Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nata Suwanda
"Wiring harness merupakan salah satu perangkat yang sangat diperlukan bagi kendaraan. Yaitu sebagai alat yang dipakai untuk mengalirkan arus listrik dari satu alat ke komponen yang lain, yang dimulai / dibangkitkan dari sumber arus / AC generator yang kemudian dialirkan keberbagai komponen dan terakhir dismpan dalam battery, sehingga unit kendaraan tersebut dapat beroperasi. Untuk itu para produsen kendaraan bermotor roda dua, seperti: PT. Astra Honda Motor, PT. Kawasaki Motor Indonesia, dan beberapa perusahaan lainnya selalu berupaya meningkatkan dan mengembangkan industri mereka dengan mencari material yang dapat menekan biaya produksi, efisien dan berkualitas. Dalam merancang wiring harness yang baru, dalam produksi kapasitas besar, ditemui adanya beberapa perubahan maupun spesifikasi kabel yang digunakan. Seperti adanya ukuran kabel yang besar yang diinginkan oleh customer atau produsen kendaraan roda dua. Untuk itu perlu adanya penambahan alat atau mesin yang dapat menunjang produktifitas serta efisiensi dalam proses produksi. Maka dirancang suatu mesin yang dapat memenuhi kebutuhan dari produksi untuk membantu proses pengerjaan tersebut, dimana komponen-komponen yang digunakan dalam pembuatan mesin tersebut berasal dari komponen mesin lain yang telah teruji kapasitasnya. Hal ini guna menekan biaya pembelian mesin baru yang memiliki harga relatif mahal. Tanpa mengesampingkan standard kualitas yang ditentukan. Sehingga pada akhirnya dengan rancangan mesin alternatif ini dapat menyederhanakan proses yang juga dapat mengurangi biaya operasional dalam proses produksi.

Wiring harness is kind of equipment which is very important for vehicle. It is use to flow the electrical from one component to another. It is begin from or electric produce from the source of electric, that is called AC generator. And then electric current will flowed to every component and it will be end or store in battery, so the vehicle could operation as well. With this matter the producer of vehicle, especially such as PT. Astra Honda Motor, PT. Kawasaki Motor and some others company, they always try to do their efforts to improve and develop their industry by find out the material which is could reduce the cost production, efficiency and also quality. In designing for new wiring harness for vehicle model in large capacity, it will find so many changes, dimension or specification of wire which is used. The changes is such as size of wire or kind of wire. For example like size of wire that used by customer or producer of two wheel vehicle. For that needed some additional of tools of machine which might be able to support the productivities and efficiency in line production. There for a machine have to designed that could fulfill necessity of production to helping process is done, the components where used in designing this machine comes from existing parts, where those parts is already tested the endurance and durability. This things to reduce the cost for buying new machine with high price. Of course the quality is priority. At last this alternative machine designed to simplify the regular process of production which is has effect with reducing the cost of operational."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S36219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Mursid Prananto
"Mengelola modal dengan baik bukan monopoli seorang ekonom, seorang engineer dihadapkan kepada kenyataan bahwa setiap teknologi tidak akan mendapatkan sambutan dari pengguna teknologi tersebut terutama dari dunia usaha bila tidak nyata-nyata memberikan keuntungan secara ekonornis. Alternatif pengembangan mesin dengan perlengkapan yang lebih canggih tertantang untuk membuktikan bahwa akan memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Ini kalau perusahaan tidak ingin merugi dengan menanamkan modalnya secara sembarangan pada investasi yang belum jelas masa depannya. Penulis melakukan observasi dan penelitian