Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171407 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristiawan Immanuel
"Kalau kita meiihat hunian-hunian liar yang banyak terdapat di daerah pinggir rel kereta di kota Jakarta ini, maka kesan pertama yang kita dapatkan ialah kekumuhan, ketidakteraturan dalam lingkungan yang tidak layak huni. Tetapi sebenarnya para penghuni hunian tersebut, yang kebanyakan merupakan para pendatang telah dapat menata hunian mereka dan ruang-ruang yang ada semaksimal mungkin dan juga dapat mengantisipasi lalu Iintas kereta yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan mereka. Dan dalam keadaan yang serba terbatas baik secara ekonomi, maupun luas Iahan yang ada, mereka mampu mewujudkan hunian yang menurut mereka cukup Iayak untuk ditinggali walaupun sangat minim. Dalam keadaan seperti itu mereka juga dapat melakukan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Zakiah
"ABSTRAK
Fenomena penggusuran-bermukim kembali yang terjadi berulang kali pada masyarakat hunian pinggir rel kereta di Jakarta mengindikasikan adanya gejala hunian sebagai tempat kembali (home). Meskipun memiliki kondisi fisik yang buruk rupa (ugly), hunian masyarakat bawah ini juga memiliki kelebihan dalam hubungan sosialnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna home yang terbentuk dengan mengkaji proses produksi ruang sosialnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan antara home dengan hubungan sosial. Kajian ini dilakukan dengan menganalisis interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya dalam skala makro maupun mikro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi keteraturan, mekanisme produksi ruang sosial masyarakat hunian pinggir rel kereta ini terbentuk dalam skala personal, bukan skala kolektif. Meskipun demikian, saat terjadi ketidakteraturan (ancaman), muncul indikasi rasa keterikatan dan rasa identitas yang mengikat satu kesatuan kolektif dan mengikis rasa individualitas antar penghuni.

ABSTRACT
Displacement-Re-dwelling phenomenon which occurs repeatedly on the rail-edge dwelling in Jakarta indicates sign of occupancy as a place of return (home). Despite having such a poor physical condition (ugly), low-income dwelling also have strength in its social milieu.
The purpose of this study was to determine the meaning of a home that is produced by examining the production process of social space. This is done to prove the relation between home and social relationship. The study was conducted by analyzing the interactions between humans and their environment in the macro and micro scale.
The results showed that in terms of order, the social space production mechanism of railedgeinhabitantsis formed in a personal scale, not a collective scale. Nonetheless, in the term of disorder (threat), there are indications of?sense of belonging? and ?sense of identity? that bind the collective unity and erode the ?sense of individuality? among the inhabitants.
"
2014
S55331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Marihandoko
Bandung: PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2018
385 DJO u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Joesoef Sou`yb
[Place of publication not identified]: Pustaka AIDA, 1962
899.232 JOE d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Revi Octaria
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Tini Astuti
"Penelitian ini mencoba mengkaji keterkaitan antara fenomena penjual atau pelayan minuman dengan praktek perdagangan perempuan untuk tujuan pelacuran. Mengingat bahwa fenomena penjual/pelayanan minuman ringan merupakan suatu praktek pelacuran terselubung. Fokus utama dari penelitian ini adalah perempuan penjual minuman ringan di sepanjang rel kereta api Manggarai Jatinegara, Jakarta.
Hasil penelitian memperoleh temuan bahwa ada keterkaitan antara praktek pelacuran terselubung dengan modus perempuan penjual minuman ringan dengan praktek perdagangan perempuan dan ada empat perempuan penjual minuman ringan yang menjadi korban perdagangan perempuan. Artinya mereka mengalami tiga unsur penting dalam praktek perdagangan perempuan yaitu proses, cara dan tujuan. Pada kegiatan proses, korban melewati proses perekrutan dengan cara iming-iming dan janji palsu untuk tujuan eksploitasi seksual.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah adanya faktor pendorong dan penarik yang menyebabkan korban terjerat dalam praktek perdagangan. Faktor-faktor pendorong lain adalah marjinalisasi perempuan dalam ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, konflik dalam keluarga, pernikahan dini yang berakhir dengan perceraian, dan stigma sosial negatif terhadap perempuan yang berstatus janda, dan budaya konsumerisme masyarakat. Sedangkan faktor penarik adalah maraknya bisni seks itu sendiri yang memberikan banyak keuntungan bagi berbagai pihak kecuali perempuan penjual minuman. Temuan akhir yang saya peroleh adalah kondisi kerja anak perempuan penjual/pelayan minuman. Mereka mengalami kekerasan phisik dan psikis dari mucikari. Korban juga mengalami kekerasan phisik, psikis dan seksual dari tamu laki-laki, aparat yang sering merazia mereka. Mereka juga mendapatkan stigma yang negatif dari masyarakat sekitar dan masyarakat dari daerah korban berasal. Kondisi kerja para perempuan penjual minuman sangat memprihatinkan. Mereka harus bekerja selama 10 jam setiap hari dari jam 7 hingga 5 dini hari. Mereka juga terjebak oleh lilitan hutang yang tidak ada habisnnya.

