Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliana Martin
"ABSTRAK
Salah satu bentuk penghematan energi pada suatu plant adalah dengan mengintegrasikan panas antar beberapa proses. Konsep dasar dari pengintegrasian panas ini adalah metode Teknologi Pinch yang telah berkembang sepuluh tahun terakhir ini.
Pengintegrasian panas dilakukan untuk dua proses yang berbeda yaitu proses Aromatik dan proses Asam Formiat. Kedua proses dihubungkan dengan sistem utilitas pusat untuk memenuhi kebutuhan utilitas panas proses.
Alternatif dilakukan untuk mendapatkan konfigurasi sistem utililas yang paling optimum yaitu dengan cara melakukan modifikasi penempatan utilitas dalam bentuk penggambaran dengan Total Sire Profile dan kurva Exergy Grand Composite.
Prosedur diawali dengan menentukan energi minimum yang dibutuhkan, selanjutnya melakukan alternatif penempatan utilitas, dan setelah itu menentukan target untuk bahan bakar, potensial kogenerasi, air pendingin.
Setelah dilakukan analisa dan penghitungan pada tiga alternatif penempatan utilitas, maka konfigurasi utilitas yang paling optimum, yaitu dengan menggunakan steam MP dan steam HP untuk memenuhi panas proses dan menggunakan air pendingin sebagai pemenuhan utilitas dingin.
Perhitungan dilakukan terhadap biaya operasional utilitas yang dihubungkan dengan jumlah bahan bakar yang dipakai, air pendingin, kerja yang dihasilkan dan listrik yang digunakan."
2000
S50813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebutuhan energi suatu pabrik dapat dipenuhi dengan berbagai macam pmhan utilitas. Bila terdapat banyak pnman utilitas maka diperlukan suatu metode dalam memilih utilitas yang akan digunakan. Metode yang akan dibahas dalam sknpsi ini adalah metode integrasi panesdengan menggunakan Analisa Pinch.
Analisa ini menggunakan prinsip terrnodinamika dasar yang mudah diaplikasikan dan dapat memberikan gambaran secara keselumhan aliran proses serta desain sistem utilitas.
Penempatan sistem utilitas yang kbmpleks pada suatu proses, misalnya bila menggunakan beberapa level steam dan gabungan utilitas lain, dapat ditentukan oleh metocle ini. Tujuannya pada akhimyeadalah penghematan modal dan energi.
Metode ini diawali dengen penentuan target energi minimum yang dibutuhkan suatu proses dan pemmhan altematif utilitas yang dapat digunakan.
Kemudian ditanjutkan dengan perhitungan optimasi modal dan energi dari masing-
masing altematif.
Dari hasil analisa pada tinjauan kasus pada tiga altematif, pemakaian flue gas sebagai utilitas panas lebih mengunlilngkan dibandingkan bila menggunakan gabungan Hue gas - Low Pressure Steam (LP) atau gabungan flue gas - LP -
Medium Pressure Steam (MP).
Kemudian akan dibahas pula penempatan sistem utilitas dalam suatu rancan an jaringan penukar panes (Heat ExchangerNetwork)."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranu Januar
"Thermophoretic force adalah gaya yang menyebabkan partikel bergerak pada permukaan pemindahan kalor yang disebabkan oleh perbedaan temperatur. Simulasi ini dilaksanakan untuk membandingkan hasil simului dengan eksperimen. Perangkat lunak yang diggunakan untuk simulasi ini adalah Fluent 5.3. Simulasi ini diawali dengan pembuatan model peralaian eksperimen menurut data ada, yang menggunakan jarak antar plat sebesar 4 cm 4.5 cm dan 5 cm dan pada temperaxur yang berbeda, temperatur yang digunakan adalah 30°, 50° dan 100° kemudian meneliti berbagai kernungkinan bergeralmya partikel yang dialdbatkan oleh gaya lain di samping Thermophoreric force seperti gaya apung, gerak Brown, electophoresis dan Sajinan LM Force. Hasil simulasi menunjukkan panikel tersebut bergerak ke temperarur yang Iebih rendah, semakin besar perbedaan temperatur yang diberkan maka semakin besar pula gaya yang di terima oleh partikel tersebut.

