Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lalitia Apsari
"Kosmos merupakan hal yang kompleks, memahaminya berarti mengerti betui akan eksistensi kita dan segala substansi yang 'hadir' di alam semesta sebagai mahluk Al Khalik yang fana sifatnya. Dalam memahami kosmos manusia memiliih untuk berorientasi terhadap sesuatu yang terkadang tidak lepas dari dogma-dogma yang terbentuk akan panutan mengenai sosok-sosok yang disucikan atau diagungkannya. Sosok-sosok tersebutlah yang disebut dengan ikon yang surgawi dan bersifat abadi. Manusia perlu penghayatan tinggi terhadap suatu kepercayaan?yang sifatnya 'hadir' bukan 'nampak'?sehingga dalam kehidupannya di dunia manusia mengejawantahkan kosmos menjadi bentuk-bentuk yang kasat mata?dalam penulisan ini adalah bentuk-bentuk arsitektural. Konversi ini tidak jarang meng'hadir'kan ikon yang selain menjadi orientasi terhadap pemujanya juga menjadi inti yang bertindak sebagai 'jiwa' dari bentuk arsitekturalnya. Lalu bagaimana arsitektur merespon terhadap ikon sebagai inti ruangnya? Bagaimana esensi 'ruang' yang dibentuknya dan apa dampaknya bagi manusia yang mengalami? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang ingin saya kaji dalam penulisan skripsi ini yakni pemahaman mengenai ikon sebagai inti bentuk arsitektural selaku simbol kosmologis. Untuk memahaminya saya mengkaji berdasarkan pengertian tiap-tiap unsurnya dan melakukan pengalaman ruang dengan metode fenomenologi.

Cosmos is exceedingly intricate, to comprehend it means to grasp and became conscious of our existence and all substances that is 'presence' in universe as God's mortal creation. In understanding cosmos human being prefer to orient themselves to things and ideas that occasionally related to values that constructed from their adulation of figures they considered to be sacred and divine afar human. These figures are what we entitled as icons?heavenly and perpetual. Human requires high discernment to respect religion?which is classified as something 'presence' yet with a vague way of manifestation. Hence in human life, cosmos is converted to factual and tangible forms and figures, and by that I choose the paradigm of architectural figures. This alteration likely to 'bestow' icons?in addition as a point of reference to their worshippers and also revealed as the staple that acts as the 'spirit' of its architectural form. Thus how architecture responded to the icon as their crux? How does the 'space' assembled and what effect does ft bring to human who experience it? These inquiries are what I expected to answer by conferring an outlook about icon as the crux of architectural form as a cosmologic symbol. The assessment is based on the recognition of every aspect and experiencing the space with phenomenology method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryaning Dewanti
"BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Semarang merupakan Ibukota Jawa Tengah yang terletak di pesisir pantai pulau Jawa, dengan posisi 110° 23? 5779? BT dan 1100 55? 6? LS dan 6°58? 18" LS. Jatuhnya kota Semarang pada pemerintah konial Belanda adalah dikarenakan Perkumpulan Dagang Hindia Timur atau yang sering disebut dengan VOC, mengalami kebangkrutan pada tahun 1799. Pada awalnya Kota Semarang diduduki oleh VOC tanggal 15 Januari 1678, namun sejak kebangkrutan itu Semarang langsung diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda dan sejak saat itu diterapkan pemerintahan kolonial Belanda. Di bawah kekuasaan Belanda pada awal abad 18, Semarang telah memenuhi persyaratan sebagai kota. Hal tersebut dapat terlihat dari fasilitas sosial, sistem administrasi dan kondisi fisiologisnya.l Selama pemerintahan Belanda di Semarang, Belanda banyak melakukan pembangunan fisik baik berupa gedung-gedung maupun infrastruktur, contohnya adalah jalan dan transportasi. Namun dengan berjalannya waktu maka untuk kondisi suatu gedung maupun infrastruktur akan mengalami banyak hal, baik rusak dimakan oleh usia, bencana alam ataupun karena vandalisme2. Terutama pada bangunan-bangunan kuno, tentu lebih banyak mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh pelapukan karena dimakan usia dan tidak terawat.
