Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rangga Diyarto
"Keberagaman adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam terciptanya sebuah arsitektur yang unik. Ditambah dengan sebuah lokasi yang berkarakteristik khusus, menyebabkan timbulnya suatu variasi karya arsitektur yang berbeda-berbeda. Salah satu kota yang memiliki karakter tersebut adalah Jakarta, terutama saat masih bernama Batavia. Dalam sebuah kota ini terdapat berbagai keberagaman suku, budaya dan Negara. Orang-orang pribumi dari berbagai suku dari seluruh Indonesia (terutama pekerja-pekerja dan budak), Pedagang-pedagang dari Tionghoa, India dan Arab berkumpul menjadi satu dan tinggal di kota ini. Belum lagi orang-orang Eropa, yaitu bangsa Portugis yang pernah berdagang disini, serta bangsa Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Mereka semua masing-masing membawa budaya dan arsitektur ke dalam porsi pembangunan di kota Batavia. Walaupun bangunan-bangunan yang dominan berdiri semasa Batavia adalah bangunan bergaya Eropa (barat), mengingat saat itulah VOC lah yang menguasai kota, akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa penduduk mayoritas kota Jakarta saat itu beragama Islam. Mereka, dalam keberagaman dan keterbatasannya (mengingat VOC mengisukan pelarangan pembangunan mesjid di kota Jakarta)1 mencoba menunjukkan eksistensi keberagamaannya. Mesjid tetap dibangun untuk umat beribadah. Keberagaman dan keterbatasan yang dialami umat Islam menyebabkan ada kemungkinan terjadinya keunikan dalam variasi dan bentuk mesjid yang mereka dirikan. Variasi dan bentuk ini dapat saja menciptakan suatu arsitektur yang timbul akibat percampuran budaya dan situasi sosial politik sehingga mempengaruhi bentuk mesjid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharianto Permana
"Tulisan ini membahas mengenai penamaan dan sejarah penamaan masjid-masjid kuno di Jakarta dan relasi sejarah penamaan masjid pada masjid-masjid kuno di Jakarta dengan bangunan atau bentuk masjid tersebut dengan menggunakan dua puluh tiga masjid sebagai objek kajian. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian arkeologi menurut Sharer dan Ashmore (2003, hlm. 156) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu formulasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek penelitian diketahui delapan cara atau pengambilan nama pada masjid-masjid kuno di Jakarta, yaitu berdasarkan vegetasi, berdasarkan bersejarah, berdasarkan pemberian, berdasarkan wilayah, berdasarkan nama tempat atau unsur rupa bumi, berdasarkan nama- nama asing, berdasarkan arsitektur bangunan, dan berdasarkan akronim. Selain itu, diketahui pula bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek kajian, hanya ada dua masjid yang memiliki relasi antara bentuk bangunan masjid dengan sejarah penamaannya, yaitu Masjid Langgar Tinggi dan Masjid Agung Sunda Kelapa.

This paper discusses the naming and history of the naming of ancient mosques in Jakarta and the historical relation of the naming of mosques to ancient mosques in Jakarta and the buildings or forms of these mosques by using twenty-three mosques as the object of study. The research method used is archaeological research according to Sharer and Ashmore (2003, p. 156) which consists of several stages, namely formulation, data collection, data processing, analysis, interpretation, and publication. This research resulted in the conclusion that of the twenty-three mosques that were used as research objects, there were eight ways or names of ancient mosques in Jakarta, namely based on vegetation, based on history, based on gift, based on area, based on place names or elements of the earth, based on foreign names, based on building architecture, and based on acronyms. In addition, it is also known that of the twenty-three mosques that were used as the object of study, there were only two mosques that had a relationship between the shape of the mosque building and the history of its name, namely the Langgar Tinggi Mosque and the Sunda Kelapa Grand Mosque."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bobby Septian
"Tulisan ini membahas mengenai tata letak dan identitas makam pada masjidmasjid kuno di Jakarta dengan menggunakan dua belas masjid sebagai data yang dikaji. Metode penulisan penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu formulasi, pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pada makam di lingkungan masjid-masjid kuno di Jakarta terdapat pola keletakan dan sisi peletakan makam favorit/paling sering dijumpai. Selain itu, diketahui pula identitas orang-orang yang dimakamkan di sana beserta tingkatan identitas sosialnya berdasarkan pembagian ruang dan atribut makam.

