Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102445 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri N.
"Metil laurat merupakan bahan baku atau dasar bagi banyak industri, termasuk industri surfaktan. Metil laurat merupakan metil ester yang diperoleh dari minyak kelapa melalui proses transesterifikasi trigliserida minyak kelapa tersebut dengan alkohol menggunakan bantuan katalis. Kandungan asam laurat pada trigliserida minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) cukup tinggi, yaitu sekitar 48%. Dengan demikian proses isolasi metil laurat dari VCO merupakan proses yang efektif untuk menghasilkan banyak metil laurat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi metil laurat dari VCO. VCO awalnya ditransesterifikasi dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dengan menggunakan NaOH sebagai katalis. Metil laurat dipisahkan dari metil ester dengan menggunakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik leleh. Selama ini, metil ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi dipisahkan dengan menggunakan metode distilasi fraksionasi (perbedaan titik didih). Padahal, metil ester memiliki perbedaan titik leleh (melting point) juga. Dengan demikian, pemisahan metil ester berdasarkan titik leleh menambah alternatif metode pemisahan.
Penelitian ini dititikberatkan pada pengkajian beberapa variabel dalam transesterifikasi. Variabelnya adalah temperatur (40°C, 50°C, 60°C, 80°C), lamanya (waktu) reaksi transesterifikasi (0,5 jam, 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, 3 jam), kecepatan pengadukan (50 rpm, 68 rpm, 97 rpm, 120 rpm), rasio mol metanol dengan VCO (3:1, 4:1, 6:1, 10:1), dan persen berat katalis NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %).
Variabel-variabel ini akan dilihat pengaruhnya terhadap konsentrasi metil laurat yang dihasilkan. Pada penelitian ini, konsentrasi metil laurat secara umum meningkat seiring kenaikan temperatur, waktu, kecepatan pengadukan, rasio mol reaktan dan persen berat katalis. Pemisahan metil laurat dari campuran metil ester hasil transesterifikasi dengan metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik leleh pada penelitian ini masih belum efektif, karena hanya menaikkan konsentrasi metil laurat sebesar 0,3 % volume saja.

Methyl laurate is a raw or base material for many industries, includes surfactant industries. Methyl laurat is a methyl ester obtained from coconut oil through the transesterification process of that oil with alcohol with the help from catalyst. Lauric acid in the tryglicerides of Virgin Coconut Oil (VCO) is quite high, which is around 48 %. This is the reason why isolation process of methyl laurate from VCO becomes an effective process to gain a lot of methyl laurate.
This research is meant to isolate methyl laurate from VCO. First, VCO is transesterified with methanol to produce methyl ester, using NaOH as the catalyst. Methyl laurate then is seperated from the methyl ester using different melting-point based separation method. All this time, produced methyl esters from transesterification are seperated using fractionation distillation method. But methyl esters also have difference in melting point. And the melting point based separation method adds the alternatives for separation method.
This research's mainly point is to study some variables in transesterification. The variables are temperature (40°C, 50°C, 60°C, 80°C), time of transesterification reaction (0,5 hour, 1 hour, 1,5 hours, 2 hours, 3 hours), speed of stirring (50 rpm, 68 rpm, 97 rpm, 120 rpm), mol ratio between methanol and VCO (3:1, 4:1, 6:1, 10:1), and the percent weight of the catalyst NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %).
