Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53061 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kebutuhan bahan bakar yang tak dapal diperbaharui (fosil) di Indonesia, dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di perkirakan pada tahun 2004, Indonesia akan mcnjadi negara pengimpor minyak mentah. Induslri perkebunan kelapa sawil di Indonesia rnerupakan salah satu industri yang terbesar ke dua di dunia setelah Malaysia. Dengan menggunakan pemilihan bibit unggul dan ekstensifikasi lahan perkebunan, diperkirakan pada tahun 2010, Indonesia akan menjadi negara penghasil terbesar kelapa sawit. Dengan kondisi ini. limbah yang dihasilkan dari industri _i uga diperkirakan akan menjadi masalah yang cukup besar. Limbah industri perkebunan kelapa sawit antara lain yailu daun, pelepah, cangkang atau tcmpurung, fiber atau scral dan tandan kosong sawit.
Untuk mendapatkan bio-oil yaitu mclalui proses pirolisis cepal dari pclepah kelapa sawil, dcngan temperatur sekitar 400“ - 650° C. Produk uap yang dihasilkan kc-:mudian dikondensasi pada suhu sekitar 16° C. dengan menggunakan es balu sebanyak 6 kg atau dry ice scbanyak 4 kg. Produk cair yang, didapat kemudian dibandingkan hasilnya dengan bio-oil dari umpan kayu pinus dan bahan bakar diesel.
Perbandingan karakteristik dari bio-oil dengan umpan pelepah kelapa sawit, bio-oil dengan umpan kayu pinus dan bahan bakar solar, adalah :
0 Viskositas = 2,592 CSI ; 7 cSt ; dan 4 cSt.
¢ Densitas = 1,0847 g/ml, ; 1,2 gfmL ; dan 0,85 gf'mL.
» pH=2,17 ; 2,5 ; dan5.
0 Nilai kalor = 6,910 MJfkg ; 16,5 Mlfkg ; dan 42,3 MJ/kg.
Kemudian untuk gugus fuftgsi kimia penyusunnya sama dengan gugus fungsi dari bio-oil umpan kayu pinus. "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Muthia
"Penelitian berupa peningkatan kualitas bio-oil dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit merupakan sebuah kontribusi untuk merealisasikan pemanfaatan biooil sebagai bahan bakar alternatif. Hingga saat ini, terdapat beberapa kendala yang menghalangi penggunaan bio-oil di tengah masyarakat, yaitu rendahnya nilai heating value, tingginya tingkat keasaman, korosif, dan tidak stabilnya produk. Permasalahan tersebut bersumber dari tingginya kandungan senyawa oksigenat di dalam bio-oil.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bio-oil dengan kadar oksigenat yang lebih rendah. Dalam penelitian ini, digunakan metode fast pyrolysis pada temperatur 550o C, dengan empat perlakuan, yaitu produksi bio-oil tanpa katalis, dengan katalis RCC komersial, dengan katalis zeolit alam lampung teraktivasi, dan dengan katalis nanokristal ZSM-5 yang disintesis di laboratorium.
Dari hasil sintesis katalis tidak terbentuk kristal SiO2, Al2O3, dan kristal mineral zeolit tertentu sehingga diperoleh beberapa evaluasi dari sintesis yang dijalankan. Produk bio-oil memiliki properti fisik dan kimia yang berbeda satu sama lain. Katalis zeolit terbukti mampu mereduksi senyawa oksigenat. Selain itu, katalis tersebut meningkatkan sejumlah kadar fenol yang mampu menaikkan nilai heating value.
Secara berurutan, kandungan senyawa oksigenat dan fenol pada bio-oil tanpa katalis, dengan RCC komersial, dengan ZAL teraktivasi, dan dengan katalis sintesis adalah 42,48% dan 10,74%; 31,79% dan 29,1%; 33,26% dan 26,49%; serta 36,09% dan 22,94%. RCC komersial merupakan katalis yang memberikan produk bio-oil terbaik dengan penurunan senyawa oksigenat. Hal ini disebabkan karena kekuatan kristal yang lebih baik dibandingkan katalis zeolit alam teraktivasi dan katalis yang disintesis di laboratorium.

Research in increasing quality of bio-oil with empty fruit bunch of palm as raw materials was a contribution to realize the utilization of bio-oil as an alternative fuel. There were several obstacles that inhibit the use of bio-oil, namely low heating value, high levels of acidity, corrosive, and unstable products. Those problem were due to the high content of oxygenate compounds in the bio-oil.
Purpose of the research is to get bio-oil product with less oxygenate compounds. This study uses methods of fast pyrolysis at 550o C, with four treatments: production of bio-oil without catalyst, with commercial RCC, with activated lampung zeolite catalyst, and with nanocrystal ZSM-5 catalyst synthesized in the laboratory.
