Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochammad Renaldy Abdurachman
"Pengkondisian udara dengan maksud untuk mengatur nilai temperatur dan kelernbaban udara sangat penting untuk mendapatkan suatu udara yang nyaman bagi ma usia dan mandukung proses industri. Dengan metode pandinginan evaponatif udara dapat dikondisikan agar mempunyai temperatur dan kelembaban relatif yang tartentu.
Pendinginan evaporatif bertujuan untuk menurunkan temperatur bola kenng udara dan menaikkan kelembaban relatif dengan temperatur bola basah yang konstan. Tujuan penufisan skripsi ini adalah untuk mengetahui unjuk kerja dari alat eksperimen pendingin evaporatif iangsung dengan menvanasikan peletakan penyearah aIiran pada posisi 0 cm dan dimajukan sejauh 20 cm dan posisi awal.
Alat eksperimen pendingin evaporatif langsung dengan menggunakan fan sentrifuga! sebgai komponen pengolah udara untuk menghembuskan udara melewati media basah yang dibasahi oleh air. Dengan melakukan pengujian pada alat eksperimen didapafkan data-data temparatur bola kering dan temperatur bola basah.
Dari data-data tersebut dilakukan perhitungan-perhitungan dengan rumus-rumus yang diketahuf dan diagram psikometri. Dan hasil pengujian didapatkan penumnan iemperatur bola kering yang disertai juga dengan penurunan temperatur bola basah sehingga kelembaban relatif udara tersebut juga rnengalami penurunan Dan hasif parhitungan juga didapat penumnan nano humiditas yang berarti kandungan uap air dafam udara berkurang atau berubah menjadi aiu Kesalahan pengujian disebabkan oleh kesalahan pengukuran temperatur bofa basah dengan menggunakan termokopal, dimana penempatan dan penggunaan kain basah sebagai pembasah tidak bekerja dengan efektif.
Alat eksperimen menunjukkan penurunan temperatur bola kering rata-rata sebesar 0,88 °C, temperatur bofa basah sabesar 0,38 °C pada posisi penyearah aliran di 0 Cm dan efisiensi alat rata-rata 31,3% Pada saat penyearah aliran dimajukan sejauh 20 Cm penurunan temperatur bola kering dan bola basah terjadi rata-rata sebesar 0,2"C dan 0,73 ?C sehingga didapatkan elisiensi alat rata-rata yaftu 13,3%. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S37016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Proses perlakuan terhadap udara dengan mengatur suhu, kelembaban, kebersihan, pengaluran kecepatan, dan penyisihan partikel dari uap beracun telah dimanfaatkan manusia baik untuk kenyamanan (comfort) maupun untuk keperluan industri. Terdapat beberapa metode atau cara yang dikenai dalam pengkondisian udara, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan sistem pendinginan evaporatif (evaporative cooling). Dengan metode pendinginan evaporatif udara dikondisikan agar temperatur yang berupa kalor sensibel diturunkan suhunya dengan menaikan kelernbaban dalam bentuk kalor iaten (kandungan uap air).
