Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46509 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S36008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Adiatma
"Penelitian ini menganalisis tentang penerapan kebijakan tentang Romusha (tenaga kerja paksa) dan dampaknya di Sumatera pada 1943—1945. Romusha merupakan tenaga kerja paksa dari hasil kebijakan mobilisasi masyarakat yang diterapkan oleh pemerintah militer Jepang dengan tujuan untuk kepentingan perang. Kebutuhan perang yang besar akan sumber daya manusia diperlukan untuk menggali sumber daya alam dan memenuhi kebutuhan pangan dan perang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode sejarah dengan melakukan pencarian sumber primer seperti surat kabar sezaman dan memoar. Salah satu sumber primer yang telah diperoleh yaitu buku yang ditulis oleh Takao Fusayama. Buku tersebut ditulis berdasarkan catatan harian atau laporan tentang perjalanannya sebagai seorang tentara Jepang pada divisi unit sinyal di Malaya dan Sumatera. Sumber sekunder yang digunakan antara lain buku teks dan artikel jurnal yang dapat diperoleh melalui Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI, dan secara daring. Tahapan selanjutnya yaitu dilakukan proses kritik sumber sejarah untuk mendapatkan data sejarah serta dilakukan interpretasi untuk menghasilkan fakta-fakta dari data yang sudah didapatkan pada tahap sebelumnya. Setelah ketiga tahapan sebelumnya dipenuhi, maka untuk menghasilkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan maka dilakukan proses terakhir yaitu historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa romusha di Sumatera dipekerjakan sebagai tenaga kerja dalam bidang pembangunan sarana dan prasarana, antara lain pembangunan jalur kereta api.

This research analyzes the implementation of the Romusha (forced labor) policy and its impact in Sumatra in 1943—1945. Romusha was forced labor as a result of the community mobilization policy implemented by the Japanese military government for the purpose of war. The war needs for human resources was necessary to extract natural resources and fulfill the needs of food and war. The method used in this research is using the historical method by searching for primary sources such as contemporaneous newspapers and memoir. One of the primary sources that has been obtained is a book written by Takao Fusayama. The book was written based on diaries or reports about his journey as a Japanese soldier in the signal unit division in Malaya and Sumatra. Secondary sources used include textbooks and journal articles that can be obtained through the National Library, UI Library, and online. The next step is the historical source criticism process to obtain historical data and interpretation to produce facts from the data that has been obtained in the previous step. After the three previous steps have been fulfilled, to produce research that can be accounted for, the last process is historiography or historical writing. The results showed that romusha in Sumatra were employed as laborers in the construction of facilities and infrastructure, including the construction of railroad lines."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Athur Yordan Herwindya
"ABSTRAK
Karakteristik massa air di perairan sekitar Maluku dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik. Parameter yang digunakan untuk melihat perubahan ketika kejadian El Nino maupun La Nina adalah suhu permukaan laut, salinitas dan pola T-S Diagram. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan karakter massa air di Samudera Pasifik dan laut Banda pada tahun 1993 hingga 2000 dengan kondisi Iklim di daerah Maluku. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data CTD dari World Ocean Database dan data iklim dari The European Centre for Medium-Range Weather Forecasts di perairan sekitar MalukuTerdapat dua jenis massa air yang mempengaruhi laut Banda, dapat dilihat dari dua tipe densitas, ?t = 26.0 kg/m3 dengan salinitas maksimal 34.9 psu pada kedalaman 230 m merupakan massa air dari Pasifik Selatan. Kemudian, nilai densitas sebesar ?t = 23.7 kg/m3 dengan salinitas maksimal 34.83 psu pada kedalaman 127 m, massa air dari Pasifik Utara. Hubungan antara massa air dengan iklim yaitu ketika terjadi El Nino tahun 1998 nilai salinitas permukaan 33.8 PSU, lebih tinggi dari pada salinitas pada saat kondisi normal yang berkisar antara 33.65 psu. Sedangkan pada saat La Nina tahun 2000 nilai salinitas permukaan rata ndash; rata 34.3 psu, lebih tinggi daripada kondisi normal yang berkisar antara 34.56 PSU.