Synthesis catalyst did not form crystal SiO2, Al2O3 and specific zeolite mineral, so it brings some evaluations. Bio-oil products have different physical and chemical properties. Zeolite catalyst can reduce oxygenate compounds. Besides, it is able to increase phenol quantity that makes effect for increasing of heating value.
Sequentially, oxygenates and phenol content in bio-oil produced without catalyst, with commercial RCC, with activated lampung zeolite catalyst, and with nanocrystal ZSM-5 catalyst synthesized are 42.48% and 10.74%; 31.79% and 29.1%; 33.26% and 26.49%; 36.09% and 22.94%. Commercial RCC gives best quality bio-oil with less oxygenates. It is caused by better crystalline strength compared with activated lampung zeolit catalyst and synthesized catalyst at laboratory.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Meidistira
"Sampah daun dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna dengan menggunakan beberapa proses, salah satu prosesnya adalah menggunakan proses pirolisis. Proses pirolisis dapat dilakukan dengan membutuhkan beberapa parameter, yaitu bahan baku, suhu, waktu tinggal, dan juga laju pemanasan. Pada proses pirolisis, biomassa mengalami proses penyusutan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah suhu, laju alir gas, dan rasio kombinasi katalis dengan tujuan melihat hubungan variabel-variabel tersebut dengan proses penyusutan dan produk pirolisis yang dihasilkan. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa produk cair, gas, dan padat. Dari hasil penelitian, produk padatan kemudian dikarakterisasi menggunakan analisis Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan dihasilkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yang terdapat pada padatan pirolisis katalitik dan non-katalitik dan terdapat perbedaan intensitas pada peak-peak spektra yang menunjukan adanya penyusutan dari struktur penyusun biomassa. Produk cair yang terbentuk dianalisis dengan menggunakan alat Gas Chromatography – Mass Spectroscopy (GC-MS) dan didapatkan bahwa produk cair memiliki kandungan oksigenat dan non-oksigenat di dalamnya. Kandungan oksigenat dan non-oksigenat yang berada dalam produk cair dilakukan dengan menggunakan bantuan katalis ZSM-5 (Zeolite Socony Mobil-5) dan YSZ (Yttria Stabilized Zirconia). Katalis ZSM-5 berfungsi sebagai katalis asam yang dapat meningkatkan kandungan hidrokarbon dan katalis YSZ berfungsi untuk meningkatkan produksi non-oksigenat pada produk bio-oil yang dihasilkan. Produk distribusi yang dihasikan dengan proses katalitik memiliki produk distribusi yang lebih beragam. Penambahan katalis juga menurunkan energi aktivasi yang digunakan sebesar 5,41%.

Leaf waste can be converted into more useful products by using several processes, one of which is using a pyrolysis process. The pyrolysis process can be carried out by requiring several parameters, namely raw material, temperature, residence time, and also the rate of heating. In the pyrolysis process, biomass undergoes a shrinkage process. In this study, the variables used are temperature, gas flow rate, and catalyst combination ratio with the aim of seeing the relationship of these variables with the shrinkage process and the resulting pyrolysis product. The pyrolysis process produces products in the form of liquid, gas and solid products. From the results of the study, solid products were then characterized using Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) analysis and it was found that there were some differences found in catalytic and non-catalytic pyrolysis solids and there were differences in intensity in the spectral peaks that showed shrinkage of biomass. The liquid product formed was analyzed using the Gas Chromatography - Mass Spectroscopy (GC-MS) tool and it was found that the liquid product contained oxygenate and non-oxygenate in it. Oxygenate and non-oxygenate content in liquid products is increased by using ZSM-5 catalysts (Zeolite Socony Mobil-5) and YSZ (Yttria Stabilized Zirconia). ZSM-5 catalyst serves as an acid catalyst that can increase the hydrocarbon content and the YSZ catalyst serves to increase the production of non-oxygenate in the resulting bio-oil product. Distribution products produced by catalytic processes have a more diverse distribution of products. The addition of catalysts also reduced the activation energy used by 5.41%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tilani Hamid
"Penggunaan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel (biodiesel) masih menimbulkan masalah. Masalah tersebut terutama diakibatkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan petrodiesel, sehingga akan menyebabkan proses pembakaran yang tidak sempurna. Untuk itu, perlu dilakukan proses konversi minyak nabati kedalam bentuk ester (metil ester) melalui reaksi transesterifikas guna menurunkan viskositasnyai.
