Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55702 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wafdi Fitri
"Perkembangan dunia industri yang sangat cepat membutuhkan kemampuan peralatan yang tinggi. Kemampuan peralatan sangat dipengaruhi oleh desain, kondisi operasi dan pemilihan material. Pada Nickel base superalloy, paduan memberikan pengaruh dalam mengontral ukuran butir austenit dan memberikan kekuatan temperatur tinggi dengan membentuk endapan pada butir dan butir yang mempengaruhi migrasi batas butir dalam pertumbuhan butir selama pemanasan. Penelitian rentang pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan butir austenit dilakukan dengan agar berguna untuk mendapatkan butir yang seragam. Untuk mendapatkan butir yang seragam bergantung pada siklus pemanasan yang dilakukan terhadap material nickel base superalloy. Pemanasan ini akan memberikan pengaruh pada kelarutan endapan yang berpresipitasi pada matrik. Pertumbuhan butir austenit nickel base superalloy KHR45A selama pemanasan pada temperatur 800°C, 900°C dan 1000°C dengan waktu tahan yang sama yaitu 2 jam memperlihatkan peningkatan diameter butir austenit. Butir tumbuh dari 97,12 μm menjadi 121,21 μm. Unsur paduan memberikan pengaruh pada struktur mikro nickel base superalioy KHR45A. Endapan ini berpengaruh pada pertumbuhan batas butir austenit. Peningkatan temperatur pemanasan nickel base superalioy KHR45A menghasilkan penurunan nilai kekerasan dari 161 kg/mm² menjadi 153 kg/mm². Hai ini dikarenakan larutnya endapan dengan peningkatan temperatur. Energi aidivasi (Qgg) penelitian sebesar 387.500 J/mol, dengan nilai n sebesar 39 dan nilai konstanta A sebesar 2,0125 x 10pangkat 93. Dengan menggunakan nilai diatas tersebut didapatkan simulasi pertumbuhan butir yang mendekati hasil penelitian."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Agustar
"Pada aplikasi temperature tinggi (>650℃) setelah pemakaian beberapa lama. Kebanyakan material akan kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan kekuatan serta ketahanan terhadap oksidasi dan korosi temperature tinggi serta kekuatannya akan menurun. Hal ini akan mengakibatkan pendeknya umur pakai dari material dan harus segera diganti yang tentu saja akan menambah biaya.
Pada penelitian ini dilakukan pemanasan isothermal hingga temperature 950°C dengan neningkatan waktu tahan 0, 1, 2, 3, 4, hingga 5 jam. Dengan semakin lamanya waktu whan. maka ukuran butir akan semakin besar pula dan presipilat yang ada dalam marerial Ni-base superalloy juga akan larut. Presipitar ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan butir.
Pada penelitian yang dilakukan terjadi kenaikan ukuran bulir setelah pemanasan isothermal dengan waktu tahan 5 jam sebesar 9,31 pm dibandingkan dengan ukuran butir pemanasan tanpa waktu tahan yang hanya sebesar 99,91 pm.
Peningkatan waktu tahan 1-5 jam pada temperatur 950°C maka cenderung terjadi penurunan kekersan dari 170 kg/mm2 menuju 151 kg/mm2, kecuali pada pemanasan tanpa waktu tahan kekerasan naik dari 161 kg/mm2 menuju 170 kg/mm2.
Setelah melakukan perhitungan toritis didapat nilai n sebesar 22, Q sebesar 438.933 J/mol, dan A sebesar 1.1 x 10 58. Dari nilai tersebut maka didapat modifikasi dari model Sellars yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan butir Nickel-base superalloy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zainal Abidin
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Chaiti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Rahmiati
"Perkembangan reknologi dewasa ini, memburuhkan baja yang memiliki kombinasi anlara kekuaran yang tinggi, kelangguhan, tahan korosi dan yang tidak kalah penring adalah lfemampuan unruk mernpertahankan kekuaran pada remperatur tinggi rerutama unluk aplikasi pada femperatur tinggi seperli Steam Reformer, dan lain sebagainya. Jenis baja yang dapa! dipililz adaiah baja Ni-based superalloy dengan menambahkan zmsur Nike! dan Chromium dalarnjumlah yang signyikan. Biasanya komposisi Nike! 34- 70 % dan Chromium 24-35 %, juga dirambah dengan paduan-paduan lain yang kecil jumlahnya seperri Niobiurn, Mofybdenum, dan siiilcon. Kandungan Nike/ yang besar sangar mempengaruhi sgfat mekanis baja ini terulama untuk mendapal/can sy'at mampu tahan terhadap kenaikan femperarur melahzi pengualan presqviral serta penghalusan butir.
