Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147287 dokumen yang sesuai dengan query
cover
F. Milla M.
"Gereja Katolik sebagai tempat beribadah umat Katolik memiliki suatu karakter atau ciri khas yang terkandung di dalam ajaran-ajarannya. Ciri khas tersebut adalah adanya empat sifat gereja yang terdiri dari satu, kudus, katolik, dan apostolik yang melandasi Gereja Katolik.
Arsitektur sebagai seni dan ilmu merancang bangunan, timbul karena dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan tertentu, untuk menampakkan status, kekuasaan atau privasi, untuk menyiratkan sistem nilai, dsb.
Apakah nilai-nilai yang terkandung dalam Gereja Katolik seperti empat sifat gereja yang menjadi ciri khas Gereja Katolik diterapkan / dicerminkan ke dalam arsitekturnya? Seperti apa bentuk atau cara penerapan tersebut?
Setiap arsitek memiliki ide dan cara-cara tersendiri dalam merancang, tetapi nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan harus tercermin pada arsitekturnya sehingga setiap orang dapat membedakan fungsi bangunan yang satu dengan bangunan lainnya. Nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai cara. Perkembangan jaman yang melahirkan suatu trend atau gaya-gaya tertentu pada suatu masa dapat mendukung penerapan nilai-nilai tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Yudistiro S.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51599
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Boelaars, Hubb J.W.M.
Yogyakarta: Kanisius, 2005
282 BOE i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumaha, Aloma
"Penelitian ini membahas tentang pemahaman kaum muda tentang gereja di Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta Barat. Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah (sebuah) akumulasi pengetahuan, penghayatan, dan interpretasi kaum muda tentang gereja. Pemahaman itulah yang akan menjadi alat untuk memperlakukan gereja. Kaum muda yang dimaksud dalam studi ini adalah sejumlah orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang umurnya antara 15 s.d. 35 tahun dan belum menikah, yang selalu datang dan aktif di gereja.
Pendekatan yang dipergunakan untuk mendeskripsi pemahaman tersebut adalah pendekatan kualitatif, dengan tekanan pada pemahaman informan. Maksudnya dengan pendekatan ini, peneliti berusaha memahami orang-orang secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangannya tentang gereja. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, saya melakukan field work dan kajian pustaka. Field work untuk mendapatkan data primer dan kajian pustaka untuk data-data sekunder. Data-data primer diperoleh dengan menggunakan teknik pengamatan, wawancara, diskusi terfokus. Informan penelitian ini adalah anak-anak muda, umat, tokoh umat, pimpinan Paroki. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan teori.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa pemahaman kaum muda tentang gereja cenderung tidak dilihat (semata-mata) sebagai tempat sakral, berdoa; tetapi sebagai sebuah arena sosial, tempat berkumpul dan berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Gereja dipandang sebagai arena sosial, dalam mana potensi-potensi yang dimiliki dapat diakomodir dan dikembangkan. Dengan hasil studi ini, peneliti menduga bahwa apa yang dilakukan oleh informan atau kaum muda yang tercakup dalam pemahaman tersebut, dapat direfleksi bahwa di dalam kaum muda ada kebudayaan yang berkembang sesuai dengan pemahamannya.
Gereja bermakna sebagai sebuah arena untuk menjawab kebutuhan sosial kaum muda. Misalnya, ketika tidak mempunyai pekerjaan, mengalami masalah dalam keluarga, maka solusinya adalah kembali ke gereja, dimana ia dapat bertemu dengan orang-orang yang dapat menolongnya (yang awalnya berupa informasi bagaimana seseorang dihubungkan dengan sumber informasi). Ketika mau belajar untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki, maka gereja dipandang sebagai tempat yang aman untuk berlatih, karena diberi peluang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki; hal ini operasional dalam munculnya kelompok kegiatan kaum muda di gereja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Heuken S.J.
