Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143659 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azman Muammar
"Baja AISI 316L yang digunakan sebagai bahan dasar tabung solar water heater (SWH) termasuk kategori baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat austenitik merupakan jenis baja tahan karat yang memiliki ketangguhan dan keuletan yang bagus disamping ketahanan terhadap korosi dan sifat mampu las yang juga bagus. Baja AISI 316 L sebelum dilakukan pengelasan telah mengalami proses deformasi dingin (cold working) sebesar 0%, 5%, dan 10 % sehingga berpengaruh terhadap ketahanan korosinya setelah dilakukan penyambungan dengan menggunakan pengelasan TIG. Logam pengisi yang digunakan adalah ER 316 L dan ER 316 Lsi. Adapun perlakuan dasar terhadap material sebelum dilas berupa solution annealing, purging dan tanpa purging serta proses passivasi dgn HNO3 pada daerah sambungannya setelah proses pengelasan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi persen deformasi yang dialami material maka ketahanan korosi cenderung menurun. Hal ini dilihat dari kehilangan berat per satuan luas, dimana pada deformasi 0% sebesar 0,0529 gr/cm2 , deformasi 5% sebesar 0,0589 gr/cm2 , dan pada deformasi 10 % sebesar 0,0623 gr/cm2. Pengaruh proses solution annealing terhadap material yang terdeformasi menunjukkan kehilangan berat yang semakin kecil pada persen deformasi yang identik yakni pada deformasi 0% sebesar 0,0518 gr/cm2, deformasi 5% sebesar 0,0537 gr/cm2 dan deformasi 10% sebesar 0,0518 gr/cm2 . Sedangkan pengaruh logam pengisi ER 316LSi lebih baik ketahanan korosi-nya daripada ER 316L hal ini ditunjukkan dengan luas kurva polarisasi ER 316 LSi yang lebih kecil daripada kurva polarisasi ER 316 L. Pengaruh perlakuan proses purging dan passivasi juga mampu meningkatkan ketahanan pitting, hal ini terlihat dari kehilangan berat per satuan luas yang paling kecil, yakni sebesar 0,02448 gr/cm2.

AISI 316L stainless steel, that is used as material for Solar Water Heater (SWH) tube, was classified as austenitic stainless steel. Austenitic stainless steel is a kind of stainless steel with good weldability and corrosion resistance. Before the welding process, stainless steel AISI 316 L have experienced a cold deformation process to the amount of 0 %, 5 %, and 10 %. There are two types of filler wire used in the process. It was ER 316L and ER 316 LSi. Meanwhile, basic treatments used for material before welding were solution annealing, purging and non purging. The passivation process using HNO3 was applied as well after welding process. The result shows that increasing deformation level decreases the corrosion resistance of material. It was indicated from the increasing of weight loss per unit area. The weight looses as much as 0.0529 gr/cm2 at no deformation, 0.0589 gr/cm2 in deformation level 5 %, and 0.0623 gr/cm2 in deformation 10% respectively. Sollution annealing process yields decreasing the weight loss. It was in the amount of 0.0518 gr/cm2 at no deformation, 0.0537 gr/cm2 in deformation of 5%, and 0.0518 gr/cm2 in deformation 10%. The use of ER 316 LSi filler wire influenced the material to have a better corrosion resistance than the use of ER 316 L, it shown by the smaller area of cyclic polarization curve on ER 316LSi than ER 316L. In additional, the effect of purging and passivation process increase the pitting corrosion resistance of 316L weldments. It was indicated from the smallest weight loss per unit area of 0.02448 gr/cm2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41799
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardiansyah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhari
"Baja tahan karat austenitik merupakan jenis yang terluas pemakaiannya di antara keempat kelas baja tahan karat yang ada, yaitu sekitar 65 - 70% dari total kebutuhan baja tahan karat. Begitu luasnya pemakaian baja jenis ini dikarenakan sifat ketahanan terhadap korosi yang baik, mampu fabrikasi serta mampu las yang relative baik. Kekuatan, ketangguhan, dan keuletannya pada temperature rendah maupun tinggi juga baik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh penggunaan logam pengisi dan persen deformasi terhadap struktur mikro dan distribusi kekerasan hasil pengelasan TIG pelat baja AISI 316L. Variabel penelitian yang digunakan adalah peningkatan persen deformasi rolling pelat baja AISI 316L, mulai dari 0, 5%, 8% sampai 10% dengan menggunakan logam pengisi ER 316LSi. Dari masing-masing persen deformasi tersebut dilakukan pengelasan dengan,penggunaan logam pengisi yang berbeda kemudian dilakukan uji komposisi, uji radiografi neutron, analisa struktur mikro dan uji kekerasan mikro. Hasil penelitian bahwa pada semua sample komposisi kimia sesuai dengan standar (AISI 316L), dan tidak ada cacat retak pada hasil las. Struktur mikro pada daerah HAZ menunjukkan ukuran butir yang terkecil pada persen deformasi 0% dan terbesar pada persen deformasi 10%. Jumlah delta ferit pada deposit las dengan logam pengisi ER 316L sebesar 8,2% dan dengan logam pengisi ER 316LSi sebesar 8,6%. Urutan kekerasan mikro untuk semua sampel adalah HV deposit las > HV base metal > HV HAZ"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumaryono
"Baja tahan karat austenit tipe 316 banyak digunakan untuk pembuatan bejana tekan, tangki, pipa dan lain-lain yang memerlukan penyambungan dengan pengelasan. Akibat panas pengelasan tersebut baja tahan karat tersebut mudah mengalami sensitisasi, dimana ketahanan korosi baja menurun. Hal ini disebabkan karena pada daerah sambungan las khususnya di daerah pengaruh panas (HAZ) terbentuk karbida krom.
Dalam penelitian ini telah dipelajari pengaruh proses pengelasan terhadap terjadinya sensitisasi. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan teknik las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW) arus searah dengan masukan panas konstan tetapi dengan variasi perlakuan.
Perlakuan meliputi a. celup dalam air (3 buah sampel) b. pendinginan di udara (6 buah sampel) c. pemberian laku-pangs lanjut-PWHT sampai suhu 900 C selama 1 jam terhadap 3 buah sampel yang didinginkan di udara. Setelah pengelasan dan perlakuan maka dilakukan pengkorosian dengan direndam dalam larutan 50% H2SO4 + 2.5% Fez (SO4)3, boiling, suhu 85° C - 90° C selama 120 jam (Metode Streicher). Setelah pengkorosian dilakukan berbagai pengujian meliputi a. uji tarik b. uji kekerasan c. uji metalografi dan uji SEM + EDAX.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi dalam bentuk sensitisasi meningkat setelah benda uji mendapatkan perlakuan. Benda uji yang dicelup dalam air tidak menunjukkan sensitisasi sementara yang didinginkan di udara menunjukkan terjadinya sensitisasi dan bahkan benda uji yang di PWHT menunjukkan sensitisasi lebih parch. Hal terakhir kemungkinan juga disebabkan adanya reaksi gabungan yaitu proses oksidasi suhu tinggi sewaktu di PWHT yang lebih mempercepat sensitisasi sewaktu dikorosikan. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusman Kosasih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S40304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meity Carolina N.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S41037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Dwi Antony
"Dalam pengelasan dan tahapan fabrikasi, proses perbaikan pengelasan (repair welding) diperlukan untuk menghilangkan cacat pengelasan. Penelitian ini berfokus pada pengaruh pengelasan perbaikan berulang terhadap struktur mikro, sifat mekanik, dan ketahanan korosi pada lingkungan klorida dari Duplex Stainless Steel (DSS) UNS S31803. Pengelasan perbaikan menggunakan kombinasi pengelasan manual GTAW dan SMAW dilakukan sebanyak tiga kali dengan rata-rata masukan panas sebesar 1,5 – 1,8 KJ/mm. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain uji kekerasan mikro Vickers, impak Charpy pada temperatur -40 °C, uji celup pada larutan FeCl3.6H2O serta uji polarisasi linier. Selanjutnya, pengamatan area hasil lasan dan terkorosi dilakukan menggunakan SEM serta karakterisasi komposisi kimia lokal menggunakan EDS.
