Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Letha Fitriana
"Arsitektur dapat memiliki arti lebih dari sekedar bangunan tempat tinggal karena merupakan pengekspresian ruang-ruang simboiik dalam kehidupan. Terbentuknya arsitektur masyarakat ash dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang menj adi kannya memiliki karakteri sti k yang mudah dikenali, dari tahun ke tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan arsitektur vernakular, antara lain faktor bahan, konstruksi, iklim, lahan dan sosial budaya telah dipakai sebagai dasar tinjauan pada permukiman asli suku Sasak di Lombok. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan di permukiman ash suku Sasak di Lombok pads bulan Mei I997, memberikan gambaran bahwa permukiman suku Sasak memiliki ciri yang khas, mempunyai susunan yang teratur dan merupakan lingkungan tempat tinggal yang terdiri dari perulangan tiga bangunan utama. Cara pembangunannya berbeda dan unik karena menggunakan bahan-bahan alami berupa tanah, kotoran kerbau, kayu, bambu dan alang-slang. Masyarakat suku Sasak memiliki cara tersendiri dalam mengatur dan menggunakan permukiman mereka, karena mereka memiliki suatu model. Model terwujud membentuk karakteristik dalam pola permukimannya, berkaitan Brat dengan kebudayaan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48199
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Wulan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Riset ini secara keseluruhan mengikuti kerangka kerja bidang linguistis-antropologis,kimia dan biologi....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus Abdullah
"Berdasarkan asumsi bahwa pranata-pranata lokal masih banyak digunakan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum sejalan dengan budaya masing-masing masyarakat, maka secara kritis dapat dikemukakan permasalahan pokok penelitian dengan rumusan: "Mengapa warga masyarakat Peresak Timur dan desa Bayan menggunakan mekanisme pranata lokal untuk penyelesaian sengketa mereka?. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu menemukan dan menganalisis pranata-pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal pada masyarakat sasaran penelitian dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sejarah perkembangannya; menemukan dan menganalisis prosedur-prosedur yang mendasari penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal; menemukan dan menganalisis prinsip-prinsip hukum yang mendasari penyelesaian di luar pengadilan formal; menemukan dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan apa saja yang mempengaruhi pihak-pihak bersengketa memilih mekanisme pranata di luar pengadilan formal tersebut; menemukan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peyelesaian sengketa di luar pengadilan formal dapat tercapai; menemukan dan menganlisis sengketa-sengketa hukum bidang perdata yang diselesaikan melalui pranata-pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan formal, dan menjelaskan implikasi teorits atas penerapan pranata di luar pengadilan formal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
D692
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat Bayan selalu percaya terhadap simbol-simbol tertentu dalam mempertahankan tradisinya. Kebiasaan tersebut membuat masyarakat Bayan lebih tenang, aman dan sejahtera. Kepercayaan yang dilakukan oleh masyarakatnya masih berdasarkan keyakinan tradisional dari leluhur disebut kepercayaan Wetu Telu."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pulau Lombok salah satu pulau dihuni oleh berbagai etnik seperti Sasak, Bali, Madura, Samawa, Mbojo, dan Sunda. Sebelum masuknya pengaruh-pengaruh agama ke Pulau Lombok, bahwa suku asli Lombok sudah memiliki suatu keyakinan seperti melakukan persembahan pada roh atau jiwa dan benda-benda yang dianggap keramat yang tetap menyatu pada tradisi leluhumya yang disebut kepercayaan Wetu Telu. Adanya transformasi pemahaman terhadap Wetu Telu disebabkan adanya perbedaan kajian serta pandangan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam keyakinan penganut Wetu Telu Suku Sasak terhadap budaya Iain dalam suatu ajaran sehingga memunculkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan (das sein) dalam mempertahankan kearifan lokal budaya Suku Sasak. Kesenjangan tersebut menimbulkan resistensi Wetu Telu Suku Sasak yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengkaji hubungan yang terjadi pada masyarakat Suku Sasak di Lombok Nusa Tenggra Barat. Dengan demikian peneliti tenarik mengangkat permasalahan ”Bagaimana resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara”. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah, sedangkan kegunaan secara teoretis menambah khasanah keilmuan dan secara praktis memberikan kontribusi pembuatan kebijakan yang berdasarkan nilai-nilai budaya Iokal. Kajian pustaka yang digunakan adalah ”melacak akar sejarah Waktu Telu oleh Zaelani, Islam Sasak oleh Budiwanti, Suku terasing di Bayan oleh Adonis, dan Kajian Waktu Telu Suku Sasak oleh Rasti. Metode Penelitian dalam pengambilan data menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumemasi sedangkan teknik analisa data bersifat deskriftif interpretatif. Dari hasil penelitian tentang resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah meliputi : Pertama, resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap wacana politik pemerintah tentang wacana pemerintah bahwa setiap umat beragama agar tetap menerapkan ajaran sesuai petunjuk kitab suci Al-quran dan Hadist; Kedua, resistensi Welu Telu Suku Sasak terhadap kekuasaan pemerintah dalam hegemoni lahan yaitu banyaknya masyarakatl yang tinggal di Desa Senaru Kabupaten Lombok sehingga menimbulkan kecemburuan pada masyrakat setempat. Keliga, resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap eksploitasi budaya dalam ajang pariwisata terjadi penolakan oleh Tokoh Adat Wetu Telu Suku Sasak resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap peserta diklat penyuluh agama dan belajardi Pondok Pa yaitu belum sepenuhnya masyarakat Wetu Telu Suku Sasak berkenan anak-anaknya sekolah mau belajar di Pondok Pesantren karena dikhawatirkan dapat merubah bahkan melunturkan tradisi 3 mengakar dari ajaran Ieluhurnya."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Purwadi
"Dari sejarah hukum dapat diketahui bahwa sistem hukum Indonesia bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampai kini dalam negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem yang mempunyai corak dan sistem sendiri. Yang dimaksud disini adalah sistem hukum Adat, hukum Islam, dan hukum Barat. Ketiga sistem hukum itu berlaku di Indonesia. Hukum Adat telah lama ada dan berlaku di Indonesia, kendati baru dikenal sebagai sistem hukum pada permulaan abad XX. Untuk jangka waktu yang cukup lama, sistem hukum adat memainkan peranannya dalam berbagai kehidupan masyarakat Indonesia.
Sekitar abad VII sampai awal abad VIII, agama Islam mulai penyebarannya di Indonesia melalui Sumatera. Dalam waktu relatif singkat agama Islam diterima dan berkembang ke seluruh pelosok Indonesia. Agama Islam dianut dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia dengan sungguh-sungguh. Proses Islamisasi di Indonesia melalui para saudagar yang berdagang dan mengadakan perkawinan, (peranan hukum Islam) sangat besar.
Hal itu dapat dilihat dari kenyataan bahwa kalau seorang saudagar muslim hendak menikah dengan seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan pernikahannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islam. Kalau salah seorang anggota keluarga itu meninggal dunia, harta peninggalannya dibagi menurut hukum kewarisan islam. Hukum islam berkembang dan dilaksanakan sampai kini oleh sebagian besar rakyat Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T5450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Satria
"Tugas akhir ini memuat tentang penjelasan mengenai dwelling pada sebuah kearifan arsitektur vernakular Banjarmasin yang mengacu pada rumah panggung. Dalam hal penyelesaian masalah rumah atau tempat tinggal. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara observasi dengan beragam informan yang menghuni rumah panggung.

This final writting consist of the description of the Dwelling on the wisdom of vernacular architecture Banjarmasin which refers to the houses on stilts. In terms of the settlement problems at home or place of residence. This study based on data collection method of observation with various informants that inhabit the house on stilts"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51566
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Noor Khilmia Adkhanti
"ABSTRAK
Sistem kepercayaan menjadi penuntun masyarakat dalam menjalani kehidupan. Sehingga terciptanya kehidupan yang sesuai dengan tatanan sosial yang sudah dirancang. Tabu merupakan bentuk sistem kepercayaan yang hidup dalam pola pikir masyarakat. Hal tersebut berkembang dari sebuah pengelaman budaya, seringkali berkaitan dengan mitologi kisah yang menciptakan sebuah larangan. Sebuah kampung pada Pulau Seram berdiri kokoh di tengah masyarakat yang mulai berkembang menuju masyarakat urban. Budaya dan adat menyelimuti teritori kampung, membuat warga seolah tidak terusik oleh modernisasi. Numa Posune-tempat pengasingan wanita mentrusasi dapat dijadikan sebagai sebuah contoh. Perempuan menstruasi dianggap kotor bagi masyarakat kampung Rohua. Hal tersebut memunculkan sebuah tabu, dimana lelaki dilarang membuat kontak fisik maupun visual terhadap wanita menstruasi atau mereka akan terkena penyakit. Fenomena tersebut menunjukkan bagaimana masyarakat yang masih kuat memegang tradisi, memperlihatkan bahwa tabu menjadi pengontrol kehidupannya. Skripsi ini membahas terkait pembentukan pola permukiman yang diakibatkan oleh sebuah tabu, sebagai kontrol dalam konteks permukiman rural. Metode yang digunakan dengan mengeksplorasi kehidupan masyarakat kampung Rohua secara langsung dan melihat bagaimana peran tabu dalam permukiman. Tabu secara kuat menjadi identitas serta salah satu kunci utama dalam mengatur konfigurasi spasial permukiman. Hal tersebut kemudian berdampak pada aktivitas warga terlebih yang berkaitan dengan penggunaan ruang permukiman. Temuan menunjukkan bahwa tabu kuat mempengaruhi pembentukan ruang permukiman masyarakat tradisional, salah satunya kampung Rohua.