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1989
R 282.598 ADO e
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Visca
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeane Sushinta Ariefyani
"Setiap agama mempunyai tempat untuk melakukan upacara dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Biasanya tempat ibadah merupakan sarana untuk melakukan upacara suatu aliran agama, misalnya: candi untuk umat Buddha atau Hindu, mesjid untuk umat Islam dan gereja untuk urnat Kristen. Gereja merupakan suatu bangunan atau wadah tempat jemaat berkumpul untuk menerima sakramen-sakramen yang bertujuan mendewasakan rohani dan menjadi penerang bagi umatnya melalui sikap dan ketaatannya terhadap Yesus Kristus.
Bangunan arsitektur gereja mempunyai ciri tersendiri yang disebabkan oleh faktor si pembuat, persedian material, dana serta berkaitan dengan teknologi yang berkembang pada masa itu. Sehubungan dengan hal tersebut maka suatu tinjauan deskriptif arsitektur terhadap gereja merupakan tema dalam skripsi ini.
Diketahui disini bahwa Gereja Katolik Santa Maria de Fatima dahulunya merupakan bangunan yang bercorak Cina dibangun pada abad 18-19 Masehi dan menjadi kediaman dari seorang bangsawan Cina. Pada masa sekarang bangunan rumah tinggal ini beralih fungsi menjadi gereja. Gereja yang terletak di Jalan Kemenangan III No.47 Jakarta Barat ini lebih dikenal dengan nama Gereja Toasebio. Gereja ini pada beberapa bagian bangunan mengalami perubahan, tetapi beberapa bagian lainnya masih menampakan keasliannya sebagai bangunan rumah tinggaI Cina. Selain itu belum pernah ada yang meneliti mengenai bangunan gereja ini baik aspek arsitektur maupun kesejarahannya.
Untuk itu permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah mengidentifikasikan dan menganalisis bagianbagian arsitekur bangunan Gereja Santa Maria de Fatima yang masih menunjukan ciri khas kecinaan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bangunan Gereja Santa Maria de Fatima mengalami beberapa bagian perubahan, yaitu dari segi denah secara keseluruhan sudah tidak menunjukan ciri kecinaan atau tidak sesuai dengan konsep rumah tinggal tradisional Cina. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya courtyard atau impluviun: yang merupakan unsur yang penting dalam konsep rumah Cina yang dirubah menjadi ruang misa utama. Selain itu juga tidak ada ruang utama di mana terletak altar untuk meletakan abu leluhur nenek moyang karena ruang tersebut tidak menjadi bagian dari bangunan gereja, tetapi menjadi bangunan rumah tinggal.
Pada bangunan Gereja Katolik Santa Maria De Fatima bagian yang masih menunjukan kekhasan dari rurnah tradisional Cina yang kuat adalah bagian atap pada bangunan utama dan bangunan sisi utara serta sisi selatan. Bagian pintu utama yang terdapat di sisi utara serta selatan tidak mengalami perubahan. Sama halnya pula dengan bagian cornice, bracket yang terdapat pada beranda utama masih menampakan keasliannya. Bagian ini masih menyisakan hiasan-hiasan dekoratif khas Cina yang ditandai dengan motif-motif fauna dan flora. Bagian-bagian bangunan atau hiasan-hiasan bangunan yang tidak mengalami perubahan wajar adanya karena dalain aturan pembangunan gereja tidak menganut suatu aturan arsitektur yang baku. Mengenai bentuk fisik bangunan gereja katolik unsur lokal masih dapat diterapkan. Seperti halnya disebutkan dalam Konsili Vatikan II bahwa gereja tidak menganggap gaya seni manapun sebagai gayanya yang khas, tetapi tetap mengijinkan mengikuti selera tiap jaman menurut watak dan keadaan bangsa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S11743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Helena Nurmariati
"Studi ini bertolak dari ajaran gereja yang menyatakan bahwa perkawinan Katolik secara normatif tidak terceraikan selama hidup. Namun kenyataan menunjukkan bahwa ajaran normatif Gereja itu tidak selamanya sejalan dengan fakta dalam kehidupan seharihari.
