Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mochamad Febrian Adhi Patria
"Serangan batas butir atau korosi intergranular terjadi baja tahan karat austenitik akibat peristiwa sensitasi pada temperature 500 – 800 oC. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh perlakuan panas pada baja AISI 304 terhadap serangan batas butir. Spesimen uji memiliki kandungan karbon beragam (0,041 – 0,08% C). Pengujian korosi intergranular dilakukan berdasarkan ASTM A262 (kualitatif) untuk melihat struktur mikro dan ASTM G108 (kuantitatif) untuk mengukur derajat sensitasi. Karakterisasi menggunakan XRD, SEM-EPMA dan EBSD. Spesimen sebagai material dasar hasil solution annealing pada temperature 1050 – 1130oC menunjukan struktur step dan pengujian XRD menunjukan tidak ada karbida. Pada perlakuan isothermal annealing dengan pendinginan lambat (udara) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 650oC (0,056%C) ,700oC (0,054%C) dan 750oC (0,041%C) terjadi selama pemanasan 4 jam, 48 jam dan 96 jam, memiliki derajat sensitasi 47,93%, 34,49%, dan 42,71% dengan struktur ditch. Sedangkan isothermal annealing dengan pendinginan cepat (air) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 600oC (0,08%C) dan 700oC (0,067%C) terjadi selama pemanasan 6 jam dan 24 jam, memiliki derajat sensitasi sebesar 57% dan 23,26% dengan struktur ditch. Hasil SEM-EPMA menunjukan penurunan konsentasi Cr di area batas butir berkisar 20% menjadi 11,3% (0,054%C) dan 18% menjadi 10,3% (0,041%C). Hasil EBSD menunjukan derajat sensitasi berbeda memiliki orientasi kristal yang berbeda.

The grain boundary attack or intergranular corrosion occurs in austenitic stainless steel due to sensitization at temperatures of 500 - 800oC. This study tries to see the effect of heat treatment on AISI 304 steel to grain boundary attack. Test specimens have various carbon contents (0.041 - 0.08% C). Intergranular corrosion testing is carried out based on ASTM A262 (qualitative) to see the microstructure and ASTM G108 (quantitative) to measure the degree of sensitization. Characterization using XRD, SEM-EPMA and EBSD. Specimens as the basic material resulting from the solution annealing at temperatures of 1050 - 1130oC showed a step structure and XRD testing showed no carbides. In isothermal annealing with slow cooling (air) showed the highest grain boundary attack at each temperature of 650oC (0.056% C), 700oC (0.054% C) and 750oC (0.041% C) occurred during heating 4 hours, 48 hours and 96 hours has a degree of sensitization respectively 47.93%, 34.49%, and 42.71% with ditch structure. Whereas isothermal annealing with rapid cooling (water) shows the highest grain boundary attack at each temperature of 600oC (0.08% C) and 700oC (0.067% C) occurred during heating of 6 hours and 24 hours has a degree of sensitization respectively 57% and 23, 26% with ditch structure. SEM-EPMA results show a decrease in Cr concentration in the grain boundary area (Cr-depleted zone) ranging from 20% to 11.3% (0.054% C) and 18% to 10.3% (0.041% C). EBSD results show with different degrees of sensitization have different crystallographic orientations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Aji Wibowo
"Teknologi pengolahan bijih nikel kadar rendah dengan leaching mengunakan Asam Nitrat (HNO3) telah dikembangkan dan dipatenkan oleh suatu perusahaan riset Australia, Direct Nickel. Proses ini diklaim dapat mengolah semua range bijih nikel laterit dengan % ektraksi nikel dan kobalt mencapai > 90%. Salah satu keunggulan proses ini adalah reagen leaching dapat didaur ulang kembali dan menggunakan material SS 304 pada tangki reaktor. Namun proses ini tidak menghendaki adanya ion Cl- karena dikhawatirkan dapat merusak tangki reaktor. Umumnya Cl- ini dapat berasal dari air untuk proses atau dari bijih nikel itu sendiri.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku korosi, terutama korosi sumuran dari material SS 304 dan SS 316 dalam campuran larutan HNO3 dan NaCl. Variasi campuran larutan HNO3 yang digunakan adalah 0.17 M, 0.52 M dan 1.73 M, yang menggambarkan kondisi free-acid di dalam reaktor Sedangkan variasi campuran larutan NaCl yang digunakan adalah 0.1 M dan 1 M. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian dengan metode polarisasi siklik dan electrochemical impedance spectroscopy (EIS).
