Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adianto Subroto
"Pada penelitian ini digunakan H-Zeolit hasil preparasi menggunakan metode pertukaran ion dengan NH4NO3. H-Zeolit ini dipakai untuk mengadsorpsi gas NH; dalam campurannya dengan gas Nitrogen secara siklus yang terdiri atas tahap adsorpsi dan regenerasi. Uji pengaruh suhu terhadap kapasitas adsorpsi dilakukan pada rentang suhu 100-350°C. Uji stabilitas dilakukan sebanyak 2,5 siklus dengan adsorpsi pada suhu 125°C dan regenerasi pada suhu 475°C. Untuk uji pengaruh air terhadap kapasitas adsorpsi, maka HZ dijenuhkan dengan air sebelum digunakan untuk mengadsorpsi NH; pada suhu 125 dan 100°C. Pada penentuan laju adsorpsi, dilakukan adsorpsi dengan variasi konsentrasi umpan pada temperatur adsorpsi 100°C.
Hasil penelitian menunjukkan kapasitas adsorpsi NH3, pada temperatur operasi 100, 125, 200, 300 dan 350°C adalah sebesar 1.72, 1.35, 0.90, 0.47 dan 0.33 mmol/gr H-Zeolit. Kapasitas adsorpsi pada suhu rendah lebih besar dibandingkan suhu yang lebih tinggi karena terjadi adsorpsi fisika dan kimia secara simultan.
Dari basil uji stabilitas diperoleh kapasitas adsorpsi siklus ke 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 1.35, 1.26 dan 1.16 mmol NH3/gr HZ. Kapasitas adsorpsi karena adanya pengaruh air untuk temperatur operasi 100 dan 125°C adalah sebesar 1.56 dan 1.26 mmol NH3/gr HZ atau mengalami penurunan sekitar 20% dibandingkan dengan kapasitas 'fresh' HZ. Persamaan laju awal adsorpsi pada temperatur 100°C dan W/F=0.03 g.menit/ml adalah r = 1.06x10-2 [NH3]0.82 mol NH3/g HZ. menit.
Studi kasus untuk konsentrasi gas buang NH3 3000 ppm dengan Iaju total gas buang 12 ton/jam., membutuhkan HZ sebanyak 11.98 ton atau 21.89 m3 dengan waktu tahap adsorpsi 2 jam 30 menit dan regenerasi 40 menit. Temperatur operasi yang digunakan adalah 125 ºC, yang merupakan temperatur keluaran stripper dan untuk meregenerasinya digunakan steam HP pada temperatur 475°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S50823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudyanto
"Proses regenerasi adsorben zeolit alam Lampung dalam penelitian ini dilakukan secara kimia dengan menggunakan NaCl sebagai regeneran melalui mekanisme reaksi pertukaran kation dimana kation dalam cairan dipertukarkan atau digantikan dengan kation dari suatu padatan (bahan penukar kation). Reaksi ini berlangsung reversibel dengan persamaan reaksi:
NH4-zeolit + Na+ --><-- Na-zeolit + NH4+
Banyaknya kation yang dipertukarkan memiliki muatan ekuivalen yang sama, sehingga elektronetralitas fasa cair dan padatnya tetap terjaga.
Untuk mengetahui kemampuan NaCl sebagai regeneran maka perlu dilakukan proses regenerasi pada berbagai kondisi operasi regenerasi. Dalam penelitian ini digunakan 2,5 siklus adsorpsi-regenerasi (terdiri dari 3 tahap adsorpsi dan 2 tahap regenerasi yang dilakukan secara bergantian) untuk setiap variasi konsentrasi regeneran dan temperatur regenerasi.
Proses adsorpsi-regenerasi dilakukan dalam kolom adsorber dengan menggunakan unggun zeolit alam Lampung bemkuran 20-10 mesh dan tinggi 22 cm (berat 404 gr). Proses berlangsung secara kontinyu dimana cairan dialirkan masuk ke dalam unggun dengan laju 0,3 ml/dt dari bawah ke atas.
