Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74196 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benny Augustian Wijaya
"Perkembangan kendaraan bermotor yang semakin pesat, memicu naiknya konsumsi bensin di dunia. Namun naiknya konsumsi tidak diimbangi dengan naiknya produksi. Cadangan minyak bumi di dunia yang kian menipis menyebabkan perlu adanya sumber lain yang dapat diperbaharui untuk diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline. Minyak sawit (CPO) dipilih untuk dijadikan sumber baru dalam pembuatan gasoline karena CPO memiliki struktur rantai karbon yang dapat dikonversi dan diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline dengan metode perengkahan. Metode perengkahan pada penelitian ini dilakukan secara katalitik dengan menggunakan katalis ZSM-5/Alumina. Katalis alumina digunakan untuk merengkahkan struktur karbon yang panjang dari minyak sawit dan ZSM-5 digunakan sebagai aditif karena katalis ini merupakan katalis sintetik dengan keasaman yang sangat tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk reaksi perengkahan. Namun jumlah katalis ZSM-5 yang dipakai hanya sebagai aditif karena konsentrasi ZSM-5 yang tinggi akan menyebabkan produk reaksi perengkahan menjadi gas C2-C4 dan bukan produk bensin. Reaksi ini dilakukan pada fixed bed reactor sederhana. Umpan yang akan direngkahkan dipreparasi terlebih dahulu dengan cara oksidasi, transesterifikasi dan penambahan metanol. Temperatur reaksi akan dilakukan dari 350 °C sampai dengan 500 °C dengan space velocity 1,8 h-1 . Selain itujuga akan dilakukan variasi berat HZSM-5 dari 5 sampai 20 % berat total katalis. Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah GC-TCD dan FT-IR. Hasil reaksi dengan umpan POME menghasilkan yield tertinggi pada komposisi ZSM-5/Alumina 5 % yaitu sebesar 63,1 % pada saat temperatur reaksi sebesar 400 °C. Untuk reaksi dengan umpan minyak yang ditambah metanol, juga didapatkan yield tertinggi sebesar 26,75 % pada kondisi reaksi yang sama (temperatur reaksi 400 °C; 5 % berat H-ZSM-5 dalam katalis)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Khaerunnisa
"Salah satu modifikasi ikatan rangkap yang ada dalam komponen metil ester dari minyak kelapa sawit (POME) adalah reaksi pemecahan oksidatif. Reaksi ini berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa intermediat turunan asam dikarboksilat yang banyak digunakan dalam industri pelumas, plasticizer, poliamida, poliuretan, parfum, bahan sediaan farmasi, dll. Pada penelitian ini, proses pemecahan oksidatif dilakukan dalam fasa cair dengan pereaksi oksigen dan katalis heterogen dengan kondisi reaktor tunak atmosferik dengan variasi suhu operasi 120; 140; 160; dan 180 °C serta variasi waktu reaksi 1; 1,5; 2 dan 2,5 jam. Setelah reaksi, dilakukan pemisahan dengan distilasi pada suhu 300 °C. Pemilihan oksigen sebagai pereaktan didasari pertimbangan tidak beracun dan harganya lebih murah dibanding oksidator lain. Katalis heterogen yang digunakan adalah Cu-Zeolit alani. Cu digunakan untuk memenuhi kriteria katalis oksidasi sedangkan zeolit alam digunakan untuk meningkatkan luas permukaan. Katalis Cu-Zeolit alam dibuat dengan melakukan pertukaran kation yang menjadi komponen zeolit dengan Cu. Loading yang dihasilkan dari proses ini sebesar 2,61 % b/b dengan target awal loading 3%. Karakterisasi produk dilakukan dengan bilangan asam, GC-MS, FTIR, uji densitas, serta uji viskositas. Dari uji bilangan asam, densitas, serta viskositas menunjukkan semua produk oksidasi mengalami peningkatan bilangan asam, densitas, dan viskositas. Dari uji FTIR menunjukkan bahwa dalam produk yang terbentuk, perbandingan antara gugus C=O dan -CH2- mengalami peningkatan. Pada sampel dengan bilangan asam tertinggi (suhu 140 °C; waktu 2,5 jam) hasil GC-MS menunjukkan bahwa dalam produk distilat terdapat tiga jenis turunan senyawa asam dikarboksilat yang terbentuk, yaitu asam azelat dengan yield 0,71% dan konsentrasi dalam distilat 4,41%, asam suberat dengan yield 0,39% dan konsentrasi dalam distilat 2,39 %, serta asam sebacat dengan yield 1,99% dan konsentrasi dalam distilat 12,34%. Senyawa turunan asam mono- karboksilat yang terbentuk adalah asam heptanoat dengan yield 0,394% dan konsentrasi dalam distilat 2,44%, asam oktanoat dengan yield 0,296% dan konsentrasi dalam distilat 1,81%, dan asam nonanoat dengan yield 1,23% dan konsentrasi dalam distilat 7,53%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Hasby Shadiqie
