Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58903 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Versatid 6 adalah salah satu jenis asm karboksilat baru yang diproduksi oleh Shell Chemical Co. Salah sam kegunaan dari Versatic 6 ini adalah untuk mengekstraksi logam. Pada penelitian ini ingin diketahui kompleks yang terbentuk dari ekstraksi Nlkel dengan ekstraktan Versatic 6, dengan menggunakan spektrofotometri inframerah.
Stefanalds dan Monhemius mendapat serapan inframerah dari kompleks Besi-Versatic di 1600, 1575, dan 1415 cm", yang dislmpulkan sebagai kompleks berbentuk monodentaie, bideniate chelation, dan bidentate bridging. Demikian pula untuk kompleks Versatic dengan beberapa logam lain, didapat serapan pada daerah yang sama. Namun pada penelitian ini tidak didapat adanya serapan dari kompleks yang terbentuk. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Ashbrook, yaitu untuk Nikel dengan Versatic 911.
Dengan menggunakan analisa slope untuk data distribusi Nikel, didapat kombinasi angka asosiasi, solvasi, dan polimerisasi untuk kompleks yang paling mungkin terbentuk. Dari hasil analisa didapat kombinasi 0,05-0-3. Terlihat bentuk yang mendominasi dari hasil ekstraksi adalah polimerisasi. Diperkirakan ekstraksi berjalan seperti pada ekstraksi dengan menggunakan crown eter. Dimana Versatic 6 membentuk polimer siklik, dengan derajat polimerisasi sebesar 3, dan ion Nikel bergabung di dalam polimer tersebut."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Proses ekstraksl pelarut banyak dlgunakan dalam lndustrl petroldmla, antara laln dalam pemumlan limbah, pemlsahan dan pemumlan beberapa logarn, sepertl tembaga, nlkel, uranium, dan Ialn-Iain. Pada proses ekstraksl pelarut, zat terlarut dipindahkan dari fasa calr yang satu ke fasa calr Iain yang tldak sallng larut.
Dalam tugas akhir inl, dilakukan penelitlan ekstrnksl logam nikel dengan Iarutan asarn 2_2 dimetll pentanoat (DMPA) pada berbagal kondlsl reaksi untuk memperkirakan lenls kompleks yang terbentuk dl fasa organlk. Metode spektrometrl lnframerah dtpalcal untuk mengamatl dan mengldentiikasl tlpe koordinasl pada kompleks tersebut. Sedangkan anallsa statistika dlpakal dalam pengolahan data, yang telah diperoleh dari penelitian sebelumnya, untuk mendapatkan rumus molekul kornpieks dl fasa organlk.
Dari pengamatan dengan spektrofotometer FFIR tidak dapat diidentlfikasl tipe koordlnasl dari kompleks nike!-DMPA karena vibrasi ikatan antara nikel dengan gugus karboksilat tidak cukup kuat untuk dideteksi oleh detektor FI`IR. Dengan metode statlstika, dlpernleh tlga macam rumus molekul kompleks nike!-DMPA yang mungkln terdapat pada fasa organik hasil ekstraksl yaiiu : N|(OH)R.3HR."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lusitra Munisa
"Lapisan tipis amorf silikon karbon terhidrogenasi telah dibuat dengan metode depasisi DCRMS (dc magnetron sputtering). Spektrum inframerah lapisan tipis amorf silikon karbon yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki tiga daerah absorpsi yang terletak di sekitar 600-900 cm2, 1900-2200 cm2 dan 2800-3000 cm2. Mode-mode vibrasi struktur ikatan yang terdapat pada lapisan tipis meliputi mode vibrasi wagging Si-H di sekitar 640 cm-1; doublet mode vibrasi bending Si-H2 di sekitar 850 dan 890 cm-1; doublet mode vibrasi stretching Si-H di sekitar 2000 dan 2100 cm'1; mode vibrasi stretching Si-C di sekitar 720 dan 780 cm-1; mode vibrasi stretching C-H di sekitar 2800 cm-1. Peningkatan flowrate gas metan menggeser posisi mode-mode vibrasi ke bilangan gelombang yang lebih tinggi dan meningkatkan integral absorpsi dari mode-mode vibrasi tersebut. Pengaruh peningkatan flowrate gas metan terhadap mode vibrasi di sekitar 2000 dan 2100 cm./ menyebabkan terjadinya transisi dari 2000 ke 2100 cm-1 yang disebabkan oleh peningkatan hidrogen bukan karena peningkatan konsentrasi karbon.
