat potensial untuk dikembangkan sebagai material swabersih atau self-cleaning. Self-cleaning adalah kemampuan suatu material untuk menjaga kebersihan permukaannya dengan memanfaatkan sifat hidrofilik dari katalis TiO2. Dengan fenomena hidrofilik tersebut, air yang datang melalui hujan atau penyemprotan biasa akan membentuk lapisan tipis dan dengan mudah membawa kotoran yang menempel pada permukaan (self-cleaning). Fotokatalis Ti02 yang dipreparasi dalam bentuk film transparan diinginkan dalam rangka memperluas aplikasi self-celaning. Namun katalis film mi masih memiliki banyak kekurangan sehingga dibutuhkan modifikasi untuk meningkatkan aktivitasnya.
Penelitian ini bermaksud untuk membuat katalis film Ti02 yang transparan namun masih memiliki akdvitas yang baik terutama untuk aplikasi self-cleaning. Dalam penelitian ini, fotokatalis film Ti02 dimodifikasi melalui penambahan Si02 dengan variasi 0; 10; 20; 30; dan 40 % (% berat) yang dipreparasi dengan metode sol-gel dan teknik pelapisan spin-coating pada penyangga Soda Lime Plate (SLP). Bahan awal yang digunakan adalah TiAcAc 75% dan TEOS 98%. Variasi rasio volume TiAcAc terhadap air sebesar 1/0,073; 1/3; 1/5; dan 1/0 dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan air terhadap ketebalan dan transparansi katalis film. Struktur dan sifat-sifat katalis dikarakterisasi dengan XRD, SEM, BET dan FTIR. Uji aktivitas hidrofilik dilakukan dengan melihat penurunan sudut kontak air menggunakan alat Contact Angle Meter dan uji aktivitas self-cleaning terhadap kaca dan keramik menggunakan perekaman gambar dengan kamera.
Hasil penelitian menunjukkan besamya rasio volume larutan precursor TiAcAc/H20 dapat mengontrol ketebalan dari fim katalis. Semakin sedikit jumlah Ti pada katalis menghasilkan film yang semakin transparan, namun semakin rendah aktivitasnya. Kondisi optimum film yang telah transparan dan masih memiliki aktivitas yang cukup baik adalah pada rasio volume TiAcAc/H20 sebesar 1/5. Penambahan Si02 terbukti dapat meningkatkan luas permukaan, menghasilkan film yang tipis dan berpori, menghambat pertumbuhan kristal, dan meningkatkan aktivitas hidrofilik. Komposisi penambahan Si02 optimum untuk aktivitas hidrofilik dan self-cleaning adalah pada 30 % (% berat)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsita Lisnawati
"Metode co-micelle emulsion templating (co-MET) adalah metode untuk membuat suatu material berpori. Pada penelitian ini, material berpori yang dipakai adalah silika (SiO2) pada berbagai konsentrasi polietilen glikol dengan berat molekul 1.000, 4.000 dan 6.000. Mesopori silika yang dihasilkan dikarakterisasi dengan FTIR, SEM-EDS, TEM, XRD, dan BET. Mesopori silika yang dihasilkan hanya terdiri atas Silikon (Si) dan Oksigen (O) saja dengan volume mesopori 1,020 (cc/g) dan rata-rata diameter pori 1,201 nm untuk PEG 1.000 15% ; volume mesopori 0,4594 (cc/g) dan rata-rata diameter pori 1,197 nm untuk PEG 4.000 5% dan volume mesopori 0,790 (cc/g) dan rata-rata diameter pori 1,200 nm untuk PEG 6.000 2,5%.
Silika yang dihasilkan dari variasi PEG 1.000, 4.000 dan 6.000 mempunyai luas permukaan 436,341 (m2/g); 535,66 (m2/g) dan 476,631 (m2/g). Silika mesopori yang berhasil dibuat dijadikan penunjang katalis AlCl3. Pembuatan katalis AlCl3/SiO2 telah berhasil dilakukan impregnasi basah. Aplikasi katalis AlCl3/SiO2 pada reaksi benzaldehid dengan metanol menghasilkan produk benzaldehid dimetil asetal 52,91% (% konversi 58,90%) untuk SiO2 dari PEG 1000; 55,65% (% konversi 91,25%) untuk SiO2 PEG 4.000 dan 55,07% (% konversi 82,24) untuk SiO2 PEG 6.000.