di P.T. X yang sedang merencanakan untuk menerapkan sebuah teknologi yaitu burner dual sistem pada boiler mereka. Dengan burner ini diharapkan akan didapatkan keuntungan dengan menggunakan bahan bakar gas alam yang harganya lebih murah hila dibandingkan dengan bahan bakar minyak yang sekarang digunakan pada burner konvensionaL Yang menjadi masalah, adalah bahwa nilai investasi yang harus ditanamkan cukup tinggi dan burner tersebut dianggap hanya akan bertahan tidak lebih dari lima belas tahun. Penulis melakukan penelitian dengan mencari data konsumsi steam dan bahan bakar yang dibutuhkan saat ini. Kemudian dengan rnelihat nilai kalor yang dibutuhkan, kebutuhan bahan bakar cair itu dikonversikan menjadi kebutuhan bahan bakar gas alam. Selisih biaya operasional inilah yang akan menentukan apakah investasi ini menguntungkan ataukah tidak."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S36216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nurtjahjo Wibowo
"Elemen Allman Quadrilateral (AQ4) adalah elemen yang dikembangkan dengan mengkombinasikan keunggulan elemen klasik Q4 dan Q8 . Elemen ini memiliki 4 nodal sudut dengan masing-masing nodal memiliki 3 derajat kebebasan yaitu ; translasi - x, translasi - y dan drilling rotation. Geometri elemen ini sederhana seperti elemen Q4, akan tetapi akurasi perhitungannya mendekati elemen Q8. Hal ini disebabkan oleh ditambahkannya derajat kebebasan drilling rotation yang diturunkan dan nodal sisi tengah elemen yang shape fimctionnya sama seperti nodal tengah sisi elemen Q8. Untuk meningkatkan kinerjanya, pada proses integrasi numerik perhitungan matrik kekakuan elemen AQ4 jumlah titik integrasi dikurangi clan 3x3 menjadi 2x2.
Pengurangan ini mengakibatkan munculnya rank deficiency dan spurious mode. Namun, masalah tersebut dapat diatasi dengan stabilisasi matrik kekakuan. Penelitian yang dilakukan Hillman Aprira pada karya tulisnya [A3] terhadap elemen AQ4 dengan stabilisasi numerik tersebut pada kasus statik telah memberikan hasil yang memuaskan. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian Hillman yang bertujuan untuk menguji keandalan elemen AQ4 tersebut terhadap kasus-kasus dinamik, khususnya analisa dinamik getaran bebas.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan formulasi matrik masa tergumpal dan matrik massa konsisten. Program yang digunakan adalah UI-FEAP yang dikembangkan dari PC1EAP dengan melengkapi fasilitas perhitungan nilai eigennya. PCFEAP hanya memberikan fasilitas perhitungan nilai eigen metode Subspace dengan matrik massa tergumpal. Setelah dikembangkan menjadi UI-FEAP memberikan 3 alternatif perhitungan matrik massa yaitu : matrik massa konsisten, matrik massa HRZ dan matrik massa tergumpal dengan 2 alternatif metode perhitungan nilai eigen yaitu : metode Lanczos atau Subspace, untuk menyelesaikan ketiga alternatif matrik massa tersebut. Standar pengujian dilakukan berdasarkan NAFEMS dengan memperhatikan nilai-nilai frekuensi naturalnya. Sebagai pembanding dipakai SAP90 yang memakai matrik massa tergumpal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Puspitasari
"Kontrak kerja konstruksi adalah perjanjian antara pihak yang melakukan perjanjian dalam mengatur hak dan kewajibannya serta memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Memahami detail kontrak kerja kontruksi sama dengan memahami seluruh aspek teknis dan nonteknis pekerjaan sebuah proyek konstruksi yang dikenal kompleks. Bagi penyedia jasa, kontrak kerja adalah langkah awal melaksanakan aktivitas pekerjaan selanjutnya. Oleh karena itu, pemahaman kontrak yang baik, tidak hanya menjadi tolak ukur tercapainya pelaksanaan proyek dengan baik, namun juga dalam mencapai kinerja proyek sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
Analisis yang dilakukan adalah mempelajari sejumlah informasi yang berhubungan dengan kontrak untuk mengetahui pemahaman kontraktor dan pelaksanaannya di lapangan yang pada prakteknya selalu ada kendala untuk melaksanakan proyek sesuai dengan kontrak.