This research is discussing about layout and identity of tombs in ancient mosques in Jakarta with utilizing twelve mosques in total as researched data. The method used in this research consist four phases, which are formulation, data collection, data processing and interpretation.  This research results revealed that tombs in ancient mosques in Jakarta have several layout patterns and favorite side of tombs that most often found. Besides of that, also known tombs identity and stratification levels based on space separation and tombs attributes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto Januardi
"Penelitian mengenai kajian pertimbangan pembuatan kolam bersuci ini dilakukan meliputi seluruh wilayah di Jawa yang masih menyisakan beberapa mesjid yang berkolam kuno. Tujuannya adalah untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan apa saja yang diperkirakan dijadikan acuan dalam pembuatan kolam bersuci. Penulis mengajukan empat hipotesa yang diperkirakan menjadi pertimbangan yang penting, tanpa menutup kemungkinan adanya pertimbangan lainnya. Pertimbangan itu adalah: Pertimbangan hukum fikih, teknologi bangunan air, tradisi, dan fungsi.
Pengumpulan data dilakukan melalui sumber-sumber tertulis, laporan pemugaran dinas-dinas arkeologi, dan meneliti data langsung ke lapangan. Cara kerja penentuan data, deskripsi, klasifikasi dan penafsiran dijelaskan.
Hasilnya menunjukkan bahwa kolam bersuci pads mesjid kuno di Jawa memang mempertimbangkan empat faktor tersebut, baik dalam hal bentuk maupun keletakannya. Jumlah data yang kurang memadai dalam membuat klasifikasi yang berperan dalam membantu penafsiran, sering menjadi kendala tersendiri dalam mencocokan dengan pertimbangan yang memerlukan jumlah Iebih dari satu. Penting diketahui bahwa model penelitian ini dapat diterapkan pada komponen mesjid lainnya, sehingga tentunya akan dapat membantu menggambarkan perkembangan proses budaya pada masa Islam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11796
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni
"Istiwa adalah salah satu alat untuk mengetahui waktu masuk shalat yang menggunakan petunjuk matahari yang ditemukan pada mesjid-mesjid kuno di Jawa Dalam bahasa Jawa penunjuk matahari ini disebut befzeer, sedangkan istilah istiwa dikenal dalam bahasa Sunda yang berasal dari bahasa Arab (lihat bahasa khat al-istiwa, equator) yang artinya sama dengan khatulistiwa atau paralet. Bahasa Arab yang sebenarnya untuk penunjuk matahari adalah mizala. DipiIihnya istiwa sebagai obyek penelitian, berdasarkan pada keunikannya dibandingkan komponen bangunan rnasjid lainnya Pada obyek ini secara langsung berhubungan dengan gejala alam yaitu sinar matahari untuk mengetahui berfungsinya obyek tersebut. Pembahasan komponen istiwa diharapkan dapat menerangkan beberapa hal, diantaranya penggunaan istiwa sebagai alat penunjuk waktu shalat di rnasa lalu terutama (dari terbit hingga terbenam matahari) dan bentuk - bentuk Istiwa yang ada serta bagaimana penerapan rnedia tersebut pada mesjid-mesjid kuno di Pulau Jawa. Tampaknya cara-cara mengetahui waktu masuk shalat melalui istiwa mulai ditinggalkan dengan digunakannya teknologi yang lebih modern dan rnekanik, yaitu teknologi jam. Akibatnya, istiwa yang berfungsi sebagai alat penunjuk waktu shalat di masa lalu pada mesjid-mesjid kuno, menjadi kurang berfungsi dan kurang terurus penanganannya. Istiwa pada umumnya digunakan pada mesjid ataupun tempat peribadatan untuk shalat lainnya (mushola, saran, langgar dan lain-lain). Ruang lingkup penelitian terhadap istiwa pada mesjid-mesjid di Jawa dibatasi pada periode masa abad XVI hingga abad XIX. Untuk istiwa mesjid-rnesjid kuno di Jawa yang dianggap tertua menunjukkan periode abad XVI. Konsep dasar pembuatan istiwa memang erat tautannya dengan hukum islam, tetapi wujud fisiknya sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. la lepas dari ketentuan hukum dan dengan demikian memberi kesempatan kepada si-pembuat untuk mengembangkan daya kreasinya Dari ragam bentuk istiwa dapat disimpulkan persamaan umum yang menandakan dan nnembedakan karakteristik istiwa dibandungkan komponen lainnya yaitu pada kawat penunjuk waktu dalam penampangnya (gnomon)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Maulana