"Karet alam merupakan industri yang memiliki potensi sangat besar untuk terus dikembangkan di Indonesia, dengan ban kendaraan menjadi salah satu produk utamanya. Pembuatan ban membutuhkan penambahan filler untuk memberikan sifat kekakuan dan kekuatan yang baik. Serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) memenuhi kebutuhan sifat tersebut sekaligus memiliki keuntungan dari segi ketersediaannya yang sangat melimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Proses untuk menyatukan karet dengan serat memerlukan penambahan coupling agent untuk mengatasi perbedaan sifat permukaan dari keduanya. Coupling agent yang ditambahkan adalah hibrida lateks-pati hasil sintesis dengan metode GDEP yang parameternya sudah teroptimasi pada penelitian sebelumnya. Komposisi coupling agent yang digunakan besarnya tetap sebesar 3 phr, sedangkan komposisi serat TKKS divariasikan sebesar 0, 5, 10, dan 15 phr. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh variasi komposisi serat TKKS terhadap kompatibilitas dan sifat termomekanik komposit karet alam serta mengetahui komposisi serat TKKS optimum untuk kedua hal tersebut. Pengujian yang dilakukan untuk membantu tercapainya tujuan penelitian ini adalah Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy dan Dynamic Mechanical Analysis (DMA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan komposisi serat TKKS terbukti meningkatkan kompatibilitas dan sifat termomekanik dengan komposisi optimum sebesar 15 phr.

Natural rubber is an industry that has enormous potential to continue to be developed in Indonesia, with vehicle tires being one of its main products. Tire manufacture requires the addition of filler to provide good rigidity and strength properties. Oil palm empty fruit bunch (OPEFB) fiber fulfills the need for these properties while at the same time having the advantage in terms of its availability which is very abundant and has not been widely used. The process of joining rubber with fiber requires the addition of a coupling agent to overcome the differences in surface properties of the two. The coupling agent added is a latex-starch hybrid synthesized by the GDEP method whose parameters have been optimized in previous studies. The composition of the coupling agent used was fixed at 3 phr, while the composition of the OPEFB fiber was varied at 0, 5, 10, and 15 phr. This research was conducted to study the effect of variations in OPEFB fiber composition on the compatibility and thermomechanical properties of natural rubber composites and to determine the optimum OPEFB fiber composition for both. The tests carried out to help achieve the objectives of this research are Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy and Dynamic Mechanical Analysis (DMA). The results showed that the addition of OPEFB fiber composition was proven to increase compatibility and thermomechanical properties with an optimum composition of 15 phr."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Fenjery
"Minyak sawit yang diperoleh dari CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan minyak lumas karena secara alami minyak nabati memiliki gugus fungsi yang dapat menempel pada permukaan dan berfungsi mencegah kontak langsung, melindungi permukaan, mengurangi keausan dan friksi antara dua permukaan logam yang saling bergerak. Lebihjauh lagi, minyak sawit ini memiliki potensi untuk dijadikan pelumas foodgrade karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya tidak beracun (karena berasal dari alam). Namun, pemakaian minyak nabati sebagai pelumas untuk mesin-mesin modern tidak bisa dilakukan karena mudah terbentuk resin dan deposit yang