Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nita Yulianingsih
"Kebutuhan akan grinding ball yang cukup besar dan krisis ekonomi yang melanda indonesia membuat pengadaan grinding ball yang selama ini masih import menjadi penghambat industri dalam melakukan proses produksi. Oleh karena itu para pelaku bisnis lokal berusaha untuk memproduksi grinding ball ini sendiri salah satu perusahaan pengecoran terkemuka di Indonesia telah memproduksi grinding ball selama kurang lebih 20 tahun, tetapi uji coba di lapangan menunjukkan kwalitas produk yang kurang baik. Hal tersebut terlihat masih banyaknya grinding ball yang mengalami pecah sehingga perlu dilakukan analisa kerusakan untuk memperbaikinya.
Penelitian ini menyelidiki karakterisasi grinding ball lokal hasil pengecoran. Analisis kerusakan ini menggunakan pembanding berupa grinding ball ex-import. Perbandingan yang dilakukan meliputi pengecoran visual, komposisi, kekerasan da struktur mikro. Pengujian ini menggunakan grinding ball dengan ukuran bermacam-macam yaitu 25 mm (1 inci), 50 mm(2 inci) dan 90 mm (3,5 inci).
Hasil pengujian menunjukkan terdapatnya perbedaan antara kedua grinding ball tersebut. Pada pengamatan visual dari grinding ball ex-lokal didapat banyak cacat pada bagian tengah grinding ball tersebut. Cacat ini disebabkan oleh proses pengecoran yang kurang tepat dan atau proses perlakuan panas yang kurang tepat. Adanya cacat inilah yang menjadi penyebab kualitas grinding ball yang buruk. Perbedaan lain juga terlihat pada komposisi grinding ball tersebut. Hal ini dilihat dari kadar chromium yang cukup berbeda, dan juga kehadiran unsur mangan yang cukup membuat masalah. Perbedaan diatas sangat berpengaruh pada distribusi kekerasan dari grinding ball.
Pemilihan terhadap desain proses pengecoran (casting) baik dan pengontrolan pola perlakuan panas sangat diperlukan. Ketidaktepatan dalam pemilihan dan pengontrolan kedua hal tersebut akan menghasilkan sifat mekanis yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan cacat pada produk."
2001
S41507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Is Prima Nanda
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T41236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fajar Nurjaman
"ABSTRAK
Grinding ball merupakan salah satu komponen dalam mesin ball mill yang
berfungsi untuk menggerus batuan mineral menjadi partikel yang sangat halus
(100-300 mesh). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan unsur paduan berupa khromium, molibdenum, vanadium, dan boron
terhadap sifat-sifat mekanik grinding ball terbuat dari material high chromium
white cast iron, serta pengaruh volume karbida primer, karbida sekunder, dan
austenit sisa terhadap ketahanan aus produk grinding ball.
Pembuatan grinding ball berukuran Ø50 mm dilakukan dengan menggunakan
teknik pengecoran logam dengan menggunakan tungku induksi. Berikut ini adalah
komposisi kimia dari masing-masing grinding ball dalam penelitian ini: 2,18C -
13Cr - 1.38Mo; 1.94C - 13.1Cr - 1.29Mo - 1.307V; 1.89C - 13.1Cr - 1.32Mo -
1.361V - 0.00051B; 2.12C - 16.5Cr - 1.55Mo. Proses perlakuan panas dilakukan
terhadap material tersebut berupa: (1) subcritical heat treatment (700oC, 1 jam)
dengan pendinginan udara atmosfer, (2) hardening (950oC, 5 jam) dengan
pendinginan udara paksa, (3) tempering (250oC, 1 jam) dengan pendinginan udara
atmosfer. Karakterisasi untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan struktur mikro
dari material tersebut dilakukan melalui beberapa pengujian diantaranya adalah
analisa komposisi kimia (Optical Electron Spectroscopy/OES), uji kekerasan
(Brinell/ASTM E-10), uji impak (Charpy/ASTM E-23), analisa struktur mikro
(mikroskop optik, SEM, XRD), dan uji ketahanan aus/wear rates (laboratory ball
mill unit).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan khromium, molibdenum,
vanadium, dan boron memberikan peningkatan yang signifikan terhadap nilai
kekerasan dan ketahananan aus pada material high chromium white cast iron.
Nilai ketahanan aus grinding ball yang tinggi dimiliki oleh material dengan
komposisi 1.89C - 13.1Cr - 1.32Mo - 1.361V - 0.00051B (as-cast) dan 2.12C -
16.5Cr - 1.55Mo (as-tempered), dimana nilai ketahanan aus material tersebut
lebih baik dibandingkan dengan grinding ball impor asal China dan India.
Ketahanan aus yang tinggi pada material tersebut diakibatkan oleh nilai kekerasan
dan ketangguhan yang berimbang, besarnya kandungan volume karbida primer
dan sekunder dalam matriks martensit, rendahnya kandungan austenit sisa, serta
morfologi karbida primer dan sekunder yang halus.