Tidak sedikit bangunan kuno yang pada akhirnya dihancurkan untuk diganti dengan bangunan yang baru, atau dirombak secara keseluruhan. Contoh di Semarang adalah Gedung GRIS, yaitu kepanjangan dari Gedung Rakyat Indonesia Semarang, yang sebelumnya bernama Sociteit Harmonie yang terletak di Jalan Mpu Tantular Semarang, pada tahun 2001 gedung ini sudah karena tanahnya dibeli oleh investor dan Gedung tersebut dihancurkan, namun sampai sekarang masih berupa tanah kosong belum ditindak lanjuti dengan pembangunan.
Salah satu bangunan kolonial yang masih berdiri di Semarang adalah Lawang Sewu. Mengutip peryantaan Kusumaningrat, Sartono, dengan topik Arsitektur ETnik Gedung Lawang Sewu Semarang, pada http: / /www.tembi.org/situs/11000.htrn, mengatakan bahwa, "Bangunan Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan kuno dari 102 bangunan kuno yang terdapat di Kota Semarang. Demikian seperti yang tercantum dalam SR Walikota Semarang no. 650/50/1992. Bangunan ini telah menjadi salah satu identitas kota Semarang."
Lawang Sewu yang merupakan identitas kota berarti merupakan Landmark3 Kota Semarang yang menjadi kebanggaan warga yang juga sebagai warisan arsitektur. Lokasi Lawang Sewu terletak di pertemuan Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran, daerah ini meupakan daerah pusat pemerintahan, perdagangan, dan perkantoran. Selain itu di depan gedung Lawang Sewu terdapat sebuah Tugu Muda yang didirikan pada tahun 1951 atas prakarsa Walikota Semarang, Hadisoebeno Sasrowedojo, yang merupakan simbol Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Kondisi Lawang Sewu saat ini merupakan bangunan yang tidak berfungsi setelah pada tahun 1994 Kodam VII Diponegoro (sekarang Kodam IV), mengembalikan kepada Departemen Perhubungan dibawah unit PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), Jawa Tengah. Alasan Kodam VII mengembalikan Lawang Sewu pada Jawatan Kereta Api dikarenakan Kodam VII Diponegoro, yang sebelumnya menempati Lawang Sewu sudah memiliki tempat dan bangunan sendiri di daerah Watu Gong Semarang. Apabila dilihat secara sekilas, bangunan tersebut masih terlihat sangat bagus, kuat dan megah. Namun apabila kita perhatikan dari jarak dekat, kondisi bangunan tersebut terlihat berlumut pada dinding-dinding bangunannya, dinding-dinding bangunan sudah mengalami keretakan dimana-mana, pegangan pintu pada bangunan Lawang Sewu sebagian besar sudah hilang sehingga pintu pada bangunan tersebut tidak bisa dikunci, termasuk pada pintu utama bangunan, langit-langit dan dinding bangunan terlihat banyak ditumbuhi jamur dan lumut yang dikarenakan kelembaban ruangan yang tidak terkondisi dengan baik, belum lagi ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan lumpur.