ABSTRACT
Water mass characteristics in the waters around Maluku influenced by the water mass from the Pacific Ocean. The parameters used to see the changes when the El Nino and La Nina are the sea surface temperature, salinity and T S diagram patterns. Generally, this research aims to examine the relationship of water mass character in the Pacific Ocean and the Banda Sea in 1993 to 2000 normal condition, El Nino and La Nina events to the climate conditions in the Maluku. The study was conducted using data CTD World Ocean Database and climate data from the The European Centre for Medium Range Weather Forecasts in the waters around MalukuThere are two types of water masses affect the Banda Sea, which can be seen from the two types of density, each of t 26.0 kg m3 with a salinity maximum 34.9 PSU at a depth of 230 m, shows the influence of the water mass of the South Pacific. The density of t 23.7 kg m3 with a maximum salinity 34.83 psu at a depth of 127 m, shows the influence of the water mass of the North Pacific. The relationship between the water mass and the climate are clearly shown during the 1998 El Ni o, surface salinity value 33.8 psu higher than normal conditions 33.65 psu . Meanwhile, during the La Nina at 1999 2000 average value of surface salinity 34.3 psu , are higher than normal conditions 34.56 psu ."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athur Yordan Herwindya
"Karakteristik massa air di perairan sekitar Maluku dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik. Parameter yang digunakan untuk melihat perubahan ketika kejadian El Nino maupun La Nina adalah suhu permukaan laut, salinitas dan pola T-S Diagram. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan karakter massa air di Samudera Pasifik dan laut Banda pada tahun 1993 hingga 2000 dengan kondisi Iklim di daerah Maluku. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data CTD dari World Ocean Database dan data iklim dari The European Centre for Medium-Range Weather Forecasts di perairan sekitar Maluku"
2017
T49647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Niswati
"ABSTRAK
Penelitian ini mengungkap: faktor yang mendorong dan mempertahankan
mappasitaro (perjodohan) di kalangan bangsawan Bugis, peran orang tua,
kerabat, dan bagaimana anak perempuan dilibatkan; dampak dan gambaran
strategi yang digunakan anak perempuan dalam menghadapi masalah yang
ditimbulkan budaya mappasitaro.
Teori yang digunakan adalah: budaya patriarki dan bias jender
yang tersistematisasi pada sosialisasi anak dalam keluarga, pengaruh
budaya patriarki dan bias jender juga dilihat pada sistem kekerabatan dan
stratifikasi sosial masyarakat Bugis; dan konsep pemilihan jodoh dikaitkan
dengan Undang-Undang Perkawinan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berperspektif
perempuan. Studi kasus digunakan untuk mengungkap beberapa kasus
rumah tangga bermasalah, perceraian, kawin lari, dan bunuh diri. Sejarah
mappasitaro ditelusuri melalui lontara, sure?, dan wawancara dengan
tokoh budaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya patriarki dalam masyarakat
Bugis melahirkan sosialisasi yang bias jender dalam mewujudkan harapan
tentang peran dalam hal pekerjaan dan perkawinan. Mappasitaro identik
dengan pemaksaan sehingga anak perempuan yang menjalaninya mengalami
kekerasan fisik, psikis, dan subordinasi ganda. Hal itu kurang terungkap
dan tetap membelenggu kehidupan anak perempuan terutama di kalangan
bangsawan karena adanya budaya siri? ?malu? dan harga diri? dalam masyarakat
Bugis. Selain itu, ditemukan ketiadaan perlindungan hukum terhadap kekerasan
yang terjadi. Bahkan, norma agama pun sering disalahtafsirkan untuk
melegitimasi budaya patriarki.

ABSTRACT
This study reveals factors contributing to and defending mappasitaro
(matrimony) among Bugis Aristocrats; roles of parents, friends, and how an
daughter is involved; impacts and strategic description the daughter uses to face
problems arising from mappasitaro culture.
The theory applied is Patriarchal culture and gender-bias systematized on
children socialization in the family; effects of patriarchal culture and gender-bias
also appear in the kinship system and social stratification of Bugis Community; and
concept of selecting mate related to the Marriage Laws.
This study employs woman-centered Qualitative Research Method. Case Study
is applied to consider such cases as problematic household, divorce, kcrwin larE
(elopement), and self-suicide. History of mappasitaro is reviewed through ¡onlara
sure? and interview with culture figures.
Results of this research indicate that patriarchal culture in Bugis community
derives a gender-bias based socialization to realize role expectation in work and
marriage. Mappasitaro is identical to coercion, that the daughter involved
experiences physical, psychic violence, and doubl&subordination. It appears
subordinately and constantly shackles a daughter?s life eminently among aristocrats
subject to sin? malu and harga din? culture (self-shame and self-esteem) in the
Bugis community. Additionally, legal protection lacks over coercion or violence.
Even, religious norms are generally misinterpreted to legitimate patriarchal culture."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S36154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florianti Kurnia Sjaaf
"ABSTRAK
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya mengizinkan negara untuk melakukan penggusuran paksa selama memenuhi tolok ukur yang diberikan. Skripsi ini akan membahas secara komprehensif tolok ukur penggusuran paksa yang diatur oleh kedua kovenan hak asasi manusia internasional tersebut beserta aplikasinya di dalam yurisprudensi Komite Hak Asasi Manusia dan Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Tolok ukur tersebut kemudian akan turut diaplikasikan di dalam kasus penggusuran paksa yang dilakukan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, pada tahun 2016. Berdasarkan hasil studi pustaka dan wawancara yang telah dilakukan, negara dapat menjustifikasi penggusuran paksa jika memenuhi tolok ukur lsquo;lawful rsquo; dan lsquo;non-arbitrary. Penggusuran paksa di Bukit Duri tidak memenuhi kedua tolok ukur tersebut.

