Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joki R.R.
"Aluminium adalah material tertinggi kedua yang digunakan dalam kehidupan setelah besi dan baja. Aluminium sering digunakan sebagai material untuk baltan bahan baku rangka mobil, sistem rem, tie rod, blok mesin dan juga tentunya untuk membuat bagian cylinder head Penggunaan aluminium yang ringan pada komponen mesin akan berdampak pada berkurangnya berat komponen mesin, sehingga akan mcngurangi konsumsi bahan bakar dan tentunya akan mcngurangi polusi. Tetapi pengurangan volume material suatu komponen diharapkan tidak berdampak pada penurunan sifat mekanis dari komponen lersebur. 0leh karena itu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kekerasun pada paduan aluminium AC2B dengan cara heal lreatment jenis pengerasan endapan baik nafural ageing maupun artificial ageing. Hasil peneiitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekerasan yang signifikan pada paduan AC2B, khususnya pada kondisi artificial ageing. dari yang semua memiliki kekerasan as-cast 43 BHN dan 44 BHN berturut-turut untuk cetakan pasir dan logam menjadi 102 BHN dan 108 BHN untuk cetakan pasir dan logam dengan temperatur ageing 150 °C selama ± 96 jam.' 98 BHN dan 104 BHN untuk temperatur 175 rtc selama ±54 jam; dan 93 BHN dan 100 BHN untuk temperatur 200 aC selama ± 4jam - 6 jam. Dapat dikatakan untuk temperatur artificial ageing 150 nc menghasilkan nilai kekerasan tertinggi letapi waktu untuk mencapainya terlama."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhabibah Paramitha Eka Utami
"Penggunaan aluminium sebagai pengganti material stainless steel pada pembangkit turbin ORC (Organic Rankine Cycle) yang dapat bekerja pada temperatur rendah yaitu sekitar 200 °C diharapkan mampu meningkatkan efisiensi turbin dan pembangkit secara keseluruhan. Paduan Al-Zn-Cu-Mg layak digunakan sebagai material sudu turbin karena kekuatan dan ketangguhannya yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanasan temperatur 200 °C terhadap sifat fatik dan mekanis pada paduan aluminium tuang Al-9.7Zn-5.5Cu-4.5Mg selama 200 jam.
Muffle furnace digunakan untuk melakukan peleburan paduan aluminium yang dicetak menggunakan baja lunak. Produk cor lalu dibentuk menjadi sampel uji dan dipanaskan didalam dapur pemanas pada temperatur 200 °C selama 200 jam. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik, fatigue, keras, komposisi kimia, pengamatan metalografi ( OM dan SEM), uji kekasaran permukaan dan perpatahan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada sampel dengan pemanasan terjadi penurunan umur fatik dan peningkatan nilai kekerasan yang diakibatkan terbentuknya fasa kedua Mg3Zn3Al2, MgZn2, CuAl2, CuMgAl2, dan Cu2FeAl7 pada butir dan batas butir.

The use of aluminium alloy as a subtitute material for stainless steel on ORC (Organic Rankine Cycle) turbine generator which is working at low temperature around 200 °C is expected to improve the efficiency of the turbine and generator as a whole. Al-Zn-Mg-Cu alloy is suitable to be used as turbine blades material because this seri of its a good strength and toughness. This research was conducted to study the effect of operating temperature of 200 °C for 200 hours on fatigue properties of cast Al-9.7Zn-5.5Cu-4.5Mg alloy.
Muffle furnace was used for melting the aluminium alloy and mild steel was used as the mold. Casting product was cut into test samples and then heated at the temperature of 200 °C for 200 hours. Testing included tensile, fatigue, hardness, chemical composition, metalographic observations (OM and SEM), surface roughness and fractography.
