Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86719 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Syah Afgani
"Pada penelitian ini dilakukan preparasi Cu0/zeolit alam dengan metode pertukaran ion menggunakan larutan Cu(NO3)2 ditambahkan dengan NI-I3 pekat. Proses preparasi ini berlangsung dengan mempertukarkan [Cu(NH3)4]2+ dengan Hf zeolit alam yang dilanjutkan dengan proses penyalingan, proses pemanasan pada temperatur 110 °C selama 12 jam serta kalsinasi pada temperatur 550 “C selama 4 jam.
Hasil analisis FTIR menunjukkan puncak Cu0 pada CuO/zeolit alam menumpuk pada puncak sekunder zeolit alam sehingga sulit untuk diketahui keberadaanya. Dari hasil analisis XRD dapat diketahui bahwa Cu() pada Cu0/zeolit alam terletak pada puncak utama sudut difiaksi (20) 35", 38° dan 48° dengan d-value berturut-turut 2,53; 2,33 dan 1,87 A. Hasil karakterisasi AAS, BET dan adsorpsi isotermik menunjukkan bahwa loading aktual Cu sebesar 7,96% berat, luas permukaan adalah 98,31 U12/gl' dan dispersi sebesar 60, 16%.
Pengujian adsorpsi dilakukan pada adsorben CuO/zeolit alam pada temperatur 350 °C. Sedangkan untuk proses regenerasi dibedakan atas tiga perlakuan yaitu termal pada temperatur 600 °C, reduksi pada temperatur 250 “C yang dilanjutkan dengan oksidasi pada temperatur 400 "C dan penambahan uap air pada temperatur 600 °C. Pengujian adsorpsi S02 dengan regenerasi termal dilakukan sampai dengan 3 siklus (adsorpsi-regenerasi-adsorpsi-regenerasi-adsorpsi), sedangkan untuk perlakuan regenerasi reduksi oksidasi dan penambahan uap air hanya dilakukan sampai dengan 2 siklus (adSorpsi-regenerasi-adsorpsi).
Hasil uji adsorpsi menunjukkan kemampuan CuO/zeolit alam cukup baik dalam mengeliminasi S02 sampai pada siklus ketiga. Kapasitas adsorpsi S02 CuO/zeolit alam adalah 2,27.10" mol/gr CuOf zeolit alam pada adsorpsi pertama, 5,68.l0" mol/gr CuO/zeolit alam pada adsorpsi kedua dan l,73-l0'5 mol/gr CuO/zeolit alam pada adsorpsi ketiga, Sedangkan variasi perlakuan regenerasi Dengan menggunakan reduksi H2 dilanjutkan dengan oksidasi O2 dan penambahan uap air tidak memberikan kenaikan kapasitas adsorpsi yang berarti dibandingkan dengan regenerasi termal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian
"Saat ini telah banyak dikembangkan proses eliminasi Sox. Salah satu diantaranya adalah dengan sistem adsorpsi menggunakan tembaga oksida (CuO). Untuk mempertemukan SOx sebanyak mungkin dengan CuO maka luas kontak antar sesamanya perlu diperluas, sehlngga CuO perlu didispersikan pada suatu penyangga yang mempunyai luas permukaan cukup luas.
Pada penulisan ini, CuO didispersikan pada zeolit alam dari Lampung. Metode yang digunakan adalah pertukaran ion (ion exchange) dengan menggunakan H-zeolit alam sebagai senyawa perantara. Pada prosesnya, kation H+ yang terikat pada struktur zeolit alam diharapkan bertukar dengan senyawa CuO yang berasal dari reaksi Cu(NO3)2 + NH3 pekat. Kondisi larutan yang terbentuk dibuat dalam suasana basa dengan larutan Ammonium Hidroksida (pH 9). Setelah proses-proses lanjutan seperti pengeringan pada T=110°C dan kalsinasi pada T=550°C, diharapkan CuO akan terbentuk pada permukaan zeolit alam. Untuk mengetahuinya maka dilakukan karakterisasi dengan menggunakan peralatan FTIR, XRD, AAS dan BET.