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara dan kuisioner terhadap pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan konstruksi khususnya kontraktor. Pengolahan data dilakukan dengan merangkum hasil wawancara dan kuisioner lalu mengelompokkannya dalam tiga kelompok yang berhubungan dengan pemahaman kontrak, pelaksanaannya dan penilaian kinerja proyek.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kontraktor kecil dan menengah telah memiliki pemahaman yang baik mengenai kontrak dan proyek yang dilaksanakan di lapangan pun sudah sesuai dengan kontrak. Diharapkan dengan hasil analisis mengenai pemahaman kontrak yang baik akan mempengaruhi kinerja proyek, pada akhirnya akan menjadikan kontrak tidak hanya untuk dipahami namun juga untuk dilaksanakan dengan baik sesuai isinya.

Contract work construction is agreement among side conducting agreement in arranging its rights and obligations and also have the power of obligatory law. Comprehending contract detail work construction is equal to comprehending entire technical aspect and work untechnic a project of recognized by construction is complex. To service contractor, contract work is step early executing work activity hereinafter. Therefore, understanding of good contract, not only becoming tired yardstick of execution is project of better, but also in reaching performance of project of as according to target which wish to be reached.
Analysis taken is studying a number of information related to contract to know the understanding of contractor and its execution in field which is on its practice always there is constraint to execute the project of as according to contract.
Used method is by interview and quisioner to side which related to activity of construction specially contractor. Conducted Data-Processing embraced result of last quisioner and interview grouping it in three group related to understanding of contract, its execution and assessment of performance of project.
From result of the research can be concluded that middle and small contractor have owned the understanding of good regarding executed by project and contract in field even also have as according to contract. Expected with result of analysis regarding the understanding of good contract will influence performance of project , in the end will make contract not just for comprehended but also be achieved better according to its contents
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35315
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Yunadiesti
"Syarat penting untuk menuntun kepada keberhasilan suatu proyek adalah pengendalian yang menyeluruh terhadap faktor-faktor waktu, biaya dan mutu. Pada umumnya proses pengendalian dalam setiap kegiatan konstruksi terdiri dari fungsi dari tiga langkah pokok, yaitu : (1) pengukuran, yang merupakan penetapkan standar kinerja; (2) evaluasi, pengukuran kinerja terhadap standar; dan (3) tindakan koreksi, yakni upaya pembetulan apabila terjadi penyimpangan terhadap standar yang diberlakukan. Pengendalian biaya proyek bertujuan untuk meningkatkan kiner a biaya proyek sehingga biaya aktual lebih kecil atau sama dengan biaya rencana. Pengendalian biaya proyek ini termasuk diantaranya adalah pengendalian biaya subkontraktor. Pengendalian terhadap penyimpangan biaya (cost overrun) pada pengelolaan subkontraktor dapat dilakukan dengan penerapan langkah-langkah tindakan koreksi yang sesuai sehingga tindakan koreksi efektif dan efisien dalam mengatasi penyimpangan biaya yang terjadi.