akan menyebabkan penyumbatan. Resin dan deposit ini terbentuk karena minyak nabati mempunyai banyak ikatan rangkap karbon yang mudah teroksidasi dalam struktur molekulnya. Pada penelitian ini, minyak sawit akan diolah melalui tahapan proses kimia menjadi senyawa yang memiliki ketahanan oksidasi lebih baik sehingga cocok dipakai sebagai bahan pelumas. Minyak sawit ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis NaOH menjadi POME (Palm Oil Methyl Ester). Kemudian dilakukan proses epoksidasi untuk menghilangkan ikatan C=C pada yang terdapat pada POME menjadi gugus oksirana. Setelah itu gugus oksirana ini disubstitusi dengan gliserol dan monoalkohol dengan menggunakan katalis heterogen H-zeolit. Tujuan penggunaan katalis heterogen adalah agar mudah dipisahkan dari produk yang dihasilkan sehingga tidak berbahaya dan produknya dapat digunakan sebagai pelumas foodgrade. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa produk dari reaksi epoksidasi (EPOME) mempunyai ketahanan oksidasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak sawit dan POME. Reaksi pembukaan cincin EPOME menghasilkan EPOME gliserol dan EPOME monoalkohol yang merupakan hidrokarbon jenuh multi gugus fungsi (ester, eter, dan hidroksida) dan dapat melindungi permukaan logam dengan ketahanan oksidasi yang lebih baik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa EPOME heksadekanol sangat bagus untuk dijadikan minyak lumas dasar karena ketahanan oksidasinya paling baik Jika dibandingkan dengan EPOME gliserol, POME, minyak sawit, dan HVI 160 S."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ambarwati
"Modifikasi minyak sawit untuk menjadi pelumas foodgrade yang telah dilakukan seperti transesterifikasi untuk menghasilkan Palm Oil Methyl Ester (POME) dan epoksidasi untuk menghasilkan EPOME serta pembukaan cincin epoksida dengan gliserol dan monoalkohol telah meningkatkan ketahanan oksidasinya menyamai pelumas foodgrade. Namun modifikasi tersebut belum memenuhi syarat untuk menjadikan minyak sawit sebagai pelumas foodgrade, yang menuntut warna yang bening, untuk diaplikasikan pada industri makanan. Untuk memperbaiki modifikasi ini maka dilakukan modifikasi lainnya yaitu dengan menghilangkan warna melalui proses decolorization. Proses decolorization POME dilakukan dengan menambahkan hidrogen peroksida sebesar 10 % v/v dari POME secara perlahan pada temperatur 65°C dan direaksikan dengan variasi waktu 30 menit, 1 jam, dan 3 jam serta variasi pengulangan proses untuk menghasilkan EPOME Decolorization. Dimana untuk menjadi pelumas foodgrade maka hanya perlu menambahkan gliserol atau monoalkohol untuk membuka cincin epoksidanya. Selain itu decolorization juga dilakukan dengan menggunakan bentonit pada temperatur yang sama selama 2 jam, produk yang dihasilkan diberi nama EPOME Bentonit. Untuk melihat keberhasilan modifikasi ini, dilakukan analisa wama secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 450 nm. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida memiliki nilai absorbansi 0.0535 dan perubahan absorbansinya sebesar 76.74 %. untuk waktu reaksi 2 jam, absorbansi produk EPOME Bentonit 0.0865 dan perubahan absorbansi 62.39 %. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida waktu reaksi 3 jam memberikan perubahan absorbansi yang lebih besar dibanding metode lain, absorbansi akhir yaitu 0.0431 dengan perubahan absorbansi sebesar 81.26 %, sedangkan dengan dengan waktu reaksi 1 jam absorbansi akhir 0.0508, perubahan absorbansi sebesar 77.91%. Semakin besar perubahan absorbansi yang dihasilkan, penambahan biaya bahan decoloran semakin besar, perubahan absorbansi sebesar 76 % membutuhkan biaya decoloran Rp. 8,600,- , perubahan absorbansi sebesar 81.26 % membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp. 18,600,-."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Wijaya