Ada tiga kondisi dalam penelitian ini berdasarkan variasi konsentrasi regeneran dan variasi temperatur regenerasi yaitu:
1. Kondisi A, sildus adsorpsi-regenerasi dengan kondisi operasi regenerasi yaitu konsentrasi regeneran 5 g/l dan temperatur regenerasi 30 °C.
2. Kondisi B, siklus adsorpsi-regenerasi dengan kondisi operasi regenerasi yaitu konsentrasi regeneran 10 g/l dan temperatur regenerasi 30 °C.
3. Kondisi C, siklus adsorpsi-regenerasi dengan kondisi operasi regenerasi yaitu konsentrasi regeneran 5 g/l dan temperatur regenerasi 40 °C.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penambahan konsentrasi regeneran dari 5 g/l menjadi 10 g/I pada temperatur operasi regenerasi 30 °C tidak meningkatkan kapasitas desorpsi sedangkan untuk kapasitas adsorpsi mengalami sedikit kenaikan.
Selain itu dari hasil penelitian juga diketahui kapasitas adsorpsi akan meningkat akibat penambahan temperatur regenerasi dari 30 °C ke 40 °C sedangkan banyaknya NH3 yang terdesorpsi mengalami penurunan.
Secara keselumhan proses regenerasi dengan NaCl sebagai regeneran menunjukkan adanya pengurangan kadar amonia dalam zeolit dengan persentase terbesar yaitu 84,85 % untuk konsentrasi regeneran 5 g/1 dan temperatur 30 °C (kondisi A)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S49204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Fata
"Sampai saat ini telah dipelajari tiga teknologi untuk menghilangkan olefin dalam gas i-C4 yaitu: hydrorreating, Disnlasi-Ekstraksi dan Distilasi Fraksionasi. Akan tetapi ketiga teknologi ini digunakan untuk konsentrasi kandunganan olefin yang tinggi dalam Lunpan aliran proses dan produk utama yang diinginkan adalah olefin dengan kapasitas produksi besar_ Teknologi ini tidak ekonomis jika dipakai pada Lunpan aliran proses yang konsentrasi oleiinnya rendah, 4 - 6% dalam LPG iso-butan.
Telcnologi (metode) yang paling, ekonomis dalam proses penghilangan kandungan olefin dalam iso-butan, altematiiimya adalah dengan menggunakan metode adsorpsi. Proses adsorpsi merupakan kcmampuan dari sualu adsorben unluk mengikat suatu zat tertentu dalam larutan (Huida) pada pemwkaannya sehingga zat tersebut dapat dipisahkan dari Iarutannya. Terikatnya zat tersbut dimungkinkan karena adanya gaya pada adsorben. Adsorben tertentu dapat mengadsorp oletin dan mendesorpsi iso-butan dengan baik. Untuk melakukan proses ini dikembangkan suatu kolom adsorpsi yang ditempatkan adsorben didalamnya.
Hasil penelitian dengan menggunakan molekuler-sieve SA, dan karbon aktif, pada kondisi temperatur yang berbeda diperoleh, masing-masing pola kurva terobosan oleiu cukup memadai karena membentuk S-shape, dimana molekulcrsieve marnpu menurunkan sampai i 0.3 pmol/cc pada temperatur 20 ?C dan karbon aktif sampai i 0.2 pmol/cc pada temperalur 20 °C. Kapasitas adsorben molekulersieve pada temperatur 20 °C ,dc 14317415 pmol/cc; karbon aktif 1 21530030 pmol/cc, ini cukup layak dipakai sebagai adsorben untuk mengadsorpsi Olefin dalam gas iso-butan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Wibowo
"Penelitian adsorpsi amonia fasa cair pada kolom adsorpsi unggun tetap zeolit dilakukan deugan menggunakan adsorben zeolit alam Lampung jenis Klinoptilolit yang mengalami perlakuan pemanasan pada 150º C. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan adsorpsi amonia oleh zeolit alam Lampung berbentuk granular dengan melihat pengaruh waktu adsorpsi, ukuran butiran zeolit, perbandingan berat unggun terhadap laju alir (W/F), pengaruh regenerasi serta jatuh tekanan (pressure drop) yang ditimbulkan.