The main focus of this research is the phenomenon of drinks seller girls along the rail way in Jakarta. This research explores the relation between drinks seller girls with the phenomenon of human trafficking, because the drinks seller girls phenomenon is a form of hidden prostitution. Based on the finding of this research, there is a relation between drinks seller girls with human trafficking and four respondents are the victims of human trafficking for sexual exploitation. This is because there the three main things to indicate the human trafficking. There are process, methods and purpose.
The next finding is there are pull and push factors in human trafficking. The pull factor is the sex business itself that can profit a lot of people who are in the network. The push factors are poverty, education, family conflicts, early marriage, social stigma, and consumerism.
The last finding is the condition of drinks seller girls. They have experienced physical violence, psychology violence, and sex abuse from the pimps, customers, and the officers. They also have to work 10 hours a day. Debt bondage is a way to keep the victims working for the pimps."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25540
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bangkit Ria Irawan
2012
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arie Yanty Maica
"Skripsi ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi intensi perilaku dalam melintasi rel kereta api di Gang Senggol FKMU-UI tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain potong lintang.
Hasil penelitian ini menyarankan bahwa petugas stasiun, pemerintah dengan media massa bekerja sama mengupayakan program untuk mendidik masyarakat agar berperilaku lebih aman dalam melintasi rel; aturan-aturan yang berlaku lebih ditegakkan oleh pemerintah; pengguna jalan lebih mawas diri untuk berperilaku aman seperti menggunakan perlintasan resmi agar mengurangi resiko kecelakaan.

The focus of this study is factors that influence behavior intention on passing the railways at Gang Senggol FKM-UI 2009. The purpose of this study is to understand how the factors (attitude, subjective norm and perceived behavioral control) influence the behavior intention on passing the railways. This research is quantitative cross sectional interpretive. The data were collected by fill in questionnaire.
The researcher suggests that government with the mass media will work together to make programme for safety behavior social education on passing the railways; the regulations need to be disciplined; pedestrian need to be more disciplined on passing the railways to reduce the accident risk.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Putri Utami
"Keterbatasan ruang yang ada di permukiman kumuh membuat pemukimnya terpaksa menggunakan ruang dan fasilitas yang tersedia secara bersama-sama. Hal ini memaksa terjadinya interaksi antar pengguna fasilitas umum secara intens dan rutin, sehingga pemaknaan fasilitas umum yang tumbuh dalam diri pemukim dapat berkembang, tidak lagi hanya sebatas fungsional semata. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan geografi humanistik sebagai landasannya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga hirarki pemaknaan yang timbul dalam penggunaan fasilitas umum di daerah penelitian yakni: (1) Makna fasilitas umum secara fungsional dimana terbentuk suatu teritori publik dalam penggunaan fasilitas umum yang bersifat temporer dan cenderung dibatasi oleh barrier fisik; (2) sebagai tempat interaksi sosial, dimana terbentuk suatu teritori sekunder yang bersifat temporer dan cenderung dibatasi oleh barrier sosial; (3) serta sebagai bagian dari identitas pemukim yang dibatasi oleh suatu teritori primer yang bersifat permanen yang dibatasi oleh barrier sosial dan juga barrier fisik. Pemaknaan terhadap suatu fasilitas umum sangat dipengaruhi oleh intensitas penggunaan/lama tinggal, dan juga keterlibatan peran dalam berinteraksi dengan sesama pengguna.

The limits of space on crowded area in slum environment, pushes its dwellers to use public facility together in their everyday life. This makes an opportunity of an intense social interaction between its users, which may increase the sense of public facility to not be used by its function only. This qualitative research is conducted by using a humanity geography approaches. The results show that there are type of sense of public facilities which can be emerged, those are: (1) functional, which tends to be bounded by public territory with (temporal) physical barrier, (2) public facility as social interaction which tend to be bounded by social barrier in a secondary territory; and (3) public facility as part of identity which tend to be bounded by a permanent territory. The sense of public facility is greatly depended by the intensity of usage and also deep involvement on a social interaction among its users.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S53398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>