Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidarta Ilyas
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
617.755 SID k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rayhani Fadhila
"Latar belakang: Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi masih menjadi penyebab tersering gangguan penglihatan di dunia terutama di area terpencil. Phoropter lipat merupakan alat baru yang diciptakan untuk memeriksa kelainan refraksi secara mandiri. Tujuan: Mengetahui validitas phoropter lipat dibandingkan dengan refraksi subjektif konvensional (baku emas) pada miopia dan astigmatisme pada populasi dewasa muda. Metode: Desain potong lintang pada pasien miopia dan astigmatisme yang berusia 18-<40 tahun. Seluruh subjek diperiksa status refraksinya dengan refraksi subjektif konvensional yang dilanjutkan dengan pengukuran refraksi menggunakan phoropter lipat. Validitas phoropter lipat dianalisis dengan kurva ROC dan Bland Altman. Hasil: Terdapat 134 subjek (203 mata) yang terdiri dari miopia (92,6%) dan astigmatisme (62,6%). Rerata sferikal ekuivalen (SE) antara refraksi subjetif konvensional dan phoropter lipat adalah -2,160D (1,68) dan -2,468D (1,64) pada miopia, sedangkan pada astigmatisme -2,252D (1,76) dan -2,585D (1,75). Phoropter lipat memiliki sensitivitas yang tinggi (96,77%) serta spesifisitas yang rendah (61,11%). Nilai area under the curve (AUC) phoropter lipat sangat baik, 0,966. Perbedaan rerata antara hasil refraksi subjektif dan phoropter lipat sekitar 0,308 – 0,359 dengan rentang LoA -1,562 – 2,219 pada miopia dan LoA -1,707 – 2,373 pada astigmatisme. Kesimpulan: Phoropter lipat memiliki validitas yang baik dalam mengukur kelainan refraksi berbasis SE penderita miopia dan astigmatisme dewasa muda.

Background: Uncorrected refractive error remains the main cause of vision impairment particulary in remote areas. The Folding Phoropter device is a new self-refraction tool that allows users to determine their own refractive error. Objective: To determine the validity of the folding phoropter compared with conventional subjective refraction (gold standard) in myopic and astigmatism young adults. Method: A cross-sectional study in myopic and astigmatism patients aged 18-<40years. All subjects had their refractive status checked using conventional subjective refraction followed by refraction measurements using a folding phoropter. The validity of the folding phoropter was analyzed by ROC curves and Bland Altman. Results: The 134 participants (203 eyes) enrolled consisted of myopia (92.6%) and astigmatism (62.6%). Mean spherical equivalent (SE) measured by conventional subjective refraction and folding phoropter were -2.160D (1.68) and -2.468D (1.64), respectively in myopia, while in astigmatism, mean SE were and -2.252D (1.76) and -2.585 D (1.75). The folding phoropter had high sensitivity (96.77%) and low specificity (61.11%). The folding phoropter had very good AUC, 0.966. The average difference between the results of subjective refraction and folding phoropter was around 0.308 – 0.359 with a range of LoA -1.562 – 2.219 in myopia and LoA -1.707 – 2.373 in astigmatism. Conclusion: The folding phoropter has good validity in measuring SE-based refractive errors in young adults with myopia and astigmatism."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S27916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Rizqulloh
"Indonesia sedang masuk ke masa pembangunan infrastruktur. Dalam pembangunan infrastruktur berkaitan erat dengan tanah atau batuan yang menjadi pondasi utama. Disinilah peran geofisika dibutuhkan yaitu dibidang geofisika teknik dan lingkungan, namun faktanya pada pembangunan infrastruktur negara Indonesia belum melibatkan geofisika didalamnya oleh karena itu dengan adanya penelitian ini diharapkan negara Indonesia akan melibatkan peranan geofisika dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini dilakukan dengan cara memvalidasi hasil pengambilan data SPT yang sudah diambil sebelumnya dengan metode geofisika dibidang teknik dan lingkungan. Penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui litologi bawah permukaan yang digunakan untuk pencarian pondasi bangunan yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persebaran nilai Brittleness dan nilai parameter mekanika batuan di bawah permukaan dari penampang hasil pengolahan data seismik refraksi pada lapangan gedung baru fasilkom universitas Indonesia pada bulan Januari tahun 2020. Analisis persebaran nilai Brittleness dan mekanika batuan dilakukan berdasarkan perhitungan nilai Vp dan Vs yang didapatkan dari pengolahan hasil akuisisi data dan data pendukung yaitu berupa data (Soil Penetration Test) SPT. Penampang 2D parameter mekanika batuan berupa Poisson's Ratio memiliki hasil dengan range -1 hingga 0.5, modulus bulk memiliki hasil dengan range 0 hingga 5.4 dan modulus young memiliki hasil dengan range 0 hingga 9.5. Persebaran nilai Brittleness bawah permukaan lapisan pertama dan kedua didominasi oleh lapisan brittle, lapisan ketiga terdapat persebaran lapisan brittle dan ductile, lapisan keempat dan kelima didominasi oleh lapisan ductile.