Thermophoretic force is the movement of particle causes an existence of force, which because of different temperature at surface of heat transfers because the force particles move to the lower temperature. This simulation is done to compare the result of simulation with expeximent. The software used for this simulation is Fluent 5.3. This simulation early by making model of research appliance x according to existing data that is using distance between plate equal to 4 cm 4.5 cm and 5 cm and different temperature used are 33°, 50° and 100° then analyze possibilities movement of particle effected by force besides the Thermophoretic force like buoyancy, Brownian, electrophoresis and SaEinan lih foree. Result of simulation shows the particle move to the lower temperature, greater of given different temperature hence is greater of foroe happen to ‘the panicle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
06 Sup p-2
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Economic development contributes to integration and trade dynamics among countries. From now on, with global economic crisis as background setting, market diversification seems to be an appropriate strategy to minimize the hazardous impact on Indonesia's trade balance performance. It appears that the Middle East is a promising region with Turkey, Tunisia dan Morocco as potential trade partners. An Intra Industry Trade (IIT) analysis shows that Indonesia experiences a relatively higher trade integration with Turkey compared to those with Tunisia and Morocco. In the meantime , a constant Market Share Analysis (CMS) analysis indicates that the existing export dynamics is convergence for potential products. These products of animal and vegetable fats and oils , wood and wood products and rubber and rubber products vary in decomposition effects in each trade partner. Combination of market intelligence and export product differentiation is considered as a comprehensive recommendation in first round stage for the Indonesia - Middle East FTA"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pattinama, Eklefina
"Desertasi ini mengkaji masalah integrasi pasca konflik, studi kasus di Maluku Tengah Saparua. Realitas konflik politisasi agama-etnis yang terjadi di Maluku Tengah Saparua, tahun 2000 antar negeri Sirisori Salam dan negeri Sirisori Sarani, membuat warga masyarakat mengalami penderitan secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Penderitaan mendorong kesadaran para pelaku berupaya mempertahankan diri, menciptakan budaya lokal untuk integrasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif secara khusus etnografi.
Untuk membaca data lapangan bagaimana proses reintegrasi yang dilakukan oleh para pelaku dan bagaimana mereka mengrekonstruks ikan integrasi pascakonflik, maka pemikiran Giddens dengan teori strukturasinya dimanfaatkan untuk itu. Temuan penelitian menunjukan bahwa (1). Atas inisatif para pelaku terjadi interaksi diantara para pelaku pada ruang dan waktu sesuai situasi berbeda. Pada situasi rawan interaksi pelaku terjadi di hutan, laut, pantai, loka/perbatasan pos militer. Di situasi keamanan terkendali interaksi pelaku korban konflik semakin melebar, di tempat kerja, ruang domestik dan publik. Adapun para pelaku reintegrasi lokal: kaum perempuan, petani, nelayan, pengemudi ojek, tukang bangunan, anak-anak, pemuda, tokoh pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat, kelompok kekerabatan. (2). Dari interaksi para pelaku sehari-hari, berlangsung terus menerus dan berulang, mereka menciptakan budaya lokal untuk integrasi, antara lain : (a).budaya ?gandong? baru lintas agama etnis, membentuk kembali struktur tiga batu tungku dan pertemanan baru. (b).menciptakan kerjasma ekonomi ; budaya ?pela? baru lintas agama-etnis ; membudaya kontrak hutan dibayar dengan hasil hutan. (c). membudayakan doa dan dialog, serta budaya Silaturahmi. (d). Menciptakan budaya mempertahankan diri melalui: berteman dengan militer, jaga lingkungan bersama serta menciptakan strategi menghadapi kemungkinan konflik baru, dengan cara mempertahankan identitas diri dan mengalihkan perhatian pada kerja.