"Aditif bensin seperti TEL ataupun MTBE untuk menaikkan angka oktan mulai dihindari penggunaannya sekarang ini. Adanya logam berat dan senyawa kimia beracun di dalam TEL membuat bahan tersebut berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Mengingat masih diperlukannya bensin dengan kualitas yang baik, maka perlu dibuat zat aditif yang dapat menaikkan angka oktan dan aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pada penelitian ini, aditif dibuat dengan beberapa proses di antaranya proses transesterifikasi dengan bahan baku minyak sawit. Metil ester yang dihasilkan dari reaksi tersebut selanjutnya mengalami proses perengkahan katalitik dengan katalis H-Zeolit. Produk distilat dari perengkahan ini akan direaksikan dengan HNO3 untuk ditambahkan gugus nitro.
Berdasarkan hasil penelitian, reaktor fixed bed dengan sistem batch dibuat dan dapat melakukan perengkahan katalitik dengan laju produksi sebesar 2,95 ml/jam, dan efisiensi energi sebesar 6,44%. Perengkahan terjadi pada suhu 320oC. Perengkahan ditandai dengan penurunan densitas dan bertambahnya gugus C=C, C=O dan C-O dan CH3 pada spektrum yang dibandingkan terhadap spektrum referensi 2970 cm-1, yaitu gugus CH2. Selain itu, juga terlihat pada banyaknya molekul lain dengan rantai karbon yang lebih pendek dari metil ester berdasarkan uji GC-MS. Pada aditif bensin, terjadi proses penambahan gugus nitro yang ditandai dengan adanya spektrum FTIR pada frekuensi 1661-1499 cm-1. Hasil nilai oktan dari pencampuran 5% aditif pada bensin premium 95% membuat oktan bensin campuran naik menjadi 90,2 dan 90,3. Dengan perhitungan persamaan linear, angka oktan aditif 1 dan aditif 2 bernilai 105,4 dan 107,4. Sehingga disimpulkan semakin banyak gugus nitro dalam aditif maka semakin tinggi angka oktannya.

Gasoline additives such as TEL or MTBE to raise the octane number began to preclude use today. The presence of heavy metals and toxic chemical compounds in the TEL making this material harmful to the environment and health. Given the continuing need gasoline with good quality, it needs to be made of additives that can increase the octane number and it?s safe for health and the environment. In this study, an additive made by some process of which the process of transesterification with palm oil feedstock. Methyl ester produced from the that reaction will be cracked with H-zeolite catalysts. Distillate products from the cracking will be reacted with HNO3 to add the nitro group.
Based on this research, fixed bed reactor with a batch system is created and can perform catalytic cracking with a production rate of 2.95 ml/hr, with energy efficiency about 6.44%. Cracking occurs at a temperature of 320 oC. Cracking is characterized by decreased density and increased group C = C, C = O and C-O and CH3 on the spectrum is compared against a reference spectrum of 2970 cm-1, the CH2 group. In addition, also seen in many other molecules with shorter carbon chain of the methyl esters by GC-MS test. In the gasoline additive, a process of addition of nitro groups are characterized by FTIR spectrum at a frequency of 1661-1499 cm-1. The results of blending octane value of 5% additive in gasoline octane premium gasoline 95% make the mixture rose to 90.2 and 90.3. With the calculation of linear equations, the octane number additive 1 and additive 2 worth 105.4 and 107.4. As a conclution a growing number of nitro groups in the additive would raise the octane number.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1725
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Arifianto
"Bahan bakar minyak merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Bahan bakar minyak yang ada sekarang diperoleh melalui reaksi perengkahan melalui minyak bumi. Tetapi ketergantungan manusia akan bahan bakar fosil perlu dikurangi karena cadangan minyak bumi yang semakin berkurang setiap tahunnya. Karena hal inilah dikembangkan bahan bakar minyak yang didapat melalui proses perengkahan minyak nabati. Salah satu jenis minyak nabati yang banyak terdapat di alam adalah minyak kelapa sawit. Metode perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk memecahkan rantai karbon yang cukup panjang, menjadi suatu molekul dengan rantai karbon yang lebih sederhana, dengan bantuan katalis.