Indonesia is entering a period of infrastructure development. In infrastructure development, it is closely related to soil or rock which is the main foundation. This is where the role of geophysics is needed, namely in the field of engineering and environmental geophysics, but the fact is that Indonesia's infrastructure development has not involved geophysics in it, therefore with this research, it is hoped that the Indonesian state will involve the role of geophysics in infrastructure development. This research was conducted by validating the results of the SPT data collection that had been previously taken using geophysical methods in the engineering and environmental fields. This study can help to determine the subsurface lithology used to find the right building foundation. This research conducting to determine the distribution of the Brittleness value and the rock mechanic parameter values below the surface of the cross-section of the refractive seismic data processing in the field of the new building of the Indonesian University of Communication Faculty in January 2020. Analysis of the distribution of Brittleness values and rock mechanics was carried out based on the calculation of Vp and Vs values obtained from processing the results of data acquisition and supporting data in the form of data (Soil Penetration Test) SPT. The 2D cross-section of rock mechanic parameters are Poisson's Ratio has results ranging from -1 to 0.5, bulk modulus has resulted in the range 0 to 5.4, and modulus young has resulted in the range 0 to 9.5. The distribution of Brittleness values below the surface of the first and second layers is dominated by the brittle layer, the third layer is the distribution of the brittle and ductile layers, the fourth and fifth layers are dominated by ductile layers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Shabrina Salsabila
"Pembangunan suatu proyek perlu diawali dengan penyelidikan mengenai lapisan batuan yang ada di bawah permukaan bumi sebab lapisan batuan yang ada di bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang bervariasi, salah satunya tingkat kekerasan lapisannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan lapisan batuan yang ada di salah satu wilayah di Sulawesi Selatan berdasarkan hasil pengolahan data Seismik Refraksi dan data Geolistrik. Metode seismik refraksi dapat memberikan informasi sifat fisis batuan berdasarkan nilai cepat rambat gelombang seismik sedangkan metode geolistrik digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas pada lapisan batuan yang ada di bawah permukaan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di salah satu lokasi yang akan dilakukan pembangunan yaitu lintasan LDSR01, LTSR02, dan LTSR03. Hasil dari pengukuran seismik refraski kemudian diolah sehingga mendapatkan velocity map serta model lapisan yang ada di bawah permukaan kemudian dikorelasikan dengan data geolistrik yang berupa penampang resistivitas lintasan GL-03 dan GL-04. Analisis dari hasil pengolahan data diinterpretasikan bahwa terdapat tiga lapisan dimana tingkat kekerasan lapisan batuan di wilayah penelitian bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan pertama dengan kedalaman 0 – 15 meter dinyatakan lapisan lapuk yang tidak terkompaksi dengan kecepatan rambat gelombang di bawah 2000 ft/s dan nilai resistivitas kurang dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan very soft soil – firm cohesive soil. Lapisan kedua dengan kedalaman hingga 45 meter dinyatakan sebagai lapisan batuan dasar lapuk dengan kecepatan 2000 – 5000 ft/s dan nilai resistivitas lebih dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan stiff cohesive soil – soft rock. Lapisan ketiga dengan kedalaman lebih dari 45 meter dinyatakan sebagai lapisan yang batuan dasar dengan kecepatan rambat gelombang lebih dari 5000 ft/s dan nilai resistivitas lebih dari 400 Ωm. Lapisan ini masuk ke dalam tingkat kekerasan soft rock – extremely hard rock. Berdasarkan data geolistrik, lapisan kedua dan ketiga merupakan batuan dasar yang diinterpretasikan sebagai batuan granit atau granodiorit.