The results showed that fatigue life of the heated alloy decreased due to the formation of second phases such as Mg3Zn3Al2, CuAl2, CuMgAl2, and Cu2FeAl7, both within the grains and grain boudaries.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T38642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Afandi
"Dalam industri kawat konduktor listrik paduan Aluminium, proses pembuatannya sangat menekankan dalam hal sifat konduktivitas listrik, kekuatan tarik dan elongosinya. Biasanya paduan Aluminium yang sering digunakan adalah kelompok 6XXX, salah satunya yaitu type 6201. Untuk memperoleh karakteristik spesifikasi standar PLN dilakukan proses aging buatan (penuaan). Penelitian yang dilakukan menggunakan temperatur aging 200 °C dengan waktu bervariasi antara 15 hingga 60 menit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa waktu aging ,30 menit memberikan hasil yang paling baik dibandingkan 15. 45 ataupun 60 menit. Berdasarkan kaidah bahwa penggunaan temperatur aging yang lebih tinggi akan menurunkan penggunaan waktu aging, maka sumbangan yang dapat dberikan dari hasil penelitian ini adalah didapatkannya alternatif baru penggunaan waktu dan temperatur aging saat pembuatan konduktor listrik sehingga dapat memenuhi standar PLN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41945
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Immalatul Husna
"Aluminium memiliki sifat yang ringan dan tahan korosi, sehingga banyak digunakan di bidang manufaktur. Penggunaan material aluminium sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi turbin pembangkit tenaga listrik Organic Rankine Cycle (ORC). Aluminium seri 7xx (Al-Zn) merupakan pilihan yang diperhitungkan pada turbin ORC karena memiliki kekuatan yang tinggi dibanding seri lainnya. Untuk lebih meningkatkan kekuatan Al-Zn, ditambahkan unsur Mg dan Cu serta pemberian laku pengerasan penuaan.
Penelitian kali ini mempelajari pengaruh penambahan Cu sebesar 0, 1, 3 dan 5 wt.% pada paduan Al-9Zn-4Mg (wt.%). Paduan dibuat dengan proses investment casting pada cetakan berbentuk impeller turbin. Pada paduan dilakukan proses laku pelarutan pada temperatur 460°C selama 2 jam dan dilanjutkan proses penuaan pada temperatur 130°C. Karakterisasi meliputi pengujian kekerasan untuk mengamati respon pengerasan penuaan, pengamatan struktur mikro dan pengujian Differential Scanning Calorimetry (DSC). Struktur mikro diamati menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Cu ke dalam paduan Al-9Zn- 4Mg menurunkan kekerasan awal (2 jam) akibat segregasi kompeks Cu-V ke batas butir yang akan melunakkan dan memperlebar batas butir, Namun kandungan penambahan Cu meningkatkan kekerasan puncak, walau tidak terlalu signifikan akibat tingginya kandungan Zn dan Mg. Selama pengerasan penuaan terjadi reaksi eksotermik yaitu pembentukan GP zone, presipitat η’ (MgZn2) dan presipitat η (MgZn2) serta reaksi endotermik dari dissolution GP zone dan presipitat η. Sementara, fasa kedua yang ditemukan adalah MgZn2 dan Al7Cu2Fe di batas butir.

Aluminium is a light-weight material and possesse high corrosion resistance, so that it is widely used in manufacturing industries. Aluminium alloy is a candidate to be used as turbine impeller in an Organic Rankine Cycle (ORC) power plant system. Al 7xx series (Al-Zn) has the highest strength compared to other aluminium series, therefore it is suitable for ORC turbine. To futher increase the strength of Al-Zn alloys, Mg and Cu are added as well as age hardening treatment.
This research studied Al-9Zn-4Mg alloys with Cu content of 0, 1, 3 and 5 wt.%. The alloys were produced through investment casting taking the shape of turbine impeller. The samples were solution treated at 460°C for 2 hours and then aged at 130°C. The characterization included hardness testing to observed response of age hardening, microstructural observation and Differential Scanning Calorimetry (DSC) testing. Microstructural observation was conducted by optical microscope and Scanning Electron Microscope (SEM) which was combined with Energy Dispersive Spectroscopy (EDS).
