Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bima Yudhi Prasetyo
"Tube merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida proses yang mengalir didalam heat exchanger dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Jenis Heat Exchanger yang digunakan adalah U-tube, dimana terdapat perbedaan desain tube pada jenis Heat Exchanger ini yaitu tube yang berbentuk lurus (straight) dan tube yang dibuat melengkung (bend) membentuk huruf ?U?. Kondisi aplikasi kerja dari tube digunakan pada kondisi temperatur kerja yang tinggi dan juga menggunakan air laut sebagai media pendingin pada tube. Material tube adalah baja tahan karat super dupleks SAF 2507 (UNS 32750) yang dikenal mempunyai sifat ketahanan terhadap korosi sumuran yang baik.
Penelitian yang bertujuan untuk membandingkan ketahanan korosi sumuran dari 2 bagian desain tube yang berbeda dilakukan dengan metode polarisasi Potentiodynamic pada temperatur 50, 55, 60 dan 65°C dengan medium air laut, dari pengujian ini akan diperoleh nilai potensial kritis pitting (E pitt) dan nilai CPT (Critical Pitting Temperature). Serta dilakukan pengujian komposisi untuk mencari nilai Pitting Resistance Equivalen Number (PREN) dan pengujian mikrostruktur untuk mengetahui perbedaan mikrostruktur dari 2 bagian desain tube yang berbeda.
Dari data hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa ketahanan korosi sumuran tube straight lebih baik dibandingkan dengan tube bending. Ini terlihat dari nilai E pitt tube straight yang lebih tinggi dibanding nilai E pitt tube bending. Peningkatan temperatur dari 50, 55, 60 dan 65°C akan menurunkan ketahanan material terhadap korosi sumuran. Nilai CPT dari material adalah 50°C. Nilai PREN material adalah 40,343.
Dari hasil pengamatan mikrostruktur didapatkan perbedaan mikrostruktur antara tube straight dan bending. Pada tube bending terdapat struktur ferrite yang patah-patah, serta komposisi ferrite dan austenite yang tidak homogen.Dengan perbedaan mikrostruktur pada kedua daerah tersebut, besar kemungkinan setelah proses deformasi, tidak dilakukan proses heat treatment untuk menghilangkan residual stress akibat proses deformasi sekaligus mengembalikan bentuk mikrostruktur ke bentuk semula. Residual stress dapat mengurangi ketahanan material terhadap korosi sumuran.

Tube is the constrictor area between both types of process fluid which streaming in heat exchanger and also at the same time as area transfer of heat. Type of Heat Exchanger used is U-Tube Heat Exchanger, where there are difference of tube design at this type of Heat Exchanger, that is tube Straight and tube bended to form letter ?U?. The condition of work application from tube is at high temperature and also using sea water as cooler media. Material of Tube Super Duplex Stainless Steel SAF 2507 (UNS 32750) which recognized have good resilience to pitting corrosion.
Research with aim to compare the pitting corrosion resilience from 2 different part of tube design conducted with polarization Potentiodynamic method at temperature 50, 55, 60 and 65°C with sea water medium, from this examination will be obtained critical pitting potential (E pitt) and CPT ( Critical Pitting Temperature). And also conducted the chemical composition examination to look for the value of Pitting Resistance Equivalent Number (PREN) and microstructure examination to observe the difference of microstructure from these 2 different part of tube design.
From research data result, got the result that the pitting corrosion resilience from straight tube is better compared to bending tube. This seen from E pitt value of straight tube is higher compared to E pitt value from bending tube. Improvement of temperature from 50, 55, 60 and 65°C will degrade the material corrosion pitting resilience. CPT value of material is 50°C. PREN value of material is 40,343.