The construction of a project needs to begin with an investigation of the rock layers below the earth's surface because the rock layers below the earth's surface have varying physical properties, one of which is the level of hardness. This study was conducted to determine the level of rock layer hardness in one area in South Sulawesi based on the results of processing data from Seismic Refraction and Geoelectrical data. The seismic refraction method can provide information on the physical properties of rocks based on the value of the seismic wave propagation speed, while the geoelectric method is used to determine the resistivity value in the rock layers below the surface. Seismic refraction measurements have been carried out at one of the locations where the construction will be carried out, namely the LDSR01, LTSR02, and LTSR03 lines. The results of seismic refraction measurements are then processed to obtain a velocity map and a model of the subsurface layer and then correlated with geoelectrical data in the form of crosssectional resistivity of the GL-03 and GL-04 lines. Analysis of the results of data processing interpreted that there are three layers where the level of rock layer hardness in the study area increases with increasing depth. The first layer with a depth of 0-15 meters is declared an uncompacted weathered layer with a wave propagation speed below 2000 ft/s and a resistivity value of less than 400 m. This layer is included in the hardness level of very soft soil – firm cohesive soil. The second layer with a depth of up to 45 meters is expressed as a weathered bedrock layer with a velocity of 2000 – 5000 ft/s and a resistivity value of more than 400 m. This layer is included in the hardness level of stiff cohesive soil – soft rock. The third layer with a depth of more than 45 meters is expressed as a bedrock layer with a wave propagation velocity of more than 5000 ft/s and a resistivity value of more than 400 m. This layer falls into the hardness level of soft rock – extremely hard rock. Based on geoelectrical data, the second and third layers are bedrock which is interpreted as granite or granodiorite."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Markus Halim
"Setiap pekerja untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, efisien, serta kenyamanan dalam bekerja, maka diperlukan kemampuan tajam penglihatan yang baik. Snellen Chart merupakan instrumen yang biasa digunakan untuk pemeriksaan tajam penglihatan. Namun pada Snellen Chart harus membutuhkan jarak 6 meter, penerangan harus cukup.
Pada saat ini banyak permintaan dari perusahaan untuk melakukan MCU di tempat kerjanya, sedangkan tempat yang disediakan terbatas. Maka perlu dicari alternatif untuk pemeriksaan tajam penglihatan jauh. Di USA, Optec Vision Tester telah digunakan untuk menguji berbagai fungsi penglihatan, termasuk tajam penglihatan. Di Indonesia sampai saat ini belum digunakan dan belum diketahui tingkat kesesuaiannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian pemeriksaan tajam penglihatan jauh antara Optec Vision Tester dengan Snellen Chart. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan analisis kesesuaian menggunakan pengujian Cohen’s Kappa. Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil MCU pada pekerja di suatu Perusahaan. Data yang diambil adalah hasil dari pemeriksaan tajam penglihatan jauh pada mata binokuler tanpa koreksi dari kedua instrumen.
Hasilnya sebanyak 61 subyek yang hasilnya abnormal pada pemeriksaan vision tester, ternyata terdapat 27 subyek memberikan hasil normal pada pemeriksaan Snellen chart. Sedangkan dari 105 subyek yang hasilnya normal pada pemeriksaan vision tester, terdapat 4 subyek pada pemeriksaan Snellen chart hasilnya abnormal. Kemudian data diolah ke dalam SPSS untuk memperoleh nilai Kappa. Secara statistik, diperoleh nilai Kappa 0,564, yang termasuk kategori "fair to good" menurut Fleiss.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah Optec Vision Tester mempunyai nilai kesesuaian tingkat sedang dengan Snellen Chart.

