Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143398 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prima Hayu Shintani
"Kota-k.ota besar cenderung berorientasi pada pertumbuhan industri,jasa dan informasi yang mengesankan teknologis yaitu kola yang keras dengan teknologi tinggi, memerangi alam dan mengkerdilkan manusia. Menyadari hal itu, beberapa kota mulai merencanakan kota yang lebih humanis dengan memperbaiki lingkungan akibat perilaku manusia yang semena-mena terhadap alam. Untuk menclptakan kota yang humanis, lingkungan yang terbentuk disesuaikan dengan kenyamanan dan kesesuaian dengan tubuh manusla (human) sehlngga perencanaan kota lebih berorientasi kepada penggunanya karena manusia akan berkegiatan di dalamnya.
Humanopolis (kota yang humanis) akan tercipta jika masyarakat berperan serta dan berpartisipasi dalam menentukan wajah kota. Keterlibatan warga kota dalam pembangunan kota yang humanis tidak sekadar terbatas pada pemberian informasi, penyelenggaraan diskusi dan konsultasi tetapipada tahap citizen power. Rakyatlah yang berperan dalam menentukan wajah kota masa depan.
Dalam menciptakan kota yang humanis, diperlukan penyeimbangan kondisi ekosistem pada wilayah perkotaan seperti mempertahankan keberadaan ruang terbuka dan ruang terbuka hljau kota yang bersifat sosial. Ruang sosial itulah yang akan menjadi perekat bagi tumbuhnya rasa kebersamaan dan keakraban komunitas perkotaan. Pengolahan ruang terbuka kota ini, apabila berdasarkan faktor kebutuhan dan kenyamanan manusia (human), tentunya akan memberikan manfaat yang positif bagi warga kotanya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fithri Mayasari
"Perencanaan kota tidak pernah terlepas dari proses pembentukan image yang sesuai dengan kondisi sosial budaya dan lingkungan fisiknya. Image kota menjadi salah satu unsur penting untuk memberikan kenyamanan psikologis dan sosial bagi masyarakat kota. Dalam proses perancangan kota tersebut terdapat dua elemen yang dapat dibentuk untuk membentuk image yang sesuai. Elemen tersebut menurut Roger Trancik adalah hard space dan soft space. Hard space adalah ruang yang tercipta akibat adanya batasanbatasan dinding arsitektural yang dapat menciptakan keterlingkupan ruang bagi masyarakat yang beraktivitas di ruang tersebut. Sedangkan soft space adalah ruang yang sebagian besar terdiri dari lingkungan alami, baik di dalam maupun luar kota, berupa taman atau jalur hijau untuk rekreasi sehingga menciptakan lingkungan yang asri dan tenang.
Sasarannya dalam pusat kota adalah memberikan warna ruang yang dapat diterima masyarakat. Hard Space dan soft space saling berkontribusi untuk menciptakan ruang bagi aktivitas manusia dalam skala urban. Perpaduan yang baik antar hard space dan soft space akan menghasilkan image yang mencerminkan identitas kawasan. Kota terencana bermula dari karya budaya bangsa Summeria dan Assyria yang menjadi embrio peradaban manusia. Buah karya mereka terus berkembang menjadi kota modern dengan melewati jatuh bangunnya teoriteori perencanaan kota.
Ideologi kota mereka sangat memperhatikan pengaturan estetika kota dan lingkungan sosial di sekitarnya. Rencanarencana kota yang dibuat merupakan ilustrasi bentuk fisik dari konsep tentang kota yang didasarkan pada interprestasi atas masalahmasalah sosial. Ideologi kota ini mempengaruhi pembentukan image dan karakter sebuah kota sehingga perpaduan yang harmonis antara komponenkomponen utama perancangan kota yaitu hardspace dan softspace merupakan hal yang sangat esensial untuk pembentukan image sebuah ruang kota.
Salah satu kota di Indonesia yang berkembang cukup pesat adalah kota Depok dengan kawasan Margonda Raya sebagai kawasan inti kota yang strategis dan potensial bagi pengembangan kawasan melalui fungsifungsi yang sesuai. Idealnya kawasan Margonda sebagai kawasan pusat kota Depok ini memiliki penataan kota yang mencerminkan image kawasan utama kota Depok. Namun hal ini belum sepenuhnya bisa tercapai karena pembangunan yang berkembang pesat di kawasan ini cenderung tidak terarah dan tidak ada keselarasan antara hard space dan soft space.