Dari hasil analisis FTIR peak ion NO3 dan senyawa CuO tidak terlihat, sedangkan dengan menggunakan XRD diperlihatkan bahwa pada sampel terbentuk peak CuO yaitu pada sudut difraksi (2φ) sekitar 35º, 38º, dan 48º. Karakterisasi dengan AAs memberikan hasi loading yang sebenarnya terbentuk dalam CuO/Zeolit alam. Sementara luas permukaan adsorben didapat lebih besar dari luas permukaan CuO murni dan zeolit alam. Analisis dispersi dilakukan dengan adsorpsi isotermik pada T=350ºC dan hasil terbaik mencapai 81,61%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Djafar Ely
"Sebagai gas pencemar, SOx yang sebagian besar berupa gas SO, (99,5 %) umumnya dihasilkan dari pembakaran baban bakar fosil, penghilangan sulfur dari logam sulfida pada induslri baja maupun pembakaran bijian sulfur pada industri berbahan baku sulfur. Gas SOx yang dilepaskan kelingkungan sebagai gas buang ini, bila diadsopsi dan dimanfaatkan akan aangat bernilai ekonomis disamping mengurangj dampak terhadap lingkungan yaitu terjadinya hujan asam yang dapat merusak ekosistem. Pada penelitian ini digunakan CuO karena mudah bereakai dengan SO, rnembentuk CuSO, dan dioksidasikan membentuk CuSO,, kemudian dapat diregenerasikan sehingga dapat digunakan secara siklus. Pada tahap regenerasi akan menghasilkan gas keluaran yang kaya akan SO, atau SO, yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan asam sulfat atau diproses untuk diambil sulfurnya. Untuk memperluas kontak antara gas buangan dengan CuO, digunakan zeolit-alam sebagai penyangga karena memiliki sifat-sifat yang menunjang dan banyak terdapat di Indonesia. Zeolit alam sebelum digunakan sebagai penyangga. dilakukan perlakuan lanjut sehingga luas permukaannya meningkat dan disebut H-zeolit. Pembuatan adsorben CuO/zeolit-alam digunakan metode impregnasi. H-zeolit dicarnpurkan dengan larutan garam CuSO,.SH,O 0,5 M kemudian dikeringkan dan dikalsinasi dengan H, serta Oz. Pada tahap ini juga dilakukan pengujian dengan FTlR, AAS, XRD dan BET. CuO/zeolite-alam hasil preparasi selanjutnya dilakukan uji adsorpsi serta uji...
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S49109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Tuah
"Penelitian ini bertujuan mengeliminasi gas S02 yang merupakan polutan dan dapat meyebabkan berbagai masalah lingkungan. Digunakannya CuO sebagai inti aktif dalam penelitian ini karena CuO dapat bereaksi dengan gas S02 dan 02 pada suhu 300-450°C membentuk CuS04. Selanjutnya pada regenerasi termal akan didapatkan CuO kembali, sehingga dapat digunakan mengadsorpsi gas S02 secara siklus.
Zeolit alam Lampung yang mengandung sebagian besar zeolit klinoptilolit digunakan sebagai penyangga untuk mendispersikan CuO dipermukaannya. Zeolit alam Lampung memiliki: luas permukaan yang cukup besar, stabil terhadap termal, diameter porinya relative besar, bersifat inert, harganya murah, dan mudah didapat.
Penelitian ini menggunakan CuO/Zeolit alam yang dipreparasi dengan metode presipitasi dengan kadar teoritis 15% Cu. CuO/Zeolit alam hasil preparasi memiliki kadar aktual 6,3973 %, luas permukaan sebesar 66,07 m /gr, dan disperse inti aktinya adalah 52,64 %.
Uji adsorpsi dilakukan terhadap aliran gas SO2 (4%) pada suhu 350°C, sedangkan regenerasi dilakukan dengan 3 metode: termal pada suhu 550°C, reaksi dengan gas H2 dilanjutkan dengan oksidasi dengan gas 02, dan uap air pada suhu.