Untuk menurunkan temperatur dan menaikkan kelembaban udara maka diperlukan media yang dapat memberikan perpindahan kalor dan massa dari udara dengan media tersebut. Pada pendinginan evaporatif air pengisi disirkulasikan oleh suatu pompa sehingga media evaporatif (wet-pad) menjadi basah atau mengandung air. Pada saat udara dialirkan maka terjadi kontak anmra aliran udara dari fan dengan air sirkulasi pada wet-pad sehingga terjadi evaporasi dari air ke aliran udara.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap suatu Direct evaporative Cooler jenis aliran silang (crossflow) buamn Munters. Data-data berupa temperatur diukur dengan menggunakan termokopel dan data acquisition control system HP 3497A. Dari hasil pengujian dan pengolahan data diperoleh bahwa pada kondisi temperatur air sirkulasi normal ( 25 °C), terjadi penurunan temperatur bola kering udara rata-rata 3.4 °C clan kenaikan rasio kelcmbaban 1,25 gr uap air/kg udara kering pada temperatur bola basah relatif konstan. Pada temperatur air sirkulasi dingin (dibawah 20 °C) teriadi penurunan temperatur bola kering 6,2 °C, temperatur bola basah 1.9 °C dan rasio kelembaban udara juga turun 0,3 gr uap air/ kg udara kering. Dan pada saat temperatur air sirkulasi dipanaskan (diatas 30 °C) maka terjadi kenaikan balk temperatur maupun kelernbaban udara. Tempcramr bola kering naik 1°C, bola basah 4 °C serta rasio kelembaban naik sebesar 6,6 gr uap air / kg udara kering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Ali Gunawan
"Konduktivitas termal menunjukkan seberapa cepat panas mengalir pada bahan tertentu pada pengujian ini bahan yang akan diuji menggunakan serat luffa sebagai cooling pad yang diaplikasikan pada sistem evaporative cooling. Untuk mengetahui nilai panas yang dipindahkan dari heat pipe ke cooling pad pada alat evaporative cooling yang ditambahkan heat pipe perlu diketahui termal konduktivitas dari serat yang akan dijadikan media pendingin. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui nilai konduktivitas termal dari serat luffa dengan menggunakan alat konduktivitas termal berbasis termoelektrik dan mengetahui kinerja dari evaporative cooling berbasis finn heat pipe. Metode yang digunakan yaitu metode axial flow dengan variasi temperatur 35-50 oC. Sedangkan variasi temperatur pada evaporative cooling digunakan untuk mengetahui kinerja dari sistem evaporative cooling pada temperatur 35-45 oC pada udara masuk sistem serta variasi temperatur air 20 oC dan 25 oC pada cooling pad. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa nilai konduktivitas termal pada temperatur 35 oC dari serat luffa sebesar 0,0459 W/mK dan serat luffa sebesar 0,1746 W/mK. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai untuk nilai penurunan temperatur terbesar yang didapat 6,67°C, effectiveness wet bulb 49,94%, effectiveness dew point 37,99% kemudian untuk EER 6,32.

Thermal conductivity evaluates how fast heat flow through with a bahan once it is tested using luffa fiber as a cooling 1,1 m/sfor the cooling pad used for an evaporative cooling system. The thermal conductivity of the fiber that will be used as the cooling 1,1 m/sshould be known in determining the value of heat transferred from the heat pipe to the cooling 1,1 m/sin the evaporative cooler with the extra heat pipe. The purpose of this research is to use a thermoelectric-based Ogawa Saiki thermal conductivity instrument to determine the thermal conductivity value of luffa fiber and to evaluate the performance of finn heat pipe-based evaporative cooling. The axial f0,4 m/s method was used, with a temperature variation of 35-50 oC while the temperature variation in evaporative cooling is used to determine the performance of the evaporative cooling system at a temperature of 35-45oC in the air intake system and variations in air temperature of 20 oC and 25oC on the cooling pad cooling media, the temperature variation in evaporative cooling is used to determine the performance of the evaporative cooling system at a temperature of 35-45oC in the air intake system and variations in air temperature of 20oC and 25oC. The thermal conductivity value of luffa fiber at a temperature of 35oC was 0.0459 W/mK, while luffa fiber was 0.1746 W/mK, according to the test. According to the calculations, the value for the largest temperature drop is 6.67°C, the wet bulb effectiveness is 49.94 %, the dew point effectiveness is 37.99 %, as well as the EER is 6.32."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Evi Sofia