Perkembangan kota yang sedemikian pesat kurang ditunjang oleh peningkatan kualitas hard space dan soft space sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan kota. Penataan elemen citra kota dan ruang terbuka di kawasan Margonda belum cukup mengakomodasi kualitas ruang kota yang mencerminkan image kawasan pusat kota. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis dan sosial bagi pengguna kawasan. Penulisan karya ilmiah ini membahas mengenai pengaruh elemen citra kota dan ruang terbuka sebagai elemen perancangan kota terhadap image ruang kota dengan tinjauan khusus pada ruang kota kawasan Margonda Raya Depok."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan penelitian ini adalah indentifikasi ruang perkotaan yang menjadi tempa remaja dan menilai teknis perancangan ruang-ruang atau zona publik untuk remaja. Tipologi ruang dan sarana fisik yang diamati adalah bangunan komersial, olahraga, pendidikan dan ruang terbuka perkotaan yang menjadi ajang interaksi remaja. Kelompok remaja didefinisikan sebagai mereka yang berusia 15-19 tahun. Hasil penelitian ini akan menambah kelengkapan panduan rancangan ruang dari aspek kebutuhan reaja, bukan ruang yang dirancang atau dibentuk karena tuntutan standar teknis. Pengamatan menujukkan sejumlah good practices dalam : lokasi yang bersinergi, pemanfaatan ruang yang multi guna, partisipasi remaja pengguna dalam menentukan ciri tempatnya, dan subsidi bagi remaja kurang mampu. Sedangkan fenomena negatif yang teramati adalah kecenderungan segregasi ruang remaja berdasarkan kelompok sosial, kekuatan pasar bersifat sektoral yang makin menentukan bentuk sarana kota, ruang dan tempat yang bersifat eksklusif dan kurang mampu memfasilitasi karakter sosial remaja yang sangat heterogen."
721 JILB 1:1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Hidayansyah
"Pembangunan sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang Iebih ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan terutama di wilayah perkotaan pada masa yang Ialu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau.
Kota Makassar sebagai Ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 175,77 km2 dengan jumlah penduduk Iebih kurang 1.285.443 jiwa (2005),. menjadi contoh terhadap fenomena di atas. Tidak konsistennya penentuan besaran kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota maupun implementasinya merupakan contoh kasus yang secara kasat mata dapat di lihat di Kota Makassar. Keberadaan RUTRW Kotamadya Ujungpandang tahun 1984 yang di dibuatkan Perda pada tahun 1987 dan telah direvisi tahun 2001 yang diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam menjamin keberadaan RTH tidak dapat terwujud, dikarenakan dalam RUTRW 2001 tidak memberikan gambaran secara jelas luas peruntukan RTH di Kota Makassar. Sehingga tidak heran kiranya jika setiap tahunnya keberadaan RTH di Kota Makassar semakin berkurang. Padahal keberadaan RTH dapat mengurangi terjadinya pencemaran udara dan dengan kemampuan inflltrasinya mampu mengatasi banjir/genangan, sehingga dengan berkurangnya RTH maka fungsi yang dimiliklnya tidak dapat berperan dengan baik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas berkaitan dengan judul di atas adalah; (1) RUTRW Kota Makassar tidak memperhitungkan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH), (2) RUTRW dilanggar oleh Pemerintah Kota Makassar, (3) Kurangnya RTH di Kota Makassar menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara, banjir/genangan (degradasi Iingkungan) dan dampak negatif terhadap masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka diajukan. beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Mengapa RUTRW tidak memperhitungkan fungsi RTH?, (2) Mengapa RUTRW dilanggar oleh Pemerintah Kota Makassar?, (3) Mengapa kurangnya RTH menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara, banjir/genangan dan dampak negatif terhadap masyarakat?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah; (1) Mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RUTRW Kota Makassar, (2) Mengetahui bentuk-bentuk kegiatan yang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan dan kegiatan yang mengabaikan RTH di Kota Makassar, (3) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara RTH dengan penurunan kualitas udara dan terjadinya banjir/genangan di Kota Makassar dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif analitik dari data kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini, populasi atau responden yang diwawancarai diantaranya pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan RTH Kota Makassar, Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kota Makassar, seperti Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, Bappeda, Dines Tata Ruang dan Bangunan, para pakar/akademisi, dan beberapa anggota masyarakat untuk mendapatkan data-data atau informasi