Abstract
Grinding ball is one of the components in the ball mill unit to grind the minerals
rock into very fine particles (100-300 mesh). The purpose of this research are to
investigate the effect of alloying elements, such as chromium, molybdenum,
vanadium, and boron on the mechanical properties of grinding ball which is made
from high chromium white cast iron, and to investigate the effect of primary and
secondary carbide volume fraction and also retained austenite volume on the wear
resistance of grinding ball.
The manufacturing of Ø50 mm grinding ball was conducted by using the iron
casting process. The following are the chemical composition of the grinding ball?s
materials in this research: 2.18 C-13 Cr- 1.38 Mo; 1.94 C-13.1 Cr-1.29Mo-1.307
V; 1.89 C-13.1Cr-1.32 Mo-1.361 V-0.00051B; 2.12 C-16.5 Cr-1.55 Mo. The heat
treatment process were conducted into those materials include: (1) Subcritical heat
treatment (700 ° C, 1 h) with atmospheric air cooling , (2) Hardening (950oC, 5
hours) with forced air cooling, and (3) Tempering (250oC, 1 hour) with
atmospheric air cooling. Materials characterization was conducted to find out the
mechanical properties and micro structure of those materials by using a few
testing methods, there were: chemical analysis (Optical Electron
Spectroscopy/OES), hardness testing (Brinell/ASTM E-10), impact testing
(Charpy/ASTM E-23), micro structure analysis (optical microscope, SEM, XRD),
and wear resistance/wear rates testing (laboratory ball mill unit).
From the results, the addition of alloying elements, such as chromium, vanadium,
molybdenum and boron provided a significant improvement on the hardness and
wear resistance of high chromium white cast iron. The high wear resistance was
owned by the material with 1.89 C-13.1Cr-1.32 Mo-1.361 V-0.00051B (as-cast)
and 2.12 C-16.5 Cr-1.55 Mo (as-tempered), which were better than grinding ball?s
material from China and India. It was caused by a good combination between
hardness and toughness, higher primary and secondary carbide volume fraction in
martensitic matrix, lower retained austenite volume, and finer structure of primary
and secondary carbide."
2012
T31512
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wali Riansyah Z.
"Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan Mo terhadap material high chromium white cast iron serta pengaruh heat treatment, yang terdiri dari sub critical, destabilisasi, sub zero treatment dan tempering. Dalam penelitian ini telah dibuat material high chromium white cast iron dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo, kemudian dilakukan heat treatment terhadap material tersebut yang berupa subcritical, destabilisasi, subzero treatment, dan tempering. Destabilisasi dilakukan pada temperatur 850°C, 950°C, dan 1050°C selama 5 jam. Masing-masing material di quench kedalam nitrogen cair sesaat setelah keluar dari furnace. Pengujian dilakukan dengan mikroskop optik, mikroskop elektron, X-Ray Diffraction (XRD) serta pengujian kekerasan juga ketangguhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerasan tertinggi diperoleh pada temperatur destabilisasi 950oC baik pada material dengan komposisi 2.2C - 13Cr maupun material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Secondary carbide terbanyak diperoleh pada temperatur destabilisasi 950°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan pada temperatur 850°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Fraksi volume secondary carbide yang sangat rendah ditemukan pada temperatur destabilisasi 1050oC baik pada material dengan komposisi 2.2C - 13Cr maupun material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Retained austenite berdasarkan XRD menunjukkan intensitas tertinggi pada temperatur 850°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr dan pada 1050°C untuk material dengan komposisi 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo.

This research was did to studying influence of Mo to the high chromium white cast iron material, and effect of heat treatment that consist of sub critical treatment, destabilization, sub zero treatments and tempering. In this research have been made high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo, then heat treatment was applied to the material that consist of sub critical treatment, destabilization, sub zero treatment and tempering. Destabilization were undertaken at temperature 850°C, 950°C, and 1050°C for 5 hour. Each sample was liquid nitrogen quenched after being taken out of furnace. Characterization was carried out by optical, electron microscope, X-Ray Diffraction (XRD) and hardness test and impact test were also evaluated.
The result shown that highest hardness was achieve at 950oC for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo either. Most secondary carbide was found at 950°C for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 850oC for high chromium white cast iron material with composition 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. A very low carbide precipitate was found at 1150°C for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo. Retained austenite based on XRD shown that the highest intensity occured at 850oC for high chromium white cast iron material with composition 2,2C - 13 Cr and 1050oC for high chromium white cast iron material with composition 2.2C - 13Cr - 1.4 Mo.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42209
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danie Perdana Hakim
2001
S41393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alif Fudin
"Masalah yang sering muncul dalam pembuatan grindil ball lokal adalah belum maksimalnya performa standar yang dipersyaratkan seperti nilai yield hanya bisa dicapai 35% masih dibawah standar 35% tingkat pecah yang tinggi dan masih terdapat cacat shinkage atau porositas. Dari data teknis diatas masih diperlukan upaya penelitan dan pengkajian mendalam untuk menghasilkan kualitas grinding ball lokal agar sesuai dengan spesifikasi pemakaian.