Rekomendasi tindakaa koreksi pengendalian biaya subkontraktor telah diidentifikasi dari penelusuran dampak dan penyebab penyimpangannya pada penelitian sebelumnya. Rekomendasi tindakan koreksi ini masih memerlukan langkah-langkah tindakan koreksi yang jelas. Dengan bantuan Metode Delphi maka penelitian ini akan mengidentiftkasi langkahlangkah rekomendasi tindakan koreksi tersebut dengan menghimpun langkah-langkah tindakan koreksi yang berbeda-beda dari setiap pakar untuk selanjutnya dilakukan analisis dan pengambilan rekomendasi langkah-langkah yang memiliki frekuensi penerapan tertinggi dan cocok dengan tindakan koreksinya. Hasil penelitian ini aka; digunakan untuk melengkapi Software Corrective Action dan Neural Network yang dapat memudahkan pengambilan keputusan dalam pengendalian biaya proyek."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Kasmi
"Hubungan Pemilik proyek (owner) dan kontraktor dalam suatu proyek konstruksi memiliki peranan penting dalam keberhasilan proyek. Tidak jarang permasalahan proyek berawal dari perbedaan persepsi antara pemilik proyek dan kontraktornya yang berujung pada klaim dan dispute. Manajemen Komunikasi Proyek menjadi suatu disiplin yang dapat mengatur keselarasan hubungan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat di dalam proyek, termasuk antara kontraktor dan owner.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor dominan dalam manajemen komunikasi proyek EPC antara kontraktor (PT.X) dan pemilik proyek pada tahap engineering yang mempengaruhi kinerja waktu, sekaligus tindakan terhadap faktor-faktor tersebut sebagai respon resiko utama. Proses penelitian dimulai dari identifikasi faktor-faktor risiko, analisa risiko, evaluasi risiko, dan tindakan mengelola risiko (treatment atau risk response). Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko dilakukan secara kualitatif, dengan menganalisis data persepsi yang didapat dari kuisioner dengan responden manajer proyek, atau team inti proyek pada PT.X yang mempunyai pengalaman dalam proyek EPC. Analisa data diolah dengan melakukan uji Reliability, uji U Mann-Whitney, uji Kruskal-Wallis, serta pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisa level risiko untuk mendapatkan prioritas/rangking faktor. Korelasi nonparametris dilakukan dengan korelasi Kendall Tau dan Spearman. Validasi ke pakar dilakukan baik pada tahap penentuan variabel maupun validasi hasil penelitian.
Hasil analisa data menunjukkan terdapat delapan faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap kinerja waktu proyek EPC yang dilakukan PT. X, antara lain : Keterlambatan penyelesaian pekerjaan (design) dan aktivitas berikutnya yang diakibatkan oleh jangka waktu persetujuan dari pemilik proyek terhadap dokumen yang diajukan oleh kontraktor tidak dibatasi atau melebihi batas waktu yang disepakati, Terjadi penyimpangan informasi dan timbulnya idle time akibat alur informasi dan koordinasi yang berbelit-belit dari kontraktor ke owner, Timbulnya idle time (waktu tunggu) akibat kurang jelasnya alur approval dari kontraktor ke owner, dan Terjadinya idle time akibat gambaran Informasi yang disampaikan tidak jelas. Dari analisa korelasi nonparametris terlihat bahwa factor risiko tersebut berkorelasi menurunkan kinerja waktu proyek.

The Relation between owner and the contractor in a construction project, shows important role to performance of project. Not rarely, problems of project is caused by difference of perception between owner and the contractor of which resulting claim or dispute. Recently, Management Communications of Project becomes a discipline that is able to control compatibility of communications among stakeholders concerned in project, including contractor and the owner.
The objective of this research is to know dominant factors in communications management of EPC Project between the contractor ( PT.X) and the owner during phase of engineering influencing time performance, and to find the risk respond of them. Research process started from identifying risk factors, risk analysis, risk evaluation, and action ( or treatment of risk response). The risk factors research try to find out qualitatively, by analyzing the perception data as the result of the questioners to the project manager, the core team of the EPC project company in Indonesia and whom had the experienced in EPC. The data is processed by descriptive statistic, Mann-Whitney U test, Kruskal-Wallis test, and Analytic Hierarchy Process (AHP) in order to have the priority factor, and continued with validation to expert.