Pada penelitian ini dilakukan proses preparasi biodiesel melalui reaksi antara minyak kelapa sawit dan metanol dengan perbandingan volume 5 : 1, serta menggunakan NaOH sebagai katalis dengan variasi 3,5 gr, 4,5 gr, 5 gr dan 5,5 gr. Reaksi berlangsung pada temperatur 60 oC dan membutuhkan waktu selama + 1 jam. Gliserin yang terbentuk dipisahkan, kemudian hasil produk metil ester (biodiesel) yang diperoleh dicuci dengan air sampai mencapai pH normal (6-7). Semakin besar jumlah katalis yang digunakan dapat menurunkan produk biodiesel yang dihasilkan, yang berarti akan meningkatkan hasil dari produk samping.
Hasil pengujian karakteristik yang diperoleh menunjukkan bahwa produk biodiesel dari penggunaan katalis (NaOH) sebanyak 3,5 gram (M3.5), 4,5 gram (M4.5) dan 5 gram (M5.0) lebih memenuhi karakteristik dari minyak diesel (untuk mesin diesel putaran rendah); sedangkan produk biodiesel dari penggunaan katalis 5,5 gram (M5.5) lebih memenuhi karakteristik dari minyak solar. Campuran antara 20 % biodiesel M5.5 dengan 80 % minyak solar (B20) mempunyai karakteristik yang lebih mendekati kondisi optimal yang dibutuhkan oleh bahan bakar mesin diesel.

Biodiesel's characteristics preparation from palm oil. Using vegetable oils directly as an alternative diesel fuel has presented engine problems. The problems have been attributed to high viscosity of vegetable oil that causes the poor atomization of fuel in the injector system and pruduces uncomplete combustion. Therefore, it is necessary to convert the vegetable oil into ester (metil ester) by tranesterification process to decrease its viscosity.
In this research has made biodiesel by reaction of palm oil and methanol using lye (NaOH) as catalyst with operation conditions: constant temperature at 60 oC in atmosferic pressure, palm oil : methanol volume ratio = 5 : 1, amount of NaOH used as catalyst = 3.5 gr, 4.5 gr, 5 gr and 5.5 gr and it takes about one hour time reaction. The ester (metil ester) produced are separated from glycerin and washed until it takes normal pH (6-7) where more amount of catalyst used will decrease the ester (biodiesel) produced.
The results show that biodiesels properties made by using 3.5 (M3.5) gr, 4.5 gr (M4.5) and 5 (M5.0) gr catalyst close to industrial diesel oil and the other (M5.5) closes to automotive diesel oil, while blending diesel oil with 20 % biodiesel (B20) is able to improve the diesel engine performances."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Raihan Ramadhan
"Ko-pirolisis polipropilena dan minyak kelapa sawit memberikan cara pemanfaatan limbah plastik polipropilena. Penelitian ini akan meneliti reaksi ko-pirolisis di dalam reaktor tangki berpengaduk menggunakan katalis ceramic foam ZrO2/Al2O3-TiO2 untuk mengakomodasi ukuran molekul reaktan yang besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh laju pemanasan dan komposisi rasio umpan plastik polipropilena dari 0, 25, 50, 75, dan 100 % berat umpan terhadap hasil produk ko-pirolisis dan komposisi bio-oil. Produk dari ko-pirolisis akan dianalisis menggunakan metode Karl- Fischer, FTIR, GC-MS, C-NMR, dan DEPT 135 untuk menentukan kemungkinan jalur reaksi, komposisi senyawa, dan ikatan kimia yang ada di dalam bio-oil dan wax. Terdapat pengaruh laju pemanasan dan rasio umpan polipropilena terhadap jumlah produk dan senyawa kimia di dalam bio-oil. Penggunaan katalis ceramic foam ZrO2/Al2O3-TiO2 mampu meningkatkan kualitas dan yield produk akhir. Sistem pirolisis katalitik laju pemanasan tinggi tidak menunjukkan efek sinergis antara PP dan CPO dalam yield dan komponen non-oksigenat karena fraksi non-oksigenat yang rendah di bio-oil dan yield bio-oil yang rendah. Sistem pirolisis termal menunjukkan efek sinergis yang lebih tinggi antara PP dan CPO terhadap yield bio-oil yang lebih tinggi. Sistem pirolisis katalitik laju pemanasan rendah menunjukkan efek sinergis tertinggi antara PP dan CPO dalam hal jumlah fraksi non-oksigenat dan yield dari bio-oil. Analisis C-NMR dan DEPT-135 dari bio-oil menunjukkan bahwa sistem katalitik dan termal dengan laju pemanasan tinggi memiliki jumlah karbon yang terikat pada oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan sistem katalitik laju pemanasan rendah yang menunjukkan efisiensi deoksigenasi yang lebih tinggi.