Berdasarkan hasil uji adsorpsi SO2 dengan CuO/Zeolit alam, didapatkan jumlah CuO yang aktif pada adsorpsi pertama adalah 10,50%. Pada adsorpsi kedua, setelah menjalani regenerasi (termal, reduksi-oksidasi, dan uap air), terjadi penuurnan jumlah CuO yang aktif menjadi sebesar 4,85% untuk regenerasi termal, 3,545 untuk regenerasi metode reduksi-oksidasi, dan 4,21% untuk regenerasi dengan penambahan uap air.
Selanjutnya dari jumlah SO2 yang teradopsi pada odsorpsi ketiga setelah regenerasi termal, didapat kapasitas adsorpso CuO/Zeolit alam sebesar 4,00.10-5 mol/gr CuO/Zeolit. Kebutuhan CuO/Zeolit alam apablia diaplikasikan pada PLTU Suralaya yaitu 215,8 ton CuO/Zeolit alam. Volume reaktor masing-masing unit 29,54 m3 untuk mengadsorpso SO2 dengan konsentrasi 315,14 ppm dan laju gas buang sebanyak 7,024 juta m3/jam. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sommeng, Andy Noorsaman
"ABSTRAK
Penelitian yang sudah dan akan dilakukan untuk mencari kondisi-kondisi optimal dari zeolit sebagai katalis haruslah mengeluarkan biaya yang besar, jika dilakukan dengan mencoba-coba harga parameter zeolit yang akan diteliti. Salah satu metode yang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang sulit diselesaikan dengan metode komputasi biasa adalah Jaringan Neural Artifisial (JNA). Hal ini dikarenakan penggunaan zeolit sebagai katalis kendaraan bermotor melibatkan banyak variabel-variabel pertimbangan. Perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan menyebabkan perubahan pada variabel yang lainnya.
Jaringan Neural Artifisial, yang digunakan untuk optimalisasi katalis zeolit di dalam mengeliminasi SOx dari gas buang, dilatih untuk menghubungkan parameter-parameter di dalam preparasi dan operasi katalis zeolit. Parameter-parameter tersebut adalah suhu, kapasitas adsorpsi, %CuO teraktifkan, laju SOS, laju reaksi, % loading, luas permukaan katalis dan % dispersi inti aktif katalis. Hasil pelatihan tersebut kemudian divisualisasikan untuk dapat memprediksikan kondisi optimal katalis zeolit. Dengan demikian hasil pelatihan yang dihasilkan oleh jaringan neural buatan dapat memberikan masukan atau nasehat kepada para peneliti maupun industri mobil yang akan melakukan penelitian di bidang katalis. Hal ini tentu menghemat biaya yang dikeluarkan karena penelitian dilakukan sesuai prediksi parameter yang telah dilakukan oleh Jaringan Neural Artifisial.
Hasil dari penelitian ini adalah berupa perangkat lunak komputer yang diberi nama NetCat. NetCat telah dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi pengguna (user) untuk memprediksi parameter-parameter dalam penelitian dibidang katalis CuO/Zeolit Alam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Purwanto
"Uranium memiliki peranan penting dalam bidang energi. Ion uranil sangat larut dalam ikatan asam atau larutan karbonat-bikarbonat dan akan membentuk kompleks yang stabil dengan ion karbonat dan sulfat, sehingga pelindihan lebih banyak menggunakan asam sulfat atau natrium karbonat/bikarbonat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dan kapasitas adsorpsi maksimal resin Amberlite IRA 402-Cl terhadap uranium (VI) karbonat. Penelitian dilakukan secara batch dengan resin Amberlite IRA-402 Cl pada variabel waktu kontak, pH larutan terhadap masing-masing konsentrasi karbonat. Eksperimen juga dilakukan secara kontinyu di dalam kolom dengan konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M untuk memperoleh kurva breakthrough. Pemodelan dilakukan untuk menentukan kurva breakthroughpada konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M. Eksperimen pada variabel konsentrasi karbonat dan pH didapatkan nilai optimum pada konsentrasi karbonat 0,1 M  dan pH 10. Waktu kesetimbangan eksperimen batch pada menit ke-120. Kinetika adsorpsi uranium mengikuti pseudo orde dua. Model isoterm Langmuir menghasilkan kapasitas adsorpsi uranium 81,96 mg/g. Kurva breakthrough hasil eksperimen kontinyu dipengaruhi oleh konsentrasi karbonat. Hasil karakterisasi FTIR, SEM XPS, dan XRF menunjukkan mekanisme adsorpsi uranium oleh resin Amberlite IRA 402-Cl melalui pertukaran ion. Hasil pemodelan proses kontinyu adospsi uranium konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M divalidasi dengan hasil eksperimen menghasilkan tingkat kevalidan yang sangat baik.