ABSTRACT
Belief system leads society in living their life. Therefore, life prevails based on the designated social structure. Taboo is a belief that lives in the mindset of a society. It develops from a certain cultural experience, and is related to mystical things that often impose prohibitions. A village in Pulau Seram stands firm in the middle of society inhabiting an area which begins to evolve into urban area. The societys tradition lives throughout the village territory and strongly influences the villagers living space, making these villagers seem to be undisturbed by the modernization amid its existence. Take numa Posune-a place of seclusion for women on periods-as an example. Women in their period are considered impure to the villagers. This belief encourages a taboo to appear, as for men are not allowed to make contact, both visual and physical, to period women, otherwise the men will get sick. This shows how in society that still holds a strong tradition, taboo controls the societys life until now. This paper discusses settlement pattern formed as an effect of taboo and the role of taboo as a social control in rural contexts. The method of this study was exploring Kampung Rohuas life directly and seeing the role of taboo towards Kampung Rohua. Taboo strongly characterized the settlement and the main key of the spatial configuration. Its also affects society up to their daily activities especially those that are spatially related in the settlements. The findings shows that taboo strongly influenced the formation of space in a traditional rural settlement, in this case in Kampung Rohua."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Huliandari
"Budaya merariq (kawin lari) adalah model perkawinan yang unik dan dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Islam Sasak, seorang laki-laki harus melakukan mamulang (melarikan) perempuan sebagai bentuk tindakan riil atas tuntutan hati untuk menikah. Dilanjutkan dengan proses sejati, selabar, ngawinan, sorong serah, nyongkolan, dan bales nae. Berdasarkan hal tersebut, penulis hendak melakukan penelitian mengenai relevansi dan pandangan budaya merariq pada masyarakat Islam Sasak, serta tinjauan hukum perkawinan Islam terhadap praktik budaya merariq. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan alat pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara, sehingga menghasilkan data deskriptif-analitis. Pandangan masyarakat Islam Sasak terhadap budaya merariq ada dua. Pertama, bagi masyarakat yang memegang teguh budaya dan tradisi menganggap budaya merariq tidak masalah sebab sudah berlaku secara turun temurun. Kedua, pendapat tokoh agama dan kaum terdidik beranggapan merariq itu haram dan dapat menyebabkan pernikahan dini atau merariq kodeq. Untuk relevansi budaya merariq sendiri memperlihatkan pemahaman keagamaan yang khas, artinya antara budaya dan agama mempunyai relevansi antara keduanya. Terkait pandangan perkawinan hukum Islam budaya merariq pada prosesnya sudah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diajarkan hukum Islam, namun dalam praktiknya masih terjadi penyimpangan dan pelanggaran, baik dari segi normatif maupun kemaslahatan umum. Sehingga budaya merariq ini perlu ditinjau kembali dan dibutuhkan keterlibatan semua pihak untuk mensosialisasikan terkait prinsip yang baik dalam perkawinan budaya merariq lebih diutamakan.

The merariq (elopement) culture is a unique model of marriage and is carried out for generations by the Sasak Islamic society, a man must perform mamulang (escape) of women as a form of real action on the demands of the heart to marry. Continued with the true process, selabar, ngawinan, sorong serah, nyongkolan, and bales nae. Based on this, the author wants to conduct research on the relevance and views of merariq culture in Sasak Islamic society, as well as a review of Islamic marriage law on the practice of merariq culture. This research is a juridical-normative research using a descriptive type of research with data collection tools in the form of literature studies and interviews, so as to produce descriptive-analytical data. The Sasak Islamic community's view of merariq culture is twofold. First, for people who uphold culture and traditions, merariq culture does not matter because it has been valid for generations. Second, the opinions of religious leaders and the educated think that merariq is haram and can lead to early marriage or merariq kodeq. For the relevance of merariq culture itself shows a distinctive religious understanding, meaning that between culture and religion has relevance between the two. Regarding the view of Islamic law marriage, merariq culture in the process has met the provisions as taught by Islamic law, but in practice there are still deviations and violations, both in terms of normative and general benefit. So that this merariq culture needs to be reviewed and it takes the involvement of all parties to socialize related to good principles in merariq cultural marriage is preferred."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>