Implikasi teoritis: (1) Temuan penelitian menunjukan bahwa kajian terhadap masalah integrasi telah mengalami pergeseran perhatian dari ide ke aktual, dari kultural ke struktural Pergeseran ini menunjukan bahwa kebudayaan dibentuk oleh tindakan manusia, yang mengindikasikan bahwa kebudayaan bukan lagi sekedar struktur yang mengarahkan tindakan para pelaku. Tetapi dari tindakan para pelaku sehari-hari, struktur diproduksi dan sekaligus menjadi sarana dari tindakan. 2), Melalui interaksi sehari-hari para pelaku memproduksi struktur baru atau bentuk kerjasama baru lintas agama-etnis, untuk memenuhi kepentingan para pelaku ; ekonomi, sosial-budaya dan politik. 3). Untuk memperkuat kerjasama baru ini, maka dibutuhkan Trust (saling percaya). Trust menjadi sarana utama mengembangkan relasi-relasi sosial lintas ruang dan waktu. Dengan kata lain trust harus diusahakan, dikerjakan, dikelola (karena tidak lagi given). Intensitas tust ditentukan oleh kesalingan dalam pengungkapan diri antara para pelaku.
Kesimpulan : Integrasi pascakonflik produksi tindakan manusia, tidak hanya memiliki kekuatan kerjasama budaya, tetapi juga sosial, ekonomi, religi dan politik dalam kesatuan sistem yang saling terkait.

The dissertation examines the integration of post-conflict issues, case studies in Central Maluku Saparua. The reality of the politicization of religion-ethnic conflicts that occurred in Central Maluku Saparua, the year 2000 between negeri Sirisori Salam and negeri Sirisori Sarani, making residents experience suffering socially, culturally, economically and politically. The suffering encourages awareness of the agency to try to defend themselves, creating a local culture for the integration. This study is an ethnographic qualitative research in particular.
To read how the process of reintegration of field data performed by the agency and how they reconstruct integration of post-conflict, the writer makes use of Giddens assumption concerning with structuring theory . Findings showed that (1). Of the agency initiative, interaction can take place among the agency in space and time according to different situations. In vulnerable situations agency interaction occurs in the forest, ocean, beach, workshops / frontier military posts. In the under control security situation the interaction of agency victims of the conflict widened, in the workplace, domestic space and the public. The local reintegration agency are women, farmers, fishermen, and ojek drivers, construction workers, children, youngsters, government leaders, religious leaders, community and kinship group leaders. (2). Because of daily interaction of the agency which is on going and repetitive, the agency create a local culture for the integration, among others: (a). "Gandong" new cross-ethnic religious culture, reshaping the structure of three-stone stoves and a new friendship. (b). Creating economic cooperation; "pela" new cross-ethnic religious culture; entrenching forest products contracts and forest contracts paid for with its commodity. (c). Culturing prayer and dialogue, and cultural gatherings. (d). Cultures to defend themselves through: making friends with the military, sharing environment and strategic guard against the possibility of new conflicts by maintaining the identity and turning their attention to the work.
Theoretical implications are that: (1) There are findings that showed that the study of the problem of integration has been a shift attention away from idea to actuality, from the cultural to the structural. The shift shows that culture is shaped by human action, and this indicates that culture is no longer a structure that directs the actions of the agency. But based on the actions of everyday agency, structures are produced and become the means of action. (2) Through the daily interactions, the agency produce new structures or new forms of co-operation across religions, ethnicities to meet the interests of the agency economically, socio-culturally and politically. (3) To strengthen this new partnership, the Trust is required (mutual trust). Trust becomes the primary vehicle for developing social relations across space and time. In other words, trust must be cultivated, treated, managed (because it is no longer given). The trust intensity is determined by the reciprocity in selfdisclosure among the agency.