tambahan yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapangan, wawancara, study literature, untuk memperoleh data sekunder dan primer. Di camping itu, digunakan pula metode ex post facto, metode ini dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat data/informasi sebelumnya untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa; (I) RUTRW Tahun 2001 lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi hal ini terlihat pada arah perkembangan dan perluasan kota Makassar dimana dari 5 (lima) zona dimana zona untuk areal konservasi atau RTH tidak gambarkan secara jelas (kebutuhan luas. dan jenis RTH), (2) Pergantian kepala pemerintahan menyebabkan perubahan arah pembangunan terutama dibidang lingkungan hidup. Dalam RP]MD tahun 2005-2025 masalah lingkungan tidak dijadikan dasar kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan di Kota Makassar, padahal dalam RPJMD 1999-2004 masih dijadikan dasar kebijakan dalam pembangunan, sehingga untuk mengimplementasikan RPJMD tersebut terkadang RUTRW dilanggar, seperti pembangunan pusat perbelanjaan Alfa di jalan Perintis Kemerdekaan, padahal di wilayah tersebut berdasarkan peruntukannya dikhususkan untuk kegiatan pendidikan, industri dan militer, (3) Akibat semakin meningkatnya aktifitas penduduk kualitas udara di kota Makassar semakin menurun, dari aktifitas tersebut menghasilkan beban pencemar 71.440,51 gram/hari atau 198.445.861,1 ton/tahun dan CO2 sebesar 383.156,7641 ton/tahun (2000) yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2005 sebesar 279.046.694,4 ton/tahun Pb dan 502.254,3426 ton/tahun CO2 sehingga dibutuhkan luas RTH 8.621,2673 ha dengan jumlah pepohonan 862.127 batang pohon untuk dapat menyerap zat pencemar diudara. Sedangkan Banjir / genangan yang terjadi dikarenakan rusaknya lahan didaerah hulu dimana 12.040,63 ha dari total lahan 143.196,37 ha telah menjadi lahan kritis. Hal ini menghasilkan material longsoran sebesar 235-300 juta m3, yang berdampak pada terjadinya pendangkalan sungai sehingga daya tampung sungai berkurang, disamping itu pembangunan permukiman, kawasan industri pada daerah resapan air memberikan konstribusi terhadap terjadinya banjir/genangan di kota Makassar. Masalah lainnya adalah itu sistem drainase yang kurang baik, dan letak kota Makasaar yang berada pada daerah dataran rendah.
Berdasarkan basil penelitian ini disarankan; (1) Perda tentang RUTRW perlu secepatnya dikeluarkan dan dibuat RUTRW yang baru untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap pemanfaatan lahan yang lebih besar. Disamping itu dalam RUTRW perlu diperjelas alokasi RTH terutama berkaitan dengan Iuasannya untuk masing-masing areal pemanfaatan lahan, karena dalam RUTRW sebelumnya tidak menjelaskan hal tersebut, (2), Melakukan penegakan hukum terhadap penyimpangan..pemanfaatan ruang, yang tidak sesuai dengan peruntukannya..Disamping. itu periu diefektifkan peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang terutama. yang berkaitan dengan RTH, (3) . Dilakukan penataan ulang RTH (Was dan jenis RTH) agar dapat mengurangi beban pencemar diudara, penggunaan BBM bebas timbal dan pemanfaatan energi altematif yang ramah Iingkungan (BBGy Biofuel,dil). Untuk penanganan banjir hendaknya daerah-daerah .yang merupakan daerah resapan air perlu dipertahankan, disamping itu daerah-daerah ruang terbuka tetap dijaga agar fungsi infiitasi dapat membantu mencegah terjadinya banjir, melakukan koordinasi antar daerah mengenai sistern pengelolaan, penanganan DAS. Perbaikan sistern drainase, sedangkan pada areal yang telah terbangun didaerah resapan air hendaknya dibuat sumur-sumur resapan disetiap rumah.

The development is always mirrored by the city physical development of which it is determined more by the existing facilities and infrastructures. The symptom of development, particularly in urban region in the past had a tendency for minimizing green open space.
Makasar city as,the capital city of South Sulawesi Province having area of 175,77 km2 and number of population approximately 1.285.443 person (2005), becomes sample for the phenomena above. The inconsistency of city green open space amount needed or its implementation represents case sample intangibly can be seen in Makasar city. The existence of RUTRW of Ujung Pandang municipality 1984 based on Local Regulation of 1987 and was revision in 2001 expecting can be legal umbrella in ensuring the existence of RTH could not be realized, it was because in RUTRW 2001 was not awarded dearly and broadly description the use of RTH in Makasar City, so that it is not surprise if in every year the existence of RTH in Makasar City becoming is gradually. But actually the existence of RTH can decrease air pollution and with its infiltration capability it is possible to prevent flood/puddle, so that with the decrease of RTH, then its function will not have a proper role.