Bantuan katalis ini bertujuan untuk menurunkan suhu dan tekanan pada saat reaksi. Sementara itu, katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalis B203/Al203 yang bersifat asam. Penambahan B203 dimaksudkan untuk membentuk spesi peroksida (022-) pada permukaan katalis. Sedangkan Al203 bersifat asam dan sangat baik untuk memutuskan ikatan antar karbon.
Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah dengan FT-IR, dan GC-FID. Penelitian ini dilaksanakan pada tekanan atmosferik dengan reaktor fixed bed. Berbagai variasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah variasi temperatur (350°C, 400°C, 450°C, dan 500°C), kandungan B203 (5%, 10% 15%, 20%, dan 25%) pada katalis dan variasi jenis umpan yang di treatment. Uji aktivasi katalis dengan menggunakan katalis 10% B203/Al203 memberikan hasil yield fraksi bensin terbaik sebesar 58% pada temperatur 450°C dengan umpan POME (Palm Oil Methyl Ester). Ini menunjukkan terjadinya peningkatan keasaman katalis, dan peranan spesi peroksida (O22-) sebagai inti aktif baru."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Minyak kelapa sawit yang diperoleh dari CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan minyak lumas, karena secara alami minyak nabati memiliki gugus fungsi yang dapat menempel pada permukaan dan berfungsi mencegah kontak langsung, melindungi permukaan, mengurangi keausan, dan friksi antara dua permukaan logam yang saling bergerak. Namun, pemakaian minyak nabati sebagai pelumas untuk mesin-mesin modern tidak bisa dilakukan karena mudah tebentuk resin dan deposit yang akan rnenyebabkan penyumbatan. Resin dan deposit ini terbentuk karena minyak nabati mempunyai banyak ikatan rangkap karbon yang mudah teroksidasi dalam struktur molekulnya.
Pada penelitian ini, minyak kelapa sawit akan diolah melalui tahapan proses kimia sehingga menjadi senyawa yang memiliki sifat ketahanan oksidasi lebih baik agar cocok dipakai sebagai bahan pelumas. Minyak kelapa sawit akan menjalani proses transesterifikasi menggunakan metanol dengan katalis menjadi POME (Paim Oil Methyl Ester) Ialu dilakukan proses epoksidasi untuk menghilangkan ikatan C=C, menjadi gugus oksirana menggunakan oksidator hidrogen peroksida (HQOZ) dan katalis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai reaksi epoksidasi, diketahui bahwa produk dari reaksi (EPOME) tersebut mempunyai ketahanan oksidasi yang lebih baik. Dimana EPOME yang terbentuk adalah EPOMEdiol, karena epoksida yang terbentuk akan bereaksi dengan air unluk membentuk diol.