Studi ini bertujuan mengidentifikasi tradisi perkawinan Katolik dalam acuan normative dan menguak bagaimanakah dalam praktek sehari-hari perempuan Katolik menjalani perkawinannya. Dari studi ini terungkap resistansi perempuan Katolik ketika di hadapkan pada kenyataan. yaitu pengalaman kekerasan dalam rumah tangga. Dalam memahami persoalan ini dipergunakan pendekatan kualitatif berperspektif feminis, khususnya teori teologi feminis.
Hasil studi menunjukkan bahwa berdasarkan resistansinya perempuan Katolik yang mengalami KDRT dalam perkawinannya ada dua macam kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang melakukan resistansi dengan bertahan dalam perkawinannya. Kelompok kedua adalah mereka yang melakukan pemutusan perkawinan. Secara normatif, masyarakat (khususnya komunitas Katolik) memandang bahwa mereka yang memutuskan perkawinan adalah melakukan pelanggaran ajaran Gereja. Namun. situasi perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, telah memaksa dirinya untuk mengambil keputusan secara berbeda untuk menentukan kehidupannya sendiri.
Sementara itu, mereka yang mempertahankan perkawinan dipandang sebagai penganut Gereja yang taat dan terpuji, meskipun dengan konsekuensi mengorbankan dirinya sendiri untuk kepentingan keutuhan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman ajaran Gereja secara harfiah tidak memampukan perempuan Katolik untuk menjadi dirinya sendiri.

Catholic Women against Domestic Violence: Case Study at X Parish, East JakartaThis study is based on the Church's teaching that normatively marriage in Catholic is a life-time holly communion between two people. But in reality this teaching evidently cannot always be followed.
This study is aimed to shed light on marriage traditions in Catholic on normative ground and investigate how Catholic women live their marriage. The study employing qualitative approach with feminist perspective reveals that Catholic women do have some resistance in dealing with domestic violence. Their resistance can be either by means of resuming their marriage or divorce. Bose who maintain their marriage are regarded as good church followers even they have to sacrifice their own interest for the sake of their family. On the other hand, some women who experience domestic violence have been forced to file a divorce even though society (particularly Catholic community) regards them as violating the Church's teaching. The study concludes that factually the Church's teaching have yet to empower women."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Loekito Kartono
"BAB I PENDAHULUAN
Religi dan upacara religi merupakan salah satu sistem keyakinan yang hidup dalam masyarakat manusia sejak masih dalam bentuk yang sederhana dan primitip. Sistem ini timbul karena manusia yakin adanya kekuatan supranatural, mahluk harus (roh) dan akan adanya kelangsungan hidup jiwa manusia sesudah tubuh jasmaninya meninggal ( Koentjaraningrat, 1987 _ 57-65 ).
Dalam upacara religi biasanya dibutuhkan bermacam-macam sarana dan peralatan, seperti : tempat/gedung pemujaan (arsitektur), patung, alat bunyi-bunyian serta pakaian yang harus dikenakan karena dianggap suci.
Arsitektur yang berfungsi sebagai prasarana upacara religi, pada hakekatnya mengungkapkan ruang yang akan digunakan untuk menampung kegiatan manusia, baik secara fisik maupun psikis, dengan maksud agar manusia dapat berbahagia,serta mempunyai perwujudan nyata sebagai sebuah bangunan (Romondt, 1954 3 ). Dari segi kepercayaan dan agama ada 2 jenis konsep ruang. Pertama ialah ruang yang sudah "dikonsekrasikan" ( disucikan ) dan disebut sebagai ruang kudus (sacred), yakni ruang yang mereka diami dan dikenal sebagai dunia yang sudah teratur. Sedangkan ruang yang lain adalah ruang tidak kudus ( profan ), yakni ruang yang dianggap tidak mempunyai keteraturan, tidak berbentuk dan khaos. Maka yang menjadi pembeda utamanya adalah masalah kekudusan dari suatu ruang ( Eliade,1959 : 20-24 ).