Penelitian skala laboratiroum terhadap grinding ball hasil industri kecil-menengah dilakukan muai dari inspeksi mikrostruktur, kualitas permukaan, kerusakan dan komposisi kimia kondisi as-cast. Kondisi grinding ball as-cast selanjutnya dilakukan proses perlakuan panas mulai dari annealing, hardening dan tempering untuk kemudian dilakukan pengamatan nilai kekerasan makro, metalografi kualitatif-mikrostruktur serta kuantitatif-persen fasa terhadap hasi tiap-tiap kondisi perlakuan panas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kekerasan grinding ball kondisi as-cast dapat ditingkatkan dengan perlakuan panas yaitu 430-510 HB menjadi 690-833 HB pada perlakuan hardening. Perolehan mikrostruktur primary carbides sebesar 21-32 % pada as temper sedangkan target untuk as-temper adalah 38,2%, Hal ini terjadi karena pengendapan primary carbides dalam matriks belum maksimal akibat perlakuan panas yang kurang optimum."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjenvee Audrey Emmanuella
"At the forefront of cast iron production in Europe, Germany boasts a robust industry that plays a pivotal role in the manufacturing sector. Cast iron, a fundamental material in engineering and construction, exhibits exceptional properties crucial for automotive parts, pipes, and machinery. The categorization of cast iron according to graphite morphology, specifically in the case of cast iron with vermicular or nodular graphite, requires a precise desulphurization process and magnesium has been the preferred desulphurization agent. The overdependence on magnesium, a resource largely dominated by China, has created significant challenges. The scarcity and geopolitical implications of magnesium supply chain have spurred the exploration of alternative desulphurization methods.
In response to magnesium dependency, ongoing researches focus on finding subitution have been conducted and CaO, commonly known as lime, is one of the promising substitute. The EKALGU Project by the University of Duisburg Essen and partner companies has demonstrated lime's effectiveness in replacing magnesium for desulphurizing cast iron. However, the alkaline nature of lime conflicts with the acidic refractory materials integral to the process, such as SiO2 or silicon dioxide and Al2O3 or aluminum oxide. This disharmony raises concerns about potential reactions, including compound formation and refractory lining erosion.
This research aims to unveil the implications arising from the interaction between lime slag and acidic refractory materials during the desulphurization of cast iron. By identifying challenges, this study serves as a foundational exploration, offering insights to guide future investigations in overcoming the identified hurdles. As this topic is further explored, the knowledge gained is anticipated to significantly influence the future progress of the German cast iron industry.

Jerman merupakan manufaktur cast iron terbesar di Eropa. Cast iron, bahan dasar dalam rekayasa dan konstruksi, menunjukkan sifat-sifat luar biasa yang sangat penting untuk suku cadang otomotif, pipa, dan mesin. Klasifikasi cast iron berdasarkan morfologi grafit, khususnya pada cast iron dengan grafit vermicular atau nodular, memerlukan proses desulfurisasi yang teliti, dan magnesium telah lama menjadi agen desulfurisasi yang disukai. Ketergantungan berlebihan pada magnesium, sumber daya yang didominasi oleh Tiongkok, telah menciptakan tantangan signifikan. Kelangkaan dan implikasi geopolitik dari pasokan magnesium telah mendorong eksplorasi untuk mencari metode desulfurisasi alternatif.
Sebagai respons terhadap ketergantungan pada magnesium, penelitian terus dilakukan dan terfokus pada pencarian substitusi dari magnesium. CaO yang biasa dikenal sebagai kapur atau lime, menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan. Proyek EKALGU yang dilakukan oleh Universitas Duisburg Essen dan perusahaan mitra telah membuktikan efektivitas kapur dalam menggantikan magnesium untuk desulfurisasi cast iron. Namun, sifat alkalin kapur dapat menimbulkan masalah dengan bahan refraktori asam dalam proses tersebut, seperti silikon dioksida dan aluminium oksida. Ketidakharmonisan ini menimbulkan kekhawatiran tentang reaksi potensial, termasuk pembentukan senyawa dan erosi lapisan refraktori.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap implikasi yang timbul dari interaksi antara slag kapur yang bersifat basa dan bahan refraktori yang bersifat asam selama desulfurisasi cast iron. Dengan mengidentifikasi tantangan, studi ini berfungsi sebagai eksplorasi dasar, memberikan wawasan untuk membimbing penyelidikan masa depan dalam mengatasi hambatan yang diidentifikasi. Seiring dengan eksplorasi lebih lanjut mengenai topik ini, pengetahuan yang diperoleh diharapkan akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemajuan masa depan industri cast iron di Jerman.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robertson, E. Graeme
London: Routledge &​ K. Paul, 1972
R 739.47 ROB o
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>