Dari hasil pengujian polarisasi sikilik yang dilakukan, pitting corrosion terjadi pada sampel SS 304 dan SS 316 pada perendaman dalam campuran campuran larutan 1.73 M HNO3 dan 1 M NaCl dan pada sampel SS 304 dalam campuran campuran larutan 0.52 M HNO3 dan 1 M NaCl. Hal ini juga dikonfirmasi oleh hasil dari pengujian EIS. Pengamatan terhadap potensial korosi sumuran dari setiap tipe campuran HNO3 dan NaCl, secara umum SS 316 memberikani ketahanan terhadap korosi sumuran yang lebih baik dari SS 304, terutama akibat adanya unsur pemadu Mo. Pengujian pada komposisi lapisan oksida menunjukkan bahwa walaupun ditemukan adanya unsur Cl dalam lapisan tersebut, korosi sumuran cenderung tidak terjadi pada spesimen SS316.

Processing technology of low grade ores by Nitric Acid leaching has been developed and patented by an Australian research company, Direct Nickel. This process is claimed to be able to treat all the range of laterite ore with extraction of nickel and cobalt reach > 90%. One advantage of this process is the leaching reagent can be recycled back and use the 304 SS material in the reactor tank. The presence of Cl ions in the leaching process was avoided, because it feared could damage the reactor tank. The Cl- could comes form the water fro process or even the nickel ore.
This research was conducted to determine the corrosion behavior, particularly pitting corrosion of materials SS 304 and SS 316 in HNO3 and NaCl solution mixture . Variations HNO3 solution used was 0.17 M, 0.52 M and 1.73 M, which descriebd the variation of free-acid concentration in reactor. For NaCl solution using 0.1 M and 1 M concentration. The test was conducted with cyclic polarization method and electrochemical impedance spectroscopy (EIS).
From the results of cyclic polarization tests, pitting corrosion occurs on samples SS 304 and SS 316 after immersion in a mixed solution of 1.73 M HNO3 and 1 M NaCl, and the SS 304 samples in a mixed solution of 0.52 and 1 M HNO3 M NaCl. This is also confirmed by the EIS. By the observation of the pitting corrosion potential of each samples SS304 and SS316 immersed in each type of HNO3 anda NaCl solution mixture, generally SS316 provides good resistance to pitting corrosion rather than SS 304, mainly due to the presence of Mo as alloying element. Tests on the composition of the oxide layer indicates that although there is an element found in the layer Cl, pitting corrosion unlikely to have occurred on the specimen SS316."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Chairudin
"Pemanfaatan Pemanas air berbasis energi matahari atau dikenal Solar Water Heater mulai memasyarakar khususnya di Indonesia. Energi matahari sebagai pembangkit tenaga adalah energi yang tidalc memburuhkan biaya unruk mendapatkannya dan ramah Iingkungan Dengan demikian pengembangan pemanas air tersebut menjadi salah satu alternatif yang diminati konsumen.
Pada solar water terdapat dua komponen yang utama yaitu tangki penyimpanan dan koiektor. Pada umumnya tangki penyimpanan terbuat dari baja iahan karat sedangkan kolektor Ierbuat dari lembaga. Permasalahan yang terjadi adalah kegagalan pada tangki yaitu adanya kebocoran sebelum mosa umur pakai kurang dari 5 tahun.
Untuk mengetahui penyebab kebocoran, dilakukan prosedur analisa kegagalan terhadap sampel material solar water hearer sehingga dapat dilakukan iangkah-Iangkah pencegahannya yang dapa! memperpanjang umur pakai tangki lersebui.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya korosi piring dan crevice pada base material akibat pengaruh media korosif yang mengandung ion khlorida serta temperatur yang relatjpanas (sekitar 80°C). Kecenderungan terjadinya piring ditunjukkan dengan pengujian kurva polarisasi siklik Pada kenaikan temperatur korosi pirting makin mudah terjadi yang ditunjukkan dengan menurunnya breakdown poteniial dari + 0,260 V vs kalomel pada Iemperalur ruang (28° C) menjadi - 0,130 V vs kalomel pada temperatur 80°C serra rapat arus pasU"dari sekitar 104 Amp/cm? pada temperarur ruang menjadi sekilar .105 Amp/cmz. Kebocoran yang diakibarkan oleh laorosi pitting dari bagian dalam tang/ci selanjutnya menyebabkan terjadinya korosi crevice pada bagian Iuar tangki.