Based on the background above, then the problem which will be discussed related to the a title above shall be; 1). RUTRW of Makasar City does not consider Green Opened Space Function, 2). RUTRW was breached by the government of Makasar city, 3). Less RTH in Makasar City causes air quality decrease, flood/puddle (environment degradation) and negative impact on people.
Based on the background problem above, it can be asked some questions as follows: 1). Why RUTRW does not consider RTH function?, 2). Why was RUTRW breached by The Government of Makasar City? 3). Why less RTH can cause air quality decrease, flood/puddle and negative impact to people?
The purpose of this research is; 1 ) to recognize the factors motivating deviation arisen out in using land not suitable with RUTRW of Makasar city, 2). To recognize activity forms of which it is not suitable with land use and activity avoiding RTH of Makasar city; 3). To recognize whether there is any relationship between RTH with air quality decrease and flood/puddle happened in Makasar City and how its impact on people.
The research employed analytic descriptive approaches from qualitative and quantitative data. In :this research, population or respondent whom was interviewed, some of them were related parties in managing RTH of Makasar City, General Plan of Regional Space Arrangement (RUTRW) of Makasar city, such as Space Order and Building Agency, experts/ academicians, and some community members for obtaining' data or addition information related to research problem.
The data collection was conducted by using field observation method, interview, literature study, for obtaining secondary and primary data. In addition to that, it was used also ex post facto method. This method was applied for observing the occurence already happened and then it was compared to previous data/information for knowing the factors which could cause said occurrences.
Based on the result of research, it can be concluded that ; 1). RLJTRW 2001 is more oriented to economic growth, this matter can be seen in the direction of development and the extension of Makasar city of which 5 (five) zones' for conservation area or RTH did not clearly describe (the need, width and type of RTH), 2). The replacement of the head of government caused change on development direction, especially in field of environment In RPJMD 2005 -- 2025 environmental matters were not policy included in development, so that for implementing the RPJMD sometimes the RUTRW was breached, such as the construction of Alfa shopping center on 7alan Perintis Kemerdekaan, but actually in said area was specifically purposed for education, industry and military activities, 3). The increase of people activity rapidly made air quality in Makasar city becoming decrease, from said activities it was resulted pollutant substances of 71.440,51 gram/day or 198.445.861,1 ton/year and C02 in amount of 383.156,7641 ton/year (2000) further experiencing increase in 2005 in amount of 279.046.694,4 ton/year Pb and 502254,3426 ton/year CO2, so that it was needed RTH .of 8.621,2673 acres with tree amount of 862.127 trees for be able to absorb pollutant substances in the air. While flood/puddle caused by the damage of land in upper course where 12.040,63 acres of total land of 143.196,37 acres had become critical land. This matter caused slide material in amount of 235-300 million m3, causing effect on river shallow so that the river capacity became less. Beside of that, the development of settlement, industrial area in water infiltration gave contribution on flood/puddle in Makasar city. Other matter is the less drainage system and the position of Makasar city located in low level land.
Based on the result of this research it is suggested that : 1). Local Regulation regarding RUTRW needs to be issued immediately and made the new RUTRW for preventing deviation on land use more bigger. In addition, RUTRW needs to be described its RTHY especially related to its width for respective land use area, because the previous RUTRW was not explained these matters dearly, 2). Conduct law enforcement on space use deviation not suitable with its use. In addition, it needs to be motivated people role in space arrangement planning related to RTH, 3) conducted rearrangement of RTH (width and type of RTH) so that it will decrease pollutant substance in the air, the use of oil fuel non Pb and the use of alternative energy friendly environment (BBG, Biofuel, etc). For handling flood, it is suggested that the areas representing water infiltration area needs to be maintained, besides opened space area should be also maintained in order that infiltration function can support to prevent flood arisen out, conduct coordination inter region regarding SAS management and handling system. The reparation of drainage system, while in area in which it was built the water infiltration should be made infiltration wells in every house."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Kusumaningayu
"Meningkatnya intensitas bangunan di Jakarta berarti Ruang Terbuka Hijau semakin dibutuhkan, baik sebagai pare-pare kota maupun sebagai tempat untuk berekreasi. Selain itu, juga dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan ekologi kota sehingga kota yang berkelanjutan dapat terwujud. Skripsi ini akan memberikan uraian mengenai pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau bagi pelestarian kota dan melihat keberadaannya di kawasan pusat kota Jakarta. Kesimpulan yang diperoleh menyatakan bahwa walaupun telah ada peraturan dan pelaksanaan- Tata Ruang Kota, namun tanpa adanya kesadaran dari masyarakat maka pelestarian kota ridak akan terwujud. Oleh karena itu, masih banyak diperlukan penelaahan lebih lanjut berkaitan dengaa perilaku masyarakat dan keadaan lingkungan alamnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48184
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nugraha Salim
"Penelitian dilakukan untuk mencari tahu kriteria ruang-ruang publik di kota Gorontalo yang dijadikan sebagai tempat rekreasi masyarakat. Penelitan ini dilakukan berdasarkan fenomena dari kegiatan masyarakat yang menjadikan beberapa ruang publik bukan dengan peruntukan kegiatan rekreasi sebagai tempat untuk melakukan kegiatan rekreasi. Penelitan juga dikembangkan pada kondisi ruang terbuka dengan peruntukan rekreasi yang ada, untuk menunjukan kriteria-kriteria ruang terbuka yang berhasil. Peneletian ini dilakukan dengan metode deskriptif. Data penelitian dikumpulkan dari wawancara terhadap pengguna ruang terbuka, kuesioner, observasi serta dokumentasi yang dianalisis berdasarkan teori dari studi literatur.