These variables' effects to the concentration of produced methyl laurate will be observed. From this research, the concentration of methyl laurate avaragely increased, following the increasing of temperature, time, agitation, reactan mol ratio and catalyst weight percent. The separation of methyl laurat from mixtured methyl esters using melting point based separation method on this research is not effective yet, because it only increased the concentration of methyl laurate in the amount of 0.3 %.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49599
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
"Surfaktan berbahan baku oleokimia memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bersifat terbarukan (renewable resources) dan secara alami mudah terdegradasi. Surfaktan ini dapat dibuat dengan mengunakan bahan baku minyak kelapa murni dan melalui proses sebagai berikut: reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester; pemisahan metil laurat dari metil ester; reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni; reaksi sulfatasi dengan menambahkan H2SO4 ; serta netralisasi dengan NaOH. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi suhu reaksi, laju alir gas hidrogen, dan persen berat katalis pada reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni untuk menghasilkan senyawa yang akan diproses lebih lanjut menjadi urfaktan yang selanjutnya disebut sebagai SLS (Sodium Lauril Sulfat) analog (SLS a). Pengujian terhadap produk hasil hidrogenasi dilakukan dengan mengukur kemampuan dalam menurunkan tegangan permukaan air serta menstabilkan emulsi minyak dalam air. Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi optimum reaksi hidrogenasi metil laurat terjadi pada suhu 270oC, lajualir gas H21 ml/s, dan 30% berat katalis. Kemampuan SLS analog yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga mencapai 44.5 mN/m dengan penambahan 25% berat surfaktan. Berdasarkan hasil uji stabilitas emulsi minyak dalam air, surfaktan yang dihasilkan mampu menstabilkan emulsi selama 1.235 detik.

One major advantage of oleochemical surfactant is its renewable and degradable properties regarding environmental issue. This surfactant is made using coconut oil as raw material, the process are as follows: trans-esterification reaction to converse virgin coconut oil to methyl ester, followed by methyl laurate separation from methyl ester based on melting point difference, methyl laurate hydrogenation by using nickel catalyst, sulfatation reaction, adding H2SO4, and neutralization by using NaOH. The goals of this research are to obtain the optimum reaction condition in aspects of several variables, such as temperature, hydrogen gas flow rate, and percent weig ht of catalyst in the hydrogenation reaction to produce substance as based material for an analogue SLS surfactant. This research shows that the optimum operating conditions are 270oC of temperature, 1mL/s of H2gas flow rate, and 30% wt of catalyst. Testing of these surfactants are done by measuring their ability to reduce the surface tension of water and stabilize the oil in water emulsion. Its results show that adding 25 wt% of surfactants has surface tension of 44.5 mN/m. Based on the stabilizing emulsion test, surfactants can stabilize emulsion for 1.235 seconds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
JUTE-22-3-Sep2008-229
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Umbas, Denny
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Andani
"Surfaktan merupakan bahan utama dalam pembuatan bahan pembersih dan kosmetik, seperti sabun, sampo, pasta gigi, pelembab kulit, dan pembersih muka. Berdasarkan bahan baku pembuatannya, surfaktan dapat dibedakan menjadi surfaktan petrokimia yang berasal dari gas dan minyak bumi, dan surfaktan oleokimia yang berasal dari minyak nabati. Surfaktan SLS merupakan salah satu jenis surfaktan oleokimia yang memiliki muatan negatif pada gugus antarmuka hidrofobiknya. Keunggulan Surfaktan SLS ini antara lain bersifat terbarukan (renewable resources) dan secara alami mudah terdegradasi.
Surfaktan ini dibuat dengan mengunakan bahan baku minyak kelapa murni dan melalui proses sebagai berikut: reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester; pemisahan metil laurat dari metil ester; reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni; reaksi sulfatasi dengan menambahkan H2SO4; serta netralisasi dengan NaOH.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pemisahan metil laurat dari metil ester berdasarkan perbedaan titik leleh menggantikan pemisahan menggunakan kolom distilasi yang membutuhkan biaya besar; serta mendapatkan kondisi optimum yang meliputi suhu, laju alir gas hidrogen, dan persen berat katalis pada reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni untuk menghasilkan senyawa yang akan diproses lebih lanjut menjadi Surfaktan SLS analog. Pengujian terhadap produk hidrogenasi tersebut dilakukan dengan mengukur kemampuan menurunkan tegangan permukaan air serta menstabilkan emulsi minyak dalam air.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi optimum rekasi hidrogenasi metil laurat terjadi pada suhu 270°C, laju alir gas H2 1 ml/s, dan 30% berat katalis. Kemampuan SLS analog yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga mencapai 44,5 mN/m penambahan 25% berat sedangkan tegangan permukaan tanpa penambahan surfaktan adalah 74 mN/m. Berdasarkan hasil uji stabilitas emulsi minyak dalam air, surfaktan yang dihasilkan mampu menstabilkan emulsi selama 1.235 detik, atau dengan kata lain dapat menaikkan kestabilan emulsi hampir enam kali lipat lebih lama.