From microstructure examination got the difference of microstructure between straight tube and bend. At bending tube there are ferrite structure which broken, and also the ferrite-austenite composition which is not homogeneous. With these difference of microstructure at both area, big possibility after the deformation process, do not be done the heat treatment process to eliminate the stress residual effect from deformation process which also at the same time aim to return the microstructure form to the initially form. Stress Residual can degrade the material pitting corrosion resilience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Iskandar
"Korosi pitting merupakan korosi yang umum terjadi pada aplikasi material untuk penggunaan pada media air laut. Korosi ini umumnya ditandai dengan pecahnya lapisan pasif yang menjadi tempat mulai terjadinya inisiasi dan propagasi pit di sekitar daerah tersebut. Sedangkan kondisi lingkungan seperti temperatur dapat menjadi pemercepat pecahnya lapisan pasif tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan melihat pengaruh temperatur terhadap ketahanan korosi pitting material uji dan kemudian membandingkan material uji itu sendiri terhadap ketahanan korosi pitting. Untuk pembahasan lebih mendalam juga dilakukan pembahasan pengaruh unsur terhadap jenis serangan korosi ini.
Material dari keluarga nickel-based alloy seperti Inconel C-276 dan Incoloy 27-7 Mo, dan keluarga dupleks stainles steel seperti SAF 2507 dan UNS 32760 dikenal karena mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap serangan korosi pitting. Kandungan molybdenum dan kromium yang tinggi menjadi unsur yang memegang peranan penting terhadap hal tersebut. Molybdenum mencegah hancurnya lapisan pasif dengan bertindak sebagai ion molybdate atau bertindak sebagai daerah penghalang permukaan aktif yang menghalangi pelarutan logam aktif, dan akhirnya meningkatkan repasivasi. Sedangkan kromium dikenal sebagai pembentuk lapisan film yang tipis, stabil, dan tahan terhadap serangan korosi jika dipadukan dengan unsur lain seperti besi dan nikel.
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil yaitu seiring dengan peningkatan temperatur, maka akan mulai terjadi penurunan potensial korosi, potensial pitting, dan potensial proteksi dan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan ketahanan material terhadap serangan korosi pitting. Pada temperatur 55°C seluruh material uji masih memiliki ketahanan pitting yang baik ditandai dengan tidak terbentuknya pit di permukaan sampel. Sedangkan pada temperatur 65°C, Incoloy 27-7Mo telah mengalami serangan pitting secara hebat dan UNS 32760 dan Dupleks SAF 2507 menunjukkan pitting walaupun tidak sebanyak Incoloy 27-7Mo. Hanya Inconel C-276 yang yang tidak menunjukkan lubang pit. Didapatkan kesimpulan untuk ketahanan korosi pitting dari ketahanan tertinggi sampai dengan yang lebih rendah yaitu : Inconel C-276 > UNS 32760 > Dupleks SAF 2507 > Incoloy 27-7Mo.

Pitting corrosion is a corrosion that tends to be happen in material application in sea water application. This corrosion marked by the breakdown of passivity where pit will take place beginning from pit initiation and propagation in the area. Environment condition such as temperature can be a factor that accelerates the breakdown of passivity. This test was conducted to see a relationship between temperature influence and the corrosion pitting resistance of the test material and then to compare the resistance between the test material itself. For further information that will be a explanation between alloys elements of the material.
Nickel-Based alloy material such as Inconel C-276 and Incoloy 27-7 Mo, and from duplex stainles steel family like SAF 2507 and UNS 32760 has been known becaus it has great resistance strength fo the pitting corrosion. Molybdenum and cromium content becomes a major factor element in the case. Molybdenum prevent the passivity breakdown with changing into molybdate ions or act as active surface area which prevent the solubility of active metal en thus increase the repassivation behaviour. For chrom, known as film layer maker tah thin, stable, and have a good resistance if alloyed with difference elements such as iron and nickel.