Uranium is a key element in the nuclear fuel cycle. In aqueous phase, uranyl ion forms stable complexes with ligands, such as carbonate and sulfate ions. Therefore adsorption study of these aqueous uranyl complexes is important for various purposes, from uranium mining to waste treatment. The objectives of this study were to obtain the optimum conditions and maximum adsorption capacity of Amberlite IRA 402-Cl resin for uranium (VI) in carbonate solution. The study was conducted using batch experiments to investigate the effect of  contact time, pH of the solution, and carbonate concentration. Furthermore, continuous experiments were also carried out using glass column with carbonate concentrations of 0.05 and 0.1 M to obtain breakthrough curves. Additionally, modeling was carried out to determine the breakthrough curves at 0.05 and 0.1 M carbonate concentrations. The modeling was carried out with PHREEQC code using selectivity of the resin for uranyl carbonate and carbonate ion obtained from the batch experiment. The results show that the equilibrium time of adsorption of uranyl carbonate onto the resin was attained at 120 minutes. The optimum adsorption efficiency was obtained at 0.1 M carbonate concentration and pH 10. The uranium adsorption kinetics followed pseudo second order. The maximum adsorption capacity obtained from Langmuir isotherm model was 81.96 mg/g. The FTIR, SEM XPS, and XRF characterization results suggest the mechanism of uranyl carbonate adsorption onto Amberlite IRA 402-Cl resin is predominantly through ion exchange. The breakthrough curve of continuous experiment was affected by the carbonate concentration. The results of continuous process modeling of uranium adsorption at carbonate concentrations of 0.05  and 0.1 M were validated with experimental results to produce a very good level of validity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sudaryani
"[Preparasi zeolit berpori hierarki dari klinoptilolit Kalianda Lampung berhasil dilakukan dengan metode tandem acid-base treatments. Material zeolit alam berpori mikro dimodifikasi dengan menyatukan dua metode yang biasa dilakukan untuk mengubah ukuran mikropori zeolit menjadi mesopori, yaitu perlakuan asam (dealuminasi) dan perlakuan basa (desilikasi). Perlakuan asam diharapkan dapat meningkatkan rasio Si/Al sebagai hasil dari penurunan kadar Al, kemudian dilakukan perlakuan basa yang bertujuan untuk melarutkan sebagian atau menyeimbangkan kadar Si dan mengarahkan pembentukan mesopori dalam kerangka zeolit. Karakterisasi terhadap klinoptilolit raw dan hasil perlakuan asam-basa digunakan instrumen AAS, XRD, FTIR, dan BET surface area. Berdasarkan penelitian, Z-A4B1 memiliki sisi aktif yang cukup besar yang dapat berperan menjadi adsorben ion logam berat Cu(II) yang lebih baik karena kapasitas adsorpsi Z-A4B1 ini 4 kali lipat lebih tinggi daripada kapasitas adsorpsi dari klinoptilolit raw pada waktu optimum dan konsentrasi awal Cu(II) 300 ppm. Nilai KTK Z-A4B1 adalah sebesar 33,27 mg/g yang setara dengan 104,78 meq/100 g zeolit, sedangkan nilai KTK klinoptilolit raw adalah sebesar 72,19 meq/100 g zeolit. Adapun isoterm adsorpsi yang paling sesuai untuk menjelaskan mekanisme adsorpsi Cu(II) pada klinoptilolit berpori hierarki Z-A4B1 adalah model isoterm adsorpsi Freundlich.