Co-pyrolysis of polypropylene and crude palm oil gives the benefit of utilizing plastic waste of polypropylene. In the present research, co-pyrolysis reaction in a stirred tank reactor will be investigated using ZrO2/Al2O3-TiO2 ceramic foam catalyst to accommodate the large molecular size of reactants. The objectives are to obtain effects of heating rate and feed composition of polypropylene plastic from 0, 25, 50, 75, and 100 wt.% of total feed weight on yields of co-pyrolysis products and composition of bio-oil. The products were analyzed using Karl-Fischer, FTIR, GC-MS, C-NMR, and DEPT 135 to determine the possible reaction pathway, compound compositions, and chemical bonds in the bio-oil and wax. There is an effect of heating rate and feed composition on the yield and chemical compound of the product. The use of ZrO2/Al2O3-TiO2 ceramic foam catalyst improve the quality and yield of the final product. Catalytic high heating rate pyrolysis showed no synergetic effects between PP and CPO on bio-oil yield and non- oxygenates components due to low non-oxygenates fractions in bio-oil and low bio-oil yield. Thermal pyrolysis showed synergetic effects between PP and CPO on bio-oil yield. Catalytic low heating rate pyrolysis showed high synergetic effects between PP and CPO in terms of the quantity of non-oxygenates fractions in bio-oil and the bio-oil yield. C- NMR and DEPT-135 of bio-oil suggested that catalytic and thermal high heating rate system contained higher amount of carbon bound to oxygen compared to the catalytic low heating rate system which indicated higher deoxygenation efficiency."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Augustian Wijaya
"Perkembangan kendaraan bermotor yang semakin pesat, memicu naiknya konsumsi bensin di dunia. Namun naiknya konsumsi tidak diimbangi dengan naiknya produksi. Cadangan minyak bumi di dunia yang kian menipis menyebabkan perlu adanya sumber lain yang dapat diperbaharui untuk diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline. Minyak sawit (CPO) dipilih untuk dijadikan sumber baru dalam pembuatan gasoline karena CPO memiliki struktur rantai karbon yang dapat dikonversi dan diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline dengan metode perengkahan. Metode perengkahan pada penelitian ini dilakukan secara katalitik dengan menggunakan katalis ZSM-5/Alumina. Katalis alumina digunakan untuk merengkahkan struktur karbon yang panjang dari minyak sawit dan ZSM-5 digunakan sebagai aditif karena katalis ini merupakan katalis sintetik dengan keasaman yang sangat tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk reaksi perengkahan. Namun jumlah katalis ZSM-5 yang dipakai hanya sebagai aditif karena konsentrasi ZSM-5 yang tinggi akan menyebabkan produk reaksi perengkahan menjadi gas C2-C4 dan bukan produk bensin. Reaksi ini dilakukan pada fixed bed reactor sederhana. Umpan yang akan direngkahkan dipreparasi terlebih dahulu dengan cara oksidasi, transesterifikasi dan penambahan metanol. Temperatur reaksi akan dilakukan dari 350 °C sampai dengan 500 °C dengan space velocity 1,8 h-1 . Selain itujuga akan dilakukan variasi berat HZSM-5 dari 5 sampai 20 % berat total katalis. Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah GC-TCD dan FT-IR. Hasil reaksi dengan umpan POME menghasilkan yield tertinggi pada komposisi ZSM-5/Alumina 5 % yaitu sebesar 63,1 % pada saat temperatur reaksi sebesar 400 °C. Untuk reaksi dengan umpan minyak yang ditambah metanol, juga didapatkan yield tertinggi sebesar 26,75 % pada kondisi reaksi yang sama (temperatur reaksi 400 °C; 5 % berat H-ZSM-5 dalam katalis)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Agustina Rezeki
"Telah dilakukan analisis terhadap minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan virgin coconut oil berdasarkan parameter yang terdapat pada SNI minyak kelapa seperti kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan asam, dengan menggunakan metode titrasi. Pada pengamatan hasil analisis terhadap dua sampel virgin coconut oil dari produk yang berbeda, terdapat perbedaan kualitas berdasarkan parameter SNI. Untuk minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan virgin coconut oil, perbedaan kualitas berdasarkan parameter SNI tidak terlalu besar antara ketiganya. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap asam laurat dalam keempat sampel minyak tersebut secara kromatografi lapis tipis(KLT) densitometri, namun metode ini tidak berhasil untuk menganalisanya.
Analysis of coconut oil, palm oil, and virgin coconut oil has been carried out based on SNI parameter such as water content, peroxide value, iodine value, saponification value, and acid number by using titration method. The analysis result of virgin coconut oil from difference products has showed differences quality based on SNI parameter. For the coconut oil, palm oil, and virgin coconut oil, there were small differences among them. It was also carried out Analyzing of lauric acid for all samples by thin layer chromatography densitometry, but the method applied did not work well."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yatri Hapsari
"Perkebunan kelapa sawit tersebar dl berbagal daerah di Indonesia.
