Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73624 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kebudayaan Jawa tidak terlepas dari kansep kosmologi dan kepercayaan pada kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Dalam masyarakat Jawa banyak terdapat falsafah dan pandangan hidup Jawa yang menempatkan alam nyata berdampingan dengan alam gaib. Pada tulisan ini saya mencaba menganalisis nilai­ nilai yang ditimbulkan dari kaitan antara konsep arsitektur dalam tata letak bangunan dan tata ruang luar di Keraton Yogyakarta dangan kebudayaan Jawa yang dipangaruhi oleh pandangan hidup Jawa yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan kosmis, simbol-simbol dan mitos-mitos. Adanya nilai-nilai daa makna simbolik membuat karya arsitektur menjadi lebih menarik dan mempunyai nilai tambah, yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat tempat karya arsitektur itu diwujudkan. Latar belakang kebudayaan dan adat istiadat akan mempengaruhi cara menata dan mempersepsikan suatu ruang luar."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hidayati Amal
"The assimilation between Arabic in-migrants from Hadramaut with Javanese noble women has been taking place since the 13th century. Some of their offspring has identified themselves as Arabic Indonesians, especially after Independence, while a proportion of them have chosen to associate themselves with their local Javanese relatives. The latter even has lost their Arabic cultural identity, and as a result, has become Javanese. This article tries to explain why such a phenomenon has materialized using a family case of a Javanese trah-Javanese version of a clan-who has been living outside the Yogyakarta court. By tracing the family lineage; attitude -both culturally and politically- and life-style of certain trah's figures as Javanese in the context of larger meso-institutional and macro-structural systems, this article argues that the fading away of Arabic identity among the offspring of this particular trah could be attributed to two contextual political economic relations between the Dutch and the Javanese rulers in two different eras. The first one was before the Dipanegara war when the relation was mainly economic, namely the Dutch as the trade-corporate (VOC); and the second was afterwards during which time the Dutch managed to consolidate their full total-grip as a colonial power. Furthermore, this article argues that the attitude of the Dutch and the way they treated the offspring this particular Arabic-Javanese court families, and their generational impact, could only be understood within the larger contexts of the day."
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Ratih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Megantari
"ABSTRAK
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak berdirinya hingga sekarang telah diperintah oleh sepuluh orang Sultan. Masa pemerintahan yang panjang, yaitu masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I hingga yang ke-XI sekarang ini, menyebabkan pula banyak terdapatnya permukiman, khususnya permukiman kaum bangsawan.
Rumah-rumah para bangsawan (pangeran) terletak menyebar, yaitu baik didalam beteng (jerobeteng) maupun diluar beteng. Penempatan rumah-rumah pangeran tersebut tidak menunjukkan akan adanya faktor keturunan yang melekat pada diri seorang pangeran. Hal ini dapat dibuktikan oleh rumah (dalem) G.B.P.H Djojokusuman yang menjadi objek penelitian. Walaupun G.B.P.H Djojokusumo itu adalah putra dari seorang selir, tetapi rumahnya berada dekat dengan keraton.
Pemilihan objek penelitian tersebut didasarkan atas kekhasan yang dimiliki oleh rumah (dalem) tersebut, yaitu terdapatnya tiga buah regal, terdapatnya kuncung, terda_patnya kleco serta terdapatnya pintu butulan yang berada di bagian belakang rumah. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melalui studi banding (komparasi) dengan rumah-rumah pangeran lainnya, khususnya adalah mengenai penataan ruangnya.
Pada tahap analisis diketahui bahwa antara rumah_-rumah pangeran tersebut mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah terletak pada penataan ruang, dimana tiap-tiap rumah umumnya mempunyai ruangan inti. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada jumlah ruang keseluruhan (diluar ruangan inti) dalam rumah.