Adsorpsi amonia dilakukan dengan menggunakan partikel zeolit berukuran 20-10 mesh dan 10-8 mesh serta laju alir fluida sebesar 0,3 ml/detik. Konsentrasi amonia yang digunakan sekitar 1 gr/L dengan kondisi operasi adsorpsi pada suhu dan tekanan ruang. Konsentrasi amonia keluaran reaktor dianalisa dengan metode distilasi-titrasi, sedangkan zeolitaya dikarakterisasi dengan metode spektroskopi sinar tampak.
Dari hasil penelitian didapatkan untuk proses adsorpsi selama 240 menit, ukuran partikel 20-10 mesh memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik dibandingkan dengan 10-8 mesh. Untuk W/F 1347 g.detik/mL, 20-10 mesh, waktu pencapaian melampaui baku mutu berlangsung selama 50 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,2902 meqNH3/grZAL dengan breakpoint sekitar menit ke-60. Sedangkan W/F 1347 g.detik/mL, 10-8 mesh, waktu pencapaian sekitar 10 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,2198 meqNH3/gZAL.
Regenerasi kimiawi dengan larutan NaCl 5 g/L dapat meningkatkan umur pakai adsorben ZAL, tetapi terjadi penurunan kemampuan adsorpsi tahap 2 dan 3 terhadap tahap I. Untuk ZAL 10-8 mesh dengan W/F1397 g.dtk/mL (tinggi 22 cm) perbandingannya 87,00% dan 74,81%.
Pada pengukuran jauh tekanan, perbedaan ukuran partikel tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Jatuh tekanan hasil pengukuran pada kolom adsorpsi untuk tinggi unggun 22 cm dengan ukuran partikel 20-10 mesh dan 10-8 mesh adalah sekitar 2548 N/m²."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S49221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Arif Marz
"Organoclay Tapanuli (OCT) 1 KTK telah disintesis dengan memodifikasi montmorillonit (MMT) dari bentonit alam asal Tapanuli dengan surfaktan ODTMABr (Oktadesil Trimetilammonium Bromida) sebagai agen penginterkalasi, dimana kapasitas tukar kation (KTK) Na-MMT adalah 65 mek/100 gram dan konsentrasi ODTMABr yang ditambahkan adalah 1 KTK. Kemudian produk diuji kemampuan adsorpsinya terhadap fenol dengan variasi konsentrasi (40-200 ppm) sehingga didapat kapasitas adsorpsi optimum 5,35 mg fenol/gram organoclay, kapasitas adsorpsi ini meningkat 267,5% dari kapasitas Na-MMT. Waktu optimum OCT 1 KTK untuk mengadsorpsi fenol telah didapat setelah diuji dengan variasi waktu (3-18 jam) yaitu selama 12 jam.
Pengaruh adsorpsi fenol terhadap basal spacing organoclay diamati dengan XRD low angle menunjukkan adanya peningkatan basal spacing dari 20,02 Å untuk OCT 1 KTK menjadi 20,53 Å untuk OCT 1 KTK setelah adsorpsi fenol. Kemudian kemampuan adsorpsi OCT 1 KTK diuji pada fenol yang terdapat pada air limbah demulsifikasi minyak bumi. Sebelum proses adsorpsi, sampel di preparasi dengan dilakukan penyaringan untuk mendapatkan fasa air yang bebas minyak dan aspal. Keberadaan dan kadar fenol diamati dengan spektrometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 269 nm. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa OCT 1 KTK lebih efektif dalam menyerap fenol yang berada pada air limbah demulsifikasi minyak bumi dengan waktu pengadukan selama 12 jam dibandingkan dengan 15 jam dan 18 jam, dengan jumlah fenol teradsorpsi 4,46 mg fenol/gram organoclay.

1 CEC organoclay from Tapanuli (OCT) has been synthesized by modified montmorillonite (MMT) from Tapanuli natural bentonite using ODTMABr (Octadecyltrimethyl Ammonium Bromide) surfactant as an internalization agent, where the cation exchange capacity (CEC) of Na-MMT was 65 meq/100 gram and the concentration of ODTMABr added is 1 CEC. Then the adsorption capability of the product tested by varying the concentration (40-200 ppm) of phenol with the result of optimum adsorption capacity is 5.35 mg phenol/gram organically, the adsorption capacity was increased 267.5% of the capacity of Na- MMT. The optimum time of OCT 1 CEC for the adsorption of phenol was obtained after tested with variation of time (3-18 hours) is for 12 hours.