Sebagian besar dari komponen kelapa sawit sudah banyak dimanfaatkan,
antara lain sebagai minyak goreng, nata de coco, sumber pupuk kalium dan
sebagainya. Namun tangkai kelapa sawit belum dimanfaatkan secara
optimal, karena tangkai kelapa sawit biasanya hanya dimanfaatkan sebagai
kayu bakar oleh penduduk sekitar. Penelitian ini bertujuan agar tangkai
kelapa sawit dapat digunakan sebagai karbon aktif.
Pembuatan karbon aktif dari tangkai kelapa sawit dilakukan melalui
tahapan yaitu dehidrasi, aktivasi dan kartxjnisasi. Aktivator yang digunakan
adalah H3PO4. Optimasi pembuatan karbon aktif dilakukan dengan variasi
waktu perendaman, konsentrasi H3PO4 dan suhu akhir karbonisasi. Kondisi
optimum didapatkan pada waktu perendaman 8 jam, konsentrasi H3PO4 6 M
dan suhu akhir karbonisasi 500° C. Luas permukaan karbon aktif optimum, karbon aktif Merck dan karbon
tanpa aktivasi H3PO4 yang diukur dengan ASAP 2400 didapat luas
permukaan karbon aktif optimum 1088,5271 m^/g, karbon aktif Merck
982,2413 m^/g dan tanpa aktivasi H3PO4 903,7374 m^/g.
Karbon aktif optimum, Merck dan karbon tanpa aktivasi H3PO4
digunakan untuk penyerapan zat warna Acid Orange 7 dan Metanil Yellow.
Hasil penyerapan zat warna Acid Orange 7 pada karbon aktif optimum
mencapai 98,80%, karbon aktif Merck 98,48% dan karbon tanpa aktivasi
29,06%.Pada penyerapan zat warna Metanil Yellow, karbon aktif optimum
dapat menyerap sebesar 99,03%, karbon aktif Merck menyerap sebesar
98,67% dan karbon aktif tanpa aktivasi H3PO4 menyerap sebesar 20,36%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamzori
"Perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang dengan cepat, tahun 2002 tercatat 4,12 juta ha, dan sekitar 30% dari luas tersebut adalah perkebunan rakyat (smallholder). Peningkatan efisiensi dan nilai tarnbah perkebunan, rakyat diperlukan agar minyak sawit Indonesia lebih kompetitif di pasaran dan pendapatan petani meningkat. Makin luas kebun kelapa sawit makin banyak limbah dihasilkan, baik limbah kebun ataupun limbah dari pabrik minyak sawit. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah tersebut berpotensi mencemari Iingkungan. Limbah dari kebun (gulma, daun dan pelepah sawit) serta limbah dari pabrik (lumpur, serat dan tandan kosong sawit) dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi atau sebagai bahan kompos. Dengan pemanfaatan limbah tersebut maka pendapatan petani akan meningkat dan potensi pencemaran lingkungan akan menurun.
Sebagian besar (99%) produksi ternak Indonesia berasal dari peternakan rakyat. Perkebunan kelapa sawit dapat mendukung peternakan rakyat, yaitu sebagai penyedia pakan yang berasal dari limbah kebun danlatau pabrik minyak sawit. Ternak dapat memanfaatkan gulma yang ada di kebun kelapa sawit sehingga mengurangi penggunaan herbisida dan biaya pengendalian gulma. Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau bahan pengomposan bersama limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit sehingga meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Dengan pemanfaatan gulma dan kompos, biaya dan potensi pencemaran dari herbisida dan pupuk anorganik menjadi Iebih rendah.
Kecamatan Talo adalah salah satu pusat pengembangan peternakan di Kabupaten Seluma, Bengkulu; tahun 2001 tercatat 2.400 ekor ternak sapi. Di kecamatan ini terdapat perkebunan dan pabrik kelapa sawit milik negara, serta dukungan sistem kemitraan dan bibit subsidi sehingga berkembang perkebunan
kelapa sawit rakyat; tahun 2001 tercatat 1.033 ha. Di tingkat petani, berkembang kepemilikan kebun kelapa sawit dan ternak sapi oleh petani yang sama, yang dalam tulisan ini disebut petani integrasi.
Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi pada petani di Kecamatan Talo, belum diketahui pola/bentuk integrasi yang diterapkan, keuntungan dari sisi ekonomi dan ekologi, serta perbandingan kualitas kompos dari bahan campuran limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit dan kotoran temak sapi dengan kompos buatan petani.