The results showed that addition of Cu initially decreased the hardness during early ageing ( 2 hours) due to segregation of Cu-V complexes toward the grain boundaries which then decrease the hardness and enlarge the grain boundaries. However, the peak hardness is increased by addition of Cu although not as significant due to high concentration of Zn and Mg. exothermic reaction of formation of GP zone, η’ (MgZn2) and η (MgZn2) was found during precipitation process while endothermic reaction were observed due to dissolution of GP zone and η (MgZn2). Presence of MgZn2 and Al7Cu2Fe were also observed in grain boundaries.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57936
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inas Muslimah Jauhari
"Paduan aluminium banyak digunakan di industri manufaktur karena sifatnya yang ringan, mudah di cor, dan tahan korosi. Oleh karena itu, penggunaan paduan aluminium sebagai material turbin Organic Rankine Cycle (ORC) diharapkan mampu meningkatkan efisiensi kerjanya. Untuk meningkatkan kekuatan mekanis aluminium perlu dilakukan penambahan elemen paduan seperti Si, Mg, dan Cu. Selain itu paduan Al-Si-Mg-Cu dapat ditingkatkan sifat mekanisnya dengan melakukan pengerasan penuaan atau pengerasan presipitasi.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh elemen paduan Cu sebesar 0,38, 3,82, dan 6 wt.% pada paduan Al-7Si-4Mg dan mengamati respon paduan terhadap pengerasan penuaan dengan melakukan solution treatment pada temperatur 495°C selama 2 jam, pendinginan cepat, dan penuaan (ageing) pada temperatur 130°C. Karakterisasi yang dilakukan yakni pengujian kekerasan, pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) dilengkapi Energy Dispersive X-Rays Spectroscopy (EDX), dan pengujian Simultaneous Thermal Analysis (STA).
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kekerasan as-cast seiring dengan penambahan Cu. Proses pengerasan penuaan juga meningkatkan kekerasan paduan hingga kekerasan puncak sebesar 64,47, 65,8, dan 70,1 HRB pada penambahan Cu berturut- turut 0,38, 3,82, dan 6 wt.%. Penambahan Cu mampu membentuk fasa kedua Al2Cu dan Al5Cu2Mg8Si6 yang akan meningkatkan kekerasan. Pembentukan presipitat GP-zone, θ'', dan θ' terjadi pada temperatur 48, 240, dan 296°C dan tidak ada pengaruh penambahan Cu terhadap temperatur tersebut.

Aluminum alloys have been used in manufacturing industries because of their light-weight, high castability, and high corrosion resistant. Therefore, the use of aluminum alloys for turbine impeller of Organic Rankine Cycle (ORC) is expected to increase the efficiency. The addition of alloying elements such as Si, Mg, and Cu are necessary to improve mechanical properties. Further improvement of the properties can be achieved through age hardening or precipitation strengthening.
This study was aimed to determine the effect of Cu addition of 0.38, 3.82 and 6 wt.% in Al-7Si-4Mg alloy on hardness and age hardening response. The alloys were solution treated at 495°C for 2 hours, quenched and aged at 130°C. Characterization included hardness test, microstructural observation by an optical microscope and Scanning Electron Microscope (SEM) combined with Energy Dispersive X-Rays Spectroscopy (EDX), as well as Simultaneous Thermal Analysis (STA) testing.