;Hierarchical zeolites are prepared from Kalianda Lampung clinoptilolite by tandem acid-base treatments. Natural zeolites that are micropore intrinsicly was modified with two familiar methods that mostly used to change micropore size zeolite into hierarchical zeolite; acid treatment (dealumination) and base teratment (desilication). Acid treatments can increase Si/Al ratio of clinoptilolite because of Al content decreasing, then base treatment can balance Si content and aim the mesopore formation in zeolite frameworks. Intensive characterizations of both raw and modified clinoptilolites are conducted using XRD, AAS, FTIR, and BET surface area measurement. In this research, Z-A4B1 has more active sites to adsorb Cu(II) ions because the adsorption capacity of Z-A4B1 is up to 4-fold higher than the adsorption capacity of raw clinoptilolite at its optimum contact time and initial Cu(II) concentration 300 ppm. The CEC of Z-A4B1 is 33.27 mg/g that equals to 104.78 meq/100 g zeolite, besides CEC of raw clinoptilolite is 72.19 meq/100 g zeolite. Therefore, adsorption isoterm that fit to explain the adsorption Cu(II) mechanism at hierarichal zeolite Z-A4B1 is Freundlich isoterm adsorption model.
, Hierarchical zeolites are prepared from Kalianda Lampung clinoptilolite by tandem acid-base treatments. Natural zeolites that are micropore intrinsicly was modified with two familiar methods that mostly used to change micropore size zeolite into hierarchical zeolite; acid treatment (dealumination) and base teratment (desilication). Acid treatments can increase Si/Al ratio of clinoptilolite because of Al content decreasing, then base treatment can balance Si content and aim the mesopore formation in zeolite frameworks. Intensive characterizations of both raw and modified clinoptilolites are conducted using XRD, AAS, FTIR, and BET surface area measurement. In this research, Z-A4B1 has more active sites to adsorb Cu(II) ions because the adsorption capacity of Z-A4B1 is up to 4-fold higher than the adsorption capacity of raw clinoptilolite at its optimum contact time and initial Cu(II) concentration 300 ppm. The CEC of Z-A4B1 is 33.27 mg/g that equals to 104.78 meq/100 g zeolite, besides CEC of raw clinoptilolite is 72.19 meq/100 g zeolite. Therefore, adsorption isoterm that fit to explain the adsorption Cu(II) mechanism at hierarichal zeolite Z-A4B1 is Freundlich isoterm adsorption model.
]"
2015
S58386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Hidayat
"Proses cementing pada pengeboran minyak bumi menggunakan semen tipe “G” atau oil well cement. Untuk mendapatkannya di lakukan penambahan aditif pada semen tipe “A”. Salah satu aditif yang bisa dipakai ialah fly ash dari pembakaran batubara. Meskipun Indonesia memiliki unit pembakaran batubara namun fly ash-nya belum memiliki kriteria sebagai aditif oil well cement karena memiliki porositas yang rendah serta densitas yang tinggi. Densitas yang tinggi dari fly ash ditandai dengan tenggelamnya fly ash dalam air. Hal ini diakibatkan oleh tingginya kadar kalsium.
Penelitian ini bertujuan membuat aditif untuk oil well cement dari fly ash dengan cara menggantikan kalsium dengan aluminium melalui metode pertukaran ion. Jari-jari atom aluminium yang lebih kecil dari kalsium dapat membuat rongga antar kristal dan meningkatkan porositas yang ditandai dengan mengapungnya fly ash. Analisa ICP dan AAS dipakai untuk menentukan kadar kalsium dan aluminium dalam fly ash. Sedangkan XRD digunakan untuk menentukan jarak antar bidang kristal fly ash.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertukaran ion ammonium karbonat berhasil menukar kalsium sebesar 1.9 µg/g fly ash. Sedangkan pertukaran aluminium nitrat berhasil menukar aluminium hingga 1885 µg/g fly ash yang juga terindikasi dengan adanya 30% fly ash yang mengapung.