Hasil dari peneltian menunjukan adanya kriteria-kriteria khusus yang membuat masyarakat Kota Gorontalo tertarik untuk berekreasi di suatu ruang terbuka. Kriteria yang dimaksud adalah potensi kualitas ruang lingkungan sekitar berupa lingkungan alami, keadaan eksisting dan fasilitas yang ada di suatu ruang terbuka yang berdampak pada keberhasilan suatu ruang publik kota.

This research is conducted to reveal the criteria of public places in Gorontalo which are potential for the citizens’ recreational spot. This research is done based on the the citizens’ tendency to turn a public space, not meant to be a recreational spot, into one. To show the criteria of a successful open space, this research focuses on the open space with recreational utility. Research data are gathered by interview with open space users, questionnaires, observation and analised documentation based on theories and text studies.
Results shows specific criteria of an open space that attracts citizens of Gorontalo to recreate there. These criteria are the potential environment’s spatial quality which are natural environment, existing site, and facilities in open spaces that contribute to the success of an open city space.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Rosanna
"RTH yang tersedia saat ini di Jakarta sangat minim, sementara menyediakan lahan untuk RTH sangat sulit. Oleh karena itu maka yang dapat dilakukan adalah rneningkatkan kualitas RTH yang tersedia semaksimal mungkin. Kualitas yang masih dapat dimaksimalkan pada RTH adalah fungsinya sebagai habitat burung dan nilai estetika tanaman. Permasalahan yang dihadapi RTH sebagai habitat burung adalah letak dari taman - taman / hutan kota yang merupakan sumber biota saling terpisah dan tidak ada jalur hijau penghubung yang memadai, sehingga cukup banyak RTH yang ada terisolasi. Walaupun terdapat jalur hijau penghubung (koridor), tetapi vegetasi yang ditanam umumnya seragam dan lebih berupa tanaman yang pertumbuhannya cepat dan bernilai estetis. Untuk mendapatkan RTH yang berupa koridor I jalur hijau yang dapat menjadi habitat burung dan bemilai estetis, maka dilakukan penelitian mengenai tanaman sebagai tempat hidup burung dan nilai estetisnya. Untuk tanaman dan burung diteliti sruktur dari tanaman yang disukai burung, komposisi dan keanekaragaman tanaman dan boning, Untuk niIai estetika yang diukur dari individu tanaman adalah kerimbunan tajuk , tekstur tajuk, bentuk bunga dan buah, garis langit; jenis, komposisi dan jumlah dari tumbuhan, warna daun, tajuk, kulit, bunga, buah, dan akar.
Pada struktur tanaman dilakukan pengukuran berupa ketinggian pohon, diameter, Iuas tajuk, tipe arsitektur pohon dan kanopi. Untuk komposisi tanaman dilakukan pengukuran kerapatan pohon, dominasi terhadap lahan dan frekwensi kehadiran tanaman pada lokasi pengamatan. Untuk pengukuran keanekaragaman tanaman dilakukan dengan menggunakan metode senses pada taman Suropati dan Situ lembang dan metode line transek pada Koridor teuku Umar, Koridor Gondangdia - Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Taman Medan Merdeka. Untuk pengukuran keanekaragaman burung dilakukan dengan metode jelajah (cruising). Untuk menghitung kesamaan komunitas pada beberapa lokasi pengamatan dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien Sorensen. Hasil dari penghitungan diatas digunakan untuk mendapatkan hubungan antara tanaman dengan keanekaragaman burung. Hubungan antara keanekaragaman burung dengan nilai estetika tanaman di sajikan dalam grafik kartesian. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dalam merencanakan atau merancang RTH kota, harus diperhatikan struktur tanaman, komposisi, keanekaragaman tanaman dan burung yang ada di lokasi agar dapat dikembangkan dan dipertahankan sehingga dapat meningkatkan mutu lingkungan di perkotaan.