From the test that has been performed, the result with the increasing temperature, there will be a decreasing in corrosion potential, pitting potential, and protection potential and for the conclusion is the decrease of pitting corrosion resistance from every test material. In 55°C temperature all test material still have a good properties resistance with no pit in the surface. But in 65°C temperature, Incoloy 27-7Mo had been gretly attack by pitting corrosion and UNS 32760 and Dupleks SAF 2507 have been suffered from pit although not as much as pit the Incoloy 27-7Mo have. Only Inconel C-276 that does not show the pit in the surface. The major conclusion is the corrosion pitting resistance from the highest to the lowest are Inconel C-276 > UNS 32760 > Dupleks SAF 2507 > Incoloy 27-7Mo.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Matra Rizki Pratama
"Pengamatan terhadap perubahan perilaku korosi sumuran material Duplex SAF 2205 yang telah diberikan perlakuan panas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai ketangguhan material tersebut telah dilakukan. Pengujian korosi sumuran dilakukan melalui metode Electrochemical Impedance Spectroscopy dan Polarisasi Potentiodynamic pada material yang telah mengalami perlakuan panas pada rentang temperatur 350-550°C dan waktu tahan 10-40 menit dimana sebagian sampel mengalami perlakuan serangan hidrogen.
Berdasarkan pengamatan mikrostruktur, tidak ditemukan terbentuknya fasa sekunder pada sampel sehingga mikrostruktur sampel tidak berubah. Hasil pengujian mekanik menunjukkan proses perlakuan panas pada sampel awal akan meningkatkan kekuatan tarik hingga 10% dan kemampuan elongasi hingga 70%.
Hasil pengujian korosi sumuran terlihat dengan meningkatkan temperatur perlakuan panas dan waktu tahan akan meningkatkan laju korosi, namun tidak terlalu signifikan, dimana juga terjadi perbedaan perilaku korosi sumuran pada sampel yang mengalami serangan hidrogen.

Observation of pitting corosion behaviors in heat-treated Duplex SAF 2205, in order to improve material?s toughness has been investigated. Pitting Corrosion Investigation has been done by using Electrochemical Impedance Spectroscopy and Potentiodynamic Polarization to heat-treated samples with temperature range between 350-550°C and holding time 10-40 minutes, which half of samples underwent hydrogen charging.
Based on microstructure observation, there is no microstructural change because secondary phases were not formed. Mechanical behavior examination shows that tensile strength will increase up to 10% and elongation will increase up to 70% by heat-treating samples. Corrosion pitting examination showed that increasing temperature and holding time of heat treatment will increase corrosion rate insignificantly, where the differences of corrosion rate behaviors were found in hydrogen-charged samples.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Putri Perwitasari
"ABSTRAK
Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 memiliki ketahanan korosi menyeluruh dan korosi terlokalisasi di berbagai lingkungan. Akan tetapi, baja tahan karat dua fasa SAF 2205 rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan ketangguhan baja tahan karat SAF 2205. Pada penelitian ini dilakukan investigasi pengaruh perlakuan panas baja tahan karat SAF 2205 terhadap korosi sumuran dengan melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Nilai temperatur kritis korosi sumuran diinvestigasi menggunakan polarisasi potentiodynamic dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) di larutan NaCl 1M. Hasil pengujian menunjukkan nilai temperatur kritis korosi sumuran baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah 650C dan perlakuan panas tidak mempengaruhi nilai tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa austenit.