"Sebagian besar penelitian tentang evaporative cooling hanya berfokus pada proses termodinamika dan optimalisasi kinerja beberapa konfigurasi dasar, seperti direct evporative cooling (DEC) dan tipe tubular atau plat indirect evaporative cooling (IEC). Penelitian mengenai beberapa teknologi evaporative cooling terbaru seperti heat pipe IEC, dew point IEC dan semi indirect evaporative cooling, masih sedikit dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem pengkondisian udara yang menggunakan indirect evaporative cooling yang dikombinasikan dengan finned heat pipe sebagai pemindah panas dan cooling pad dari bahan serat alami. Tahapan awal dilakukan dengan melakukan studi literatur mengenai indirect evaporative cooling dan heat pipe, melakukan evaluasi terhadap penelitian yang pernah dilakukan, melakukan pengujian terhadap karakteristik finned heat pipe yang akan digunakan, melakukan penelitian terhadap bahan media pendingin berbahan serat alami yang akan digunakan, merancang bangun kombinasi indirect evaporative cooling dan finned heat pipe dengan media pendingin berbahan serat alami. Selain itu pada penelitian ini juga akan dicari beberapa hubungan atau korelasi antara parameter-parameter yang ada pada indirect indirect evaporative cooling dengan tujuan meningkatkan efektifitasnya. Hasil dari pengujian ini menunjukkan bahwa efektivitas indirect evaporative cooling meningkat ketika digunakan serat alami berbahan nanas dibandingkan dengan serat lain (rami dan luffa), nilai maksimumnya 90% untuk efektivitas wet bulb dan 71% untuk efektivitas dew point, serta nilai EER yang mencapai 62%. Selain itu kinerja finned heat pipe sebagai pemindah panas bekerja dengan baik pada sistem ini terbukti dengan nilai kapasitas pendinginan maksimum yang mencapai 1180W.

The majority of evaporative cooling research only considers the thermodynamic operations and performance enhancement of a few fundamental configurations, such as direct evaporative cooling (DEC) and indirect evaporative cooling (IEC) tubular or plate kinds. There is still little research on some of the most recent evaporative cooling techniques, including indirect evaporative cooling (IEC) heat pipes, indirect evaporative cooling (IEC) dew points, and semiindirect evaporative cooling. With the use of finned heat pipes for heat transfer, cooling pads made of natural fibers, and indirect evaporative cooling, an air conditioning system is being developed. The first stage involves researching indirect evaporative cooling and heat pipes in the literature, assessing previous research, testing potential finned heat pipe characteristics, researching potential cooling media materials made of natural fibers, and designing buildings with a combination of indirect evaporative cooling and finned heat pipes and a natural fiberbased cooling medium. In addition, this study will look for connections or correlations between the present indirect evaporative cooling factors in an effort to increase its efficiency. The results of this test demonstrate that using natural fibers made from pineapple increases the effectiveness of indirect evaporative cooling when compared to other fibers (ramie and luffa); the maximum value is 90% for the wet bulb effectiveness and 71% for the dew point effectiveness, and the EER value reaches 62%. Additionally, this system effectively transfers heat thanks to the finned heat pipes, as shown by the maximum cooling capacity of 1180 W."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"fish will experience a degradation process that leads to the decay process after its capture and death. This loss of quality is caused by bacterial activity,enzyme activity, or o combination of those factors. during the effort of decreasing the temperature by using cooling techniques, fish fishery business. In this study, the experiment will be conducted to determine the effect of different cooling media for quality fish. Cooling medium used is : (a) 99% salt and 1% water (b) 98% salt and 2% water (c)97% salt and 3% fresh and sea water. All media are included in the coolbox . Addition of salt can reduce the temperature of coling media coolbox below 0 derajatC. Ther higher the salt concentration in water, the lower temperatures in the coolbox and the higher salt concentration so that increasing the coolbox temperature will be faster. For sea water temperature is achieved at temperatures as low as 3- derajat C and quickly going up . Viewed from the best cooling media is a mixture of fresh water ice 99% + salt 1% protein content compared with most other cooling medium that is equal to 11.8 %."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Dadang Ardiansyah
"Ice Slurry adalah sebuat teknologi langka di Indonesia. Bentuk dan proses pembuatan yang sangat unik membuat ice slurry mempunyai kelebihan diantara es dan air. Dalam aplikasinya sudah mulai banyak diterapkan sebagai pendingin gedung dan pendingin ikan nelayan. Indonesia adalah negara maritime sehingga mata pencaharian nelayan sangat banyak. Namun mata pencaharian tersebut tidak populer karena pendapatan yang kecil. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian nelayan salah satunya penerapan ice slurry sebagai media pendingin ikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik ice slurry berbahan dasar air laut dengan variasi salinitas. Variasi salinitas yang digunakan maksimum 30 ppt, 26 ppt, 22 ppt dan 18 ppt. Untuk pengujian dilakukan pada alat scraper ice slurry generator karena hasil fraksi es yang lebih besar. Temperatur fan condenser, rpm motor, dan volume beban sama untuk semua variasi. Selain itu juga dilakukan variasi beban evaporator dari sistem pendingin.