The results showed an increase in as-cast hardness along with the addition of Cu. Peak hardness increased to 64.47, 65.8 and 70.1 HRB by addition of 0.38, 3.82 and 6 wt.% Cu, respectively. The addition of Cu promoted the formation of Al2Cu and Al5Cu2Mg8Si6 which contibuted to higher as-cast hardness. Formation of GP-zone, θ'' dan θ' was observed at 48, 240 and 296°C, respectively and no effects of Cu on these temperatures.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Setiawan
"Baja perkakas merupakan jenis baja yang digunakan untuk membentuk komponen dies dan perkakas permesinan sehingga didesain untuk memiliki kekerasan yang tinggi dan ketahanan aus yang baik. Baja ASSAB 88 merupakan baja perkakas paduan sedang penger jaan dingin (medium alloy cold work tool steel) dengan komposisi kimia hasil modifikasi yakni di antara baja XW-12 dan XW-10, yang diharapkan jenis baja ini dapat mempunyai kinerja lebih baik dari baja XW-10 namun lebih efisien dari XW-12. 0leh karena itu dibutuhkan proses perlakuan panas untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik dan tangguh dalam aplikasinya dengan efisiensi biaya produksi yang tinggi. Pada Penelitian ini dilak ukan variasi temperatur (200℃-560℃) dan waktu temper (1-1 jam) sehingga dapat dianalisa pengaruh penempetan terhadap ktangguhan yang terkait dengan kekerasan pada baja ASSAB 88. Di samping itu dilakukan pula perlakuan panas pada baja XW-10 untuk memhandingka mya dengan ASSA B 88, dilihat dan dianalisa sifat mekanis dan efisiensi prosesnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan baja ASSAB 88 pada penemperan yang berulang akan lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan pada single t emper dengan waktu tem per yang panjang. Temper yang berulang hanya meningkatkan kestabilan mikrostruktur dan tidak mengubah mikrostruktur. Kekerasan baja XW-10 pada proses penemperan dengan peningkatan temperatur (200℃-530℃) akan cenderung mengalami penurunan disebabkan secondary hardening telah terjadi oada temperature 500℃ dengan kekerasan 58 HRC. Aplikasi baja perkakas ASSAB 88 cukup baik digunakan pada kekerasan 60 HRC dengan proses single temper 560℃, waktu temper 1x4 jam sedangkan baja XW-10 dapat digunakan dengan kombinasi ketangguhan yang baik 9,74 J/cm2 untuk kekerasan 61,5 HRC untuk kondisi single temper 200℃ dengan waktu temper 1x2 jam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Sulaimy
"Lapisan (coating) pada cetakan pengecoran aluminium berperan penting dalam menentukan kualitas produk cor. Hal ini semakin penting untuk komponen piston yang diharuskan memiliki tingkat kepresisian yang tinggi. Salah satu faktor yang menentukan kualitas lapisan cetakan tersebut adalah ketebalannya.
Penelitian ini mempelajari hubungan antara ketebalan lapisan terhadap karakteristik lapisan pada cetakan piston aluminium. Variabel ketebalan lapisan yang digunakan adalah 120, 140, dan 160 pada temperatur 180°C. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kekuatan lekat coating, pengujian kekasaran permukaan, pengamatan struktur mikro daerah antarmuka substratlapisan, pengujian komposisi kimia lapisan (SEM dan EDS), pengujian kekerasan mikro antarmuka dan pengujian kekerasan makro piston hasil trial dan produksi standar.
Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan ikatan adhesive tertinggi dicapai pada ketebalan coating 140, dimana nilai presentase kegagalan kohesi terendah dan kekuatan ikatan adhesinya tertinggi (63,51 MPa). Dengan semakin tebal lapisan coating, semakin tinggi kekasaran permukaan dan kekerasan pada interface antar lapisan dan substrat. Terjadi jenis ikatan mechanical interlocking antara coating dengan permukaan substrat.

Coating is an important parameter in aluminium gravity die casting which determine the quality of the product. This is more important for piston which requires high precision. One factor that control the quality of coating is the thickness.
This research studied the effect of thickness on the characteristic of the coating. The thickness was varied 120, 140, and 160 at opplication temperature 180°C . A series of testing was conducted, which include adhesivecohesive strength test, surface roughness test, microanalysis using SEM and EDX, micro hardness test and Brinell hardness test.