Selain itu terjadi pula korosi retak tegang (SCC) yang berupa intergranular dan transgranular cracking di sekitar daerah lasan serta adanya sensitisasi pada daerah HAZ Hieat ajected zone) yang menyebabkan preszpirasi karbida di baras burir. Ha! ini terjadi akibar pengaruh prose: pengelasan pada saat fabrikasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Alexander
"Imobilisasi TiO2 telah banyak dilakukan pada berbagai jenis penyangga, salah satunya adalah Stainless Steel. Pada penelitian ini, imobilisasi pada pelat Stainless Steel 304 (pelat SS) dilakukan dengan metode dip coating lalu dikalsinasi dengan tujuan mendapatkan lapisan yang transparan dan bersifat fotokatalitik aktif. Kalsinasi dilakukan pada suhu awal 1500C selama 1 jam lalu suhu dinaikkan secara bertahap sampai 4000C selama 1 jam dan ditahan pada 4000C selama 1 jam. Secara visual, hasil yang didapat bersifat transparan. Hasil karakterisasi lapisan dengan XRD dan SEM menunjukkan kristal yang terbentuk adalah anatase dengan ketebalan lapisan 816,327 nm, lapisan TiO2 yang terbentuk menutupi permukaan pelat SS (membentuk pelat TiO2- SS) secara homogen, teramati adanya difusi Fe dari pelat SS ke lapisan TiO2 yang terbentuk, dan kristalinitas pelat SS tidak berubah secara signifikan setelah kalsinasi. Aktivitas lapisan TiO2 yang terbentuk dilihat dari kemampuannya mendeklorinasi 2-klorofenol (2CP). Persentase klorida maksimum yang dapat dihasilkan dari hasil irradiasi larutan 2CP oleh sinar UV, untuk masingmasing konsentrasi awal (C0) 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm, dengan adanya pelat TiO2-SS (sistem UV-TiO2) adalah 54,55%, 33,64%, 54,82%, dan 57,01% dan tanpa adanya pelat TiO2-SS (sistem UV) adalah 45,45%, 17,27%, 24,10%, dan 16,74%. Hasil analisis kinetiknya menunjukkan bahwa sistem UV mempunyai nilai konstanta laju reaksi deklorinasi (k) sebesar 0,0082 ppm⎯5/2 h⎯1 dan pada sistem UV-TiO2, yang mengikuti model Langmuir-Hinshelwood, nilai k adalah 9,0009 ppm h⎯1 dan nilai konstanta adsorbsi, K, adalah 0,2718 ppm⎯1."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahauan Alam Universitas Indonesia, ], 2006
T40075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelly Andharatasya Ardama
"Proses dissimilar welding dapat menguntungkan biaya operasional pada berbagai industri namun memiliki kelemahan karena timbulnya tegangan sisa dan fenomena weld decay pada material. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan metode proses perlakuan panas pasca pengelasan atau post-weld heat treatment menggunakan temperatur yang berbeda pada tiap logam yang disebut sebagai PWHT terkontrol. Pada penelitian ini, akan diamati pengaruh PWHT terkontrol terhadap distribusi nilai kekerasan, struktur mikro, dan korosi batas butir pada sambungan las dissimilar baja tahan karat TP 304 dengan baja tahan panas P.11 yang dilas menggunakan metode gas tungsten arc welding (GTAW). Pengujian yang dilakukan pada daerah penyambungan meliputi pengujian hardness vickers, pengujian metalografi, dan pengujian ASTM A262 practice E. Hasil dan analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa PWHT terkontrol mampu mencegah terjadinya fenomena weld decay pada baja tahan karat TP 304. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian dimana PWHT terkontrol mampu menstabilkan distribusi kekerasan, mencegah pembentukan presipitasi karbida pada batas butir, dan proses difusi antar logam.

