Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88739 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herendraswari K.W.
"Rumah susun yang dibangun oleh pemerintah karena keterbatasan lahan di DKI Jakarta menuntut penghuninya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Pola bermukim secara vertikal menuntut penghuninya untuk hidup bersama dengan penghuni lainnya dalam satu bangunan, berinteraksi, bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal tersebut membuat penghuninya memiliki perasaan senasib, dan cenderung memiliki gaya hidup yang sama. Karena adanya persamaan itulah, maka timbul berbagai kepentingan yang sama dengan tujuan yang sama pu1a. Untuk mewujudkan berbagai tujuannya, maka penghuni melakukan berbagai aktivitas, termasuk di dalamnya adalah berorganisasi, berkumpul untuk mengutarakan berbagai aspirasinya. Hal tersebut membuat mereka memiliki ikatan-ikatan di antara warga komunitas. Untuk melakukan berbagai aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama, mereka membutuhkan tempat-tempal umum, yang disebut dengan ruang umum. Namun apakah ruang-ruang yang bersifat umum yang disediakan oleh pengelola rumah susun tersebut dapat memfasilitasi, memotivasi warganya untuk datang dan berkegiatan didalamnya. Apakah ruang publik yang tercipta dengan baik, indah, terawat, diciptakan untuk memberikan kesan dan suasana yang ingin diwujudkan dapat membentuk dan menggerakkan warganya untuk melakukan kegiatan berkomunitas?,ataukah hanya ruang umum yang sederhana, tidak terawat, kotor, yang dapat memfasilitasi kebutuhan warga komunitas? Dengan mengkaji dua rumah susun di Jakarta Pusat dengan kondisi ekonomi yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa ruang umum yang tercipta dengan baik, indah, terawat, belum dapat dikatakan dapat membentuk, menggerakkan komunitas di rumah susun. Ruang umum yang sederhana, minimalis, justru dapat memenuhi kebutuhan hidup warga komunitasnya. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang berbeda di kedua rumah susun tersebut. Warga yang tingkat ekonominya lebih tinggi, dengan jam kerja yang padat, dengan ikatan komunitas di lingkungan pekerjaan lebih kuat, menyebabkan warga hidup individualis, tidak dapat bersosialisasi di lingkungan tempat tinggalnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrellita Tjahyadiguna
"Cermin... satu kata yang melukiskan sebuah benda, kita biasa memandangnya ketika kita merapikan wajah kita. Merapikan rambut atau melihat apakahada sesesuatu yang salah pada wajah kita. Apakah yang membuat kita membutuhkan alat ini? kita bisa melihat orang lain, semua benda di alam ini, tetapi apakah kita bisa melihat punggung belakang diri kita sendiri? Mata kita tidak mampu untuk melihat diri kita sendiri?
Cermin menampilkan benda persis sama seperti benda itu ada. Tak peduli cantik atau buruk, rapi atau berantakan, cermin adalah benda yang menampilkan kejujuran.
Arsitektur... ruang.... dan permasalahannya... tidak akan pernah habis selama manusia masih hidup dalam dunia. Permasalahan yang kadang kala terjadi di kota besar adalah terbatasnya lahan yang ada sehingga ruang yang tersediapun tidak memadai. Bila ruang sudah terasa sempit dan penambahan jumlah ruang atau besaran ruang sudah tidak memungkinkan, maka salah satu cara yang diambil adalah mengubah kesan ruang.
Dari berbagai macam cara mengubah kesan ruang, pemakaian cermin merupakan satu pilihan yang sering kali dipakai oleh sang arsitek untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sifatnya yang memantulkan setiap benda yang ada di depannya, dipergunakan untuk memantulkan ruang, cahaya dan juga warna. Hal yang menarik adalah cermin seringkali diletakkan pada ruang-ruang dalam yang semula hanya diperuntukkan sebagai pemanis ruang. Tetapi baik itu disengaja (dirancang) ataupun tidak, ternyata peletakan cermin tersebut mempengaruhi suasana dan memberikan nilai tersendiri bagi ruang tersebut.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Handayani
"Rumah susun merupakan salah satu penyelesaian masalah keterbatasan lahan di kota. Di kompleks rumah susun dengan pola hunian vertikal. penghuni harus menyesuaikan diri setelah sebelumnya terbiasa tinggal di hunian berpola horizontal termasuk dalam hal berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Bagaimanakah interaksi antar penghuni yang terjadi di ruang luar rumah susun dan bagaimana pengaruh lingkungan terhadap interaksi penghuni?