The research result showed that the maximum adhesive strength was achieve with the thickness of 140, in which the percentage of cohesive failure is the minimum while the adhesive strength is the maximum ((63,51 MPa). The thicker the coating, the higher the surface roughness and the microhardness of the substrate-coating interface. Mode of bonding between the coating and substrate seems to be mechanical interlocking.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faza Satrio
"Aluminium dan paduan Aluminium adalah bahan yang paling banyak digunakan kedua di dunia. Aluminium Silikon (Al-Si)  dipanaskan pada suhu 500 oC dengan 4 waktu berbeda 30, 60, 180, dan 240 menit untuk memodifikasi sifat korosinya. Paduan ini akan diterapkan sebagai rangkaian string, di mana ia mengalami berbagai lingkungan yang parah. XRD (X-ray Difraction) dan Potensiostat digunakan untuk menentukan fase dan struktur dan perilaku korosi masing-masing sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur sampel masih didominasi oleh struktur Aluminium Face Center Cubic, dan fasa yang diperoleh dimiliki oleh aluminium dan silikon. Ketahanan korosi juga dipengaruhi oleh waktu perlakuan panas yang bervariasi. Potensi korosi dan perubahan arus Korosi sebagai fungsi dari waktu perlakuan panas. Laju korosi diperoleh dengan melihat titik potong sumbu X dan Y pada kurva LSV. Paduan yang tidak diberikan perlakuan panas memiliki laju korosi 0,299 dan 0,201 mm/year pada suhu 10 dan 25oC. Perlakuan panas dengan variasi waktu 30, 60, 180, dan 240 menit merubah laju korosi paduan menjadi 0,75, 0,494, 0,387, dan 0,477 mm/year pada pengujian korosi dengan suhu 10oC, sementara pada pengujian dengan suhu 25oC laju korosi paduan berubah menjadi 0,175, 0,088, 3,36 , dan 1,74 mm/year pada pengujian korosi dengan suhu 25oC. Ukuran rata-rata kristal dan microstrain juga diperoleh dengan metode Williamson-Hall. Paduan yang tidak diberikan perlakuan memiliki ukuran rata-rata kristal 63,024 nm. Pemberian perlakuan panas dengan variasi waktu 30, 60, 180,dan 240 menit merubah ukuran rata-rata kristal menjadi 231,09 , 115,55, 90,47, dan  55,46 nm. Kesimpulannya bahwa perlakuan panas dan variasi waktunya sangat mempengaruhi struktur dan perilaku korosi paduan Al-Si karena rekristalisasi yang terjadi akibat perlakuan panas yang diberikan.

Aluminum and aluminum alloys are the second most widely used materials in the world. Aluminum Silicon (Al-Si)  heated at 500 oC with 4 different times of 30, 60, 180, and 240 minutes to modify its corrosion properties. This alloy will be applied as a string set, where it experiences various severe environments. XRD (X-ray Difraction ) and Potentiostat are used to determine the phase and structure and corrosion behaviour of each sample. The results showed that the samples structure was still dominated by the Aluminium Face Center Cubic structure, and the phase obtained was owned by aluminium and silicon. Corrosion resistance is also affected by variated heat treatment times. Potential corrosion and change in current Corrosion as a function of heat treatment time. Corrosion rate is obtained by looking at the intersection points of the X and Y axes on the LSV curve. Alloys not given heat treatment have corrosion rates of 0.299 and 0.201 (mm/year) at temperatures of 10 and 25oC. Heat treatment with time variations of 30, 60, 180, and 240 minutes changes the alloy corrosion rate to 0.75, 0.494, 0.387, and 0.477 (mm/year) on corrosion testing at 10oC, while testing at 25oC at corrosion rate of alloys changed to 0.175, 0.088, 3.36, and 1.74 (mm / year) on corrosion testing with a temperature of 25oC. The average size of crystals and microstrains were also obtained by the Williamson-Hall method. The alloys that were not treated had an average crystal size of 63,024 nm. Provision of heat treatment with time variations of 30, 60, 180, and 240 minutes to change the average size of crystals to 231.09, 115.55, 90.47, and 55.46 nm. The conclusion is that heat treatment and time variation greatly affect the structure and corrosion behaviour of Al-Si alloys due to the recrystallization that occurs due to the heat treatment process."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>