Hipotesis yang diajukan adalah: 1) Dari sisi ekonomi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi pada petani di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu menguntungkan; 2) Dari sisi ekologi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-peternakan sapi tersebut juga menguntungkan; 3) Kualitas kompos.-dari bahan campuran limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi lebih baik daripada kompos buatan petani. Pembuktian hipotesis menggunakan uji F dan wilayah berganda Duncan dengan α 5%
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode survei dan eksperimen. Survei dilakukan pada Bulan Mei-Juni 2004 di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu. Eksperimen dilakukan pada Bulan Juni-September 2004 di halaman dan di dalam rumah kasa milik Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Tujuan survei adalah untuk mengetahui bentuk/pola integrasi, keuntungan integrasi dari sisi ekonomi dan ekologi. Keuntungan dari sisi ekonomi adalah selisih pendapatan dari kebun kelapa sawit antara petani integrasi dan petani non-integrasi, atau selisih pendapatan dari ternak sapi antara petani integrasi dan peternak non-integrasi. Keuntungan dari sisi ekologi adalah selisih jumlah penggunaan pestisida, pupuk anorganik, dan kompos antara petani integrasi dan non-integrasi.
Tujuan eksperimen adalah untuk mengetahui perbandingan kuaiitas antara kompos perlakuan yang diuji dengan kompos petani (kontrol). Juga dilakukan analisis rasio manfaat-biaya (B/C ratio) untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha.
Sampel dalam survei ditentukan secara sengaja dan acak sederhana. Tiga desa dan dua tahun tanam kelapa sawit menghasilkan dengan jumlah petani integrasi terbanyak ditentukan secara sengaja. Sampel dipilih secara acak sederhana dan diambil sebanyak 20% dari populasi target untuk petani integrasi dan non-integrasi, serta 100% (sensus) untuk peternak non-integrasi.
Eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 (tiga) ulangan. Ada 2 (dua) tahap eksperimen yaitu pengomposan dan pengujian kompos ke tanaman. Perlakuan yang diuji pada pengomposan adalah: 1) Cempuran
limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan (KP-25); 2) Campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran ternak sapi 50% dari berat bahan (KP-50); 3) Campuran limbah kebun dan kotoran temak sapi 25% dari berat bahan (K-25); 4) Campuran limbah kebun dan kotoran ternak sapi 50% dari berat bahan (K-50); dan 5) Kompos buatan petani (Kontrol).
Pengukuran kualitas kompos meliputi kandungan C organik, N, P, K, Ca dan Mg total serta pengujian ke tanaman. Sebagai tanaman uji digunakan kangkung dengan rancangan acak lengkap, 3 (tiga) ulangan dan 8 (aelapan) tanaman tiap polibag. Tanaman uji diukur pertambahan tinggi mingguan, berat kering tajuk dan akar.
Kesimpulan penelitian adalah: 1) Bentuk/pola integrasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu menyatu dan terpisah antara perkebunan kelapa sawit dan petemakan sapi; 2) Secara ekonomi, penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit-petemakan sapi pada petani di Kecamatan Talo Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu belum menguntungkan, baik ditinjau dari perkebunan kelapa sawit maupun dari petemakan sapi. Peningkatan pendapatan diperoleh hanya dari nilai hasil ternak itu sendiri; 3) Secara ekologi, penerapan integrasi nyata menguntungkan, yang terlihat dari penggunaan pupuk anorganik dan herbisida petani integrasi nyata lebin rendah serta penggunaan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada petani non-integrasi. 4) Kualitas kompos perlakuan KP-25 (campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan) lebih baik daripada kompos perlakuan petani dilihat dari kandungan N dan K total; kandungan N dan K total perlakuan KP-25 masing-masing sebesar 1,87% dan 1,81% nyata lebih tinggi daripada perlakuan petani yang masing-masing sebesar 1,47% dan K 1,15%. Kualitas kompos perlakuan K-25, K-50 dan KP50 tidak berbeda dengan kompos perlakuan petani. BIC ratio perlakuan-perlakuan yang diuji kurang dari 1, yang menunjukkan bahwa dari sisi ekonomi tanpa ekologi tidak menguntungkan.
Saran: a) Agar pendapatan meningkat dan potensi pencemaran lingkungan (dari limbah ataupun dari penggunaan masukan-luar) menurun, sebaiknya setiap pengembangan perkebunan kelapa sawit menerapkan integrasi dengan peternakan, misalnya dengan temak sapi; b) Agar penerapan integrasi perkebunan kelapa sawit peternakan sapi pada petani di Kecamatan Tale Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu menguntungkan secara ekonomi maka perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan cara memanfaatkan temak sebagai rekanan (Partnership) untuk kerja di kebun kelapa sawit serta cara pemanfaatan limbah kebun dan/atau pabrik kelapa sawit untuk pakan ternak atau kompos; c) Agar kompos perlakuan KP-25 (campuran limbah kebun dan pabrik kelapa sawit serta kotoran temak sapi 25% dari berat bahan) menguntungkan secara ekonomi, perlu dilakukan kajian lebih mendalam terhadap teknik pengomposan sehingga miurah dan mudah diterapkan petani.