Surfactant is known as a basic material in detergent and cosmetic manufacturing process, for products such as soap, shampoo, toothpaste, and facial foam. Based on its raw material, there are petrochemical surfactant which is produced from petroleum based material and oleochemical surfactant which is produced from natural based material. SLS surfactant is a type of surfactant which has a negative pole charge in its hydrophobic interface (hydrophobic surface-active). One major advantage of this surfactant is its renewable and degradable properties regarding environmental issue.
This surfactant is made using coconut oil as raw material, the process are as follows: trans-esterification reaction to converse virgin coconut oil to methyl ester, followed by methyl laurate separation from methyl ester based on melting point difference (not distillation which has such a high production cost), methyl laurate hydrogenation by using nickel catalyst, sulfatation reaction, adding H2SO4, and neutralization by using NaOH.
The goals of this research are to find out the effectivity of the separation based on different melting point between methyl laurate and methyl ester and to obtain the optimum reaction condition in aspects of several variables, such as temperature, hydrogen gas flow rate, and percent weight of catalyst in the hydrogenation reaction to produce substance as a based material for an analogue SLS surfactant. This research shows that the optimum operating conditions are 270°C of temperature, 1mL/s of H2 gas flow rate, and 30% wt of catalyst. Testing of these surfactants are done by measuring their ability to reduce the surface tension of water and stabilize the oil in water emulsion.
Its results show that adding 25 wt % of surfactants has surface tension of 44.5 mN/m compared to 74 mN/m or pure water. Based on the stabilizing emulsion test, surfactants can stabilize emulsion for 1,235 seconds or six times longer than mixed oil-water without surfactant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49680
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Reaktor unggun terfluidisasi cenderung berperilaku tidak stabil dan suhunya berosilasi (Choi and Ray, 1985). McAuly melakukan pemodelan campuran sempurna yang disederhanakan terhadap reaktor polietilen fasa gas yang hasilnya tidak berbeda jauh dengan hasil pemodelan Choi dan Ray, dengan demikian pemodelannya dapat digunakan dengan tepat untuk memodelkan reaktor polietilen unggun terfluidisasi fasa gas dalam skala industri.
Dengan memakai model McAuley, dalam studi ini, perilaku keadaan tunak untuk model pencampuran sempurna mengindikasikan bahwa ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi untuk laju umpan katalis antara 0.80 dan 5.5 Kg/jam. Untuk laju alir katalis dibawah 0.80 kg/jam hanya ada satu keadaan tunak pada suhu rendah dan diatas 5.5 kg/jam keadaan tunak hanya bisa terjadi pada suhu tinggi. Stabilitas reaktor hanya terjadi pada suhu rendah dan suhu tinggi saja, sedangkan pada suhu menengah kondisi reaktor tidak stabil. Ketidakstabilan berawal dari titik Hopf-bifurcation yaitu pada Iaju alir katalis, Fc sebesar 4.35 kg/jam.
Pengaruh kondisi operasi berupa Iaju alir umpan tidak terlalu sensitif terhadap stabilitas dan pola kondisi tunak reaktor kecuali pada suhu rendah, samakin besar Iaju alir umpan semakin besar interval Iaju alir katalis yang masih mungkin untuk reaktor beroperasi stabil. Sedangkan besamya energi aktivasi katalis memberikan pengaruh yang cukup besar terutama pada suhu sedang dan suhu tinggi.