Cementing process on petroleum drilling use cement type “G” or oil well cement. It can be obtained by adding additives to cement type “A”. One of the additives which can be used is fly ash from coal combustion. Although Indonesia has coal burning units, but the fly ash not a criteria as additives oil well cement due to low porosity and high density to sink in water. It is caused by high calcium levels.
This research aims to make the cavity between the crystal and increase porosity marked with floating fly ash. ICP and AAS analysis used to determine the rate of calcium and aluminium in the fly ash.
The result showed that calcium ion exchange successfully convert 1.9 µg/g fly ash with 1885 µg/g fly ash aluminium and 30% fly ash that float.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saefumillah
"Kopolimerisasi cangkok asam akrilat pada film polietilen kerapatan rendah (LDPE) dengan metode ozonisasi untuk pembuatan membran penukar ion telah berhasil dilakukan. Ozonisasi dilakukan pada film LDPE yang telah dialiri udara pada temperatur 50°C dalam penangas gliserol selama 1 jam. Pengaruh parameter percobaan terhadap persen kopolimerisasi cangkok dipelajari melalui variasi waktu ozoniasasi, ketebalan film, konsentrasi asam akrilat, temperatur, waktu reaksi dan penambahan garam Mohr dan asam sulfat. Karakterisasi sifat film polietilen (PE) awal dan PE yang telah dikopolimerisasi cangkok dengan asam akrilat (PE-g-AA) dilakukan dengan mengamati perubahan ketebalan (thickness meter), morfologi penampang lintang (SEM), spektrum absorpsi infra merah (FTIR), titik leleh (DSC), stabilitas termal (DTAITGA), kristalinitas (XAD), serta kapasitas dan selektivitas penukaran ion (AAS).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa parameter reaksi pada film LDPE 50 µm, diperoleh kondisi reaksi yang menghasilkan persen kopolimer cangkok yang tinggi dengan waktu ozonisasi 30 menit, waktu reaksi 60 menit, konsentrasi asam akrilat 40 %, temperatur 110°C. Pada percobaan dengan penambahan garam Mohr dan asam sulfat, persen kopolimer cangkok yang dihasilkan menjadi menurun. Film PE-g-AA memiliki ketebalan yang lebih besar dibanding film PE awal. Pengamatan dengan SEM menunjukkan bahwa ketebalan bagian film PE yang mengalami kopolimerisasi Bangkok semakin meningkat dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok Pada film PE-g-AA dengan persen kopolimerisasi cangkok sekitar -160 %, kedua jenis film menunjukkan ketebalan bagian yang tercangkok relatif sama, 18,8 um pada kedua sisi film LDPE awal 50 gm dan 16,8 gm pada kedua sisi film LDPE awal 100 gm. Spektrum absorpsi FM menunjukkan munculnya gugus karbonil dan gugus hidroksil yang berasal dari asam akrilat yang dikopolimerisasi cangkok.
Kurva termogram DSC PE awal dan PE-g-AA menunjukkan penurunan entalpi pelelehan dan munculnya dua puncak endotermis baru, sedangkan titik leleh tidak banyak berubah. Kurva termogram DTAITGA menunjukkan stabilitas dekomposisi termal film PE-g-AA yang menurun dari pada film PE awal. Kurva difraktogram Sinar-X menunjukkan penurunan kristalinitas film PE-g-AA dibandingkan dengan PE awal, sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion Cue pada pH 4,0 meningkat sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion tertinggi diperoleh pada persen kopolimerisasi cangkok 317,69%, sebesar 7,72 meklg. Pada pH 4,0-6,0 film PE-g-AA lebih selektif terhadap ion Cu`t dan pada ion Ni'+ dan Coy .