"Identitas budaya di setiap daerah memiliki ciri-ciri atau nilai-nilai yang membedakannya dengan daerah lain. Salah satunya adalah kelompok Islam Wetu Telu, yaitu penganut Islam di Lombok yang masih percaya terhadap animistik leluhur dan benda-benda antropomorfis, sehingga membentuk identitas kelompok budaya. Identitas kelompok Islam Wetu Telu direpresentasikan ke dalam budaya material, dalam hal ini adalah masjid. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan bagaimana identitas kelompok Islam Wetu Telu direpresentasikan ke dalam masjid-masjid kuno yang berada di Lombok. Penelitian ini menggunakan empat masjid kuno yang merupakan peninggalan dari Islam Wetu Telu. Penelitian ini menggunakan pendekatan arkeologi melalui tiga tahapan penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil dari penelitian ini bahwa terdapat ornamen-ornamen dan keletakan dari masjid-masjid kuno di Lombok yang merepresentasikan identitas Islam Wetu Telu. Ornamen-ornamen tersebut antara lain adalah motif hewan dengan bentuk naga, rusa, ayam, ikan, burung dan pohon kelapa yang merepresentasikan makna dari wetu telu. Selain itu keletakan masjid yang berada di tempat yang tinggi merepresentasikan ajaran dari Wetu Telu yang berkaitan dengan kepercayaan bahwa roh-roh leluhur bersemayam di tempat yang tinggi.

Cultural identity in each region has characteristics or values ‹that distinguish it from others regions. One of them is the Wetu Telu Islam group.  It is  Muslim group in Lombok who still believe in animistic ancestors and anthropomorphic objects, thus forming the identity of a cultural group. The identity of the Wetu Telu Islamic group is represented in material culture, in this case the mosque. Therefore, this study intends to explain how the identity of the Wetu Telu Islamic group is represented in ancient mosques in Lombok. This study uses four ancient mosques which are relics of Islam Wetu Telu. This study uses an archaeological approach through three stages of research, data collection, data processing, and data interpretation. The results of this study are that there are ornaments and placements of ancient mosques in Lombok that represent the identity of Wetu Telu Islam. These ornaments include animal motifs in the form of dragons, deer, chickens, fish, birds and coconut trees which represent the meaning of wetu telu. In addition, the location of the mosque in a high place represents the teachings of Wetu Telu related to their belief that ancestral spirits reside in high places. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI-Press, 2013
720.959 8 JAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Witjaksono
"Salah satu tinggalan arsitektur Islam adalah Mesjid. Dalam sebuah masyarakat Islam bangunan mesjid tidak hanya memiliki peran dan fungsi sebatas tempat berkupulnya jamaah untuk melaksanakan shalat farhdu bersama-sama, namun lebih jauh mesjid memiliki fungsi sosial, ekonomi, politik, ilmu, seni dan filsafat. Berdasrkan kenyataan tersebut secara tidak langsung mengungkapkan bahwa apabila seorang ingin menyelidiki kehidupan keagamaan di salah satu pulau (Jawa), maka haruslah dimulai dengan mempelajari mesjid sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Pijper (1985).
Dalam sejarah perkembangan Islam Khususnya di Pualau Jawa, wilayah Pesisir Utara Jawa Barat memiliki arti dan peran yang sangat strategis. Pesisir Utara Jawa Barat merupakan distrik pertama dimana Islam dikenal. Keletakan wilayah Pesisir Utara Yang strategis serta merupakan jalur perlintasan pelayaran dan perdagangan merupakan faktor pendukung yang mempercepat proses datangnya Islam ke Wilayah ini. Sehinga tidak mengherankan bila bangunan mesjid kuno dari masa-masa awal (abad 16-17Masehi) ditemukan di daerah pesisir ini.