Data analysis results, there are eight dominant factors which have significant effect to time performance of project, Delay of design process and activities caused unlimited time or expired status to approval documents, Interrupted informations and idle time caused complicated flow of information and coordination beetween contractor and the owner, and idle time caused the detail information is unclear. This research performs that risk factor may influence the time performance, relatively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35287
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oman Komarudin
"Setiap manufaktur memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki perbedaan kebutuhan terhadap perangkat lunak. Perusahaan manufaktur, terutama skala kecil dan menengah, umumnya memilih mengembangkan perangkat lunak sesuai kebutuhan masing-masing dibanding menggunakan enterprise resources planning (ERP) yang bersifat ”commercial-off-the-shelf ”. Pengembangan perangkat lunak pada manufaktur biasanya dilakukan dengan mengadopsi perangkat lunak yang sudah ada kemudian dilakukan perubahan sesuai kebutuhan (clone-and-own). Teknik clone-and-own menyebabkan pengembangan dan pemeliharaan perangkat lunak semakin kompleks. Perubahan dan perbaikan pada satu perangkat lunak sulit diimplementasikan pada perangkat lunak lainnya. Software Product Line Engineering (SPLE) merupakan konsep pengembangan perangkat lunak yang dapat menghasilkan banyak produk perangkat lunak sejenis dengan tetap mengakomodir perbedaan kebutuhan masingmasing. SPLE menciptakan platform yang dapat digunakan kembali (reusable platform) untuk membangun variasi perangkat lunak sesuai kebutuhan. Untuk menerapkan SPLE pada domain manufaktur, diperlukan langkah-langkah konkrit pada setiap proses SPLE. Penelitian ini akan merumuskan langkah-langkah dalam menerapkan SPLE pada domain manufaktur skala kecil dan menengah. Rancangan penelitian mengacu pada framework pengembangan SPLE yang telah ada. Dengan melakukan studi literatur dan penelitian mendalam, dihasilkan sebuah kerangka kerja yang dapat diikuti oleh pengembang perangkat lunak untuk menerapkan SPLE pada domain manufaktur. Kerangka kerja ini terdiri dari proses yang berkesinambungan, mulai dari domain requirement engineering yang menghasilkan requirements artefact dan digambarkan dalam sebuah variability modeling, domain design menggunakan UML-DOP untuk menggambarkan arsitektur perangkat lunak produk lini, serta domain realisation dalam bentuk reusable artefacts. Micro Textual Variability Language (µTVL) digunakan untuk menggambarkan feature model. Penelitian ini menggunakan ABS modeling language untuk mendefinisikan modul-modul core dan delta. Product configuration menggambarkan koleksi fitur yang dimiliki. Penelitian ini berhasil merumuskan langkah-langkah penerapan SPLE pada domain manufaktur menjadi sebuah kerangka kerja yang dapat digunakan dalam pengembangan perangkat lunak.

Each manufacturing company has different characteristics, resulting in varying software needs. Manufacturing companies, especially small and medium-scale ones, generally prefer to develop software according to their specific requirements rather than using ”commercial-off-the-shelf” enterprise resource planning (ERP) solutions. Software development in manufacturing is typically done by adopting existing software and making modifications as needed (clone-and-own approach). The clone-and-own technique leads to increasingly complex software development and maintenance. Changes and improvements made to one software are difficult to implement in other software systems. Software Product Line Engineering (SPLE) is a software development concept that allows the creation of multiple similar software products while accommodating individual needs. SPLE creates a reusable platform for building software variations based on requirements. To apply SPLE in the manufacturing domain, concrete steps are required for each SPLE process. This research aims to formulate the steps for implementing SPLE in small and medium-scale manufacturing domains. The research design refers to existing SPLE development frameworks. Through literature study and in-depth research, a framework is developed that can be followed by software developers to implement SPLE in the manufacturing domain. The framework consists of a continuous process, starting from domain requirement engineering that produces requirements artifacts and is represented in a variability modeling approach. Domain design utilizes UML-DOP to depict the architecture of software product lines, and domain realization takes the form of reusable artifacts. Micro Textual Variability Language (µTVL) is used to describe the feature model. ABS modeling language is employed in this research to define core and delta modules. Product configuration represents the collection of features possessed. This research successfully formulates the steps for implementing SPLE in the manufacturing domain, providing a framework that can be used in software development."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilar Bagaskoro Buono