Conclusions: The integration of post-conflict is produced by human action; it does not only have the power of cultural cooperation only, but also social, economic, religious and political unity of interrelated systems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D00903
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djopari, Johannes Rudolf Gerzon
"Pembangunan yang diselenggarakan di Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya sejak daerah itu dikembalikan ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tangga1 1 Mei 1963, dihadapkan kepada berbagai permasalahan. Hal yang demikian menyebabkan rakyat di wilayah Propinsi itu tidak cepat berubah dan berkembang mengikuti kemajuan sama dengan saudara-saudara mereka di daerah Indonesia lainnya.
Proses integrasi politik di Irian Jaya menghadapi suatu tantangan yang utama dan berat yaitu pemberontakan dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dimulai pada tahun 1965 tepatnya pada tangal 26 Juli di Manokwari yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom, bekas anggota Batalyon Sukarelawan Papua (Papua Vrijwilinger Corps) buatan Belanda. Pemberontakan OPM yang terus berlangsung hingga saat ini dan secara sporadisadis itu merupakan hambatan terhadap penyelenggaraan pembangunan pada umumnya baik pemaangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
Sebagai gerakan separatis, maka pemberontakan OPM merupakan hadangan terhadap proses integrasi di Irian Jaya yang lebih banyak diwarnai oleh dimensi yang horizontal, yaitu suatu tujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Di Irian Jaya, bentuk pemberontakan OPM dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan sebagai berikut Pertama; aksi perlawanan fisik bersenjata atau aksi militer yang dilakukan secara sporadis; Kedua; aksi penyanderaan; Ketiga; aksi demonstrasi massa; Keempat; aksi pengibaran bendera Papua Barat; Kelima; aksi penempelan dan pengebaran pamflet/selebaran; Keenam; aksi rapat-rapat politik dan pembentukan organisasi perjuangan lokal; Ketujuh; aksi pelintasan perbatasan ke Papua New Guinea; Kedelapan; aksi pengrusakan/pembongkaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa OPM itu lahir di Irian Jaya dari dua faksi utama pimpinan Terianus Aronggear, SE dan Aser Demotekay pada tahun 1964 dan tahun 1963. Sebagai organisasi OPN kegiatannya terbagi dua yaitu kegiatan politik dan kegiatan militer. Kegiatan politik kemudian terus dilanjutkan di lu ar negeri sedangkan kegiatan militer dilakukan di Irian Jaya. Secara keseluruhan kegiatan politik di luar negeri kurang efektif sebab terjadi perpecahan antara para pemimpin politik OPM dari segi orientasinya ada yang pro-Barat dan ada yang berorientasi ke neo-Marxis/Sosialis. Perpecahan ini jelas mempengaruni faksi militer di Irian Jaya sehingga kegiatan mereka lemah dan mudah dipatahkan oleh Pemerintah atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Justru orientasi ke neoMarxis/Sosialis itu merupakan hambatan utama bagi dukungan politik maupun dukungan dana dari negara-negara Barat terhadap OPM.
Berdasarkan telaahan teori dan pendapat para sarjana dapat diungkap bahwa pemberontakan itu terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan yang dialami oleh manusia dalam suatu sistem politik atau negara.
Di Irian Jaya saat ini masih saja ada aktivitas pemberontakan dari OPM secara sporadis, walaupun setiap kegiatan dengan mudah dapat dipatahkan dan tidak ada dukungan politik secara internasional. Kondisi yang demikian ini menimbulkan pertanyaan sebagai berikut :
Pertama; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu terjadi karena integrasi politik di Irian Jaya kurang mantap ? Kedua; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu merupakan bom waktu yang dibuat oleh Belanda, atau pemberontakan OPM itu terjadi karena tumbuh kesadaran nasionalisme Papua ? Ketiga; apakah benar dan mengapa masih saja ada orang-orang Irian Jaya yang berideologi serta mendukukung pemberontakan OPM ? Keempat; kalau memang demikian, bagaimana sebaiknya pendekatan pembangunan politik di Irian Jaya itu dilakukan, agar dapat mewujudkan integrasi politik yang mantap ?