Hasilnya adalah salinitas rendah lebih menghasilkan fraski es dibanding salinitas tinggi, namun terdapat es balok pada hasil ice slurry. Enthapi terendah pada salinitas rendah sedangkan viskositas dan konduktivitas termal tertinggi di salinitas terendah. Kesimpulan ini didukung oleh variasi beban evaporator yang menunjukkan hasil sama untuk kalor 1.718 kW dan 2.947 kW.

Ice Slurry is a rare technology in Indonesia. Shape and procces ice slurry is unique, so ice slurry have many advantages between ice and water for cooling system. Ice slurry application has been applied as building cooling and fish cooling. Indonesia is maritime country so many people work as fisher. But actually that job now isn?t popular because small income. Many effort to increase economic of Indonesia fisher, the one of solution is ice slurry as fish cooling in above their ship.
The purpose from this research is to know characteristic of ice slurry based on sea water with salinity variant. The variations are 30 ppt, 26 ppt, 22 ppt and 18 ppt. The experiment used scraper ice slurry genearator because result of ice fraction is bigger than the others. Temperature fan in condenser, rpm motor, and volume are same every experiment. The others variation is evaporator load with same parameter.
The result in low salinity produced big fraction es compare with high salinity, but in the result ice slurry contain ice beam. Conclutsion from calculated of result ice slurry is low enthapy on low salinity, the big value of viscous and conductivity thermal on low salinity. The conclusion has supported with variation of load evaporator that presented result as trend as for 1.718 kW and 2.947 kW.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42071
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suranto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S37222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Luthfi Setyana
"Penilitian ini membahas tentang retrofit sistem pendingin mesin untuk kapal coaster 1200GT dengan menggunakan sistem keel cooler. Dimana proses untuk mengganti suatu sistem yang sudah ada yang disebut retrofiting. Kapal coaster 1200GT merupakan kapal pengangkut barang untuk pelayaran pantai. Kapal ini memiliki spesifikasi panjang keseluruhan ( ), panjang diantara garis tegak lurus ( ), lebar kapal ( ), tinggi kapal ( ), sarat kapal ( ), tenaga mesin utama ( ), kecepatan maksimum kapal ( ) dan dapat menampung penumpang sebanyak 400 orang. Tujuan penelitian ini adalah merancang kebutuhan keel cooler untuk kapal coaster 1200GT. Langkah-langkah kegiatan perancangan dan perhitungan keel cooler ini adalah sebagai berikut: menghitung kebutuhan keel cooler dengan variasi diameter ½ - 2 ½ inch untuk mengetahui berapa panjang (L) minimal dan nilai optimal dari nilai pelepasan panas (q). Variasi diameter menghasilkan beberapa nilai panjang dan nilai koefisien perpindahan panas yang bervariasi. Pada diameter 2½ inch memiliki nilai panjang minimal dan nilai pelepasan panas yang optimal.