Adanya persamaan dan perbedaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang menyebabkan adanya persamaan adalah karena adanya faktor tradisi dalam membuat ruangan dalam rumah (ruangan inti) yang selalu diterapkan pada rumah-rumah tradisional jawa, terlepas dari apakah itu rumah milik bangsawan atau milik masyarakat biasa. Faktor-faktor yang membedakannya adalah karena faktor luas tanah yang tersedia, faktor kebutuhan dan pedoman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristanti Dyan Anggraini
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian kualitatif ini mengkaji tentang kebermaknaan hidup, konsep diri dan motivasi abdi dalem yang bekerja di Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Terdapat lima orang abdi dalem sebagai subjek penelitian yang berusia minimal 40 tahun, laki-laki dan sudah menjadi abdi dalem minimal 15 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menemukan berbagai fenomena menarik tentang abdi dalem antara lain seperti (1) kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh abdi dalem tidak tersirat dalam bentuk hidup bersenang-senang dan bahagia secara jasmani, melainkan kehidupan yang sehat, sederhana, dan menerima kondisi diri apa adanya termasuk dalam keadaan penderitaan, kesusahan, suram dan penuh dengan sedih dan rasa sakit. (2) konsep diri yang positif lebih banyak dipengaruhi perasaan kekaguman pada pribadi Sultan sebagai orang yang diabdi, memungkinkan individu untuk mengadopsi perilaku tertentu dari Sultan menjadi bentuk perilaku hidupnya setiap hari, dan (3) motivasi utama seorang abdi dalem adalah cita-cita dan ketertarikan (kecintaan, kekaguman, kebanggaan, kepatuhan) terhadap Sultan. Selain itu adanya pandangan bahwa dengan cara menjalani hidup sebagai abdi dalem, individu berharap dapat mencapai kebahagiaan hidup, ketentraman batin, ketenangan jiwa, serta memperoleh berkah berlimbah dan rejeki bagi diri dan keluarganya."
JIPSIUG 5:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Hastrini Nurwanti
"The toponym of the kampongs Daengan and Bugisan is closely related to the history and the role of Daeng and Bugis troops in the Keraton Yogyakarta. In Javanese language, adding the ending /-an/ can follow a noun. Daengan comes the noun “Daeng” followed by/-an/.The same is true with Bugisan which comes from the noun “Bugis” followed by /-an/.This paper discusses the history of the kampongs Daengan and Bugisan. It is expected that this paper may become a historical reference for the younger generation and the society in general."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2008
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Argi Arafat
"Studi ini menjelaskan tentang Benteng Vredeburg dan Keraton sebagai representasi dan relasi kuasa yang berada di daerah Yogyakarta pada abad ke XVIII – XX Masehi dengan menerapkan teori Michel Foucault tentang kuasa (power). Dalam konsep kuasa terdapat representasi kuasa, relasi kuasa dan panoptikon. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui representasi dan relasi kuasa dapat ditimbulkan dari suatu kebudayaan, lalu mengetahui bagaimana cara kerja benteng Vredeburg sebagai panoptikon dalam kaitannya dengan representasi dan relasi kuasa kolonial Belanda dan Kesultanan di Yogyakarta. Metode yang digunakan pada penelitian ini berasal dari oleh K.R Dark, bahwa dalam penelitian arkeologi setiap benda harus dilihat sebagai data yang memuat informasi arkeologis. Hasil dari penelitian ini adalah Kebudayaan yang terjadi akibat adanya relasi kuasa antara Kolonial Belanda dan Kesultanan direpresentasikan dengan adanya bangunan pihak Keraton Yogyakarta yang mengadaptasi arsitektur yang berasal dari orang-orang Eropa. Akibat dari relasi kuasa tersebut tidak hanya mempengaruhi pihak Keraton Yogyakarta, tapi mempengaruhi pihak Belanda juga. Berdirinya Benteng Vredeburg dan Keraton merupakan tanda dari kedua belah pihak memiliki kekuasaannya masing-masing.