Palm plantation in Indonesia has developed fast, in 2002 there were 4.12 ha, and around 30% of it belonged to smallholders. More efficiency and additional value are needed so that Indonesian palm oil can be more competitive in global market and consequently it will increase the farmers' income. The larger the plantation the more waste it produces: waste from plantation and from the palm oil factory. The waste will pollute the environment if there is no treatment for it. Waste from plantation (weed, palm leaves and stems) and waste from the factory (mud, fiber and empty stems) can be reused as feed for cows or as the materials for compost. This treatment will increase the farmers' income and will decrease pollution.
Most (99%) of Indonesia's livestock is produced by farmers. Palm plantation can support the farmers by providing the feed for cattle from its waste. On the other hand, the cattle can eat the weed in the plantation so it will reduce herbicide use and weed management cost. The cattle's dung can be used as fertilizer or as one of the materials in composting along with plantation waste and palm oil factory waste so it will increase organic fertilizer use and decrease inorganic fertilizer use. This system can reduce cost and potential pollution of herbicide and inorganic fertilizer.
Talo sub-district is one of the livestock development centers in Seluma residence in the province of Bengkulu; In 2001 there were 2,400 cows in the farm. In this sub-district were state plantation and palm oil factory. With partnership system and subsidized seeds, they developed smallholders palm plantation. In 2001 there were 1,033 ha of smallholders palm plantation. The farmers became integration farmers for they had developed an integrated system: plantation and cow farming.
The main topic of this thesis is: a research of the integration system of palm plantation -- cow farming by farmers in Talo sub-district, related to: a) the form/pattern of the applied integration system; b) economical and ecological
benefits of the system; and c) quality comparison between compost made of plantation waste and/or palm oil factory and cow dung, and compost made by farmers.
The hypothesis is: 1) From economical view, the integration system of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district is beneficial; 2) From ecological view, the integration system of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district is also beneficial; 3) The quality of compost made of plantation waste and/or palm oil factory and cow dung is better than compost made by farmers. The hypothesis would be tested using F test and Duncan double area with a 5 %.
The research used qualitative and quantitative approach with survey and experiment methods. The survey was held from May to June 2004 in Talo sub-district, Seluma residence in the province of Bengkulu. The experiment was held from June to September 2004 in the yard and inside the gauze house of Faculty of Agriculture of University of Bengkulu.
The objective of the survey is to see the integration form/pattern, the economical and ecological benefits of integration system. The economical benefit is the difference between the income from palm plantation of the integration farmers and that of non-integration farmers, or the difference between the income from cow farming of integration farmers and that of non-integration farmers. The ecological benefit is the difference of the amount used for pesticide, inorganic fertilizer and compost by integration farmers from that of non-integration farmers.
The objective of the experiment is to compare the quality of the treated compost and that of farmers' compost (control). Benefit/cost ratio (B/C ratio) -analysis was also conducted to check the business feasibility rate.
The samples of the survey were determined in purpose and simple random. Three villages and two years productive plantation with most integration farmers were chosen in purpose. Samples were determined in simple random and were taken of 20% of the target population of integration farmers and non-integration farmers, and 100% (census) of non-integration farmers.
The experiment was using complete random plan with three repetitions. There were two steps in the experiment: the composting and the testing of compost on plants. The composting treatments were: 1) Mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 25% of cow dung of material weight (KP-25); 2) Mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 50% of cow dung of material weight (KP-50); 3) Mixture of plantation waste and 25% of cow dung of material weight (K-25); 4) Mixture of plantation waste and 50% of cow dung of material weight (K-25); and 5) Compost made by farmers (control).
The measurement of the compost quality includes the total amount of C organic, N, P, K, Ca and Mg and a test to plants. The tester plant was
kangkoong with complete random plan, 3 (three) repetition and 8 (eight) plants in each pot. The tester plants were measured to see the weekly height growth and the dry weight of the plants' root and crown.
The conclusion of the experiment is: 1) The integration shape/pattern can be defined into 2 general types: the palm plantation and cow farm are integrated and separated; 2) From economical view, the application of the integration of palm plantation-cow farming by farmers in Talo sub-district, Seluma residence, Bengkulu is not beneficial from the palm plantation side or cow farming side. The increase of the income is only from the cattle value; 3) From ecological view, the applied integration is clearly beneficial because the usage of inorganic fertilizer and herbicide by integration farmers is less and the usage of organic fertilizer is higher than non-integration farmers. 4) The quality of compost of KP-25 treatment (the mixture of plantation waste and palm oil factory and 25% cow dung of material weight) is better than that of farmers' considering the amount of total N and K; the amount of total N and K in KP-25 treatment is each 1.87% and 1.81%. It is clearly higher than that pf farmers' which contains 1.47% N and 1.15% K. The quality of compost with K-25, K-50 and KP-50 treatments is not different from farmers' compost. The BIC ratio of tester treatment is less than 1 (one). It shows that from the economical view without ecological view it is not beneficial.