Permasalahan dari penelitian ini adalah untuk mengamati bagaimana bentuk-bentuk mesjid di Jwa Barat, apakah mesjid-mesjid di pessisir Jawa Barat memiliki berbagai variasi yang pada akhir mampumembedakan dengan mesjid-mesjid di Jawa Barat pada umumnya. Sedangkan tujuan dari penelitian ini yaitu selain untuk melihat variasi gaya dan bentuk dari mesjid di pesisir Jwa Barat, juga untuk mengetahui apakah mesjid-mesjid di pesisir Jawa Barat memiliki persamaan dengan mesjid-mesjid di Jawa pada umumnya.Berdasarkan hasil penelitian tergambar bahwa secara umum bentuk-bentuk mesjid di Pesisir Jawa Barat tidak memiliki perbedaan yang khusus dengan mesjis-mesjid di Jawa pada umumnya..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talulla Rachma Augia
"Penelitian ini membahas mengenai tata ruang antara makam, masjid, dan pemukiman di Desa Hitu dan Hila di Ambon, Maluku. Data yang diambil adalah Masjid Hitu, Masjid Hena Lua, Masjid Hassan Sulaiman, Masjid Wapauwe, Rumah Raja Desa Hitu, Rumah Raja Desa Hila, kompleks makam kuno Hitu, dan kompleks makam Hassan Sulaiman. Penelitian terfokus pada kajian spasial atau tata ruang antara makam, masjid, dan pemukiman untuk melihat pemisahan yang sakral dan yang profan. Sakral adalah suatu benda atau objek yang dikeramatkan, dalam penelitian ini makam merupakan tempat yang disakralkan. Profan adalah yang bersangkutan dengan duniawi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat makna makam bagi para masyarakat desa Hitu dan Hila. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pemisahan antara yang sakral dan profan. Batas pemisah antara yang sakral dan profan tidak dapat terlihat secara fisik, batasan baru dapat terlihat dari penggambaran yang diambil dari udara. Makam atau yang disakralkan berada di dalam hutan dan jauh dari pemukiman dan masjid.

This thesis discuss about the layout between tombs, mosques, and settlements in Hitu Village dan Hila Village, Maluku. The data which has been taken such as, Hitu Mosque, Hena Lua Mosque, Hassan Sulaiman Mosque, Wapauwe Mosque, The House of The Hitu Villages King, The House of The Hila Villages King, The Ancient Tombs Complex of Hitu, and The Tomb Complex of Hassan Sulaiman. This thesis focuses on the spatial study or the layout between tombs, mosques, and settlements to separate the sacred and the profane. Sacred is the object which sanctified and hieratic, in this thesis for example, the tomb is a sacred place. Whereas, profane is concerned with the worldly.
This thesis aims to see the meaning of the tomb for the villagers of Hitu and Hila. The results of this thesis conclude that there is a separation between the sacred and the profane. The separation is that the dividing boundary between the sacred and the profane can not be seen physically, the new boundary can be seen from the drawing which taken from the air. The tombs or the sacred places are in the forest and away from the settlements and the mosques.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rizky
"Masjid-masjid kuno di Provinsi Banten memiliki sejumlah ornamen yang menarik untuk dikaji secara mendalam. Kajian tersebut ditinjau secara arkeologis dan objek kajiannya adalah ornamen yang ada pada masjid-masjid kuno di Provinsi Banten yang berjumlah 13 masjid. Tujuan kajian adalah untuk menguraikan motif ornamen yang muncul, keletakkannya pada bangunan masjid, dan kecenderungan persebaran dan perkembangannya. Metode yang digunakan berupa klasifikasi dan analogi sejarah. Hasil yang didapat adalah bahwa motif-motif hias yang muncul sebagian besar merupakan motif yang telah dikenal pada masa sebelum Islam datang, yaitu masa Hindu-Buda dan prasejarah. Selain itu, terdapat pula motif hias yang berasal dari Timur Tengah berupa kaligrafi Arab. Motif-motif hiasan tersebut, ada yang berfungsi sebagai hiasan, juga ada yang memiliki makna simbolis. Berdasarkan keletakan masjid, terlihat kecenderungan berlanjutnya gaya ornamentasi masjid dari daerah pusat kesultanan ke masjid-masjid yang letaknya menjauhi pusat kesultanan ke arah selatan dan barat yaitu ke arah wilayah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Cilegon.

This research is a study about the style of ornamentation on ancient mosques in Banten province, in terms of the shape, figurative meaning and distribution of ornaments. The research data is all kinds of ornament on the ancient mosques in the province of Banten, whether the architectural or the ornamental. The study was conducted with the aim to elaborate on any ornamental motifs that appear and where it?s placed on the building on the ancient mosques in Banten as well as the tendency of its distribution. Methods used are classification and historical analogy. In conclusion, decorative motifs that appear mostly a motif that has been recognized in the period before Islam came, the prehistoric period and the Hindu- Buddhism. Among those ornate motifs, in addition to there being only to beautify, may also have symbolic meaning. In terms of the style of ornamentation based on mosques location, it appears that the continuing style of ornamentation tendency is visible from the mosques located in central area of the Sultanate, to the mosques away from the center of the empire, to the south and west toward the region of Serang, Pandeglang, Lebak, and Cilegon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>