Melihat kondisi bangunan yang seperti ini, perlu tindakan khusus untuk dapat memfungsikan kembali bangunan Lawang Sewu tersebut. Apabila didiamkan saja, maka cepat atau lambat bangunan ini akan hancur dengan sendirinya, ditutup oleh debu, ditumbuhi oleh tanaman-tanaman lumut. Apabila sudah terjadi hal seperti itu maka akan jauh lebih sulit merevitalisasi Lawang Sewu karena selain biayanya juga jauh lebih besar, diperlukan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Triantoro
"Bangunan bersejarah selalu dihadapkan pada permasalahan dua kepentingan. Pada satu pihak menginginkan pelestarian untuk menjaga pesan sejarah yang dimilikinya. Di pihak lain menginginkan perubahan agar sesuai dengan perubahan nilai yang berlaku di masyarakat. Karenanya untuk mengatasi pertentangan ini diperlukan suatu adaptasi, yang salah satunya adalah dengan penambahan/perubahan fungsi bangunan. Namun adaptasi ini mengakibatkan suatu konflik identitas, yang kita bisa lihat dari fasade bangunannya. Mengingat pentingnya peranan fasade dalam pembentukan identitas suatu bangunan. Untuk itu dipehukan suatu kaidah dalam pengolahan fasade bangunan. Selain dengan menggunakan kaidah yang dipakai pada pengolahan fasade bangunan secara umum, juga diperlukan penggunaan kaidah lain untuk mempertahankan karakter dari bangunan asli. Salah satunya dengan membentuk hubungan antara bangunan baru dengan bangunan asli. Baik kaidah yang dipakai pada pengolahan fasade bangunan secara umum, maupun kaidah dalam pengolahan fasade bangunan bersejarah keduanya memperhatikan hal-hal yang relatif sama. Yang membedakan diantara keduanya adalah penkanan yang dilakukan.

Historical building is always facing by two problems of importance. At one side the continuation of the building makes the priority to take care the history message on it. At the other side, need for changes in order to keep the value in society. Hence to overcome these conflicts, adaptation is needed, by adding or changing the building function. But this kind of adaptation has resulted an identity conflict, which we can see it from its building facade. Considering the importantance of the building facades, as the identity or the building image. For that kind of conflict, it needs a method of progress to the building facades. Beside using this method of general building facade, it also need another method used to keep the character from original building. One of them is by building relations between new building with original building. Whether the general method of processing building facade or the processing of historical building facade, basically, both of them consider the same thing. The differences is just about the main point."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamila Zuraida
"Sebuah kota pada umumnya memiliki nilai bersejarah, baik dari asal-usul kota tersebut atau sejarah perkembangannya. Sejarah ini tersimpan dalam suatu wadah arsitektur dimana wujud bangunannya juga sebagai saksi sejarah tersebut. Namun pada perkembangannya kini sebuah kota besar semarak dengan kemajuan pembangunannya, sehingga banyak bangunan tua bersejarah terancam punah atau bentuk dan fungsinya diganti hingga menjadi bangunan baru dengan pertimbangan kebutuhan ekonomis, sehingga nilai sejarahnya terancam hilang. Sedangkan pemerintahan kota telah tegas melarang perubahan ini dengan pertimbangan pemeliharaan nilai sejarah yang terkandung dalam bangunan tua tersebut, sehingga banyak terjadi pertentangan antara pertimbangan nilai sejarah & budaya dengan kepentingan ekonomi komersil. Pada masyarakat umum terdapat anggapan bangunan tua bersejarah tidak lagi berguna untuk ruang berkegiatan manusia terutama di era persaingan ekonomi sekarang ini, sehingga banyak yang tidak lagi memperdulikan cerita dibalik wujud arsitektur masa lalu tersebut. Permasalahan yang ada adalah saat ini hal tersebut menjadi suatu pertentangan yang akan terus terjadi, sebaiknya diciptakanlah sebuah keserasian antara nilai sejarah/budaya dengan nilai komersil ekonomis sehingga diantara keduanya dapat saling mendukung.