"Proses roll-drawing adalah kombinasi dari proses rolling dan drawing dimana dalam arah memanjang, gaya diterapkan dan satu set idle roll ditempatkan sebagai die. Tembaga merupakan logam mulia dan sangat berguna dalam bidang industri, misalnya dalam aplikasi listrik karena sifat-sifatnya termasuk konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, ketahanan korosi, mudah paduan dengan elemen lain, dan terakhir kelenturannya. Wire drawing adalah cold working process yang biasanya digunakan dalam produksi kawat tembaga. Bentuk kawat tergantung pada bentuk die. Bentuk yang biasa digunakan untuk kawat tembaga adalah round cross-section yang banyak diproduksi untuk industri kelistrikan. Tembaga sendiri dapat ditarik dari batang menjadi kawat dengan ukuran yang sangat halus, karena sifat mampu bentuk atau kelenturannya yang unggul, dan tembaga tidak memerlukan proses annealing. Ketika kawat tembaga melewati proses roll-drawing, akan ada dua deformasi yang berlangsung secara bersamaan pada bagian tersebut; deformasi lateral dan longitudinal karena ketika kawat melewati rolling dies, terjadi deformasi lateral dan ketika sampel masuk ke proses penarikan, terjadi deformasi longitudinal. Prediksi perilaku deformasi kawat tembaga dalam proses roll-drawing ini perlu dijelaskan, karena kebutuhan akan informasi lebih lanjut tentang proses ini semakin meningkat. Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memprediksi pelebaran lebar kawat tembaga pada proses roll-drawing dengan tinggi dan lebar tertentu, dengan membuat model berdasarkan model yang sudah ada untuk proses rolling dan kemudian membandingkannya dengan data eksperimen. Hasilnya sangat menjanjikan, model baru cocok dengan data eksperimen dan akurasinya bagus untuk analisis kuantitatif. Investigasi lebih lanjut terhadap topik khusus ini dapat dilakukan untuk lebih meningkatkan akurasi model baru.

Roll-drawing process is a combination of rolling and drawing process where in a longitudinal direction, force is applied and a set of idle rolls is placed as a die. Copper is a noble metal and very useful in industrial sector, for example in electrical applications because of its properties including high thermal and electrical conductivity, corrosion resistance, easy to alloy with other elements, and lastly its malleability. Wire drawing is a cold working process usually used in production of copper wire. The shape of wire depends on the shape of the dies. The shape that usually is used for copper wire is a round cross-section, mostly produced for electrical industries. Copper itself can be drawn from rod into wire with a very fine size, due to its superior formability or malleability, and copper does not need intermediate annealing process. When copper wire goes through a roll-drawing process, there will be two simultaneously ongoing deformations on the section; lateral and longitudinal deformation because when the wire goes through the rolling dies, a lateral deformation happens and when the sample goes to the drawing process, the longitudinal deformation happens. A prediction of this deformation behavior of copper wire in roll-drawing process need to be described, as the needs for more information about this process is growing. Thus, the main objective of this study is to predict the spread of copper wire in a roll drawing process with specific height and width, by creating a model based on the pre-existing model for rolling process and then comparing it to the experimental data. The results came out are very promising, the new model fits with the experimental data and the accuracy is good for the quantitative analysis. More investigations towards this particular topic can be done to further increase the accuracy of the new model.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dene Herwanto
"Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian negara, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun kontribusinya sangat besar, kondisi ruang kerja di UKM manufaktur kurang baik dengan tingkat kecelakaan yang tinggi dan produktivitas yang rendah, yang disebabkan karena proses perancangan tempat kerja yang kurang baik akibat tidak adanya framework proses perancangan tempat kerja untuk UKM. Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan framework proses perancangan tempat kerja yang sesuai dengan karakteristik UKM manufaktur di Indonesia guna membantu para pengelola UKM manufaktur dalam merancang tempat kerjanya dengan baik sehingga dapat diperoleh ruang kerja yang aman, sehat, dan produktif.