Pada penelitian ini alcan diamari perilaku burir ausrenit saat pemanasan isothermal. Benda zg'i yang digunakan ialah baja Ni-based .superalloy dengan kandungan Nike! sebesar 4 - 46 % dan Chromium 30 -- 35 % yang dipanaskan pada remperalur 900 "C dengan wa/du tahan mufai dari 1, 2, 3, 4, sampai 5 jam. Peningkalan waktu tahan pada baja Ni-based superalloy selama pemanasan isothermar' pada remrnperalur 900 "C akan memperbesar ukuran butir ausrenir. Hal ini di/carenalam pada temperatur tersebur, preszpitat karbida dari paduan-paduannya yang b€lj`ll72g.\`f :mink menghamba! perrumbuhan butir austenit telah larur seluruhnya seingga mendapa!/can pertumbuhan bulir normal /continyu dan seragam. Pcningkatan waldu tahan akan meningkarkan migrasi atom-arom pada batas butir melalui proses dyizsi sehingga butir akan bertambah besar.
Energi aklivasi (Qgg) baja Ni-based superalloy, yang dzjpanaskan pada temperatur 900 “C dengan walftu tahan yang berbeda-beda, yailu I , 2, 3, 4, dan 5 jam adolah 440267 J/mol dengan nilai n = 2,805 dan konsranra A = 1,786 x 102). Nilai Qgg, konstanta n dan A yang sesuai akan memperlihatkan predilcsi model yang mendelcati hasi! pengamalan yang dlakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Shananda
"Material Bi-Sr-Ca-Cu-O atau BSCCO dapat berperan sebagai superkonduktor suhu tinggi atau high temperature superconductor (HTS) dengan suhu kritis berkisar 80-110 K yang termasuk ke dalam jenis superkonduktor berbasis kuprat. Terdapat 3 fasa berbeda dalam menentukan superkonduktor suhu tinggi untuk material dengan rumus kimia umum Bi2Sr2Can−1CunO2n+4+x ini. Pembagiannya bergantung kepada jumlah atom kuprat penyusunnya, yaitu Bi2Sr2CuO (Bi-2201, n = 1), Bi2Sr2CaCu2O (Bi-2212, n = 2), dan Bi2Sr2Ca2Cu3O (Bi-2223, n = 3). Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1998 sampai saat ini, telah banyak penelitian terkait fabrikasi BSCCO dengan berbagai macam metode dan penambahan unsur lain dengan tujuan mengetahui pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kelistrikannya. Pada penelitian ini, penulis melakukan percobaan terkait fabrikasi material BSCCO dengan penambahan unsur Titanium (TiO2). Terdapat empat buah sampel yang terbentuk, dengan fasa Bi-2212 yang lebih dominan dan stabil terbentuk. Adapun morfologi dan pesebaran daripada masing-masing unsur ditunjukkan dengan pengujian SEM dan EDS Mapping. Untuk mengetahui superkonduktivitas, termasuk suhu kritis (Tc), dari masing-masing sampel maka dilakukan uji superkonduktivitas dengan alat cryogenic magnetometer.

Bi-Sr-Ca-Cu-O or BSCCO material can act as a high temperature superconductor (HTS) with a critical temperature of 80-110 K which is cuprates-based superconductor type. There are 3 different phases in determining the superconducting high temperature for BSCCO material with general chemical formula of Bi2Sr2Can−1CunO2n+4+x. To determine each phase has different number of constituent cuprates atoms, namely Bi2Sr2CuO (Bi-2201, n = 1), Bi2Sr2CaCu2O (Bi-2212, n = 2), and Bi2Sr2Ca2Cu3O (Bi-2223, n = 3). Since the first discovered of BSCCO in 1998 until now, there have been many studies related to BSCCO fabrication with various methods and the addition of other elements with the aim of knowing its effect on its physical and electrical properties. In this study, the authors conducted experiments regarding the fabrication of BSCCO materials with the addition of Titanium (TiO2). There were four samples that were successfully formed with the more dominant and stable Bi-2212 phase formed. The morphology and distribution of each element is shown by SEM and EDS Mapping tests. To determine the superconductivity, including the critical temperature (Tc), of each sample, a superconductivity test was performed using a cryogenic magnetometer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Mossadik Kiprianov
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Ariati Mochtar