Dalam skripsi ini akan dibahas apakah dengan pemanfaatan kembali arsitektur dengan mengadakan perubahan fungsi yang lebih menekankan nilai komersilnya namun tetap mempertahankan wujud historis arsitekturnya dapat menjadi solusi dan bagaimana dampaknya terhadap bentuk arsitektur atau pada aspek non-arsitekturnya. Sebagai batasan skripsi ini akan membahas mengenai belanja sebagai salah satu bentuk kegiatan komersil menjadi pilihan dalam pemanfaatan kembali arsitektur masa lalu karena dipercaya dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pemiliknya. Dengan adanya timbal balik dari segi ekonomi maka diharapkan pemilik atau masyarakat sekitar dapat ikut menjaga dan menyelamatkan wujud arsitektur masa lalu tersebut namun tetap dalam norma-norma yang telah ditetapkan dan kesesuaian bentuk dengan aturan arsitektur yang berlaku. Karena tentunya wadah untuk kegiatan belanja ini memiliki persyaratan desain yang telah menjadi tipologi bangunannya. Pertimbangan persyaratan ini penting untuk menilai kecocokkan bangunan masa lalu tersebut untuk menjadi sebuah wadah komersil kegiatan belanja. Sebuah wujud arsitektur masa lalu dapat tetap memberikan kontribusi keuntungan bagi masyarakat dengan tindakan pemanfaatan kembali yang mengikuti perkembangan zaman. Kedua kasus yang diangkat yaitu pada gedung museum Bank Indonesia dan gedung Ex-Imigrasi membuktikan bahwa BCB dapat menjadi tempat belanja tanpa mengurangi tujuan dari proses pelestarian.

In general, a city has a historical value that comes from its origin and/or its development record. The city?s historical values are preserved within an architectural means whereby the shape of the building could be the witness of a city?s historical period. However, these days a city?s growth means building development in which many old buildings are replaced by the new ones to fulfill the economics needs. As a result, their historical values are threatened. The government has forbid these changes to take place in order to maintain the historical values remain within those old buildings. Accordingly, a conflict happens between maintaining the historical and cultural values with commercial economic needs. In society, there is this idea that old buildings are not useful for human activities anymore especially in today?s economic competitive era. Therefore, many people do not care about the story behind those old buildings. This kind of problem would always happen and hence a harmonization should be created between a historical or cultural value with commercial economic needs so each of them could support the other.
This thesis would discuss whether adaptive use of heritage buildings by modifying its function to be more commercial but still maintain its historical values could solve the problem mentioned previously and how the impacts on the shape of the architecture or on the non-architectural aspects. This thesis would be limited to discuss shopping as one of commercial activities related to adaptive use of heritage buildings because it is believed that shopping could bring significant benefit for the owner. With this adjustment, it is expected that the society would preserve and maintain the shape of heritage buildings within norms that have been determined and the shape should be suitable with the architectural rules. This is because there are design requirements for shopping activities that have been the building?s typology. It is essential to consider those requirements in order to verify whether those heritage buildings are suitable for this type of commercial activities, which in this case is shopping. The heritage building still could bring benefits for society by adaptive use that appropriate with the era?s development. There are two cases discussed in this thesis. These are museum Bank Indonesia and old Immigration buildings. These cases demonstrated that heritage buildings could be the shopping area without reducing their conservation process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48411
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pelestarian Pusaka Indonesia, 2011
363.348 PED
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Kartika
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S48217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Tri Kurnia
"ABSTRAK
Rumah tuan tanah Cimanggis merupakan salah satu bangunan bersejarah di kota
Depok dengan kondisi yang tidak terpelihara. Penulisan ini dilakukan melalui studi
literatur mengenai konservasi bangunan cagar budaya dan studi kasus rumah tuan
tanah Cimanggis, sehingga dapat menjelaskan mengenai bangunan cagar budaya,
membahas pentingnya konservasi bangunan bersejarah dan menjelaskan alasan
sehingga bangunan tersebut layak dikonservasi. Pada hasil akhir didapati bahwa
rumah tuan tanah Cimanggis layak dikonservasi sebab dapat memenuhi kriteria,
pertama nilai sejarah karena berperan dalam pembukaan lahan antara Batavia dan
Buitenzorg, kedua berumur lebih dari 50 tahun yakni setidaknya 233 tahun, ketiga
keaslian yang masih sesuai dengan dokumentasi terakhir, keempat kelangkaan
karena hanya dua atau tiga rumah yang berperan dalam pembukaan lahan, kelima
memiliki betuk atap yang khas sehingga berpotensi sebagai tenggaran atau
landmark dan terakhir memiliki ciri-ciri arsitekur yang khas pada bangunan ini
sendiri, sehingga dapat dikatakan sebagai bangunan cagar budaya golongan A.

