Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Alat penghitung detak jantung (heart rate) adalah peralatan yang digunakan untuk memantau jumlah denyut jantung rata-rata setiap menitnya Dengan memanfaatkan teknologi komputer IBM PC yang dipakai sebagai fasilitas pengognntrol, pengolah data dan menampilkan grafik pada layar monitor juga dilengkapi sebuah sensor jari (finger sensor) yang terdiri dari sinar infra merah dan photodetektor .Absorsi sinar infra merah ini akan diterima oleh photo detector , selanjutnya sinyal tersebut akan dikuatkan oleh modul penguat . yang terdiri dan rangkaian penggerak led, rangkaian penguat sensor, rangkaian penapis ,rangkaian ADC. Sinyal dari modul penguat akan diteruskan ke modul perantara yang akan menghubungkan ke komputer. Dengan memanfaatkan perangkat lunak Borland Delphi versi 4 akan menginstruksikan dan menjalankan kedua modul yang telah dibuat tersebut. Dari basil uji coba alat tersebut dan mencoba menganalisa, maka dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa alat pengukur detak jantung hares menggunakan komponen yang berkarekterstik mendekati harga ideal , juga dijaga dalam pengukuran sebaiknya posisi jari tangan tidak banyak berubah sehingga photodetector akan cepat menerima sinyal yang dapat dihitung."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S39830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyanti Nur Aisyah
"Prematuritas merupakan salah satu factor dari kematian bayi. Resiko yang mungkin terjadi akibat prematuritas adalah bradikardia dan takikardia, dimana terjadi kelainan pada frekuensi denyut jantung, oleh karena itu diperlukan pemantauan denyut jantung secara real time. Pada skripsi ini akan dibahas penelitian dalam membangun perangkat pemantau denyut jantung secara real time dan kontinu dengan memanfaatkan stetoskop. Perangkat ini tersusun atas stetoskop, mikrofon kondenser elektret, rangkaian pengkondisi sinyal, dan mikrokontroler Arduino UNO.
Pengujian perangkat dilakukan dengan memasang stetoskop baik pada dada maupun punggung subjek untuk menangkap sinyal denyut jantung. Setelah itu, sinyal denyut jantung dikirim ke mikrofon elektret yang dilengkapi rangkaian pre-amplifier dengan penguatan sebesar 100 kali. Sinyal detak jantung yang masih terdapat noise selanjutnya diproses oleh pengkondisi sinyal yang terdiri dari buffer, filter frekuensi cut-off sebesar 0,48Hz dan 1,59Hz dan amplifier. Sinyal denyut jantung yang keluar dari rangkaian pengkondisi sinyal diproses dengan mikrokontroler Arduino UNO R3 dan ditampilkan pada LCD dalam beat per minute BPM.

Prematurity is one of the factors of infant mortality. Risks that may occur due to prematurity are bradycardia and tachycardia, where there are abnormalities in the frequency of heart rate. Therefore it is necessary to monitor the heartbeat in real time. In this research is discussed about building a heart rate monitoring device in real time and continuous by utilizing stethoscope. This device is composed of stethoscope, electro condenser microphone, signal conditioning circuit, and Arduino UNO microcontroller.
The experiment is done by installing a stethoscope both on the subject 39 s chest and back to capture the heartbeat signal. After that, the heartbeat signal is sent to an electro microphone equipped with a pre amplifier circuit with a gain of 100 times. The remaining heartbeat signal is then processed by signal conditioners consisting of buffers, filters cut off frequencies of 0.48Hz and 1.59Hz and amplifiers. The heartbeat signal coming out of the signal conditioning circuit is processed by Arduino UNO R3 microcontroller and displayed on the LCD in beat per minute BPM.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steve Immanuel Yahya
"Berdasarkan data eKatalog LKPP tahun 2019-2021, transaksi alat kesehatan di Indonesia masih didominasi produk impor, yakni sebanyak 88%. Patient monitor merupakan salah satu alat medis yang berperan penting untuk membantu dokter mendiagnosa kondisi pasien. Pandemi Covid-19 menciptakan momentum untuk penelitian berbasis health monitoring, terlihat dari banyaknya penelitian di tahun 2020-2023 tentang patient monitor menggunakan STM32, Arduino, dan STM32. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan modul pemantauan saturasi oksigen dan denyut jantung berbasis mikrokontroler STM32F411CEU6 untuk aplikasi patient monitor. Modul yang dikembangkan menggunakan sensor MAX30102 dengan akurasi pemantauan saturasi oksigen sebesar 98.942%, dan akurasi pemantauan denyut jantung sebesar 80.6855%.