"Berbagai penelitian dari para peneliti terdahulii terhadap pertumbuhan butir baja terfokus pada kondisi isothermal, seliingga berbagai tinjauan terhadap topik ini terdapat dalam berbagai literatur. Sedangkan berbagai aplikasi proses material , seperti canai panas, pengecoran atau tempa berlangsung dalam kondisi non-isotermal. Prediksi pertumbuhan butir mempergunakan persamaan yang didapat secara empiris dalam kondisi anil isothermal, seliingga terjadi fluktuasi dalam besar butir dan sifat mekanis produk baja. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi persamaan yang ada dan mendapatkan pertumbuhan butir austenit dalam kondisi non-isotermal. Tiga komposisi baja HSLA-Nb, dengan 0,019, 0,037 dan 0,056% berat Nb diamati pertumbuhan butirnya setelah dilakukan deformasi canai satu pass, dalam kondisi pendinginan kontinyu. Pendekatan yang digunakan adalah memberikan regangan deformasi canai panas antara 0,3-0,4, dengan temperatur pemanasan awal 1200®C, dan temperatur deformasi antara 900- I100°C, dengan kecepatan pendinginan antara 7-l2"C/detik dalam rentang waktu rata-rata 30 detik setelah deformasi, kemudian didinginkan cepat ke temperatur ruang. Kecepatan pendinginan direkayasa dengan memasukkan benda uji ke dalam heating jacket dan pendinginan cepat dilakukan dengan water jetspray. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa pertumbuhan butir austenit baja setelah proses canai panas dapat digambarkan sebagai fungsi kecepatan pendinginan. Besar butir austenit semakin menurun dengan meningkatnya kecepatan pendinginan. Kinetika pertumbuhan butir austenit non-isotermal didapat dengan melakukan modifikasi matematis persamaan pertumbuhaii butir isotermal dengan memasukkan faktor inverse kecepatan pendinginan berpangkat m. Model modifikasi ini diiakukan iterasi dengan hasil eksperimen , dan didapat model empiris dengan nilai amat mendekati hasil eksperimen, dengan hubungan besar butir austenit yang berbanding terbalik dengan kecepatan pendinginan berpangkat m (I/Cr'"), dan penambahan konstanta B. Konstanta kecepatan pendinginan m hampir tidak terpengaruh oleh komposisi baja yaitu sekitar 12, sedangkan konstanta B meningkat dari 3,0 xlO'® sampai 8 x 10'° dengan peningkatan prosentase Nb , C atau N dalam baja. Model ini dievaluasi dengan perhitungan pertumbuhan butir austenit hasil perhitungan matematis berdasarkan persamaan isotermal dan metode additivity. Didapat bahwa model non isothermal empirik hasil modifikasi memiliki nilai besar butir austenit yang amat mendekati perhitungan matematis dengan nilai konstanta yang relatif sama. Didapat bahwa nilai besar butir austenit dari perhitungan dengan persamaan modifikasi empirik yang didapat memiliki nilai deviasi rata-rata terhadap hasil eksperimen yang relatif rendah (4-15%), dibanding deviasi rata-rata hasil perhitungan dengan persamaan isothermal. Dapat disimpulkan bahwa model pertumbuhan butir non-isotermal hasil modifikasi yang didapat, dapat dipergunakan untuk memprediksi besar butir austenit setelah canai panas dengan lebih akurat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
D1002
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nira Parihanti
"Dewasa ini, baja HSLA semakin banyak dibutuhkan untuk berbagai aplikasi karena memiliki Sifat mekanis yang lebih baik, yakni kekuatan yang tinggi. Kekuatan yang tinggi tersebut dihasilkan dengan menambahkan unsur-unsur paduan mikro yang meningkatkan kemampuan melalui mekanisme pengenalan presipitat dan juga penghalusan butir ferit. Pada penelitian ini diamati besar butir austenit prior yang dipengaruhi oleh peningkatan temperatur, karena hal itu sangat penting untuk menghasilkan butir ferit yang halus setelah canai panas.
Baja HSL/4 dengan kandungan 0, 029% Nb as-casr, digunakan sebagai benda uji dalam penelitian ini. Proses pemanasan dilakukan secara isorthermal pada temperatur 900 sampai 1300°C dengan waktu tahan 1 jam.
Pertumbuhan butir austenir prior terjadi lebih cepat pada temperatur diatas 1200°C. Hal ini disebabkan oleh karena pada temperatur tersebut, presipitat Nb(C]\0 dalam baja itu telah larut seluruhnya, sehingga tidak lagi menahan pertumbuhan butir. Peningkatan pertumbuhan bulir tersebur diawali dengan pengkasaran butir yang terjadi pada temperatur sekitar ll-42°C. Energi aktivasi pertumbuhan butir dari baja HSLA 0, 029% Nb dengan pemanasan isothermal adalah -134,58 k.l/m0/ dengan nilai n = -1,07 dan A = J, 19.1'03?. Pertumbuhan butir pada baja HSLA as-chast lebih besar daripada baja HSLA as-1-oHea1 dengan waktu tahan pemanasan yang berbeda Pertumbuhan butir pada baja HSLA-Nb lebih besar daripada pertumbuhan butir baja HSLA-Ti."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>