Suggestion: a) To increase farmers' income and to reduce pollution (from waste or outside-input use), it is suggested that every palm plantation be integrated with livestock, such as cow farming; b) The integration of palm plantation-cow farming in Talo sub-district, Seluma residence, Bengkulu can be economically beneficial if there are socialization and trainings of how to use cattle in partnership with palm plantation and how to use plantation waste and/or palm oil factory waste as cattle's feed or compost; c) In order to make KP-25 treatment compost (the mixture of plantation waste and palm oil factory waste and 25% cow dung of the material weight) economically beneficial, a deeper study of compost making techniques is needed to make it easier and cheaper to produce.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chunairil Wijaya
"Levoglucosan adalah sebuah komponen utama yang berbentuk cairan kental dari hasil pirolisis biomassa yang banyak dimanfaatkan sebagai pestisida buatan, growth regulators, macrolide antibiotics dan lain-lain. Biomassa tersusun atas hemisellulosa, sellulosa, lignin dan sejumlah kecil komponen organik yang masing-masing dapat terpirolisis dan terdegradasi dengan laju yang berbeda, mekanisme dan jalur yang berbeda.
Diketahui bahwa, levoglucosan adalah produk yang paling banyak diperoleh dalam pirolisis selulosa dari biomassa. Biomassa yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang kelapa sawit dan tandan kosong kelapa sawit. Pemilihan biomassa tersebut didasarkan dari komposisi biomassa tersebut yang mengandung > 30 % selulosa. Faktor kondisi operasi pirolisis yaitu holding time dan suhu optimum, telah diteliti sebelumnya dapat mempengaruhi yield levoglucosan.
Pada penelitian ini, metode pirolisis yang dipilih adalah fast pyrolysis. Pemilihan ini dikarenakan levoglucosan akan terbentuk dari depolimerasi selulosa pada tahap awal fast-pyrolysis pada rentang  suhu 315°C-400°C dan setelah itu akan terjadi secondary reaction menghasilkan turunan levoglucosan yaitu furan dan piranosa terdehidrasi.
Dalam penelitian ini, fast pyrolysis dilakukan dalam reaktor unggun tetap dengan konfigurasi looping system pada rentang suhu (450 - 550)°C, laju alir N2 adalah 1500 ml/menit dan 3000 ml/menit serta variasi biomassa adalah 51.3 gram dan 81.3 gram. Analisis levoglucosan didukung dengan instrumen GC-MS.
Hasil levoglucosan pada biomassa tandan kosong sawit tidak diperoleh karena proses pirolisis tidak terjadi sampai lapisan selulosa biomassa sedangkan pada biomassa cangkang sawit diperoleh yield levoglucosan tertinggi pada suhu 500°C dengan holding time 2.4 s yaitu sebesar 2.33 % (g/g) biomassa.

Levoglucosan is a major component in the form of thick liquid from the results of biomass pyrolysis which is widely used as artificial pesticides, growth regulators, macrolide antibiotics and others. Biomass is composed of hemicellulose, cellulose, lignin and a small amount of organic components which each can be hydrolyzed and degraded at different rates, different mechanisms and pathways.
It is known that levoglucosan is the product most obtained from cellulose pyrolysis of biomass. The biomass used in this study is  palm kernel shell and empty palm fruit bunches. The choice of biomass is based on the composition of the biomass containing > 30% cellulose. The factors of pyrolysis operating namely holding time and optimum temperature conditions that have been studied previously, can affect levoglucosan yield.
In this study, the pyrolysis method chosen was fast pyrolysis. This selection is because levoglucosan will be formed from cellulose depolymerization in the early stages of fast-pyrolysis at a temperature range of 315°C-400°C and after that a secondary reaction will occur resulting in levoglucosan derivatives namely furan and dehydrated pyranose.
In this study, fast pyrolysis was carried out in a fixed bed reactor with a looping system configuration in the temperature range (450-550)°C, the flow rate of N2 was 1500 ml/minute and 3000 ml/minute and the biomass variation was 51.3 grams and 81.3 grams. Analysis of levoglucosan was supported by the GC-MS instrument.
The results of levoglucosan in the empty palm fruit bunches biomass were not obtained because the pyrolysis process did not occur until the cellulose layer of biomass while in palm kernel shell biomass was obtained the highest levoglucosan content at 500°C with a holding time of 2.4 s which was 2.33 % (g/g) biomass.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>