Based on data from the LKPP eCatalog for the years 2019-2021, the transaction of medical devices in Indonesia is still dominated by imported products, accounting for 88%. On the other hand, patient monitors are essential medical devices that assist doctors in diagnosing patient conditions. Furthermore, the Covid-19 pandemic has created momentum for health monitoring research, evident from numerous studies conducted between 2020 and 2023 on patient monitors powered by STM32, Arduino, and STM32 platforms. Therefore, this research develops an oxygen saturation and heart rate monitoring module based on the STM32F411CEU6 microcontroller for patient monitor applications. The developed module utilizes the MAX30102 sensor with an oxygen saturation monitoring accuracy of 98.942% and a heart rate monitoring accuracy of 80.6855%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada penelitian ini mikrokontroler 8031 akan diaplikasikan sebagai penghitung denyutjantung. Mikrokontroler akan menghitung jumlah pulsa yang masuk selama 10 detik, yang ditandai dengan adanya inter-up 1 dari monostable, kemudian dikalikan 6 secara software agar didapatkan penghitungan selama satu menit. Hasil perhitungan ini selanjutnya ditampilkan pada peraga. seven segment. Jika basil perhitungan terlalu tinggi, maka led merah akan menyala dan buzzer berbunyi. Sebaliknya jika basil perhitungan terlalu rendah led hijau akan menyala dan buzzer berbunyi. Selanjutnya mikrokontroler menunggu adanya sinyal interupt0 yang menandakan proses penghitungan dimulai kembali. Sebagai sensor denyut jantung digunakan fotodioda yang akan mendeteksi cahaya yang melewati ujung jari. Cahaya ini ditransmisikan oleh larnpu."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
03 Wah p-7
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Hanggoro
"Pada penelitian ini akan dirancang sebuah sistem telehealth berbasis client to server, lebih tepatnya merupakan sistem datalogger yang berfungsi untuk mengumpulkan data berupa denyut jantung manusia yang di dapat dari pulse sensor yang data tersebut akan disimpan di dalam datalogger. Data tersebut dapat dilihat oleh pekerja medis melalui jaringan VPN yang terhubung dengan sistem datalogger. Data tersebut akan ditampilkan melalui web. Hasil didapat setelah melakukan pengujian data yaitu pengujian presentase eror data dan pengujian response time.
Hasil dari pengujian presentase eror data antara data BPM pada datalogger dengan BPM pada ECG rumah sakit memiliki rata-rata sebesar 1,94%. Hasil dari pengujian response time sistem datalogger memiliki rata-rata sebesar 12,4ms. Hasil pengujian presentase eror data mengindikasikan bahwa nilai eror yang didapat memiliki eror yang cukup rendah untuk data biomedis, sehingga sistem dapat digunakan untuk keperluan pemonitoran denyut jantung manusia.

In this study will be designed a telehealth system based on client to server, rather a datalogger system that serves to collect data in form of human heart rate obtained from the pulse sensor and it will stored inside the datalogger. Such data can be monitored by healthcare worker through the VPN network that is connected to the datalogger system. The data will be displayed via web. Result that obtained from two different testing which are error rate testing and response time testing.
Results of error rate percentage between data from datalogger and data from ECG at hospital has an average of 1.94%. Results of the system response time testing has an average of 12,4ms. The test results indicate that data error rate percentage between datalogger system and ECG at hospital have low enough error to be used as biomedical data. So the system can be used for purposes of monitoring the human heart rate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdasari
"Latar belakang: Pasien sindom koroner akut (SKA) dengan gejala ansietas berisiko mengalami luaran negatif yang dimediasi oleh disfungsi otonom yang dapat dinilai dengan variabilitas denyut jantung (VDJ). Penurunan VDJ ditemukan baik pada pasien SKA maupun ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai VDJ pada pasien SKA dengan gejala ansietas dibandingkan dengan tanpa gejala ansietas dan menentukan korelasi antara nilai VDJ dengan gejala ansietas.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Subjek penelitian diambil dari data penelitian utama pada pasien SKA yang dirawat di ruang intensif rawat jantung RSCM periode April-September 2021 secara total sampling. Gejala ansietas dinilai dengan kuesioner. Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Data VDJ yang diambil adalah domain waktu (SDNN, RSSMD) dan frekuensi (LF, HF, rasio LF/HF). Uji Mann-Whitney dilakukan untuk perbedaan nilai VDJ antara subjek dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas, uji Spearman untuk korelasi antara nilai VDJ dengan gejala ansietas, dan analisis multivariat untuk faktor perancu.