This research discusses about retrofit of the engine cooling system for coaster ship 1200GT with a keel cooler system. Where the process to replace an existing system called Retrofitting. 1200GT coaster ship is a freighter ship to cruise the beach. This ship has the following specifications: length overall specification ( ), the length between perpendiculars ( ), the breadth ( ), height ( ), draft ( ), the main engine power ( ), the maximum speed of the ship ( ) and can accommodate as many as 400 passengers. The purpose of this research is to design requirements for ship's keel cooler coaster 1200GT. Step-by-step activities keel cooler design and calculation are as follows: calculate the keel cooler needs to variation in diameter ½ - 2 ½ inch to know how long ( ) minimum and the optimal value of the heat release ( ). Variations in diameter produced some length value and the value of heat transfer coefficient varies. At a diameter of 2½ inch has a minimum long value and optimal value of the heat release.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Latifah Oktarisa
"Ukuran sistem pendingin konvensional yang besar membuat pendingin tersebut kurang fleksibel. Selain itu, pendingin konvensional yang menggunakan freon menjadi tidak ramah lingkungan karena akan menghasilkan gas buang berupa CFC. Oleh karena itu sistem pendingin Thermoelectic atau Thermoelectric Cooler (TEC) mulai dikembangkan karena relatif lebih praktis dan ramah lingkungan. Dengan menggunakan prinsip efek Peltier, suhu TEC dapat diatur seperti pendingin pada umumnya. Sel peltier merupakan alat yang digunakan sebagai pendingin termoelektrik. Pada penelitian ini suhu TEC diatur dengan mengendalikan besar tegangan sel peltier menggunakan PWM. Sistem TEC ini dibuat sebagai closed-loop control dengan sensor suhu DS18B20 sebagai feedback nya. Teknik kendali yang dibuat untuk sistem TEC ini menggunakan kendali On-Off serta PID. Metode tuning PID yang digunakan adalah Ziegler-Nichols, IMC, dan ITAE. Input set point (SP) dari metode-metode tersebut adalah suhu yang diinginkan. Dari keempat metode tersebut, metode On-Off paling cepat mencapai nilai set point yang diberikan sebesar 16 oC sedangkan untuk metode PID tuning IMC menghasilkan pengendalian yang lebih cepat diantara yang lainnya yaitu tercapai dalam waktu 830 s.

The size of large conventional cooling system makes the system becomes less flexible. In addition, the convent cooler which uses Freon as coolant is not eco-friendly because it will produce exhaust gases CFCs. Therefore Thermoelectric cooling system as known as Thermoelectric Cooler or (TEC) has been developed because it is relatively more practical and eco-friendly. By using the principle of the Peltier effect, the temperature of TEC can be set as the others cooling system. Peltier cell is thermoelectric device which is used as cooler. In this study, the TEC temperature set by controlling the voltage of Peltier cell using PWM. TEC system was created as a closed-loop control with a temperature sensor DS18B20 as its feedback. Control techniques are applied for this cooler are On-Off and PID. PID tuning methods that are used are the Ziegler-Nichols, IMC, and ITAE. Input set point (SP) of these methods is the desired temperature. From all of the methods, On-Off method is most quickly reaches set point value that is given at 16 °C. Meanwhile for tuning PID method the IMC produces a more rapid control among others, it reaches set point value in 830 second.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandya Priyambada
"Mobil yang di parkir di tempat terbuka di bawah sinar matahari akan mengalami peningkatan temperatur di dalam kabin hingga 52,4 °C. Hal ini disebabkan konduksi terhadap badan mobil, konveksi di dalam kabin mobil dan radiasi dari sinar matahari terhadap kaca mobil serta pantulan radiasi oleh interior di dalam mobil. Untuk mengatasi peningkatan temperatur di dalam kabin maka dirancang sebuah pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik. Pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik tersebut memiliki dua sisi yaitu sisi panas dan sisi dingin dengan sumber listrik dari accu. Dengan demikian diharapkan pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik dapat mengurangi temperatur panas di didalam kabin mobil. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pendingin kabin mobil berbasis termoelektrik ini dapat menurunkan temperature hingga 48°C.

Cars are parked in the open directly from the sun will increase the temperature inside the car cabin up to 52.40C. This is due to car bodies conduction, convection inside the car cabin and radiation from the sun on the windshield and the reflection of radiation by the interior in the car cabin. The cabin cooler based on thermoelectric has two surfaces, the hot side and the cold side which the power source come from the batteries. It is expected the cabin cooler based on thermoelectric can reduce the temperature inside the car cabin. The result showed that the use of the cabin cooler based on thermoelectric can lower the temperature in car cabin to 480°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1794
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>