ABSTRACT
Rumah tuan tanah Cimanggis is one of the neglected historic buildings in Depok.
This essay is done by doing literature studies about heritage buildings conservation
and conducted a case study about rumah tuan tanah Cimanggis, after which we can
explain about the heritage buildings, the importance of historic building
conservation and the reason why the building is worthy to be preserved. The result
show that rumah tuan tanah Cimanggis is feasible to be preserved because it fulfills
the criteria, firstly it have a historic values with its role on the land clearing between
Batavia and Buitenzorg, secondly the building is more than 50 years old, 233 years
old to say at least, thirdly the building has authenticity that match to the last
documentation, fourthly the scarcity of the building because only 2-3 bulding left
which has a role as land clearing, fifthly its roof?s shape is unique enough to have
a potential as landmark, and lastly it has a peculiar architectural feature on the
building itself. So, it can be concluded that the bulding qualifies as a heritage
building class A."
2015
S59406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nurul Rizky
"ABSTRAK
Dalam upaya pengoptimalan bangunan bersejarah tidak hanya bagaimana bangunan tersebut dirubah agar tetap dapat digunakan hingga masa datang, namun juga mencakup nilai yang terkandung dalam bangunan tersebut. Perubahan fisik bangunan menyebabkan kaburnya nilai sejarah, sehingga terdapat kemungkinan adanya pengikisan makna dari bangunan asli. Makna bangunan dapat ditangkap melalui visual yang didukung oleh konteksnya. Karena lingkungan sekitar merupakan penguat identitas bangunan tersebut, bagaimana bangunan memiliki makna bagi orang yang melihat. Sebagai contoh Masjid Cut Meutia Menteng berdiri selama lebih dari satu abad dan mengalami perubahan fisik sesuai fungsi baru bangunan tersebut. Dalam perubahannya, Masjid Cut Meutia mengalami kendala dalam penyampaian sejarah masa lampau. Pemaknaan bangunan sebagai gerbang kawasan Menteng sedikit demi sedikit terkikis dan hampir hilang seiring perkembangan lingkungan sekitar Masjid Cut Meutia. Hal tersebut yang memengaruhi Masjid Cut Meutia secara visual sebagai sebuah gerbang kawasan Menteng. Namun kesesuaian fungsi dalam proses perubahannya, menjadikan bangunan tersebut mampu mempertahankan identitasnya sebagai tengeran suatu wilayah dan dapat menciptakan citra kawasan Menteng.

ABSTRACT
In an attempt to optimizing historical buildings, the purpose of transformation is to make building can used until the future also keeping historical values the building. It becomes very vulnerable to development and modernization. The physical modifications to the building causing the distortion of the history, so there is the possibility of displacement of value from the original building. The meaning of the building can be captured through the visual supported by its context. Because the environment is help to define the identity of the building, how the building has meaning for people who see. Cut Mutia Menteng Mosque was established for more than a century and changes according to the new function. In the process of transformation, the mosque of cut Mutia experienced constraints of the building and its surroundings. The meaning of the building as Gates Menteng area gradually neglected because Cut Meutia Mosque rsquo s surounding. But compliance function in the process of conservation, make this building was able to maintain its identity as a landmark and also as an image of Menteng. "
2017
S68705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udaya Pratiwi Mahardika Halim
"Bangunan bersejarah merupakan salah satu saksi sejarah perjalanan hidup suatu bangsa yang tak jarang terlupakan hingga akhirnya rusak bahkan dihancurkan ketika dianggap sudah usang dan - ketinggalan jaman - .