Green and open space are difficult to find nowadays due to the lack of unused open areas. The existing green open spaces should therefore be maintained and improved. Green open space has become a habitat for birds and has an esthetically value. As a habitat for birds, green open space face problems : the location of city parks and forests is not adjacent while there is not enough green belts connecting the parks. This makes green open spaces become isolated. Although several connecting green belts do exist, the vegetations area quite homogeneous and only consist of rapid growing plants which have esthetically value. This research is conducted in order to make a green open space attractive to birds and esthetically valuable. The plants and birds are assessed based on the plant structure which is attractive to birds, composition, as well as plant and bird diversity. The esthetically value of plant is measured using the crown density, color and texture, shape of flower and fruit, the sky line, type, composition and quantity of plant, as well as the color of leaf, crown, bark, flower, fruit and root.
The tree height and diameter are measured by the crown width, the type of tree architectural and the canopy. The composition of plant is measured by the tree density, the domination and the presence frequency in the observation location. Census method is used to measure plant diversity in Taman Suropati and Situ Lembang while transect method is conducted in Gondangdia - US Embassy Corridor and Taman Medan Merdeka. Bird diversity is measured by employing cruising method. Community similarity in some observation locations is determined by applying Sorensen coefficient formula. The observation result is then analyzed to find out the relationship between plant and bird diversity. The relationship between bird diversity and esthetically is then plotted on a cortensian graph. What can be concluded from this research is that the plant structure and composition as well as plant and bird diversity should be taken into account when planning and designing green open space in the city. It is also important to developed and maintain them to improve urban environment quality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warsiman
Malang: UB Press, 2016
899.22 WAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Amir
"Lingkungan hidup dengan seluruh komponennya yang saling bergantung satu sama lain haruslah selalu dalam keadaan seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan penduduk meningkatkan pembangunan gedung dan perkerasan di seluruh penjuru kota sehingga lugs lahan yang diperuntukkan bagi hutan, jalur hijau, taman, dan jenis RTH lainnya semakin berkurang. Ketidakseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan ini tentu mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan, seperti iklim mikro yang tidak menyenangkan, karena Iuas permukaan yang menimbulkan suhu tinggi (struktur dan perkerasan) semakln bertambah sementara luas permukaan yang menimbulkan suhu rendah (tumbuhari dan air) semakin berkurang.
Karena nilai lahan di kawasan perkotaan semakin tinggi dan tidak nyaman untuk menjadi kawasan permukiman, maka semakin banyak kawasan permukiman dibangun dl pinggir kota, contohnya Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Walau banyak pengembang berlomba menawarkan konsep hunian yang ramah lingkungan, kenyataannya, perencanaan RTH masih memprioritaskan aspek estetika dibandingkan aspek ekologis. Untuk mengefektifkan fungsi ekologis dari RTH, khususnya fungsi pengendalian iklim mikro (biasa dlsebut fungsi klimatologis), maka kualitas RTH ini perlu ditingkatkan karena mempertimbangkan kecukupan dari aspek luas saja tidak memadai.
Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman KTBJ?
Apa tanggapan warga KTBJ terhadap RTH yang sudah ada berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologlsnya?
Bagaimana memperbaiki kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman?
Mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya waktu, tenaga, dan Jana fungsi ekologis yang akan diteliti dibatasi pada fungsi pengendalian iklim mikro (fungsi klimatologis) karena lebih sesuai dengan permasalahan yang ada di lokasi studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengevaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH (seperti luas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan potion, dan perkerasan) dengan membandingkan terhadap literatur yang ada.
Mengetahui tanggapan warga tentang kondisi RTH di kawasan permukiman yang diteliti berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologisnya.
Mencari konsep penataan RTH yang bisa meningkatkan efektivitas fungsi ekologis yang sesuai bagi kawasan permukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dan pengembang dalam pengelolaan RTH di kawasan permukiman.