Interaksi yang terjadi di ruang luar rumah susun dipengaruhi salah satunya oleh penataan ruang, yaitu bentuk ruang, unsur-unsur pembentuk ruang dan iklim setempat. Terjadinya interaksi juga disebabkan adanya persepsi manusia terhadap lingkungan sekitar, baik ruang maupun orang di sekitarnya termasuk bagaimana seseorang membagi ruang dengan sesamanya.
Dalam penulisan ini, dilakukan studi kasus di Rumah Susun Pulo Mas dan Rumah Susun Tanah Abang untuk melihat dan menganalisis ruang luar dan interaksi yang terjadi di ruang luar ini. Di dua rumah susun yang memiliki bentuk dan tipe blok yang sama ini beberapa ruang luarnya menjadi tempat yang cukup “hidup’’ dengan aktivitas penghuninya dan ada pula beberapa bagian dari ruang luarnya yang sepi dari aktivitas penghuni. Di akhir penulisan, didapat beberapa hal yang dapat menciptakan ruang luar yang mendukung terjadinya interaksi dan apa saja yang dapat dilakukan agar terbentuk ruang luar yang bisa “hidup" dengan berbagai kegiatan penghuni."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S48500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Abdillah Ichwan
"Manusia selama hidupnya menempati dan selalu membutuhkan ruang untuk berkegiatan dalam hidupnya. Ruang-ruang tempat manusia tinggal tersebut memiliki pembagian-pembagian seperti ruang public yang ditujukan untuk kepentingan umum dan ruang privat yang lebih ditujukan untuk individu dan sebagian golongan yang lebih kecil. Rumah susun sebagai sebuah lingkungan pemukiman manusia untuk bertinggal tentunya juga memiliki pembagian ruang public dan privat di dalamnya. Kadangkala manusia berperilaku terhadap lingkungan sekitarnya menyebabkan adanya pergeseran fungsi ruang di dalamnya. Kadangkala manusia berperilaku terhadap lingkungan sekitarnya menyebabkan adanya pergeseran fungsi ruang di dalamnya. Selasar atau koridor yang berfungsi sebagai jalur akses dan sirkulasi manusia dalam bangunan yang tergolong sebagai ruang public dalam hunian rumah susun memperlihatkan adanya fenomena pergeseran fungsi ruang tersebut, dan hal ini tentunya menimbulkan dampak pada lingkungan sekitarnya. Skripsi ini mengkaji tentang pergeseran fungsi ruang public, hal apa saja yang menyebabkan pergeseran tersebut dan apa yang menjadi dampaknya.

During his lifetime, human always need and occupy space to do his activities. Those spaces have allocations such as public space that is intended for public interest and private space that is intended for individual and smaller groups. Flats as a human settlement environment for dwelling also have public and private space allocation in them. Sometimes people's behavior towards their surrounding environment causes a shift in the function of its space. Hallways or corridors which serve as access points and human circulation within a building are classified as public space and show the phenomenon of a shift in space function, and this certainly gives impact on the surrounding environment. This thesis examines the change in the function of public space, and whatever causing and caused by those changes."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S51560
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Telaumbanua, Irwan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berlinda Adi Puspita
"Arsitektur hadir sebagai ruang yang dinikmati secara visual. Persepsi visual berkaitan dengan penglihatan yang memerlukan cahaya untuk melihat sempurna. Hal ini bertolak belakang dengan kegelapan yang merupakan keadaan kurang cahaya sehingga tidak mampu menstimulasi mata. Pembahasan dilakukan dengan mengkaji potensi kegelapan dan kemampuan adaptasi manusia dalam kegelapan melalui literatur dan kasus. Berdasarkan studi diperoleh bahwa mata tetap memperoleh informasi dalam kegelapan. Kemampuan benda menyimpan energi cahaya dan memancarkannya saat gelap memberikan informasi yang diterima setelah mata beradaptasi. Perubahan elemen ruang yang terjadi bertahap memberikan pengalaman ruang yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, kegelapan memiliki potensi untuk menghadirkan pengalaman ruang yang dinamis.