Hasil evolusi dan implantasi hidrogen menunjukkan kehadiran void di dalam lapisan tipis. Kuat absorpsi mode vibrasi stretching dan wagging Si-H tidak bergantung pada flowrate gas metan. Harga kuat absorpsi mode vibrasi stretching Si-H di sekitar 2000 dan 2100 cm.' tidak jauh berbeda. Mode vibrasi di sekitar 720 dan 780 cm'1 diperkirakan merupakan hasil kopling mode vibrasi wagging Si-H dan mode vibrasi stretching Si-C. Mode vibrasi di sekitar 720 cm-1 merupakan mode vibrasi stretching Si-C yang melibatkan hidrogen sedangkan mode vibrasi di sekitar 780 cm"' tanpa hidrogen. Kedua mode vibrasi ini mewakili mode vibrasi stretching Si-C bukan hanya salah satu dari keduanya. Struktur ikatan silikon dengan karbon dominan berada dalam gugus H-Si-C pada flowrate gas metan rendah. Atom hidrogen pada lapisan tipis hanya berikatan dengan satu atom karbon saja. Atom hidrogen cenderung berikatan dengan atom silikon dibandingkan dengan atom karbon. Selain peningkatan konsentrasi karbon, peningkatan hidrogen juga berpengaruh terhadap berkurangnya indeks bias rill dan peningkatan gap optis. Struktur ikatan hidrogen yang berpengaruh terhadap berkurangnya indeks bias dan bertambahnya gap optis adalah struktur ikatan hidrogen di void.

Infrared Spectroscopy and Optical Properties of Amorphous Silicon Carbon Films (a-Six_x C1:H) Produced by DC Magnetron Sputtering MethodsHydrogenated Amorphous Silicon Carbon films were prepared by dc reactive magnetron sputtering (DCRMS) methods. The infrared spectra have three absorption regions at 600-900 cm 1, 1900-2200 cm-1 and 2800-3000 cm-1. These three features shift to higher wavenumber for the methane flowrate increased. The absorption band near 640 cm-1 is assigned to the wagging band of Si-H SiH2 bonds have a bending outlet at 850 and 890 cm-1, the stretching doublet modes of Si-H are around 2000 and 2100 cm-1, the stretching modes of Si-C are near 720 and 780 cm -l and the absorption around 2800 cm-1 is attributed to the C-H stretching mode. The integrated absorption of these modes increases with the methane flowrate. The transition from 2000 to 2100 cm 1 is due to an increasing hydrogen content not carbon concentration.
The hydrogen evolution and implantation support the void formation on films. The absorption strength of Si-H stretching and wagging absorption is found to be independent of the methane flowrate. The two Si-H stretching modes around 2000 and 2100 cm'1 have almost the same absorption strength values. The vibrational modes near 720 and 780 cm -1 are presumably as the result of coupling of the Si-C stretching mode with the Si-H wagging mode. The 720 and 780 cm'1 absorption presumably related to H-Si-C groups and unhydrogenated Si-C, respectively. Both 720 and 780 cm-1 absorptions is related to Si-C vibrations. Al low methane flowrate, silicon-carbon bonding structure predominantly in H-Si-C groups. Hydrogen atom is predominantly bound to silicon not to carbon. Roughly one hydrogen atom is incorporated for one carbon atom. The decreasing of the real refractive index and the increasing of the optical gap are not due to carbon concentration alone but also hydrogen concentration. The Si-H bonds covering the inner surfaces of voids have a contribution to decreasing the real refractive index and increasing the optical gap."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvan Yuniarti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misri Gozan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dhonan Lutfi Divanto
"Pengukuran kadar gula darah merupakan salah satu kebutuhan utama dalam penanganan diabetes. Namun, moda pengukuran kadar gula darah yang umum saat ini, dilakukan secara invasive atau perlu melukai bagian tubuh manusia untuk mendapat nilai kadar gula darahnya. Terdapat metode pengukuran non invasive tanpa melukai manusia, namun metode ini masih belum dapat diandalkan karena banyaknya factor yang mempengaruhi glukosa tersebut. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis akurasi dan performa dari pengukuran gula darah secara non invasive menggunakan sensor infrared pada panjang gelombang 940 nm dengan dibantu oleh Artificial Neural Network dan juga untuk mengevaluasi hubungan komponen dasar dari sinyal analog dari sensor yang bersangkutan terhadap kadar gula darah menggunakan Multiple Regression. Akurasi prediksi gula darah dievaluasi menggunakan Clark Grid Error analysis Dalam analisis ini, 81% dari 97 sampel data berada pada zona yang dapat diterima secara klinis, sedangkan sisanya berada pada zona yang tidak. Hal ini belum mencukupi kebutuhan akurasi 95% yang dapat diterima berdasarkan dari standar ISO 15197, maka hasil daripada penelitian ini masih belum memberikan hasil yang baik. Evaluasi menggunakan multiple regression sendiri menghasilkan hubungan yang tidak signifikan antara komponen dari sinyal analog dengan kadar gula darah dengan nilai R-squared sebesar 0.0174, RMSE 66.9, dan P-value keseluruhan sebesar 0.801.