ABSTRACT
Duplex stainless steel SAF 2205 has good corrosion reistance of uniform and localized corrosion in various environments. However, duplex stainless steel SAF 2205 is susceptible to pitting corrosion in chloride environment. Heat treatment was done to improve the toughness of duplex stainless steel SAF 2205. This research was investigated influence of heat treatment on pitting corrosion resistance of duplex stainless steel SAF 2205 by looking at the Critical Pitting Temperature (CPT). The value of critical pitting temperature was investigated by using potentiodynamic polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) methods in 1 M NaCl solution. The results showed that the critical pitting temperature of duplex stainless steel SAF 2205 is 650C and heat treatment didn?t affect the critical pitting temperature. Moreover, the result showed that the austenite phase is susceptible to pitting corrosion.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S53298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Reinol Eko
"3207 HD merupakan salah satu jenis baja tahan karat dua fasa (austenit-ferit) dalam kelompok hyper-duplex yang digunakan dalam lingkungan korosi yang sangat tinggi dan juga memiliki kekuatan mekanik yang tinggi. Dengan sifat tersebut hyper-duplex 3207 digunakan pada keadaan ultra-deepwater. Akan tetapi, baja tahan karat hyper-duplex 3207 rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Penelitian ini mempelajari korosi sumuran dari samperl hyper-duplex 3207 dengan parameter seperti laju korosi, ketahanan korosi dan morfologi sumuran yang terbentuk pada beberapa temperatur untuk melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Keseluruhan pengujian dilakukan dalam larutan 6% FeCl3 sebagai larutan elektrolit referensi, yang dikenal sebagai corrosion accelerator. Pengujian dilakukan dengan metode polarisasi potentiodynamic, , Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan weight loss. Hasil dari pengujian menunjukkan nilai critical pitting temperature dari sampel baja tahan karat hyper-duplex 3207 adalah 85 OC pada keadaan 899 mV sebagai potensial kritis terjadinya sumuran, rapat arus yang terjadi sebesar 239.970 μA/cm2 dan tahanan dari lapisan pasif sebesar 80.3Ω. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa laju korosi dari sampel hyper-duplex 3207 adalah 2.486 mm/yr pada larutan 6% FeCl3. Penelitian dilanjutkan dengan menggunakan metode weight loss pada larutan yang sama selama 96 jam, pada temperatur 85 OC terjadi sumuran sebanyak 18 pits/cm2. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa ferit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Sipangkar, Leonardo
"Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh dari proses pengelasan perbaikan berulang terhadap evolusi struktur mikro dan sifat mekanik dari super duplex stainless steel(SDSS) UNS S32750. Enam sampel di las dengan proses pengelasan gas tungsten arc welding(GTAW). Sampel pertama disiapkan sebagai original weld(OW), kemudian daerah lasan di eksavasi dengan grinda, dan di preparasi kembali pada area yang sama yang selanjutnya di lakukan pengelasan kembali dengan variasi masukan panas, yaitu masukan panas rendah dan tinggi 1,0 and 1,75 kJ/mm. Sampel repairpertama diberi identifikasi R1-LHI & R1-HHI kemudian proses repairkedua di lakukan sama dengan proses repairpertama dengan identifikasi R2-LHI & R2 HH1 begitu juga dengan R5. Sampel-sampel tersebut selanjutnya di-uji untuk mempelajari perubahan struktur mikro, kandungan ferrit, dan sifat mekanik hasil lasan. Pengujian impak dan kekerasan dilakukan untuk mengkarakterisasi sifat mekanik hasil sambungan, stuktur mikro dan analisa patahan dari sampel impak di teliti menggunakan mikroskop optik (OM) dan Scanning Electron Microscopic-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy(SEM-EDS).
Hasil penelitian proses pengelasanrepairyang berulang menunjukan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap struktur mikro dan sifat mekanik material SDSS. Ukuran butir ferrit pada area HAZ sampel HHI terlihat lebih kasar dibandingkan LHI, mengakibatkan penurunan kekuatan impak hingga 12 J pada sampel R5. Mode patahan ulet terjadi pada sampel OW, R1-LHI, R2-LHI & R1-HHI sedangkan patahan getas terjadi pada sampel R2 HHI & R5, presipitat Cr2N dan fasa sigma juga ditemukan pada foto struktur mikro R5 dimana keduanya dapat menurunkan kekuatan impak hasil lasan. Hasil analisa kandungan ferrit menunjukan pengelasan dengan masukan panas tinggi dapat menurunkan kandungan ferrit dibandingkan dengan masukan panas yang rendah, dan nilai kekerasan rata-rata sampel R1-LHI & R2-LHI terlihat lebih tinggi dari batas kekerasan yang diperbolehkan. Secara keseluruhan pembatasan pengelasan repair hingga repair pertama dengan masukan panas yang sama menghasilkan hasil yang optimal.