Method of co-micelle emulsion templating (co-MET) is a method for making a porous material. In this study, porous material used is silica (SiO2) at various concentrations of polyethylene glycol with a molecular weight of 1.000 ; 4.000 and 6.000. Mesoporous silica produced were characterized by FTIR, SEM-EDS, TEM, XRD, and BET. Mesoporous silica produced only consisting of silicon (Si) and oxygen (O) course with mesoporous volume 1,020 (cc/g) and average pore diameter of 1.201 nm for PEG 1.000 15% ; mesoporous volume 0.4594 (cc/g) and average pore diameter of 1,197 nm for PEG 4.000 5% and mesoporous volume 0,790 (cc/g) and average pore diameter of 1,200 nm to PEG 6.000 2.5%.
Silica resulting from variations of PEG 1.000; 4.000 and 6.000 has a surface area 436.341 (m2/g); 535.66 (m2/g) and 476.631 (m2/g). Silica mesoporous used successfully made support catalyst AlCl3. AlCl3/SiO2 catalyst preparation has been successfully carried out wet impregnation. Application AlCl3/SiO2 catalyst in the reaction benzaldehid with methanol produce benzaldehid dimethyl acetal 52.91% (% conversion 58.90%) for SiO2 of PEG 1.000; 55.65% (% conversion 91.25%) for SiO2 PEG 4.000 and 55.07% (% conversion 82.24%) for SiO2 PEG 6.000.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arna Aryanie
"Penghilangan polutan Cr (VI) yang sangat beracun dengan proses reduksi fotokatalitik dengan semikonduktor Ti02 telah banyak dilakukan dan terbukti mampu mereduksi Cr (VI) menjadi Cr (III) yang tingkat toksisitasnya jauh lebih rendah. Penggunaan TiO2 dalam bentuk film (immobile) yang dilapiskan pada berbagai jenis support lebih prospektif untuk aplikasinya, dibandingkan dengan penggunaan sistem slurry (suspensi) TiO2 yang membutuhkan proses penyaringan yang memakan biaya dan cukup sulit dilakukan. Mahalnya beberapa jenis support yang digunakan dan sulitnya preparasi untuk mendapatkan katalis film dengan aktivitas fotokatalitik yang tinggi serta kekuatan mekanik (daya rekat) yang baik merupakan kendala yang harus dihadapi dan diatasi. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan katalis film TiO2 Degussa P25 yang dilapiskan pada support kaca picparal dan plaslik trdnsparansi dengan beberapa jenis adhesive sehingga didapatkan katalis film dengan aktivitas fotokatalitik yang bagus pada proses reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III), dan kekuatan mekanik yang baik, dengan proses preparasi yang sederhana dan murah. Pelanisan TiO2 pada support kaca preparat dan plastik transparansi dilakukan dengan metode spin coating dengan kecepatan putar 380 rpm, dan penaburan secara manual. Sol Ti02 dibuat dengan melarutkan 4,74 g Ti02 Degussa P25 dalam 60 mL etanol (Merck PA). Epoksi, silikon hitam, etanol (pelarut) dan Tertraethyl orthosilicate (TEOS, Aldrich 98%) digunakan sebagai adhesive pada preparasi katalis film. Parameter-parameter lain yang divariasi adalah jenis adhesive pelarut (epoksi, silikon hitam, TEOS, etanol (pelarut)), jumlah lapisan katalis dengan adhesive/pelarut etanol, rasio hardener/epoksi pada katalis dengan adhesive epoksi, penambahan TEOS (0%, 2%, 5%, 7%, dan 10% v/v), jenis support (kaca preparat, plastik transpurensi), dan sistem pengadukan (pengaduk mekanik, magnetik, tanpa pengadukan, pengadukan berkala manual). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pelapisan Katalis sampal harga tertentu dapat meningkatkan aktivitas fotokatalitik, jumlah lapisan optimal pada katalis film dengan adhesive etanol adalah 15 lapis, katalis film Ti02 yang dipreparasi dengan adhesive epoksi (rasio hardener/epoksi =4:1) memberikan aktivitas fotokatalitik yang tertinggi (konversi reduksi Cr (VI) sebesar 99,11%) dengan kekuatan mekanik yang baik. Support plastik transparansi memberikan kekuatan mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan kaca preparat karena memiliki permukaan yang lebih kasar. Untuk meningkatkan kekuatan mekanik katalis film pada support kaca preparat dapat dilakukan dengan pemanasan katalis film dan atau penambahan 1 ctraethyl orthosilicate (TECS) pada sol katalis, dengan derajat pemanasan terbaik yang didapatkan adalah 300°C dan penambahan TEOS terbaik adalah 2% v/v. Pengadukan dengan pengaduk mekanik sangat membantu laju difusi sehingga mampu meningkatkan konversi reduksi dari 4 7,95% (tanpa pengadukan) menjadi 91,84% (dengan pengaduk mekanik)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Pamuji
"High Density Polyethylene (HDPE) dapat digunakan sebagai geogrid pada konstruksi sipil yaitu untuk dinding penahan tanah dan penahan tebing jembatan supaya tidak longsor. Mengingat penggunaannya ini maka sifat yang diperlukan untuk geogrid adalah kuat tarik yang tinggi dalam waktu yang diperlukan dan regangan yang masih dapat diterima. Sifat-sifat fisis HDPE yaitu melt flow index, densitas, berat molekul dan distribusinya, serta derajat kristalinitas sangat berpengaruh pads sifat kuat tarik produk geogrid. Kuat tarik material HDPE ini dapat ditingkatkan melalui proses penarikan (orientasi) yang dikenal sebagai 'cold drawing'. Proses ini dilakukan pada waktu pembuatan geogrid. Variasi proses penarikan meliputi temperatur yang terkontrol dan laju penarikan sedangkan rasio penarikan (draw ratio) dianggap konstan sesuai dimensi geogrid komersial yang dipilih.
Penelitian ini, menunjukkan bahwa dengan bertambahnya suhu penarikan maka kuat tarik semakin meningkat, namun sebaliknya dengan bertambahnya laju penarikan justru kuat tarik menjadi turun. Kondisi optimum yang menghasilkan strength antara 61 - 67 kN/m dan regangan (strain) antara 9,49 - 10,28% dicapai pada suhu 110°C dan laju penarikan 160mm/menit. Bila suhu dan laju penarikan ditingkatkan maka spesimen akan putus. Kuat tarik produk yang diuji ini masih lebih rendah dibandingkan terhadap geogrid komersial, dimana kuat tarik geogrid komersial antara 76 - 78 kN/m pada uji strain rate yang sama yakni 5Omm/menit."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Nirvanda
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finaty Burnie Budiman
"Saat ini, kualitas air tanah permukaan di kota-kota besar sudah menurun karena pencemaran oleh bakteri E. coIi, zat organik, fenol, nitrit, dan logam berat yang dapat membahayakan kesehatan karena kadarnya sudah melebihi baku mutu. Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan unit pengolahan dan pemurnian air, namun yang paling dibutuhkan sekarang ini adalah alternatif teknologi yang harganya terjangkau dan dapat mengolah polutan tersebut secara simultan. Berdasarkan hal itu, dalam penelilian ini digunakan fotokatalis film TiO2 optimum untuk mengolah limbah fenol, Cr(VI) dan E. coli dengan proses fotokatalisis secara simultan.
Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi katalis yang bertujuan untuk menentukan bentuk katalis film yang paling optimal secara mekanis. Katalis yang digunakan adalah TiO2 Degussa P25 dengan penyangga plastik transparansi. Tahap kedua adalah uji aktivitas katalis untuk sistem tunggal dari bakteri E. coIi, Cr(Vl) dan fenol dalam reaktor skala lab untuk mengetahui efek TiO2 pada masing-masing limbah. Tahap ketiga adalah melakukan uji aktivitas katalis sistem simultan 2 limbah untuk mendapatkan kondisi operasi optimal. Tahap keempat, setelah mendapatkan kondisi optimal untuk sistem 2 limbah, dilakukan uji aktivitas katalis dengan sistem simultan 3 limbah.