Hasil: Tujuh puluh subjek SKA yang dilibatkan terdiri dari 23 subjek dengan gejala ansietas dan 47 subjek tanpa gejala ansietas. Tidak didapatkan perbedaan nilai VDJ (SDNN, RMSSD, LF, HF, rasio LF/HF) antara subjek dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas secara statistik. Setelah mengontrol variabel perancu, gejala ansietas memiliki korelasi dengan SDNN (r = -0,563; p<0,001) yang dipengaruhi oleh usia (p<0,004); sementara nilai LF (r = -0,63; p< 0,001) dipengaruhi oleh usia (p = 0,007) dan penyekat beta (p = 0,030).
Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan nilai VDJ antara pasien SKA dengan gejala ansietas dibanding tanpa gejala ansietas yang bermakna secara statistik, namun terdapat penurunan nilai SDNN, HF, dan rasio LF/HF pada kelompok dengan gejala ansietas yang lebih besar. Terdapat korelasi antara nilai VDJ (SDNN dan LF) dengan gejala ansietas pada pasien SKA.

Background: Acute coronary syndrome (ACS) patients with anxiety symptoms are at high risk of developing poor outcomes mediated by autonomic dysfunction that can be assessed with heart rate variability (HRV). Reductions in HRV are reported not only in ACS but also in anxiety. This study aims to compare HRV of ACS subjects with and without anxiety and to determine the correlation between HRV and anxiety symptoms.
Methods: This research is a cross-sectional study. The study subjects were taken from the primary research data of ACS patients treated at the ICCU of RSCM from April to September 2021 by total sampling. Anxiety symptoms are assessed with Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) questionnaire. HRV analysis consist of time (SDNN, RSSMD) and frequency (LF, HF, LF/HF ratio) domain. Data were analyzed using Mann- Whitney test for differences in HRV between ACS subjects with anxiety symptoms compared to those without anxiety symptoms, Spearman's test for the correlation between HRV and anxiety symptoms, and multivariate analysis for confounding factors.
Results: Seventy ACS subjects involved consisted of 23 subject with anxiety symptoms and 47 without anxiety symptoms. There was no statistical difference in comparison of HRV (SDNN, RMSSD, LF, HF, LF/HF ratio) between anxiety symptoms compare to those without anxiety symptoms. After controlling for confounding variables, SDNN has a correlation with anxiety symptoms (r = -0,563; p<0,001) which was influenced by age (p<0,004); while the LF has a correlation (r = -0,63; p< 0,001) which are influenced by age (p = 0,007) and beta blockers (p = 0,030).
Conclusion: There was no significant difference in HRV values (SDNN, RMSSD, LF, HF, ratio LF/HF) between ACS patients with anxiety symptoms compared to those without anxiety symptoms. There was a correlation between HRV (SDNN and LF) and anxiety symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbelaka, Grace
"Tempo musik mellentukan kecepatan gerak dalam senam erobik. Kecepatan (velocity) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi beban kerja (power output), sehingga menjadi unsur penentu intensitas latihan erobik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara tempo musik pada senam erobik dan peningkatan frekuensi denyut jantung (FDJ) sebagai salah satu parameter intensitas latihan erobik serta mengetahui apakah tempo musik yang digunakan tersebut memberikan gambaran FDJ yang sesuai dengan intensitas latihan erobik untuk individu tidak terlatih (40 - 75 % HRR). Subyek terdiri dari 20 wanita dewasa sehat tidak terlatih berumur 26 - 35 tahun yang melakukan 3 kali senam erobik dengan tempo musik yang berbeda (120, 134, dan 150 ketukan permenit) dengan selang waktu 2 hari. Hasil menunjukkan ketiga tempo musik memberikan gambaran intensitas latihan erobik dalam rentang yang sesuai (40 - 75 % HRR). Uji post-hoc Bonferrolli pada FDJ dan % HRR latihan inti menunjukkan perbedaan bermakna antara ketiga tempo musik (p ::; 0,0166). Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi terkuat antara intensitas latihan dan tempo musik terdapat pada tempo musik 134 BPM (r = 0,409; korelasi lemah). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tempo musik 134 BPM memberikan gambaran intensitas latihan erobik yang paling sesuai untuk wanita dewasa sehat tidak terlatih.