Effect of phenol adsorption on organically basal spacing observed with low angle XRD shows an increase in basal spacing of initially 20.02 Å for OCT 1 CEC to 20.53 Å for OCT 1 CEC after adsorption of phenol. Then the adsorption capability of OCT 1 KTK was tested in the waste water from petroleum emulsification product. Before the adsorption process, prepare the sample by filtering the sample to get the free water phase of oil and asphalt. The presence and value of phenols were observed by spectrometry UV / Vis at λmax = 269 nm. The data obtained shows that the OCT 1 CEC is more effective in absorbing phenol which is at the waste water from petroleum d emulsification product with a time stirring for 12 hours compared with 15 hours and 18 hours, with the amount of phenol adsorbed 4.46 mg phenol/ gram organically.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1418
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ngalu, Vincentius Maruli
"Air merupakan salah satu unsur penunjang kehidupan yang keadaannya seringkali diabaikan. Seringkali terjadi pencemaran air yang disebabkan oleh buangan limbah baik dari industri maupun rumah tangga. Pencemaran tersebut mengakibatkan kerugian terhadap manusia, terutama masalah kesehatan. Oleh karena itu periu diadakan pengolahan iimbah, baik dari industri maupun rumah tangga, agar tidak mencemari air. Beberapa parameter tercemamya air antara lain adalah kandungan amonia dalam air dan nilai COD dari air. COD mengukur jumlah senyawa organik dalam air. Semakin tinggi COD, berarti air makin tercemar. Air yang mempunyai COD tinggi, berarti kanduugan oksigen terlarutnya rendah. Hal ini dapat membahayakan kehidupan biologis dalam air. Sedangkan amonia pada kadar tertentu dapat membahayakan manusia.
Untuk mengatasi hal di atas, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk mengolah limbah yang nantinya akan dibuang ke badan air, supaya tidak mencemari lingkungan. Proses yang relatif mudah untuk pengolahan limbah adaiah dengan cara adsorpsi. Proses ini dikatakan mudah karena banyaknya media penyerap alam untuk dijadikan adsorben dalam proses adsorpsi. Penelilian ini menggunakan zeolit alam sebagai adsorben, untuk menyerap kandungan amonia dalam limbah. Penelitian terdahulu telah menghasiikan alat adsorpsi berikut dengan pola siklus adsorpsinya.
Berbeda dengan penelitian terdahulu yang memakai larutan amonia teknis sebagai adsorbat, penelitian sekarang menggunakan limbah asli, yaitu air danau UI yang kadar amonianya telah ditingkatkan. Ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh bahan-bahan lain dalam proses adsorpsi amonia. Proses adorpsi yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti pola siklus adsorpsi yang dihasilkan dari penelitian terdahulu.
Hasil penelitian mcnunjukkan bahwa limbah yang diolah dengan mengikuli polar siklus yang ada, tidak semuanya mencapai baku mutu kandungan amonia. Limbah yang mengikuti proses adsorpsi pada seri A, B, C, yang menggunakan 14, dan 5 buah batch ZAL, belum mencapai baku mutu, sedangkan limbah yang diolah pada seri adsorpsi D dan E , yang menggunakan 6 buah batch ZAL telah mencapai baku mum. Untuk limbah yang diolah pada seri adsorpsi A, yang semua batch-nya berisi ZAL barn, kemungkinan dibutuhkan jumlah batch bam sebanyak 4 buah umuk menoapai baku mum amonia. Hal ini menandakan perlunya diadakan penyempurnaan umuk pola siklus adsorpsi yang ada.
Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa zeolit juga dapat menyerap senyawa organik dalam limbah. Ini digambarkan dengan lebih sedikitnya jumlah amonia teradsorp pada batch pertama dibandingkan dengan batch kedua dari proses adsorpsi pada seri A dan C, yang mempunyai kandungan senyawa organik relatif tinggi. Pada batch pertama ini, penurunan senyawa organik terjadi dengan jumlah penurunan cukup besar. Pada batch kedua, hal yang sebaliknya terjadi, dimana penurunan COD kurang signifikan, akan tetapi penurunan konsentrasi amonia terjadi dengan cukup drastis. Fenomena ini menggambarkan bahwa pada saat konsentrasi senyawa organik dalam larutan tinggi, proses adsorpsi amonia menjadi terhalang, dan zeolit lebih cenderung menyerap senyawa organik. Pada saat konsentrasi senyawa organik telah mengalami penurunan, zeolit dapat mengadsorp amonia dengan lebih baik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Reynold Aksa
"Limbah amonia yang keluar dari industri mengandung konsentrasi amonia yang cukup tinggi, diatas ambang batas baku mutu yang berlaku (50 mg/L). Hal ini akan menimbulkan masalah bila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Salah satu cara untuk mengolah Iimbah yang mengandung amonia adalah dengan cara adsorpsi dengan menggunakan zeolit alam. Zeolit alam digunakan untuk mengurangi kadar amonia dalam larutan karena memiliki ukuran pori yang sesuai dengan diameter amonia sehingga proses adsorpsi dapat berlangsung.
Penelitian adsorpsi secara barch bertingkat ini mengikuti siklus pola adsorpsi berseri yang ditentukan pada penelitian sebelumnya, di uji cobakan dalam alat adsorpsi bertingkat menggunakan ZAL dengan ulcuran 0,8-1 cm dan dipakai larutan buatan dengan konsentrasi awal amonia semua larutan 1000 mg/L. Proses adsorpsi dilakukan secara seri sampai setiap larutan mencapai baku mutu. Zeolit yang telah jenuh diregenerasi secara kimia dengan Iarutan NaCl 5 gram/liter. Zeolit hasil regenerasi dipakai kembali untuk mengadsorpsi amonia sampai jenuh.
Dari hasil penelitian didapatkan untuk mereduksi konsentrasi larutan amonia 1000 mg/liter sampai mencapai baku mutu 50 mg/l diperlukan 3 batch berseri yang berisi ZAL baru (seri 1), kemudian seri 1 ini dipakai untuk mengadsorpsi larutan baru berikutnya yang berkonsentrasi 1000 mg/l dan untuk mencapai baku mutu dibutuhkan 4 barch yang terdiri dari batch seri 1 dan 1 batch baru yang ditempatkan di akhir proses(seri 2), larutan baru berikutnya membutuhkan 5 batch yang terdiri dari ZAL dari seri 2 ditambah 1 barch ZAL baru yang juga ditempatkan di akhir proses, demikian seterusnya Dan seri 1 sampai dengan sen 6 dapat digunakan sesuai dengan pola siklus adsorpsi yang telah direncanakan.
Daya serap ZAL, terhadap larutan amonia baru 1000 mg/l di batch l untuk 1 kali, 2 kali, 3 kali dan 4 kali adsorpsi berturut-turut adalahh 1,817 meq/g, 1,091 meq/g, 0,93 meq/g, 0,535 meq/g atau 51,8 %, 30,8 %, 26,5 %, dan 14,4 %. ZAL setelah digunakan untuk mengadsorpsi larutan amonia 1000 mg/l sebanyak 4 kali, kemampuan adsorpsi turun dari 51,8 % menjadi 14,4 % dan meningkat menjadi 28,5 % setelah diregenerasi dengan NaCl. Estimasi operasi 1 kali siklus sesuai dengan pola siklus yang direncanakan dengan 6 batch ZAL berisi masing-masing 1,67 ton, membutuhkan waktu 44 jam mampu mengolah limbah amonia seban 50.000 L dengan biaya yang dibutuhkan 6.376.840 rupiah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmud Sudibandriyo
Jakarta: UI-Press, 2013
PGB 0324
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ivandini Tribidasari Anggraningrum
"Model adsorpsi senyawa koordinasi Ni2+-H2O, Ni2+-NH3, Nit+-EDTA dan Nit+-CN pada permukaan alumina digambarkan berdasarkan variasi variabelnya, yaitu pH, spesies ligan dan alumina serta kuat ion. Metode adsorpsi yang digunakan adalah pengguncangan. Pengujian juga dilakukan secara visual dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
Alumina yang digunakan berasal dari AICI3 dengan variasi suhu kalsinasi 600°C dan 900°C. Alumina jenis 1 yang diperoleh dengan pemanasan 600°C merupakan campuran fasa x dan n-alumina, sedangkan alumina jenis 2 merupakan campuran fasa x, ri, 7, 0 dan rc-alumina.