Dari data yang diperoleh selama penelitian, jumlah pelapisan optimum dalam pembentukan fotokatalis film TiO2 sebanyak 15 lapis. Untuk sistem fotokatalis simultan diketahui bahwa fenol berkompetisi dengan bakteri E. coIi dalam memanfaatkan sisi aktif TiO2. Walaupun terjadi kompetisi, nilai konversi dari sistem simultan ini tetap Iebih tinggi daripada sistem tunggal yaitu 97,45% untuk E. coli dan 63,63% untuk fenol. Sedangkan Cr(Vl) dalam sistem simultan secara efektif dapat mendegradasi fenol dan bakteri E. coIi, nilai konversi Cr(VI) sistem simultan ini mengalami kenaikan sebesar 28,02% jika dibandingkan dengan sistem tunggal Cr(VI) pH 7. Akan tetapi pada kondisi Iingkungan dengan pH2, Cr(Vl) sistem tunggal memberikan nilai konversi yang lebih besar yaitu 81,74%. Pada lingkungan asam, proses disinfeksi E. coIi lebih dominan disebabkan karena pengaruh asam daripada proses fotokatalisis sedangkan untuk lingkungan netral, proses disinfeksi paling dominan disebabkan karena proses fotokatalisis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Raihana Hamidi
"Carbon Nanotube (CNT) merupakan material yang memiliki banyak keunggulan, salah satunya adalah nilai konduktivitas termal yang tinggi. Oleh karena itu, CNT sangat banyak digunakan untuk aplikasi perpindahan panas, salah satunya nanofluida. CNT adalah molekul silindris yang terdiri dari lembaran-lembaran atom karbon lapisan tunggal (graphene). CNT dapat berlapisan tunggal atau single-walled CNT (SWCNT) atau multi- walled (MWCNT). Dalam penelitian ini menggunakan MWCNT as-received yang dikarakterisasi dengan menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan Scanning Electron Microscope (SEM). Nanofluida berbasis CNT disintesis dengan menambahkan konsentrasi CNT sebesar 0,01%, 0,03%, dan 0,05% serta surfaktan Polyethylene Glycol (PEG) sebanyak 10%, 20%, dan 30% pada fluida dasar yaitu air distilasi. Penambahan surfaktan bertujuan untuk menjaga kestabilan dari nanofluida. Nanofluida kemudian dilakukan ultrasonikasi selama 15 menit untuk melarutkan dan meningkatkan stabilitas nanofluida. Nanofluida kemudian dilakukan pengujian konduktivitas termal dan zeta potensial yang kemudian dibandingkan dengan analisis literatur. Penambahan konsentrasi CNT pada nanofluida meningkatkan nilai konduktivitas termal nanofluida. Penambahan konsentrasi surfaktan PEG sebanyak 20% dan 30% menurunkan konduktivitas termal nanofluida. Penurunan nilai konduktivitas termal terjadi akibat penambahan surfaktan yang sudah melewati batas optimal. Stabilitas nanofluida diukur dengan nilai zeta potensial. Kestabilan nanofluida berbasis CNT meningkat setelah ditambahkannya surfaktan PEG.

Carbon Nanotube (CNT) is a material that’s known to have a high thermal conductivity value. Therefore, CNT is very widely used for heat transfer applications, one of which is to make nanofluids. CNT is a cylindrical molecule consisting layers of single layer carbon atom sheets (graphene). CNTs can be single walled (SWCNT) or multi- walled (MWCNT). In this study, MWCNT as-received was characterized by using Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and Scanning Electron Microscope (SEM). CNT-based nanofluids were synthesized by adding 0.01%, 0.03%, and 0.05% of CNT particles and 10%, 20%, and 30% Polyethylene Glycol (PEG) surfactants to the base fluid, distilled water. The addition of surfactants is to maintain the stability of nanofluids. The nanofluid was ultrasonicated for 15 minutes to increase its stability. The nanofluid was tested for thermal conductivity and zeta potential which were then compared with literature analysis. The addition of CNT to nanofluids increases the value of the nanofluids’ thermal conductivity. The addition of PEG surfactant concentrations by 20% and 30% decreases the thermal conductivity of nanofluids. The decrease in the value of thermal conductivity occurs due to the addition of surfactants that have passed the optimal limit. The stability of nanofluid was measured by the potential zeta value. The stability of CNT-based nanofluids increases after the addition of PEG surfactants.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>