Every worker to be able to carry out its duties and responsibilities properly, efficiently, and comfort in the work, it needs a good sharp vision capabilities. Snellen Chart is an instrument commonly used for inspection of visual acuity. But on the Snellen Chart shall require a distance of 6 meters, lighting should be sufficient.
At this time a lot of requests from companies to do the MCU in the workplace, while the limited space provided. Then it is necessary to find an alternative to distant visual acuity examination. In the USA, Optec Vision Tester was used to test a variety of visual function, including visual acuity. In Indonesia has yet to be used and the level of compliance is unknown.
The purpose of this study was to determine the level of compatibility between the distant visual acuity examination Vision Tester with Snellen Chart. The study design uses a cross sectional analysis of the suitability of using Cohen's Kappa test. This study uses secondary data from MCU to workers in a company. The data taken is the result of the examination from binocular visual acuity without correction of both instruments.
The result is a total of 61 subjects in the examination results are abnormal vision tester, it turns out there were 27 subjects in the examination gave normal results Snellen chart. While the 105 subjects who were normal on examination vision tester, there are 4 subjects in the examination abnormal results Snellen Chart. Then the processed data into SPSS to obtain the value of Kappa. Statistically, Kappa value of 0.564 is obtained, which is categorized as "fair to good" according to Fleiss.
Conclusions obtained in this study is the Optec Vision Tester has a value of moderate conformity with the Snellen Chart.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Suryawijaya
"Perumahan Cluster Tranquility Depok sudah menunjukkan indikasi terjadinya penurunan tanah dari hasil keterangan warga. Aspal yang sobek serta tembok yang retak menjadi salah satu contohnya. Penelitian mengenai zona rawan subsidence di komplek perumahan Cluster Tranquility Depok menggunakan metode seismik refraksi dan Multichannel Analysis of Surface Waves (MASW) pada dua lintasan. Pada lintasan 1, analisis didukung oleh data geolistrik dari penelitian sebelumnya. Akuisisi data seismik refraksi dilakukan pada lintasan sepanjang 75 meter dengan 14 titik pukulan berinterval 6 meter, sedangkan akuisisi MASW menggunakan lintasan 33 meter dengan 12 pukulan palu untuk menghasilkan data profil 2D. Data dari kedua metode tersebut digunakan untuk menghitung nilai Poisson Ratio sebagai parameter analisis subsidence. Hasil seismik refraksi menunjukkan bahwa lapisan tanah pada lintasan 1 dan 2 di dominasi oleh unconsolidated layer atau tanah lapuk dengan kecepatan 200 – 350 m/s . Data MASW di kedua lintasan juga menunjukkan nilai kecepatan geser (Vs) <175 m/s yang mengindikasikan jenis tanah lapuk. Sedangkan nilai Poisson Ratio pada lapisan 1 dan 2 mengindikasikan lapisan tanah lempung jenuh (saturated clay) dan juga silt dengan rentang nilai 0.3-0.4. Diperkirakan jenis tanah di kedua lintasan merupakan tanah urukan. Data ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa lapisan atas lintasan 1 berupa sedimen tidak terkonsolidasi namun adanya sesar tidak terkonfirmasi di penelitian ini.