This study explains the Fort Vredeburg and the Keraton as representations and power relations in the Yogyakarta area in the XVIII - XX century AD by applying Michel Foucault's theory of power. In the concept of power, there is a representation of power, power relations and panopticon. The purpose of this study is to determine the representation and power relations that can be generated from a culture, then to find out how the Vredeburg fort as a panopticon works in relation to the representation and relations of Dutch colonial power and the Sultanate in Yogyakarta. The method used in this study comes from K.R Dark, that in archaeological research every object must be seen as data that contains archaeological information. The result of this research is that the culture that occurs due to the power relation between the Dutch colonial and the Sultanate is represented by the building of the Yogyakarta Palace which adapts the architecture that comes from the European people. The result of this power relationship did not only affect the Yogyakarta Palace, but also influenced the Dutch. The establishment of Vredeburg Fort and the Keraton is a sign that both parties have their respective powers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Jati Ningrum
"Elemen estetis seringkali hanya dianggap sebagai pajangan atau hiasan ruang semata, tanpa menyadari polensi lain dan penerapan elemen estetis ini pada penataan ruang luar maupun ruang dalam. Sejauh manakah peran elemen estetis dalam meningkatkan kualitas visual dan fungsional dari sebuah ruang? Bagaimanakah prinsip-prinsip elemen estetis yang harus diterapkan agar elemen estetis tersebut dapat berfungsi secara efektif dan optimal? Bagaimana hubungan elemen estetis dengan penataan ruang luar dan penataan ruang dalam pada sebuah karya arsitektur? Peletakan elemen estetis yang seperti apakah yang dianggap tepat dan dapat mempeikaya kualitas ruang?
Penerapan elemen estetis memiliki tujuan yang positif, yaitu untuk menghasilkan segala hal yang balk, indah dan menyenangkan untuk ditanggapi dan dirasakan oleh indera manusia. Unsur keindahan yang hadir dalam warna, cahaya, pola & tekstur mempengaruhi persepsi dan emosi terhadap bobot visual, proporsi serta dimensi ruang Selain kebutuhan akan ruang, manusia juga membutuhkan seni sebagai eksprsi dalam kehidupannya. Seni dapat menjadi stimulus aktif dan pasif bagi manusia. Sebagai stimulus aktif, elemen estetis menjadi acuan skala dan acuan arah serta focal point yang bersifat eye-catching. Sedangkan sebagai stimulus pasif, elemen estetis berfungsi sebagai dekorasi ruang yang menjadi simbol dari suaiu kegiatan yang berlangsung di dalam ruang tersebut, menjadi pemacu semangat beraktivitas, membenkan karakter/identitas serta prestige kepada sebuah ruang.
Ruang hams memiliki unsur estelis atau keindahan. Pendekatan secara estetis ini penting karena dalam proses pemahaman terhadap ruang, kontak pertama manusia dengan ruang sekitamya adalah melalui pengalaman visual. Elemen estetis ini juga berkaitan erat dengan kualitas kenyamanan dalam beraktivitas. Nleskipun penilaiannya bersifat subyektif, tetapi perancangan elemen estetis harus memenuhi kaidah perancangan dan peletakan. Prinsip perancangannya harus rnemiliki tema yang jelas dan tidak monoton. Sedangkan peletakannya harus selaras dengan skala, proporsi dan komposisi ruang, serta harus dapat dilihat & dinikmati dari semua angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri Kurniasari
"Kehadiran janur dalam ruang pernikahan Yogyakarta merupakan fenomena kebudayaan yang menarik dikaji melalui pendekatan arsitektur. Hal ini dikarenakan kehadiran janur merupakan elemen penting pelipatan (fold) ruang keseharian menjadi ruang pernikahan. Dengan mengacu pada fold Deleuze, fold janur dapat ditemukan dalam ruang, materi, dan objek janur. Janur menghasilkan fold peleburan antara ruang dalam-luar maupun ruang publik-privat dalam konteks ruang hunian tradisional maupun modern. Sedangkan folds dalam objek membentuk proporsi janur sebagai representasi kolom temporer oleh foldspertumbuhan dalam materi pembentuknya. Ketiga folds tersebut saling terkait menghasilkan pelipatan ruang dengan kolom organik-temporer sebagai elemen pengidentifikasi. Pendekatan folds dalam ruang pernikahan Yogyakarta menunjukkan bahwa kebudayaan Yogyakarta bersifat terbuka.

The presence of janur in Yogyakarta wedding ceremony is an interesting culture phenomenon of architecture studies approach. Due to the presence of janur as an important element in folding everyday space to ceremonial place. According to Deleuze, fold could not only be founded in space, but also in janur by object and its matter. The presence of janur generates either folded space as continuity of inside-outside and public-private space, likely in the context of traditional and modern everyday space. While folds in object pose a proportional system as a representation of a temporary growth folds column. The folds are related as generating folded space by identification elements, organic-temporal columns.The approach of fold in Yogyakarta wedding ceremony place points out Yogyakarta?s culture is overt. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S723
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>