Berangkat dari ke-4 pertanyaan tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalah dalam tulisan ini adalah sampai sejauh mana pengaruh pemberontakan OPM terhadap pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya.
Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan bahwa pada hakekatnya pemberontakan OPM masih mempengaruhi pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya, hal mana dapat dilihat dari sikap dan dukungan yang diberikan oleh rakyat Irian Jaya terhadap OPM sehingga timbul berbagai aksi pemberontakan secara sporadis dalam kurun waktu 20 tahun dan OPM lebih mampu mensosialisasikan nilai-nilai "nasionalis Papua" sebagai ideologi OPM kepada rakyat Irian Jaya.
Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi politik yang mantap di Irian disarankan agar terlebih dulu menghilangkan ideologi OPM serta melakukan pendekatan "cinta-kasih" dalam pergaulan atas dasar persamaan dan persaudaraan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Udhi
"ABSTRAK
Besi tuang nodular saat ini banyak dipakai oleh industri sebagai pengganti Baja tempa dalam pembuatan komponen mesin, karena mernpunyai nilai ekonomis dan sifat mekanik yang baik. Mengingat permintaan sifat mekanik dari berbagai komponen berbeda-beda diharapkan dengan memilih beberapa cara perlakuan panas seperti aniling, normalising, hardening, dan tempering, dapat diperoleh sifat mekanik yang optimum sesuai dengan spesifikasi komponen yang direncanakan.
Aniling dilakukan untuk memperbaiki keuletan dan ketangguhan, mengurangi kekerasan; normalising untuk memperbaiki kekuatan; hardening untuk meningkatkan kekerasan atau memperbaiki kekuatan; sedangkan tempering untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses pendinginan secara cepat.
Dalam pelaksanaan perlakuan panas ini, untuk proses aniling, normalising, dan hardening yang diambil sebagai parameter adalah temperatur austenisasi pada 800, 850, 900, dan 950° C. Sedangkan untuk proses tempering sebagai benda kerja diambil spesimen dari hasil hardening 850° C, temperisasi divariasikan pada temperatur 300, 400, 500, dan 600° C. Parameter lain seperti waktu tahan dan media pendinginan untuk masing-masing perlakuan dibuat tetap. Untuk nrengetahui sifat mekanik sebelum dan sesudah perlakuan panas dilakukan pengamatan mikrostruktur, pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan pengujian impak.
Hasil yang diperoleh dari proses aniling menunjukkan adanya peningkatan keuletan (elongasi) dan ketangguhan (impak), sedang kekuatan dan kekerasannya menurun. Impak tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 850° C. Dari proses normalising diperoleh peningkatan kekuatan dan kekerasan, tetapi terjadi penurunan elongasi dan impak Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 900°C Demikan pula untuk proses hardening, kekuatan dan kekerasan meningkat, sedang impale menurun. Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada ternperatur austenisasi 850° C. Dalam proses tempering, dibandingkan dengan kondisi hasil hardening, terjadi peningkatan impak, tetapi kekuatan dan kekerasannya menurun. Elongasi dan impak tertinggi dihasilkan pada temperatur temperisasi 600° C."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Petrus G. Raymond
"ABSTRAK
Reboiler merupakan salah sara jenis penukar panas yang sangat penting peranannya dalarn pabrik ammonia. Kerusakan dan keboooran tube yang terjadi pada reboiler akan menyebabkan terganggunya proses perolehan ammonia secara keseluruhan karena setiop reboiler mempunyai fungsinya masing-masing. Analisa kerusakan harus dilakukan agar kerusakan yang sama tidak terulang kembali.