Penelitian ini adalah penelitian penilaian yang bertujuan untuk menilai suatu program, dalam hal ini adalah program pembangunan RTH di kawasan permukiman. Obyek yang akan dinilai RTH di kawasan permukiman balk secara keseluruhan maupun beberapa jenis RTH secara individu. Varlabel penelitian ini adalah faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, khususnya fungsi klimatologis, yaitu Iuas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan pohon dan perkerasan. Penilaian akan mengacu pada kriteria penliaian yang dibuat berdasarkan literatur.
Lokasi penelitian adalah kawasan permukiman terencana yang akan berkembang menjadi permukiman berskala besar, yaitu Kota Taman 8intaro Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku teks, laporan seminar, lembaga terkait, maupun data dart pengelola. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan dan wawancara (wawancara intensif dengan pihak pengelola kawasan permukiman, serta tenaga ahli yang berkaitan dengan studi dan wawancara dengan warga yang dipandu dengan daftar pertanyaan).
Evaluasi terhadap Iuas dan distribusi RTH dilakukan dengan menggunakan data citra satelit terhadap kawasan permukiman secara keseluruhan. Luas penutupan vegetasi di kawasan permukiman ini dominasi oleh pohon-pohon dan rumput. Areal berpohon lebih kurang 11,5% sedangkan rumput/semak lebih kurang 93% dan nilainya termasuk kategori sedang. Karena jumlah areal berpohon tersebut hanya 38 % dari Iuas minima! yang disarankan, maka daerah berpohon masih perlu ditambah. RTH jugs belum terdistribusi dengan baik. Penutupan tajuk pohon hanya dominan di sektor terbaru, yaitu sektor 9 di sektor lain, penutupan pohon hanya tampak di sepanjang saluran air sehingga nilai variabel ini termasuk rendah. Evaluasi terhadap faktor lain dilakukan melalui pengamatan pada beberapa jenis RTH yang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jalur (jalur hijau jalan utama, jalur hijau jalan lingkungan, dan jalur hijau tepian air) dan bentuk zonal (taman kingkungan dan taman kota). Struktur sebagian besar RTH termasuk kategori sedang (strata 3). bentuk tajuk sebagian besar RTH termasuk kategorl sedang. Kerapatan pohon rata-rata RTH termasuk sedang. Satu-satunya faktor penentu yang nilainya tinggi adalah perkerasan pada area! RTH, yaitu kurang dari 10% untuk RTH berbentuk Jalur dan kurang dad 30% untuk RTH berbentuk zonal.
Evaluasi terhadap tanggapan warga menunjukkan bahwa hampir semua responden memilih tinggal di KTBj karena mengidamkan daerah hunian yang nyaman. Diantara responden yang diwawancarai, hanya sebagian kecil yang menyadari bahwa RTH bisa berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, mereka lebih mempersepsikan RTH sebagai peneduh Baja. Namun, persepsi yang cukup balk tentang fungsi ekologis lain tampaknya cukup untuk membuat warga menyadari pentingnya RTH untuk menjamin keberlanjutan sebuah kawasan permukiman.
Hampir semua responden lebih menyukai jalan lingkungan yang diteduhi oleh pohon rindang daripada yang tidak diteduhi pohon, sementara preferensi untuk taman lingkungan hampir sama. Pemanfaatan jalur hijau jalan Iingkungan masih terbatas pada pagi dan sore harl, sementara berjalan kaki di jalan utama terbatas hanya untuk aktivitas sehari-hari pada beberapa responden. Kunjungan ke taman lingkungan masih terbatas pada aktivitas anak-anak balita, sedangkan taman kota yang selalu ramai pada had libur masih jarang dikunjungi oleh responden.
Semua responden menyadari pentingnya keterlibatan warga di dalam keberhasllan program penghijauan di kawasan permukiman namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mau terlibat secara aktif. Sebagian menganggap hal itu sebaiknya dilakukan secara terkoordinir melalui RT misalnya. Secara umum seluruh responden juga menganggap perlu perbaikan di sana sini agar motto kawasan permukiman ini sesuai dengan kenyataannya.
Kondisi faktor-faktor penentu fungsi ekologis yang perlu dilakukan karena fungsi pengendalian iklim mikro yang tidak efektif bisa menimbulkan masalah Iingkungan yang lain sehingga perbaikan perlu segera dilakukan diantaranya dari aspek fisik maupun sosial.
Sintesis aspek fisik antara lain dengan pembangunan taman hutan, membangun sistem jaring RTH: perbaikan struktur, bentuk tajuk, dan kerapatan pohon, serta mernbuat zonasi pada ruang RTH berbentuk zonal, terutama taman kota.