Gugus oksirana yang terbentuk dalam reaksi ini cukup reaktif dan dapat mengalami reaksi pembukaan cincin. Sebagai tahap selanjutnya, ester terepoksidasi tersebut akan clireaksikan dengan gliserol dan produk yang diharapkan adalah hidrokarbon jenuh multi gugus fungsi (ester, eter, hidroksida). Reaksi pembukaan cincin akan menghasilkan EPOME gliserol yang mempunyai densitas dan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan POME. munculnya puncak absorbansi pada gugus C-OH, serta ketahanan oksidasi yang lebih baik dengan berkurangnya ikalan rangkap dalam struktur molekulnya."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silva Amanat Taqwa
"ABSTRACT
Indonesia adalah salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit memiliki berbagai produk turunan yang memiliki nilai lebih tinggi daripada produk kelapa sawit hulu. Indonesia masih mengekspor sebagian besar minyak sawit mentah daripada turunannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan strategi terbaik dalam mengembangkan industri hilir kelapa sawit dengan mempertimbangkan total harga dan emisi gas rumah kaca. Fungsi objektif ekonomi adalah harga total penjualan semua produk dan objektif lingkungan yang diukur dengan total emisi gas rumah kaca. Optimisasi multiobjektif superstruktur State-Task Network, dengan variabel tetap dari harga jual produk, faktor emisi dan faktor konversi proses. Optimisasi multiobjektif dilakukan menggunakan GAMS, dengan solver Cplex 12.6.3. Harga jual total yang didapatkan sebesar 51,67 miliar USD dan emisi GRK total yang dihasilkan adalah 88,05 juta ton CO2e. Jalur produksi terbaik yang dipilih adalah produksi 54 produk turunan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan domestik dan 21 diantaranya dapat diekspor 1 produk turunan FFB, 4 produk turunan CPO, 1 produk turunan POME, 4 produk turunan EFB, 2 produk turunan PKS, dan 9 produk turunan Palm Kernel.

ABSTRACT
Indonesia is one of the largest palm oil producers in the world. Palm oil has a wide range of derivative products that have higher values than in the upstream oil palm products. Indonesia still exports mostly crude palm oil rather than its derivatives. The objective of this research is to obtain the best strategy of developing downstream palm oil industry by considering the total price and greenhouse gas emission. Economic objectives function are the total selling price of all products and environmental objectives measured by the total greenhouse gas emissions. Multi objective optimization is based on State Task Network Superstructure, with fixed variable of product selling price, emission factor and conversion factor of processes. Multi objective optimization is done using GAMS with Cplex 12.6.3 solver. The total selling price earned amounted to 51,67 billion USD and total GHG emissions generated were 88,05 million tons CO2e. The selected production pathway is the production of 54 palm oil derivatives products to meet domestic needs and 21 of them can be exported 1 FFB derivative product, 4 CPO derivative products, 1 POME derivative product, 4 EFB derivative products, 2 PKS derivative products, and 9 derived products of Palm Kernel."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, David Putra S.
"Skripsi ini membahas mengenai analisis formulasi kebijakan bea keluar terhadap produk turunan minyak kelapa sawit. Pemerintah memiliki kewenangan untuk membentuk suatu kebijakan publik. Pemerintah memiliki program hilirisasi industri, dimana program tersebut bertujuan agar bahan baku yang diproduksi di dalam negeri tidak langsung diekspor melainkan diolah terlebih dahulu sehingga menghasilkan nilai tambah yang signifikan bagi negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alur proses formulasi yang dilakukan pemerintah ada enam tahap, yaitu departemen terkait memberikan proposal kepada Menteri Keuangan, Menteri Keuangan melihat realita yang ada, kemudian membentuk tim tarif yang tugasnya menentukan besarnya tarif bea keluar, terbentuk besarnya tarif, lalu disahkan oleh Menteri Keuangan. Serta terdapat kendala dalam proses formulasi yang dapat menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri.

This thesis discusses the analysis of tax policy formulation towards palm oil derivative products. The government has the authority to shape public policy. The government has a downstream industries program, where the program is intended to make the raw materials produced in the country is not directly exported but are treated so as to produce significant added value for the country. This study used a qualitative approach to qualitative data analysis techniques. These results indicate that the flow formulation process by the government there are six stages, namely the relevant departments gave a proposal to the Minister of Finance, the Minister of Finance to see reality, then form a team whose job it is determining the rate of export duty rates, tariffs formed and approved by the Minister of Finance. And there are obstacles in the process of formulation that can backfire for the government itself."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>