ABSTRACT
The International Covenant on Civil and Political Rights and the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights allow states to conduct forced eviction as long as it is carried out within the given boundaries. This study will comprehensively elaborate each standards given by the two international human rights covenants as well as the implementation of those standards in the cases of Human Rights Committee and Committee on Economic, Social and Cultural Rights. The standards will then be applied to analyze the case of forced eviction in Bukit Duri, South Jakarta, in the year of 2016. Based on the literature review and the interviews that have been conducted, it can be concluded that states can justify their action of forced eviction if it fulfills the standards of lsquo lawful rsquo and lsquo non arbitrary rsquo . The Bukit Duri forced eviction did not fulfill those standards."
2017
S68117
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Nadianti Kasih
"Perkawinan paksa sebagai suatu bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan belum diatur dalam Statuta Roma. Dalam praktiknya, Mahkamah Pidana Internasional telah memutus perkawinan paksa sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan berupa other inhumane acts dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Statuta Roma untuk menuntut perkawinan paksa sebagai bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Berdasarkan hasil yurisprudensi di berbagai pengadilan internasional yang telah menangani terkait perkawinan paksa, penuntutan atas tindakan perkawinan paksa telah dilakukan dengan menerapkan ketentuan terkait tindakan-tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berbeda. Beberapa hasil putusan beranggapan bahwa perkawinan paksa lebih tepat untuk dituntut sebagai perbudakan seksual. Namun, dalam perkembangan terkini terkait penuntutan perkawinan paksa dalam kasus Prosecutor v. Dominic Ongwen, Mahkamah Pidana Internasional menyatakan bahwa perkawinan paksa dapat dituntut secara tersendiri di bawah Pasal 7(1)(k) terkait other inhumane acts. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat perlindungan hukum yang terdapat dalam Statuta Roma untuk menghukum tindakan perkawinan paksa dan meneliti terkait alasan hukum yang mendasari penentuan elements of crime dari perkawinan paksa sebagai suatu bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan, lalu bagaimana kasus Prosecutor v. Dominic Ongwen dapat menuntut perkawinan paksa secara tersendiri sebagai other inhumane acts. Hasil penelitian ini menemukan bahwa tindakan perkawinan paksa dan perbudakan seksual seringkali bersinggungan. Sebagaimana telah dinyatakan oleh majelis hakim dalam kasus Prosecutor v. Dominic Ongwen, perkawinan paksa pada umumnya terjadi dalam situasi yang juga mencakup perbudakan seksual. Namun, ketika pemaksaan status perkawinan mengakibatkan penderitaan yang melebihi dan berbeda dari perbudakan seksual, maka perkawinan paksa patut untuk dituntut secara tersendiri agar dapat mencakup keseluruhan tindakan, dampak yang diakibatkan, serta kepentingan yang dilindungi dari tindakan kejahatan yang dilakukan.

Forced marriage as a crime against humanity has not been regulated in the Rome Statute. In practice, the Court has prosecuted forced marriage as the crime against humanity of an other inhumane act and adopted the existing provisions to prosecute forced marriage as a crime against humanity. The jurisprudence from various international courts dealing with forced marriage has adopted different provisions regarding the crime against humanity to prosecute forced marriage. Some considers that forced marriage is more adequately prosecuted as sexual slavery, but recent developments regarding forced marriage in the case of the Prosecutor v. Dominic Ongwen shows that the Court views forced marriage as a crime that needs to be charged separately under Article 7(1)(k) of the Rome Statute as an other inhumane act. Therefore, this study aims to determine the legal protections under the Rome Statute to protect victims from forced marriage and examine the judicial reasonings in determining the elements of crime of forced marriage as a crime against humanity, particularly in prosecuting forced marriage as a separate crime against humanity in the case of the Prosecutor v. Dominic Ongwen. The results of this study found that the act of forced marriage and sexual slavery often intersect and are not mutually exclusive. As stated by the Trial Chamber in the case of Prosecutor v. Dominic Ongwen, forced marriages generally occur in situations in which women are sexually enslaved. However, when the imposition of marital status results in suffering that goes beyond sexual slavery, forced marriage should be prosecuted separately to warrant full responsibility of the perpetrator and to adequately represent the conduct, ensuing harm, and protected interests from the crime committed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warto
"Penelitian ini ingin mencoba mengungkapkan masalah kerja wajib blandong dalam usaha eksploitasi hutan di Jawa selama paro pertama abad XXX. Kerja wajib (kerja paksa) blandong di sini diartikan sebagai bagian dari kerja wajib negara (heerendiensten) di masa kolonial, yang dilakukan oleh penduduk desa yang tinggal di sekitar hutan. Adapun kerja blandong itu meliputi berbagai macam pekerjaan, seperti penebangan kayu di hutan, pengangkutan ke tempat-tempat penampungan kayu, penanaman kembali hutan, serta pekerjaan lainnya yang masih berhubungan dengan eksploitasi hutan. Berbeda dengan penduduk desa lainnya, penduduk desa yang secara langsung terlibat dalam kegiatan eksplotasi hutan (kerja blandong) dibebaskan dari segala beban kerja wajib lainnya, karena pekerjaan itu merupakan jenis pekerjaan yang sangat berat di antara kerja wajib lainnya.