Architecture exists as space that can be enjoyed visually. Visual perception is related to sight that requires light to see perfectly. This is in contrast with the condition of darkness where there is less light to stimulate the eyes. The study is based on literature and cases that explore the potential of darkness and human visual adaptation in darkness. Based on the study, the eyes still get information in the dark. The ability of solid things to absorb energy from light and emit them in the dark gives information that can be accepted after the visual adaptation. The change of elements in the space gives a different experience. Thus, darkness has the potential to bring up a dynamic spatial experience. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S726
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S8463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ray Prasetya
"Skripsi ini membahas mengenai cara mencegah kriminalitas dalam lingkungan hunian rumah susun dengan memanfaatkan pengaturan dan desain ruang di dalamnya. Rumah susun sederhana tidak mempunyai teknologi canggih atau petugas keamanan sehingga keamanan menjadi suatu masalah penting. Pendekatan melalui desain ruang dan lingkungan dapat menciptakan partisipasi penghuni untuk ikut memberikan pengawasan dan kontrol sosial terhadap lingkungan yang dihuninya. Faktor yang mendukung adalah batasan teritori yang jelas, pengawasan mutualisme, dan kedekatan hubungan antar penghuni. Jika berhasil, akan tercipta suatu ruang yang dapat mempertahankan diri dari ancaman luar. Ruang ini dapat disebut sebagai defensible space.

This script discusses about how to prevent crime in residential walkups using arrangement and spatial design of its interior. Walkups do not possess advanced technology or security personnel so security becomes an important issue. Approach through spatial and environmental design can create participation of the occupants to provide surveillance and social control over their own neighborhood. Factors that support this are clear territorial boundaries, mutual surveillance, and relationship between the residents. If successful, these can create a form of space which can defend itself from outside threats. This space can be referred to as defensible space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Zico Gabriel
"Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan pengamatan secara tidak terlibat. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan dalam cara kedua tipe penghuni yang ada di RSTA dalam memaknai RSTA. Penghuni pemilik di satu sisi memaknai rumah susun yang mereka tempati di RSTA sebagai tempat bermukim (dwelling) mereka. Dwelling memiliki makna secara sosiologis, yakni tempat dimana individu tinggal, bermukim, berinteraksi dengan sesama penghuni dan membentuk komunitas warga RSTA. Di sisi lain, penghuni pengontrak memaknai RSTA hanya sebatas sebagai shelter mereka. Shelter sendiri bermakna naungan secara fisik semata atau sebatas tempat berteduh dan beristirahat, bukan tempat untuk menyatu dan menjadi bagian dari komunitas warga RSTA. Temuan selanjutnya menunjukkan bahwa para penghuni pemilik dikarenakan memaknai RSTA sebagai dwelling, yakni tempat bermukim mereka, mengembangkan keterlekatan komunitas yang cenderung kuat dengan permukiman RSTA, terlihat sebagian besar dari mereka memiliki sense of belonging yang kuat sebagai "warga RSTA" dan juga bersifat mengakar dalam kelompok arisan atau kelompok pengajian di permukiman RSTA. Sedangkan, para penghuni pengontrak dikarenakan hanya memaknai RSTA sebatas sebagai shelter, yakni tempat berteduh semata, keterlekatan komunitasnya cenderung lemah. Kondisi ini dapat dilihat dari kehidupan sosial para penghuni pengontrak yang jarang mengenal tetangga di sebelah rumahnya dan sebagian besar dari mereka juga tidak memiliki sense of belonging yang kuat sebagai "warga RSTA" karena sebagian besar dari mereka hanya "numpang tidur" di RSTA.

This research uses a qualitative method in collecting the data using in-depth interview and observations made in the Tanah Abang Flat. The findings of this research suggest that there is a differnce in the way the two types of residents that live in Tanah Abang flat. The residents which are flat owners on one hand, are those that perceive the meaning of Tanah Abang flat as their dwelling place. Dwelling has a sociological meaning, as in a place where people live, dwell, interact with the other residents and become part of the Tanah Abang flat community. On the other, the flat renter only give meaning to Tanah Abang flat as their shelter. Shelter in itself has a shallow meaning, only a psychological structure in where people rest and find shelter. The next finding of this research suggest that because the flat owners give meaning to Tanah Abang flat as their dwelling, they form a rather strong community attachment with the Tanah Abang flat, both physically and socially. This strong community attachment can be seen as most of the flat owners have a strong sense of belonging as the "Tanah Abang Flat Residents" and also by their rootednes in social and religious groups that are formed in the Tanah Abang flat community. On the other hand, the flat renters, as a result of giving meaning to Tanah Abang flat as only their shelter, form a rather weak community attachment, especially to the social environment of Tanah Abang flat. This condition can be seen as most of the flat renters have a very shallow social life in the Tanah Abang flat community, most of them have no knowing of who their next door neighbors are and they also dont have a strong sense of belonging as the "Tanah Abang Flat Residents". Most of the flat renters only perceive Tanah Abang flat as a house where they can "rest at night".