"Reboiler H14-CA" merupakan. Salah satu unit pada proses pemarnian gas sintesa yang mengatami kebocoran pada tubenya. Untuk mengetahui kerusakan dan mencari penyelesaiannya dilakukan pengumpulan data dan informasi sejak awal proses, selama pengoperasian, dan pada saat terjadi kerusakan, serta pengujian pada tube dan ditunjang dengan penelusuran literatur.
Dari hasil analisa, diketahui kerusakan ini disebabkan oleh korosi batas butir retak tegang (SCC-intergranular) dan korosi sumuran Qitting corrosion) yang cukup parah, sehingga material tube mengalami kebocoran. Korosi SCC-intergranular disebabkan olehvadanya sensitasi pada saat proses pengelasan (penyambungan tube) pada rentang temperatur 425-815°C dimana terdapat persentase karbon yang cukup tinggi (0,0368% C) dan persentase krom yang sedikit (13, 45% Cr), larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm) dan adanya tensile stress pada material tube. Sedangkan korosi sumaran disebabkan oleh ketidak homogenan material tube (test microhardness menunjukkan kekerasan terendah 17.1 HV nilai tengah 188 HK rata-rata 191,3 HV dan tertinggi 219 HP) dan adanya lingkungan yang korosif, yaitu larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm).

"
2001
S41481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
"Industri pertanian umumnya adalah industri kecil, dimana tenaga kerja yang bekerja pada industri tersebut tingkat pendidikannya sangat rendah sehingga sulit untuk berkembang dan kesadaran akan mutu sangat rendah.
Dalam penelitian ini peningkatan kualitas dilakukan dengan perlakuan panas yang pemanasannya dilakukan bersama-sama dengan proses pembentukan pegangan cangkul. Perlakuan panas dilakukan dengan pemanasan sampai suhu austenit dengan variasi suhu, 900°C, 1000°C dan 1100°C, variasi penahanan 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Proses pendinginan dengan menggunakan media pendingin air dan oli serta metode pendinginan dicelup sebagian dan dicelup seluruhnya. Berdasarkan hasil penelitian diatas dilakukan percobaan tahap dua yaitu dengan pemanasan pada arang batok kelapa selama 60 menit, 75 menit, 90 menit dan 105 menit, kemudian dicelup kedalam media air.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dengan pemanasan sampai 900°C, dan penahan selama 30 menit kemudian dicelupkan kedalam air mendapat kekerasan 171 BHN atau naik 50 %. Pemanasan menggunakan dapur listrik dengan suhu penahanan 1000°C, selama 45 menit kemudian didinginkan dengan oli menghasilkan kekerasan tertinggi 143 BHN, dan dengan pemanasan di arang kayu selama 75 menit mendapatkan kekerasan tertinggi yaitu 187 BHN atau naik sebesar 64 %.
Biaya yang diperlukan untuk perlakuan panas Rp.890,- tiap cangkul. Proses perlakuan panas dilakukan sebelum pengerjaan akhir.

Agriculture industry is generally a small industry that the labors who work in the industry have low education so that wake difficultly to develop and have low consideration in quality. In this research quality increases done by heat treatment which is conducted together with process of hoe handle forming.
Heat treatment is performed variously with heating at austenite temperature of 900°C, 1000°C and 1100°C for 30, 45, 60 minutes. Cooling process is done in cool water and oil. The cooling method is done by sinking partly and wholly. Based on the above research, the second try is conducted by heating on coconut shell for 60,75, 90 and 105 minutes. Then, it is cooled in cool water.
The research result that heating at approx, 900 °C for 30 minutes, then cooled in cool water is gained a hardness of 171 BHN or 50 % increases. Heating using an electric furnace at 1000 °C for 45 minutes, then cooled with oil result a highest hardness of 143 BHN. Heating using charcoal for 75 minutes is gotten a highest hardness of 187 BHN or 64 % increases. Cost spent for this heat treatment is Rp 890,- each hoe. Process of heat treatment is done when the finishing work will end."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T8968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>