Untuk Ea ≤ 5000 hanya ada kondisi tunak tunggal. Distribusi triangular konstanta deaktivasi kd memberikan titik Hopf-bifurcation, untuk kd antara 0.008709375 dan 0.089996875, terjadi pada Fc antara 4.31 dan 6.52 kg/jam atau sekitar 98.34 % sedangkan untuk distribusi uniform dengan interval kd yang sama memberikan peluang 85.09 %."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayla Kurrota Akyun
"Liposom sebagai sistem penghantaran obat dapat mengurangi efek samping dan toksisitas obat karena membantu menargetkan obat ke targetnya secara spesifik. Pada daerah yang terinfeksi biasanya bersifat asam, oleh karena itu perlu dibuat liposom sensitif pH. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan asam palmitat terhadap sensitivitas liposom yang mengandung spiramisin pada berbagai kondisi pH dan mengevaluasi kemampuan penjerapannya. Pada penelitian ini dibuat tiga formulasi yaitu tanpa penambahan asam palmitat, dengan penambahan satu mol asam palmitat dan penambahan dua mol asam palmitat. Liposom dievaluasi bentuk dan morfologinya menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) serta diamati distribusi ukuran partikelnya dengan Particle Size Analyzer (PSA), persentase penjerapan yang diperoleh dari hasil ultrasentrifugasi dan yang utama adalah sensitivitas liposom pada pH 2; pH 5,5; dan pH 8. Hasil yang didapat adalah liposom dengan rentang diameter 100-200 nm dan efisiensi penjerapan dari ketiga formula menurun dengan meningkatnya konsentrasi asam palmitat. Efisiensi penjerapan dari ketiga formula menurun dengan meningkatnya konsentrasi asam palmitat. Kemampuan penjerapan liposom sensitif pH yaitu 82,22% dan 81,94%. Pelepasan obat tertinggi didapat pada liposom medium pH 2 dan terendah pada medium pH 8.

Liposomes as drug carrier in order to reduce adverse effects and toxicity of drugs because applied for drug targetting specificly. In the infection area usually in acidic condition so it is so important to make pH sensitive liposome. The aims of this research are to study about the presence of palmitic acid in liposome formula containing spiramycin on their pH sensitivity and to evaluate their entrapping efficiency. There are three concentrations of palmitic acid that use in liposome formula which are 1 mol, and 2 mol. Liposomes were evaluated by their morphology with Scanning Electron Microscopy (SEM), particle size distribution with Particle Size Analyzer (PSA), entrapment efficiency with ultracentrifugation, and their sensitivity in pH 2; 5.5; and 8 medium. Evaluation results showed that liposomes particle sizes are range from 100-200 nm, and it illustrated that the higher palmitic acid concentration gave the lower their entrapment efficiency. The pH sensitive liposome has entrapment efficiency 82.22% and 81.94%. The highest drug released could be obtained from liposomes in pH 2 medium while the lowest drug released was in pH 8 medium."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S43649
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yulianty
"Banyak penelitian telah dilakukan dalam mengembangkan reaktor dekomposisi metana untuk produksi hidrogen dan nanokarbon. Penggunakan reaktor gauze pada dekomposisi metana terbukti dapat mengatasi masalahan penyumbatan pada reaktor unggun diam dan ketinggian gauze dan laju alir umpan dapat diatur dengan mudah tanpa mempengaruhi hidrodinamika sehingga dapat menambah waktu tinggal reaktan yang pada akhirnya meningkatkan kinerja reaktor. Oleh karena itu, penelitian dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi (space time, temperatur, dan rasio umpan) terhadap kinerja reaktor. Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa kinerja reaktor paling tinggi pada space time 0.006 gr min/mL (range 0.006-0.0006), temperatur 700°C (range 700°C-800°C), dan dengan umpan metana.

There are lots of experiments have been made in developing methane decompotition reactor to produce hydrogen and nanocarbon. Utilizing gauze reactor in methane decompotition have been proved in solving agglomeration problem of spouted bed and gauze height and feed flowrate can be managed easily without affecting hydrodinamic results in increasing reactant residence time that finally raising reactor performance. Therefore, deeper experiment has been done to find effects of operation condition (space time, temperature, and feed ratio) to reactor performance. Due to experiment, that the highest reactor performance at space time 0,006 gr min/mL (range 0.006-0.0006), temperature 700°C (range 700°C-800°C), and by methane as feed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51786
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>