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindoro Soekarno Effendie
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif mengenai kehidupan sosial dan merumuskan model pemberdayaan komunitas lokal di Rumah Susun Kemayoran (RSK).
Isinya menggambarkan kondisi Rumah Susun Kemayoran saat ini, baik fisik, lingkungan, potensi sumber lokal, kehidupan sosial komunitas, dan permasalahan yang muncul serta upaya mengatasinya.
Dari hasil penelitian di RSK dijumpai adanya permasalahan, bahwa komunitas RSK seteiah lebih dari sepuluh tahun tinggal di rumah susun, ternyata masih menghadapi keterbatasan kemampuan sehingga masih kurang sejahtera. Berangkat dan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian adalah: Mengapa kondisi kehidupan komunitas di RSK masih kurang sejahtera?. Bagaimana alternatif solusi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas warga di RSK?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu melalui wawancara mendalam guna menggali informasi yang penting. Untuk itu telah dipenuhi oleh enam orang informan. Seianjutnya untuk mempertajam analisis penelitian ini didukung pula dengan data kuantitatif melalui kegiatan survei dengan sampel kuesioner kepada 100 orang responden. Responden tersebut dipilih secara acak eksidental, ditambah pula dengan studi keputakaan.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengungkapkan bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut agar kehidupan sosial komunitas RSK meningkat kesejahteraannya. Upaya tersebut dilandasi kerangka berpikir/teori sebagai berikut. Saat ini komunitas warga RSK kondiisinya masih tetap kurang sejahtera. Maka alternatif solusinya adalah upaya pemberdayaan komunitas lokal, yaitu melalui kegiatan program pemberdayaan guna meningkatkan kekuatan sosial, politik, dan psikologis para rumah tangga warga RSK sebagaimna pandangan teori Friedmann (1998).
Sehingga mereka menjadi meningkat kemampuannya, yaitu mampu mengambil keputusan, tahu berdemokrasi, mampu berpartisipasi mengidentifikasikan masalah, dan bersama-sama menyusun program yang sesuai keinginan mereka, untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Secara garis besar mampu menangani masalah dan memenuhi kebutuhannya (Payne, 1986 dan Hikmat,RH : 2001).
Kegiatan ini merupakan bagian den aktivitas manajemen komunitas RSK. RWIPPRS melakukan manajemen komunitas dengan menerapkan teori "community - based resource management system" (Korten 1987), yaitu mengelola RSK dengan mendayagunakan sumber lokal secara produktif untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan warga.
Pelaksanaan ini diikuti dengan program strategic yang berdasarkan teori analisis SWOT (Robbins, SP: 2000 dan Rajan, Des : 2000). Program strategis tersebut antara lain adalah program pemberdayaan warga dan pengurus serta program pengembangan kapasitas organisasi bagi pengurus kelompok/organisasi formal dan non formal (Korten, 1986). Tujuannya untuk mencapai komunitas RSK yang kesejahteraannya mendekati suatu masyarakat yang oleh Elizabeth A. Segal (1998) disebut asocial welfare", masyarakat yang well - being, warga sehat, ekonomi mapan, bahagia, dan hidup berkualitas. Penanganan komunitas RS yang kondisinya kurang sejahtera dengan cara - cara tersebut diatas, diusulkan sebagai model pemberdayaan komunitas RS.
Beberapa temuan penting hasil penelitian ini adalah pertama di RSK sejak tahun 1990 telah dibangun sebanyak 2.640 unit, memberikan kontribusi sebanyak 13,53% dari target Pemda DKI Jakarta. Temuan kedua adalah komunitas RSK setelah lebih dari sepuluh tahun tinggal di RS, ternyata masih belum meningkat kesejahteraannya. Berdasarkan analisis studi, komunitas RSK yang kondisinya sebagaimana tersebut di atas, upaya untuk mengatasinya adalah dengan program pemberdayaan terhadap komunitas tersebut.
Kesimpulannya komunitas RSK kondisinya masih kurang sejahtera , maka alternatif solusinya dengan pemberdayaan komunitas lokal.
Rekomendasi yang diusulkan adalah bilamana ada komunitas rumah susun yang kondisinya kurang sejahtera, maka upaya penanganannya melalui Model Pemberdayaan Komunitas Lokal Rumah Susun."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>