This research is performed to evaluate the effects of repeated weld-repairs on the microstructure evolution and mechanical properties of super duplex stainless steel (SDSS) UNS S32750. Six specimens were welded using gas tungsten arc welding (GTAW) process. The first specimen was prepared as original weld (OW), then weld area was ground, re-beveled on the same location and re-welded with different parameters, low and high heat input 1,0 and 1,75 kJ/mm respectively. The first repair with low heat input and high heat input were called as R1-LHI & R1-HHI and the second repairs were prepared as same as the first repairs and called as R2-LHI & R2 HH1 and also for R5. Specimens with the different condition were studied by examining the changes in microstructures, ferrite content, and the mechanical properties. Impact and hardness test were carried out to characterize the mechanical properties of welded joints, the microstructural and fractography of raptured impact specimens were investigated using optical microscopy (OM) and Scanning Electron Microscopic-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS).
The results showed that microstructures, mechanical properties of SDSS weldments were changing significantly as the effect of repeated repair heat cycle by differences heat input. Ferrite grain size on HHI HAZ specimen was found coarser than LHI, which affected in the reduction of impact value up to 12 J on R5 specimen. Ductile mode fracture was reported occurred on OW, R1-LHI, R2-LHI & R1-HHI and brittle fracture on R2 HHI & R5, Precipitate Cr2N and Sigma phase are also found on R5 microstructure, which may reduce the impact properties of the materials. From ferrite content report shows that welding with HHI reduced the ferrite content compare to LHI samples, and the average hardness values for R1-LHI & R2-LHI were found higher than acceptance. From the results of the examination, limited repair up to the first repair with the same heat input as the original weld was given the optimum results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Abdul Rozikin
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Jumlah air laut yang melimpah mah di lndonesia dan dunia, sangat sayang apabila tidak dimanfaatkan. Salah satu aplikasi air laut adalah sebagai media pendingin pada unit kondenser, tetapi perlu kita ingat bahwa air laut mengandung jumlah ion klorida yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan korosi termasuk korosi celah. Oleh karena ini harus dicari material altematif yang mempunyai ketahanan korosi celah yang baik, terutama pada temperatur operasi yang cukup tinggi, dan tentunya juga memiliki sifat mekanis dan konduktifitas listrik yang baik.
Baja tahan karat dupleks, yang terdiri dari dua fasa sudah diketahui memiliki sifat mekanis yang baik, di sampi ng konduktilitasnya yang cukup tinggi, selain itu berdasarkan perhitungan secara teorilis ketahan baja ini terhadap korosi celah cukup baik. Dalam penelitian ini digunakan dua baja tahan karat dupleks dengan komposisi yang berbeda, yailu baja tahan karat dupleks SAF 2205 dan SAF 2507.
Untuk mengetahui ketahanan korosi baja tahan karat dupleks, maka dilakukan pengujian potensiosiuik pada tempetatur 30°, 5o°, 10°C dan ccr. Pengujian ini dilakukan untuk mendapat nilai potensial kritis (nipture) cclah kedua baja tahan karat dupleks yang digunakan pada temperatur pengujian.
Dari hasil pengujian yang didapat, nampak bahwa ketahanan korosi baja tahan karat SAF 2507 lebih besar dari SAF 2205 di semua ternpeiatur. Hal ini dapat diamati dari nilai potensial kritis celah dari nilaj potensial mpture oelah SAF 2507 yang lebih bcsar dibanding SAF 2205 dan juga nilai rapat arus korosi SAF 2507 lebih lcecil daripada SAF 2205. Nilai rapat arus korosi ini sebanding dengan laju korosi dan juga korosi celah. Hal ini sesuai dengan perhitungan secara teoritis yang berdasar komposisi kimia material yaitu nilai CCT dan CCP. Dari data yang didapat juga dapat dilihat bahwa kedua material ini dapat diunakan sebagai material kondenser yang menggunakan media pendingin air laut Jawa dan temperatur operasi 37 - 40."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>