Skripsi ini membahas tentang pelestarian bangunan bersejarah di Indonesia khususnya peninggalan etnis Tionghoa. Tujuannya untuk memahami bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam pelestarian suatu bangunan bersejarah, secara khusus pada bangunan yang memiliki kekhasan tersendiri dari segi arsitekturalnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa dalam suatu proses pelestarian, semua fase yang meliputi pendokumentasian, pendataan, perencanaan, dan pelaksanaan tidak bisa berjalan secara terpisah-pisah, tapi terjadi overlapping didalam proses tersebut. Studi mendalam terhadap sejarah dan bangunan serupa juga dibutuhkan dalam proses pelestarian.

Historic building has become one of the historical witnesses of a nation's life journey that is being neglected in not rarely times until it damaged finally and even being ruined when it is considered obsolete and 'old fashioned'.
This mini thesis discussed about the conservation of historic buildings in Indonesia especially those that inherited by the Tionghoa ethnic group. It aims to understand about the steps of conservation that is carried out to a historical building, notably to a building with its own architectural special characteristics.
The result shows that in a conservation process, all phases that comprise documentation, filing, planning, and execution cannot work separately, but overlapping happens during the process. Further studies to the history and similar building are also required in a conservation process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52293
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diannisa Nur Rahma
"Dalam arkeologi, adaptasi tidak hanya dapat terjadi pada organisme, namun juga pada budaya. Budaya menjadi sarana menyesuaikan diri yang cepat dan fleksibel bagi manusia. Salah satu contohnya adalah penyesuaian yang dilakukan oleh masyarakat kolonial Belanda dalam membuat bangunan kantor. Perbedaan lingkungan yang signifikan menurunkan kenyamanan bangunan yang dibuat semata-mata hanya berdasarkan pengetahuan rancang bangun gedung Eropa. Oleh karena itu, diperlukan pembangunan yang menyesuaikan dengan lingkungan mereka yang baru. Masyarakat kolonial Belanda mewujudkannya melalui pembangunan material budaya berupa kantor dengan bentuk-bentuk yang menyesuaikan dengan iklim tropis. Salah satunya adalah kantor pusat Staatsspoor en Tramwegen di Bandung. Dengan demikian, penelitian ini bermaksud untuk menguraikan bentuk-bentuk bangunan kantor pusat SS en Tr di Bandung, serta bentuk-bentuk penyesuaian pada bangunan terhadap kebudayaan dan lingkungan. Untuk mencapai hal tersebut, digunakan analisis bentuk dan analisis komparatif dengan membandingkan bangunan kantor di Bandung dan di Utrecht, Belanda. Hasilnya, terdapat 11 karakteristik bentuk bangunan pada kantor pusat di Bandung dan lima bentuk penyesuaian tidak ditemukan pada bangunan kantor di Utrecht.

In archaeology, adaptation not only can occur in an organism but also culture. Culture becomes a means of swift and flexible adaptation for humans. For instance, the adaptation that was made by the Dutch colonial society in making a building. It appears that constructing a building based on European knowledge of forms resulted in a certain discomfort. On that account, the depiction of their new environment is essential for building construction. The Dutch colonial society manifested it through material cultures such as offices building with formal adaptation to the culture and environment. The Headquarter Offices of Staatsspoor en Tramwegen is one of the exemplifications of the latter. This paper aims to describe the formal aspects of the buildings as well as identify the forms of adaptation from a cultural and environmental perspective. Such results were procured by certain methods of formal and comparative analysis by identifying and comparing the office buildings in Bandung with the one in Utrecht, Netherland. As a result, there are 11 formal characteristics of Headquarter Offices in Bandung, and five forms resulted from an adaptation process that is not found in Headquarter Offices in Utrecht."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>