Sintesis aspek sosial meliputi peningkatan peranserta masyarakat serta kampanye penghijauan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
Evaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, dalam hal Ini fungsi klimatologis, pada RTH di kawasan permukiman menunjukkan bahwa luas termasuk kategori sedang, distribusi termasuk kategorl rendah, struktur termasuk kategori sedang, bentuk tajuk termasuk kategorl sedang, kerapatan palm termasuk kategori sedang, dan perkerasan termasuk kategori tinggi.
Evaluasi terhadap masalah warga menunjukkan bahwa kondisi RTH saat ini masih belum sesuai dengan motto "Hidup Ivyaman di Alam Segar' sehingga diperlukan banyak perbaikan dari segi kuantitas dan kualitas.
Peningkatan efektivitas fungsi ekoiogis RTH, dalarn hat ini fungsi klimatologis, dapat dilakukan dengan perbaikan secara fisik dengan meningkatkan kualitas RTH yang ada maupun dari aspek sosial untuk menjamin keberlangsungan perhatian warga terhadap keberhasilan program penghijauan yang dijalankan.

Environment, which it's components are depending on each other, must always be in a dynamic balance. Efforts to meet citizens needs have caused increasing development of structures dan pavements all around the cities so that woodlands, greenbelts, parks, street trees, and any kind of green open space have been decreasing. Disturbance to the balance can cause environmental problems, such as, mlcroclimatic problems due to the domain of high surface temperature (structures and pavements) is getting wider and the contrary, the domain of low surface temperature (plants and water) is getting less.
Since the price of land in cities is extremely expensive and on the other hand, comfortable is decreasing gradually, many new planned communities built In the hinterland, for example Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Although the developers compete to create ecological sound communities, the fact is, aesthetical aspect in green open space planning still has priority over ecological aspect. To activate the ecological functions of green open space, especially climatological functions, we have to enhance It's quality because the consideration of land size alone seems not enough.
Therefore, the problem statements are as follows: What is the condition of determinant factors of green open space ecological function effectiveness in KTBJ?
What is the inhabitants' comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness?
How to improve the condition of determinant factors of greenspaces ecological function effectiveness in KTBJ?
Considering the limitation of resources, the evaluation of ecological functions is focused only on climatological functions which are more suitable with environmental issues in study area.
The aims of this study are: To evaluate the determinant factors of green open space ecological function effectiveness, such as area, distribution, structure, crown form, tree density, and pavement, by comparing them to the literature available.
To find out the inhabitant comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness.
To look for suitable green open space planning concept to improve the effectiveness of ecological functions in KTBJ.
The results are expected to be useful for the consideration in green open space planning and development in planned communities.
This is an evaluation research with the objective is to evaluate the green open space development program in a settlement area. The objects evaluated are the community green open space in a total area and some kinds of green open space individually. The variables are determinant factors of green open space ecological functions effectiveness, especially, climatological functions, such as area, distribution, structure, canopy form, trees density and pavement. Evaluation will be based on conditions recommended by previous researches.
The study area was a planned community which growing into big scale community, Kota Taman Bintaro Jaya, Tangerang, Banten. Secondary data were collected from many sources, such as journals, text books, seminar proceedings, proper institution, etc. Primary data were collected from field observation and interviews (deep interview with the developers and professionals; structured interview with the inhabitants).
Evaluation on area and distribution of green open space was conducted by using the remote sensing visual data. Vegetation coverage is classified into two classes, trees and lawn/shrubs. Trees occupied the scene as much as 11,5%, white lawn/shrub occupied only 9,3%. Since tree coverage was only 38% from minimum percentage recommended, than it needs to be broadened. The green open space are not well distributed. The largest trees area was located only in newest sector (IX Sector). In other sectors, trees coverage appeared only along the water bodies.
Evaluation on other key factors were conducted by observing some kinds of green open space grouped into two forms. They were line (street trees in main and neighborhood streets, and stream corridors) and zonal (neighborhood and community parks). The structure in most of the green open space was medium level (consists of three-layered vegetation: lawn, shrubs and trees). The crown form was medium level. The trees density also was medium level. The pavement was high level (less than 10% for line and less than 30% for zonal) . Evaluation on inhabitants aspect showed that almost all of the inhabitants chose to live in this community to have a comfortable living. The motto "Comfortable Living in a Fresh Nature" itself, effected more to their expectation for a better quality of the green open space. Only some of the respondents aware that green open space have microclimatic functions, they percepted it only as shading. They know about other green open space ecological functions such as erosion controller, oxygen producers, Those perceptions seemed enough to build their awareness about the importance of
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oot Hotimah
Depok: Rajawali Press, 2021
307.121 OOT r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>