Measuring blood sugar levels is one of the main needs in managing diabetes. However, the current common method of measuring blood sugar levels is carried out invasively or requires injuring parts of the human body to obtain blood sugar levels. There are non-invasive measurement methods without injuring humans, but this method is still not reliable because of the many factors that influence glucose. This research attempts to analyze the accuracy and performance of non-invasive blood sugar measurements using an infrared sensor at a wavelength of 940 nm assisted by an Artificial Neural Network and also to evaluate the relationship of the basic components of the analog signal from the sensor in question to blood sugar levels using Multiple Regression. The accuracy of blood sugar predictions was evaluated using Clark Grid Error analysis. In this analysis, 81% of the 97 data samples were in the clinically acceptable zone, while the rest were in the zone that was not. This does not meet the acceptable 95% accuracy requirement based on the ISO 15197 standard, thus the results of this research still do not provide relatively good results. Evaluation using multiple regression itself produced an insignificant relationship between the components of the analog signal and blood sugar levels with an R-squared value of 0.0174, RMSE 66.9, and an overall P-value of 0.801."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeth Rudy Manuel M.
"Helm sebagai salah satu alat keselamatan wajib digunakan untuk melindungi bagian kepala pemakainya dari benturan akibat kecelakaan ataupun keadaan lainnya. Dilihat dari bentuknya, helm yang baik adalah menutupi wajah dan kepala secara keseluruhan. Dimana pada bagian depannya dilengkapi kaca dari plastik untuk menghindari mata dari debu kotoran dan sinar berlebih, seperi sinar matahari atau lampu mobil atau motor lain. Sedangkan bagian atas dan belakangya tertutup rapat. Jika pada satu motor ditumpangi oleh dua orang yaitu pengendara dan penumpang tidak tertutup kemungkinan mereka sering mengadakan komunikasi. Helm sering kali menjadi penghambat komunikasi sehingga pengendara harus membuka bagian depannya dan harus menengok ke belakang. Karena hal tersebut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kecelakaan.
Terkait masalah di atas maka penulis tertarik untuk merancang alat komunikasi suara dengan media infra merah dimana proses pemodulasiannya menggunakan modulasi frekuensi. Selain itu alat ini mengguuakan LED sebagai sumber cahaya pada pemancar dan fototransistor sebagai detektor di sisi penerima.
Diharapkan tugas akhir ini dapat menjadi referensi mengenai prinsip kerja alat komunikasi (khususnya alat komunikasi suara menggunakan media infra merah) dan tentunya dapat menjadi acuan dalam perencanaan, perancangan maupun untuk pengembangan alat nantinya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S40725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Andhini
"Madu mengandung sejumlah vitamin yaitu tiamin (B1), riboflavin (B2), asam nikotinat (B3), asam pantotenat (B5), piridoksin (B6), biotin (B8 H), asam folat (B9), vitamin K, dan Vitamin. Vitamin C jumlahnya terbanyak dalam madu. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan mengevaluasi metode spektrofotometer Infra Merah Dekat dengan spektrofotometer UV-Visible untuk analisa kuantitatif vitamin C (Ascorbic Acid) dalam madu berkaitan dengan spektra, linearitas, presisi, batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ), penentuan kadar dengan menggunakan larutan standar Asam Askorbat. Pada penelitian ini, vitamin C dalam madu diukur dengan metode asam askorbat dengan menggunakan spektrofotometer UV Visible dan spektrofotometer Infra Merah Dekat dengan melakukan variasi konsentrasi. Spektrofotometer NIR (Near Infrared Spectrophotometer), pada konsentrasi 0 ppm sampai dengan 9 ppm menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9996, standar deviasi sebesar 0.0214. Sedangkan, spektrofotometer UV Visible, pada konsentrasi 0 ppm sampai dengan 9 ppm menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9950, standar deviasi sebesar 0.0764. Pengukuran presisi dengan Spektrofotometer Infra Merah Dekat pada rentang konsentrasi 0 ppm sampai dengan 9 ppm SD dan %RSD terkecil yang dihasilkan sebesar 0.00105 dan 0.01491 serta SD dan %RSD terbesar yang dihasilkan sebesar 0.00295 dan 0.09896. Sedangkan  pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Visible pada rentang konsentrasi 0 ppm sampai dengan 9 ppm SD dan %RSD terkecil yang dihasilkan sebesar 0.01242 dan 0.62945 serta SD dan %RSD terbesar yang dihasilkan sebesar 0.06507 dan 2.02710. Pengukuran LOD dan LOQ dengan spektrofotometer Infra merah dekat dengan rentang konsentrasi larutan standar vitamin C dari 0 ppm sampai dengan 9 ppm (v/v), diperoleh nilai LOD 0.0643 ppm dan nilai LOQ adalah 0.2143 ppm. Pada rentang konsentrasi larutan standar vitamin C dari 0 ppm sampai dengan 50 ppm (v/v), maka diperoleh nilai LOD 0.17934 ppm dan nilai LOQ adalah 0.5978 ppm. Pengukuran LOD dan LOQ dengan spektrofotometer UV-Visible dengan rentang konsentrasi larutan standar vitamin C dari 0 ppm sampai dengan 9 ppm (v/v), diperoleh nilai LOD 0.2293 ppm dan nilai LOQ adalah 0.7643 ppm. Pada rentang konsentrasi larutan standar vitamin C dari 0 ppm sampai dengan 50 ppm (v/v), maka diperoleh nilai LOD 0.4733 ppm dan nilai LOQ adalah 1.5776 ppm. Sedangkan, pada rentang konsentrasi larutan standar vitamin C dari 0 ppm sampai dengan 30 ppm (v/v), maka diperoleh nilai LOD 0.2006 ppm dan nilai LOQ adalah 0.6687 ppm.

Honey contains a number of vitamins, namely thiamine (B1), riboflavin (B2), nicotinic acid (B3), pantothenic acid (B5), pyridoxine (B6), biotin (B8 H), folic acid (B9), vitamin K, and vitamins. The highest amount of Vitamin in honey is Vitamin C. This study aims to compare and evaluate the Near Infrared spectrophotometer method with a UV-Visible spectrophotometer for quantitative analysis of vitamin C (Ascorbic Acid) in honey related to spectra, linearity, precision, detection limits (LOD) and quantification limits (LOQ), determination of levels by using a standard solution of Ascorbic Acid. In this study, vitamin C in honey was measured by ascorbic acid using a UV Visible spectrophotometer and Near Infrared spectrophotometer by performing concentration variations. NIR (Near Infrared Spectrophotometer) spectrophotometer, at a concentration of 0 ppm to 9 ppm produces a determination coefficient (R2) of 0.9996, a standard deviation of 0.0214. Whereas, UV Visible spectrophotometer, at concentrations of 0 ppm to 9 ppm produces a determination coefficient (R2) of 0.9950, a standard deviation of 0.0764. Precision measurement with Near Infrared Spectrophotometer in the concentration range of 0 ppm to 9 ppm SD and the smallest% RSD produced was 0.00105 and 0.01491 and SD and the largest% RSD produced was 0.00295 and 0.09896. While the measurement with UV-Visible Spectrophotometer in the concentration range of 0 ppm to 9 ppm SD and the smallest% RSD produced was 0.01242 and 0.62945 and SD and the largest% RSD produced was 0.06507 and 2.02710. LOD and LOQ measurements with an infrared spectrophotometer close to the concentration range of the standard vitamin C solution from 0 ppm to 9 ppm (v / v), obtained an LOD value of 0.0643 ppm and the LOQ value was 0.2143 ppm. In the concentration range of the standard vitamin C solution from 0 ppm to 50 ppm (v / v), the LOD value is 0.17934 ppm and the LOQ value is 0.5978 ppm. LOD and LOQ measurements with a UV-Visible spectrophotometer with a concentration range of the standard vitamin C solution from 0 ppm to 9 ppm (v / v), obtained a LOD value of 0.2293 ppm and a LOQ value of 0.7643 ppm. In the concentration range of the standard vitamin C solution from 0 ppm to 50 ppm (v / v), the LOD value is 0.4733 ppm and the LOQ value is 1.5776 ppm. Whereas, in the concentration range of the standard vitamin C solution from 0 ppm to 30 ppm (v / v), the LOD value is 0.2006 ppm and the LOQ value is 0.6687 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>