The Tranquility Cluster housing estate in Depok has shown indications of land subsidence from residents' testimonies. Torn asphalt and cracked walls are one example. Research on subsidence-prone zones in the Tranquility Cluster housing complex in Depok used refraction seismic and Multichannel Analysis of Surface Waves (MASW) methods on two tracks. On track 1, the analysis was supported by geoelectric data from previous research. Refraction seismic data acquisition was carried out on a 75-metre long track with 14 punch points at 6-metre intervals, while MASW acquisition used a 33-metre track with 12 hammer blows to generate 2D profile data. Data from both methods are used to calculate the Poisson Ratio value as a subsidence analysis parameter. Refraction seismic results show that the soil layer in trajectories 1 and 2 is dominated by unconsolidated layer or weathered soil with velocities of 200 - 350 m/s. MASW data in both tracks also show shear velocity (Vs) values <175 m/s which indicates the type of weathered soil. Meanwhile, the Poisson Ratio values in layers 1 and 2 indicate saturated clay and silt with a value range of 0.3-0.4. It is estimated that the soil type in both tracks is backfill soil. This data is in line with the results of previous research which states that the top layer of track 1 is unconsolidated sediment but the presence of faults was not confirmed in this study. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anung Inggito Maksus
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
535.324 ANU s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfaiz Herlambang
"Metode seismik refraksi digunakan untuk menentukan kedalaman bedrock yang tepat untuk menancapkan tiang. Penelitian dilakukan di kawasan Universitas Indonesia tepatnya di kompleks Fasilkom Universitas Indonesia. Konfigurasi lintasan survei seismik berupa 24 channel geophone dengan panjang lintasan 67.5 m, interval geophone 2,5 m dan near offset 10 m. Sumber gelombang dihasilkan dengan menggunakan palu dan jarak antar pukulan sejauh 5 m. Data sekunder yang digunakan berupa 1 titik sumur bor SPT (Soil Penetration Test) sebagai acuan pembanding hasil survei seismik. Data seismik refraksi diolah menggunakan teknik tradisional yaitu Metode Plus-Minus Hagedoorn dan inversi tomografi menggunakan software Rayfract. Hasil pengolahan kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan data geologi dari sumur SPT. Korelasi antara hasil pengolahan dengan titik bor SPT menunjukkan hasil yang baik. Namun hasil dari metode Plus-Minus Haggedorn hanya mampu memperlihatkan 1 refraktor saja karena limitasi data yang digunakan, berbeda dengan metode inversi yang mampu memperlihatkan lebih dari satu refraktor. Terdapat 2 refraktor utama pada kedalaman 6 meter dan 12 meter, dan kedalaman efektif yang didapat hanya mencapai 15 m. Kecepatan yang didapat juga maksimal berada di sekitar 900 m/s. Sehingga dapat disimpulkan hingga kedalaman 15 meter tidak ditemukan lapisan batuan yang direkomendasikan untuk penempatan pondasi dalam untuk bangunan bertingkat. Untuk mendapatkan kedalaman bedrock yang direkomendasikan untuk mendapatkan pemasangan pondasi dalam diperlukan survei seismik dengan panjang lintasan yang lebih panjang untuk mendapatkan gambaran bawah tanah melebihi 15 meter.

The seismic refraction method is used to determine the exact bedrock depth for placing a pole. The study was conducted in Universitas Indonesia precisely at the Fasilkom University Indonesia complex. The seismic survey configuration consists of 24 geophone channels with a length of 67.5 m, geophone intervals of 2.5 m, and near offset of 10 m. The wave source was generated using a hammer, and the distance between blows was 5 m. The secondary data used was 1 SPT (Soil Penetration Test) borehole as a reference for comparison of seismic survey results. Seismic refraction data was processed using traditional techniques, namely the Hagedoorn’s Plus-Minus Method and tomographic inversion using Rayfract software. The results of the two methods were compared with geological information from 1 SPT borehole. The correlation between the results of the process with the SPT drill point shows good results. However, the Plus-Minus Haggedorn method results are only able to show one refractor because of the data limitation, in contrast to the inversion method, which was able to show more than one refractor. There are two main refractors at a depth of 6 meters and 12 meters, and the adequate depth obtained only reaches 15 m. The maximum speed obtained is also around 900 m/s. It can be concluded up to a depth of 15 meters, and there is no recommended rock layer for placement of deep foundations for high rise buildings. A seismic survey with a longer seismic line is needed to get an underground picture exceeding 15 meters."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>