Pengembangan framework ini diawali dengan tahapan pencarian literatur yang mendapatkan enam artikel yang mencatumkan framework atau metodologi proses perancangan tempat kerja. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis kualitatif terhadap enam framework proses perancangan tempat kerja untuk industri manufaktur yang diperkenalkan oleh para peneliti terdahulu. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa dua dari enam framework dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan framework usulan, yaitu framework yang diperkenalkan oleh Battini et al. (2011) dan Caputo et al. (2019). Analisis kualitatif lanjutan dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian variabel-variabel dan tahapan-tahapan proses perancangan tempat kerja di dalam kedua framework acuan dengan karakteristik UKM manufaktur di Indonesia sekaligus untuk menentukan variabel-variabel dan tahapan-tahapan yang relevan dan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan framework usulan.
Berdasarkan hasil analisis, dikembangkan framework usulan awal yang kemudian diverifikasi melalui wawancara dengan para pengelola UKM manufaktur di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Berdasarkan hasil verifikasi dan paper review lanjutan kemudian framework usulan awal direvisi sehingga menghasilkan framework usulan final yang terdiri dari tujuh tahapan, yaitu: (1) analisis famili produk, (2) pendefinisian siklus produksi, (3) estimasi waktu produksi, (4) perancangan tempat kerja, (5) evaluasi produktivitas, (6) optimalisasi waktu produksi, dan (7) tempat kerja yang aman, sehat, dan produktif. Mengingat ukuran tempat kerja di UKM yang terbatas, maka tahap keempat dirinci menjadi tiga subtahapan, yaitu (1) perancangan stasiun kerja; (2) perancangan layout fasilitas; dan (3) pengaturan kondisi lingkungan fisik (kebisingan, pencahayaan, dan temperatur), yang berarti bahwa perancangan tempat kerja di UKM harus dilakukan secara menyeluruh di area tempat kerja. Pemerincian tahap keempat tersebut menjadi pembeda antara framework usulan ini dengan framework sebelumnya, di mana perancangan tempat kerja pada framework sebelumnya hanya difokuskan pada satu stasiun kerja atau lini assembly saja. Selain itu, framework usulan ini juga mempertimbangkan aspek kondisi lingkungan (kebisingan, pencahayaan, dan temperatur) yang tidak ada dalam framework sebelumnya. Terdapat tujuh variabel yang dipertimbangkan dalam framework usulan ini dalam proses perancangan tempat kerja, yaitu variabel: (1) produk, (2) proses, (3) ruangan, (4) pekerja, (5) ergonomi, (6) material handling, dan (7) kondisi lingkungan fisik. Validasi framework usulan dilakukan melalui studi kasus dengan simulasi pada enam UKM manufaktur di wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Hasil studi kasus menunjukkan bahwa penerapan framework ini dapat memperbaiki produktivitas rata-rata sebesar 14,69%, memperbaiki efisiensi jarak dan waktu material handling rata-rata sebesar 23,97% dan 22,46%, menekan risiko kecelakaan kerja hingga 0 (nol), dan memperbaiki kondisi lingkungan fisik (kebisingan, pencahayaan, dan temperatur) hingga 100% sesuai dengan standar atau nilai ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil penelitian ini bisa diterapkan oleh para pengelola UKM dalam merancang tempat kerjanya sehingga dapat diperoleh tempat kerja di UKM manufaktur yang aman, sehat, dan produktif. Meskipun ditujukan untuk membantu pengelola UKM, framework ini juga dapat digunakan oleh para peneliti, konsultan, dan para praktisi yang memiliki minat pada proses perancangan tempat kerja di UKM manufaktur.

Small and Medium Enterprises (SMEs) have a significant contribution to the country's economy, especially in developing countries, including Indonesia. Even though their contribution is significant, the working space conditions in manufacturing SMEs are not good with high accident rates and low productivity, which caused by a poor workplace design process due to the absence of a workplace design process framework for SMEs. This research aims to develop a workplace design process framework that suits the characteristics of manufacturing SMEs in Indonesia to assist manufacturing SME managers in designing their workplaces well so that they can obtain a safe, healthy, and productive workplace.