Adsorpsi maksimum Ni2+-H2O dan Ni2+-NH3 pada kedua jenis alumina terjadi pada pH 3, sedangkan adsorpsi maksimum sistem yang mengandung Nit+ EDTA dan Ni2+-CN diperoleh pada pH 10. Pengujian dengan Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Freundlich pada pH maksimum menunjukkan bahwa proses adsorpsi mengikuti persamaan Langmuir yang membentuk lapisan monolayer pada permukaan homogen.
Percobaan menunjukkan bahwa adsorpsi Ni2+-H2O dan Ni2+-NH3 memiliki pola adsorpsi yang sarna dan keduanya lebih mudah teradsorpsi pada alumina jenis 1 yang bersifat lebih asam. Tetapi pada sistem Ni2+-H2O pola adsorpsi tidak dipengaruhi oleh permukaan kuat ion sehingga diperkirakan adsorpsi terjadi pada Bidang Helmholtz dalam akibat adanya interaksi antara ion logam Ni dengan sisi aktif Oksigen pada permukaan alumina. Sedangkan adsorpsi Nit+ NH3 dipengaruhi oleh kuat ion dan diperkirakan terjadi pada Bidang Helmholtz luar akibat terjadinya proses pengendapan senyawa Ni(OH)2 pada permukaan alumina.
Adsorpsi sistem campuran Ni2+-H2O dengan Nit+-EDTA dan Nit+ H2O dengan Ni2+-CN menunjukkan pola adsorpsi yang sama, lebih mudah teradsorpsi pada alumina jenis 2 yang bersifat lebih basa dan dipengaruhi oleh kuat ion, sehingga disimpulkan bahwa proses adsorpsi terjadi pada Bidang Helmholtz luar karena adanya interaksi elektrostatik antara ligan yang kaya akan elektron dengan pusat aktif Aluminium pada permukaan alumina, selain terjadinya pengendapan senyawa Ni(OH)2 pada permukaan alumina, pada kondisi pH tinggi.
Pengujian dengan Scanning Electron Microscope (SEM) tidak menunjukkan keberadaan Nikel di sekitar permukaan Aluminium yang diamati sehingga disimpulkan tidak ada interaksi langsung antara Nikel dengan Aluminium.

Adsorption Models of Nickel (II) Coordination Complex Compounds on to the Alumina SurfaceAdsorption models of coordination complex compounds of Ni2+-H20, Ni2+-NH3, Nit+-EDTA and Nit+-CN on to surface of alumina is described by variation of some variables; pH, types of alumina, and the ionic strength.
Sample of alumina synthesized from AIC13. More acidic alumina which is calculated in 6000C provides mixed of x-and n-alumina phase, whereas alumina which is treated in 900°C contains x,n,-y4 and rs-alumina.
Maximum adsorption of Ni2+-H2O and Nit+ NH3 on both type of alumina occurs in pH 3, but systems contain EDTA and CN ligand in pH 10. Test of Isotherm adsorption in the maximum pH give that adsorption process following Langmuir equation to form monolayer adsorbate on homogenous surface.
The result give that adsorption of Ni2+-H2O and Ni2+-NH3 have similar patterns. The difference is Ni2+-H2O adsorpted in Inner Helmholtz Plane by interaction beetwen Ni2+ with Oxygen site of alumina surface and system contains NH3 in Outer Helmholtz Plane by precipitation of Ni(OH)2 on to alumina surface. Adsorption system contains EDTA and CN have another similar patterns and adsorpted in Outer Helmholtz Plane because any electrostatic interaction between ligand and aluminum site of alumina.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>