Ion Exchange Membrane : Synthesis and Characterization of Acrylic Acid Grafted Onto Low Density Polyethylene (Ldpe) Film by Ozonization MethodGraft copolymerization of acrylic acid (AA) as ion exchange membrane into low density polyethylene (LDPE) film has been studied by using ozonization methode. The ozonized PE was treated with aqueous solution of AA.. The percentage of grafting was determined as fnnctiot of ozonization period, film thickness. monomer concentration. temperature and reaction period. PE- AA f i l m n was characterized by FTIR. SEM, DSC. DTAITGA, XRD and exchange capacity and selectivity towards Cti2 . co 2+ and Ni + ions.
It gas result that the highest of graft copolymerization percentage attained lirr LDPE film with 50 tun thickness within 30 minutes ozonization period, 60 minutes reaction time, 40% acrylic acid and 110"C. The experiment with Mohr salt and sulfuric acid addition showed the decrease of graft copolymerization percentage. With SEM photo PE and PE-g-AA film, it was observed that the increase of' percentage of grafting is followed by the increase of film thickness. 1=TRR spectra showed characteristic of absorption band on wavelength 1730 cni Ibr stretching vibration carbonyl group (C=0) and 3000-3500 cm l for stretching vibration of hydroxyl group (O--1) for both from acrylic acid grafted onto polyethylene film.
The DSC thermogram curve of PE and PE-g-AA film showed the decrease of the melt-enthalpy and appeared two endothermic peaks at 230"C and 350"C. The TGA thermogram curve showed the decrease of stability of thermal decomposition for PE-g-AA than PE film. From X-ray difTractogram curve was showed the decrease of crystalinity of PE-g-AA than PE film. High exchange capacity towards Cu2 + ion was shown. PE-g-AA film with degree of grafting of 317.69% showed exchange capacity of 7,72 meg/g and the binding copper ions were distributed homogenously in the film surface. Good selectivity towards Cu" ion was attained at p1-i range 4.0-6,0 with coefficient of distribution 1.80.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Pradipta Arsyad
"ABSTRAK

Penyimpanan energi panas sistem adsorpsi memiliki reaksi bolak-balik dimana terjadi reaksi eksotermik ketika proses adsorpsi dan reaksi endotermik ketika proses desorpsi. Sistem ini memungkinkan penyimpanan panas untuk sumber energi yang tidak kontinu seperti sumber energi matahari dan sisa panas buang industri. Ketika proses adsorpsi berlangsung, panas dilepaskan dari adsorben dan dihitung sebagai jumlah panas adsorpsi yang dapat disimpan. Zeolite alam merupakan adsorben dengan potensi yang cukup besar mengingat panas adsorpsi yang cukup tinggi, karakteristiknya yang berporos, luas permukaan yang besar, dan kemampuannya untuk meng-adsorp molekul yang sangat kecil seperti air. Selain itu, zeolite alam merupakan bahan alami yang potensi sumber dayanya cukup besar di Indonesia. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis terhadap kemampuan penyimpanan panas sistem adsorpsi menggunakan pasangan zeolite alam-air sebagai adsorben-adsorbat untuk temperature pemanasan 160°C dengan variasi temperature adsorber dan evaporator (30°C, 35°C, 40°C). Didapatkan bahwa densitas energi paling besar didapatkan pada temperature 40°C sebesar 69.65 kWh/m3. Terlebih lagi, zeolite alam dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemampuannya mengadsorp air dan menyimpan panas lebih banyak.


ABSTRACT
Adsorption thermal energy storage has reversible reaction which are exothermic in adsorption reaction and endothermic in desorption reaction. This system is a promising technology for the storage of intermittent energy, such as solar power and industrial waste heat. During the adsorption reaction, heats are released and calculated as the amount of energy that can be stored. Natural zeolite is a potential adsorbent due to its high heat of adsorption, porous structure, high surface area and ability to adsorb small molecule such as water. Moreover, Indonesia has quite a lot of zeolite resourches. In this research, we analyze the storage performance of adsorption thermal energy storage using natural zeolite-water as a pair for charging temperature of 160°C at different evaporator and adsorber temperature ranges (30°C, 35°C, 40°C). As the result, the highest energy density reached at temperature 40°C with 69.65 kWh/m3. Furthermore, natural zeolite can be developed as it can be modified to enhance its ability to adsorb water.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>