Dissimilar welding offers operational cost benefits across various industries but is hindered by residual stress and weld decay phenomena. To mitigate these issues, a method known as controlled post-weld heat treatment (PWHT) has been developed, utilizing different temperatures for each metal. This study investigates the impact of controlled PWHT on hardness distribution, microstructure, and intergranular corrosion in dissimilar weld joints of TP 304 stainless steel and P.11 heat-resistant steel, joined using the gas tungsten arc welding (GTAW) technique. The welded joints were subjected to Vickers hardness testing, metallographic analysis, and ASTM A262 practice E testing. The results indicate that controlled PWHT effectively prevents weld decay in TP 304 stainless steel. This is evidenced by the stabilization of hardness distribution, inhibition of carbide precipitation at grain boundaries, and enhanced diffusion between the metals."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Krisnayana
"CPO adalah bahan baku untuk memproduksi biodiesel. Biodiesel adalah energi terbarukan atau alternatif bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui. Dalam proses produksi, CPO dan biodiesel ini memerlukan tempat penyimpanan yang membutuhkan material yang tepat. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400. Pada material tersebut dilakukan uji komposisi kimia, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, pengamatan visual dan uji korosi mengacu pada ASTM G31 dengan kondisi tanpa ada aliran, T = ± 25oC selama 112 hari dalam lingkungan CPO dan biodiesel. Sedangkan pada CPO dan biodiesel dilakukan uji TAN dan kadar air. Setelah uji korosi mengacu pada ASTM G31 dilakukan pengamatan visual, pengamatan makro, uji produk korosi, laju korosi, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, uji TAN, uji kadar air dan analisa korosi.
Hasil penelitian ini adalah nilai laju korosi dilingkungan CPO dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 berturut-turut adalah 0,203 mm/th, 0,019 mm/th, 0,018 mm/th, dan 0,017 mm/th. Nilai laju korosi dilingkungan biodiesel dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400 berturut-turut adalah 0,021 mm/th, 0,018 mm/th, 0,016 mm/th, dan 0,015 mm/th. Material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan CPO adalah sampel SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sedangkan material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan biodiesel adalah sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sampel baja karbon pada CPO mengalami penurunan nilai kekerasan dan pada butiran terjadi korosi yang ditandai dengan terdapatnya lubang pada butiran serta pada batas butir dipermukaan sampel terlihat melebar. Sampel SS 304, SS 316 dan monel 400 pada CPO tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 pada biodiesel tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Material yang cocok digunakan dilingkungan CPO adalah SS 304, SS 316 dan monel 400. Material yang cocok digunakan dilingkungan biodiesel adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400.

CPO is feed for produce biodiesel. Biodiesel is renewable energy or alternative fuel for diesel mechine and from renewable source. In production process, CPO and biodiesel need storage tank with right material. The material used in this research are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400. At material to do chemical composition test, microstructure, microhardness Vickers test, visual observation and Corrosion test with ASTM G31 for condition no flow rate, T = ± 25oC until 112 days in CPO and biodiesel environment.For CPO and biodiesel to do TAN test and water contain test. After corrosion test ASTM G31 to do visual observation, makro observation, product corrosion test, corrosion rate, microstructur, microhardness Vickers test, TAN test, water contain test and analysis corrosion.
Result this research are corrosion rate in CPO with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,203 mm/th, for SS 304 is 0,019 mm/th, for SS 316 is 0,018 mm/th, for Monel 400 is 0,017 mm/th, Corrosion rate in biodiesel with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,021 mm/th, for SS 304 is 0,018 mm/th, for SS 316 is 0,016 mm/th and for Monel 400 is 0,015 mm/th. Material have corrosion resistance in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material have corrosion resistance in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316, and Monel 400. Sample Carbon Steel in CPO have decrease microhardness Vickers value and at boundary have corrosion which is characterized by the presence of hole at boundary and at grain boundary in surface sample Carbon Steel look wider. Sample SS 304, SS 316 dan Monel 400 in CPO no declaine microhardness Vickers value and boundary not corroded. Sample Carbon Steel, SS 304, SS 316 dan Monel 400 in Biodiesel no declaine microhardness Vickers value dan boundary not corroded. Material suitable fot use in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material suitable for use in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400."
2013
T37664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>