Music beat deiermine velocity of movement in aerobic dance. Velocity is one of the factors that affects power output, in which becoming the detennining factor of aerobic exercise intensity. The purpose of this study was to find out the correlation between music beat in aerobic dance and heart rate (HR) as a parameter' of aerobic intensity as well as to find out whether that music beat reflects HR which is suggested for untrained individual (40 - 75 % HRR). Subjects were 20 sedentlL]" healthy untrained female aged 26 - 3 5 years old, performed 3 sessions of aerobic dance which each session had different music bellts (120, 134, and 150 BPM) in 2-interval days. Result of the study showed that all the three music beats reflect HR suggested for untrained individuals (40 - 7S % HRR). Post-hoc Bonferrolli test showed that there was a significant difference on HR anrl % HRR in the 3 music beats (p ~ 0,0166). Pearson correlation test showed that the strongest correlations between exercise intensity and the 3 music beats was the 134 BPM (r := 0,409; weak correlation). The above results concluded that 134 BPM reflects the most proper aerobic intensity for sedentary healthy untrained adult female.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2006
T58337
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Iyona Sinulingga
"Latar Belakang: COVID-19 dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan jangka panjang yang serius, yang disebut Post-COVID-19 Syndrome (SPC). Saat ini, bukti dan pemahaman yang tersedia tentang manajemen SPC masih terbatas. Oleh karena salah satu gejala SPC dikaitkan dengan gejala psikis, maka psikoterapi dipercaya memiliki peran dalam penatalaksanaan SPC. Tujuan: Mengetahui efektivitas psikoterapi suportif pada pasien SPC di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian klinis acak tersamar tunggal menggunakan kontrol sebelum-setelah intervensi. Peserta secara acak dibagi menjadi dua kelompok: kelompok psikoterapi yang terdiri dari 40 peserta dan kelompok edukasi yang terdiri dari 37 peserta. Setiap kelompok diberikan psikoterapi atau edukasi berbasis internet tiga kali seminggu dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 6-8 peserta. Kuesioner Symptom Checklist-90 digunakan untuk mengevaluasi gejala psikis dan somatik. Variabilitas Denyut Jantung (VDJ) dan Rasio Limfosit Neutrofil (RNL) juga dinilai. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney atau uji T tidak berpasangan. Hasil: Perbaikan skor SCL-90 ditemukan sebesar 17,51 (SD 30,52) pada kelompok psikoterapi dan 19,79 (SD 35,11) pada kelompok edukasi (p = 0,771). Baik psikoterapi maupun edukasi meningkatkan RNL sebanyak 0,03 (IQR -0,17 – 0,27) pada kelompok psikoterapi dan 0,085 (IQR -0,385 – 0,41) pada kelompok edukasi (p = 0,534). Baik psikoterapi maupun edukasi juga menurunkan VDJ sebesar 3,83 (RIK -7,245 – 5,605) pada kelompok psikoterapi dan 0,705 (RIK -6,49 – 4,462) pada kelompok edukasi (p = 0,827). Simpulan: Baik psikoterapi suportif kelompok dan edukasi berbasis internet memperbaiki secara bermakna gejala psikis dan somatik pasien SPC, meskipun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok psikoterapi dan edukasi. Baik psikoterapi suportif kelompok dan edukasi berbasis internet tidak memperbaiki RNL dan VDJ. Saran dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan penambahan frekuensi sesi psikoterapi kelompok berbasis internet kepada pasien SPC dan dilaksanakan pada pagi hari untuk mencapai hasil yang lebih optimal.

Background: COVID-19 can have serious long term health consequences, which is called Post-COVID-19 Syndrome (PCS). Currently, the available evidence and understanding of PCS management is limited. Because one of the symptoms of PCS is associated to psychological symptoms, psychotherapy is believed to have a role in the management of PCS. Objective: To identify the effectiveness of supportive psychotherapy in PCS patients at Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Methods: This study was a single blind randomized clinical trial using a pre-and post-test with control group study design. Participants were randomly divided into two groups: a psychotherapy group with 40 participants and an education group with 37 participants. Each group was given internet-based psychotherapy or education three times a week in a form of group consisting of 6-8 participants. Symptom Checklist-90 questionnaire was used to evaluate somatic and psychological symptoms. Heart rate variability and neutrophil lymphocyte ratio were also investigated. Data analysis was performed using either the Mann-Whitney test or the independent T test. Results: An improvement in the SCL-90 score was found to be 17.51 (SD 30.52) in the psychotherapy group and 19.79 (SD 35.11) in the education group (p = 0.771). Both psychotherapy and education increased NLR by 0.03 (IQR -0.17 – 0.27) in the psychotherapy group and 0.085 (IQR -0.385 – 0.41) in the education group (p = 0.534). Both psychotherapy and education also decreased HRV by 3.83 (RIK -7.245 – 5.605) in the psychotherapy group and 0.705 (RIK -6.49 – 4.462) in the education group (p = 0.827). Conclusion: Both internet-based group supportive psychotherapy and education improved psychological and somatic symptoms in PCS patients, although there was no significant difference between supportive psychotherapy and education groups. Both internet-based group supportive psychotherapy and education did not improve NLR and HRV. Suggestions for further research regarding adding frequency of internet-based group psychotherapy in PCS patients and held in the morning to achieve more optimal results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sodikin Sadek
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S39140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Kwarti Yuliani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
TA2503
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>