The development of this framework began with a literature search stage which obtained six articles that included a framework or methodology for the workplace design process. The next stage is to carry out a qualitative analysis of the six workplace design process frameworks for the manufacturing industry introduced by previous researchers. The results of the qualitative analysis show that two of the six frameworks can be used as a reference for developing the proposed framework, namely, the framework introduced by Battini et al. (2011) and Caputo et al. (2019). Further qualitative analysis was carried out to evaluate the suitability of the variables and stages of the workplace design process in the two reference frameworks with the characteristics of manufacturing SMEs in Indonesia as well as to determine the variables and stages that are relevant and can be used as a reference in developing the proposed framework.
Based on the results of the analysis, an initial proposed framework was developed which was then verified through interviews with managers of manufacturing SMEs in the Karawang Regency area, West Java. Based on the results of the verification and follow-up paper review, the initial proposal framework was revised to produce a final proposal framework consisting of seven stages, namely: (1) product family analysis, (2) definition of the production cycle, (3) production time estimation, (4) design workplace, (5) productivity evaluation, (6) optimization of production time, and (7) safe, healthy and productive workplace. Considering the limited size of workplaces in SMEs, the fourth stage is broken down into three sub-stages, namely (1) workstation design; (2) facility layout design; and (3) regulation of physical environmental conditions (noise, lighting, and temperature), which means that workplace design in SMEs must be carried out thoroughly in the workplace area. The detailing of the fourth stage is the difference between this proposed framework and the previous framework, where workplace design in the previous framework only focused on one workstation or assembly line. Apart from that, this proposed framework also considers aspects of environmental conditions (noise, lighting, and temperature) that were not included in the previous framework. There are seven variables considered in this proposed framework in the workplace design process, namely variables: (1) product, (2) process, (3) space, (4) workers, (5) ergonomics, (6) material handling, and (7) physical environmental conditions. Validation of the proposed framework was carried out through case studies with simulations on six manufacturing SMEs in the Karawang Regency area, West Java.
The results of the case study show that the application of this framework can improve productivity by an average of 14.69%, improve the efficiency of distance and material handling time by an average of 23.97% and 22.46%, reduce the risk of work accidents to 0 (zero), and improve physical environmental conditions (noise, lighting, and temperature) up to 100% by standards or threshold values set by the government. The results of this research can be applied by SME managers in designing their workplaces so that they can obtain a workplace in manufacturing SMEs that is safe, healthy, and productive. Although intended to help SME managers, this framework can also be used by researchers, consultants, and practitioners who have an interest in the workplace design process in manufacturing SMEs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Abadi
"Penentuan parameter pengendali merupakan suatu hal penting untuk memperoleh kinerja pengendali yang optimum (diantaranya, IAE atau Integral Absolute Error-nya minimum). Pada penelitian ini, jenis pengendali yang ditinjau adalah pengendali P dan PI karena pengendali ini lebih murah dibanding pengendali PID, serta lebih efektif pada sistem sederhana yang tidak membutuhkan keakuratan yang tinggi. Korelasi untuk menentukan parameter pengendali berdasarkan model FOPDT (First Order Plus Dead Time) yang ada saat ini masih menghasilkan error yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu korelasi baru yang lebih baik Penentuan korelasi baru ini menggunakan metode tuning pada pengendali P & PI yang sudah ada, kemudian dilakukan trial & error. Trial & error dilakukan dengan memperbesar dan memperkecil parameter yang sudah didapatkan dari metode lain sampai diperoleh IAE yang paling minimum. IAE menunjukkan luas daerah antara perbedaan grafik variabel yang dikontrol dengan grafik input berupa perubahan set point, sehingga IAE minimum menunjukkan osilasi, overshoot, settling time, dan rise time yang minimum juga. Variasi parameter-parameter FOPDT (K, ?, ?) digunakan untuk mendapatkan berbagai parameter-parameter pengendali yang optimum, yang selanjutnya digunakan untuk membuat suatu korelasi baru."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>