Menurut Vitruvius, suatu karya arsitektur harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
Commoditas ( komoditi ), Firmitas ( kekokohan ) serta Venusitas ( keindahan ). Jadi dalam mendisain bangunan sebagai kelengkapan upacara keagamaan, masyarakat tidak dapat mengabaikan aspek keindahan ( estetika ), disamping aspek-aspek yang lain.
Berbicara mengenai disain ( mulai dari proses imajinasi, implementasi dan pengkajian ulang ) ( Zeisel, 1984: E ) manusia akan selalu terlibat sesuai dengan peranan serta pengetahuan masing-masing individu, sebab design is everybody's bussiness (Grillo,1960:9,26).
Adapun hasil dari disain tiap individu ( designer ) akan selalu berbeda-beda. Karena sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan budaya yang telah dimiliki maupun aspirasi yang hidup dalam pribadi masing-masing.
Dalam masyarakat tradisional, pembuatan bangunan/ disain dilakukan secara berkelompok (jarang sendiri), dengan bantuan seorang perancang (seorang yang dianggap tua dan memiliki pengetahuan tertentu) atau secara kolektip serta didahului dengan berbagai upacara-upacara ritual ( Rykwert,1981 : 14-22 ).
Ada beberapa fungsi bangunan menurut arsitek-arsitek Hiller, Musgrove dan O'Sullivan ( 1972 ) antara lain 1. Sebuah bangunan adalah suatu perubah iklim dan " saringan " lingkungan yang komplek.
Manusia pada hakekatnya akan selalu berusaha untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, baik secara tingkah laku, fisiologis maupun secara genetis dengan bertahap ( Moran,1979: 65-103 ). Salah satu bentuk perwujudan adaptasi tingkah laku manusia dalam menghadapi pengaruh lingkungan alam seperti hujan, matahari, suhu, salju, topografi, keadaan tanah serta pengaruh flora dan fauna, ialah membuat suatu lingkungan khusus di sekitar dirinya yaitu sebuah bangunan. Atap, dinding dan lantai bangunan diharapkan mengurangi pengaruh suhu serta melindungi dari hujan, salju dan angin. Jendela (pembukaan) untuk memasukkan cahaya agar menerangi bagian dalam dan memberikan kesegaran untuk bernafas. Jadi lingkungan buatan manusia ini merupakan suatu bentuk perwujudan adaptasi untuk mengurangi stress climatic agar tercipta lingkungan " micro climate " yang sesuai dengan tuntutan tubuh untuk memudahkan proses homeostasis?."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T3420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Susilo
"Mezzanine pada bangunan Gereja Katolik telah digunakan sejak beradadabad tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu terjadi perubahan-perubahan bentuk, fungsi dan keberadaan mezzanine. Namun demikian, hingga saat ini asal mula dan tujuan dibuatnya mezzanine masih terus diperdebatkan oleh perancang. Dengan mempelajari hubungan antara elemen-elemen pembentuk ruang dalam gereja, diharapkan mampu melihat pengaruh keberadaan lantai mezzanine pada bangunan gereja dewasa ini.
Pada skripsi ini digunakan dua Gereja Katolik sebagai studi kasus, yaitu Gereja Polikarpus dan Gereja Katedral. Dalam kedua studi kasus tersebut ditampilkan perbandingan transisi mezzanine baik dari segi sejarah, fungsi, dan kualitas ruang yang dihasilkan terhadap keseluruhan ruang ibadah. Berdasarkan tinjauan yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa keberadaan mezzanine dapat menambah maupun mengurangi kualitas ruang ibadah di dalam gereja.

Mezzanine at the Catholic Church building has been used since centuries years ago. Over time, changes occur in form, function and existence of mezzanine. However, until today the origin and purpose of the mezzanine is still being debated amongs the designer. By studying relationship between the elements forming the church interior, we can see the effect of the mezzanine floor in church building nowadays.
In this essay, the writer used two Catholic Church as a case study, Policarpus Church and Cathedral Church. In both case studies shown mezzanine transition comparison in terms of the history, function, and space quality to the whole space of worship. Based on the review can be concluded that the presence of a mezzanine can raise or lower the quality of worship in the church.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>