Hasil pengujian mekanik menunjukkan bahwa pengelasan perbaikan berulang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat mekanik. Sedangkan dari pengujian korosi didapatkan bahwa pengelasan perbaikan berulang menurunkan ketahanan korosi dari hasil lasan DSS ditandai dengan laju korosi tertinggi dan penurunan nilai potensial pitting (Epit) terbesar pada perbaikan ketiga. Lebih lanjut, pengamatan struktur mikro dilakukan pada hasil lasan dan area terkorosi untuk mengetahui pengaruh pengelasan perbaikan berulang pada DSS UNS S31803, mengingat sampai saat ini pengelasan perbaikan pada DSS dibatasi hanya diperbolehkan satu kali.

During welding and also in the stages of fabrication, welding repair required to eliminate the welding defects present. This paper focuses on the effect of multiple repair welding on microstructure and mechanical properties of Duplex Stainless Steel UNS S31803. Three times welding repair were performed using combination of GTAW and SMAW with average of heat input around 1.5-1.8 kJ/mm. After welding, the test samples were prepared for microhardness test, Charpy impact test, weight loss test in FeCl3.6H2O linier polarization test, and SEM/EDS examinations.
The results showed that multiple repair welding has no significant effect to the mechanical properties, which indicated by no noticeable increment or reduction of Charpy impact value neither Vickers microhardness between each welding repair. For corrosion point of view, the third repair experienced the significant weight loss and highest reduction of Epit. Furthermore, the morphology of microstructure and corroded area in weld metal and heat affected zone were also investigated to achieve more understanding regarding the effect of multiple repairs to the properties of Duplex weldment. Bearing in mind that at the moment, carrying out just one repair per welded joint for Duplex Stainless Steel is advised as the limiting condition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bashari Rohululloh Roszardi
"Saat ini, asam sulfamat sebagai bahan industri kimia utama ada di mana-mana. Karena sifatnya yang korosif, maka perlu menggunakan wadah khususnya fungsi penukar panas yang sesuai untuk menghindari kontaminasi larutan. Perilaku korosi baja tahan karat super austenitik, duplex 2205, dan 316L yang terpapar asam sulfamat diteliti dengan menggunakan Metode Kehilangan Berat, Polarisasi dan EIS. Dalam pengujian kehilangan berat, diberikan variasi konsentrasi dan temperatur selama 1 sampai 5 hari paparan. Sedangkan metode pengujian dengan Polarisasi dan EIS dilakukan pada temperature 25°C dengan variasi konsentrasi. Untuk mendukung hasil pengujian korosi, dilakukan karakterisasi pada sampel uji maupun larutannya menggunakan XRD, AAS dan OES. Sedangkan pengamatan visualisasi permukaan produk korosi dilakukan dengan Mikroskop Optik dan SEM-EDS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi material cenderung meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfamat dan menurun ketika mendekati konsentrasi 80% berat. Baja tahan karat super austenitik memiliki laju dan arus korosi paling kecil serta impedansi yang paling besar daripada duplex 2205 dan 316L. Kesimpulan menunjukkan bahwa material super austenitic stainless steel sangat cocok digunakan di lingkungan asam sulfamat dengan berbagai variasi konsetrasi dan temperatur.

Currently, sulfamic acid as the main chemical industrial ingredient is ubiquitous. Due to its corrosive nature, it is necessary to use a container especially a suitable heat exchanger function to avoid contamination of the solution. The corrosion behavior of super austenitic, duplex 2205, and 316L stainless steels exposed to sulfamic acid was investigated using the Weight Loss Method, Polarization and EIS. In the weight loss test, various concentrations and temperatures for 1 until 5 days of exposure. While the testing method with Polarization and EIS was carried out at a temperature of 25°C with various concentrations. To support corrosion test results, characterization of the sample and solution was carried out using XRD, AAS and OES. Meanwhile the observation of the surface visualization of corrosion products was carried out with an Optical Microscope and SEM-EDS. The results showed that the corrosion rate of the material tends to increase with increasing concentration of sulfamic acid and decrease when approaching a concentration of 80% by weight. Super austenitic stainless steel has the lowest corrosion rate and current and the highest impedance than duplex 2205 and 316L. The surface morphological characteristics of corrosion products are different for the three materials. In 316L, show pattern intergranular corrosion and selective dissolution patterns are seen at duplex 2205, while at SASS there is no corrosion pattern. The conclusion shows that the super austenitic stainless steel material is very suitable for use in a sulfamic acid environment in various concentrations and temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sapto Nugroho
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Rita Adriana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>