Tidak jelas sejak kapan tepatnya kerja blandong itu mulai dikenal di Jawa, tetapi praktek kerja-wajib blandong sesungguhnya telah berlangsung eukup lama, jauh sebelum datangnya orang-orang Belanda ke Jawa. Baru setelah VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie, Kongsi Dagang Hindia Timur) menguasai sebagian daerah pesisir utara pulau Jawa, kerja blandong mulai diintensifkan. Secara umum daerah kerja blandong waktu itu dibagi menjadi dua, yaitu blandong di daerah pesisir bagian barat Semarang dan blandong di bagian timur Semarang, terutama di daerah-daerah yang memiliki hutan jati. Dengan kata lain, praktek kerja blandong itu semula hanya dikenal di daerah pantai utara Jawa, mulai dari Cirebon di pesisir bagian barat sampai di Banyuwangi di pesisir ujung timur Jawa. Tetapi sejalan dengan meluasnya pengaruh kekuasaan Belanda di Jawa, praktek kerja blandong juga makin meluas sampai ke wilayah pedalaman.
Penelitian ini akan dipusatkan di salah satu daerah blandong yang terkenal, yaitu di wilayah Karesidenan Rembang, Jawa Tengah. Daerah Rembang sejak dulu dikenal sebagai daerah sentral hutan jati di Jawa. Maka dalam usaha mengeksploitasi hutan di sana, VOC pada 1777 menetapkan empat distrik blandong di Kabupaten Rembang, yaitu distrik Waru, Mondotoko, Kaserman, dan Trambalang. Selain itu, di Kabupaten Lasem dan Tuban - yang juga merupakan bagian dari wilayah Karesidenan Rembang - kerja blandong juga sudah cukup lama dijalankan. Demikian juga dua Kabupaten lainnya, yakni Blora dan Bojonegoro, menjadi daerah pusat penebangan hutan sejak daerah ini diserahkan oleh Raja Mataram kepada pemerintah kolonial pada awal abad XIX. Jauh sebelum itu, di daerah Blora khususnya, kerja blandong sebenarnya sudah lama dijalankan, ketika daerah ini disewa oleh VOC dari Sunan.
Meskipun praktek kerja blandong di daerah Rembang sudah berlangsung cukup lama, namun penelitian ini hanya ingin mengungkapkan masalah itu sejauh ditemukannya sumber-sumber arsip yang mendukung. Khususnya nengenai pelaksanaan kerja blandong .selama awal abad XIX, telah diatur sedemikian rupa oleh Dereksi Kehutanan yang berdiri sejak 1808, sehingga banyak ditemukan informasi mengenai kerja blandong. Tetapi setelah lembaga kehutanan itu dihapus pada 1827, pengawasan hutan dan pengaturan eksploitasi hutan menjadi tidak efektif, karena berada di bawan Departemen Perkebunan, yang berlangsung sampai 1865.
Penelitian mengenai kerja blandong khususnya dan kerja wajib lainnya di Jawa abad XIX, belum banyak dilakukan. Ada beberapa studi yang secara umum membicarakan masalah itu, yaitu antara lain yang dilakukan oleh Djuliati Suroyo (1981, 1987), R.E Elson (1988), dan "Eindresume", yaitu laporan mengenai macam-macam kerja wajib di Jawa dan Madura yang disusun oleh pegawai pemerintah Hindia Belanda pada 1901-1903. Dalam tulisannya yang pertama, Djuliati membicarakan secara garis besar mengenai kerja wajib negara selama abad XIX di Karesidenan Kedu. Dia menjelaskan hubungan perkembangan kerja wajib dan pemilikan tanah, pendapatan petani, struktur kekuasaan, pelapisan masyarakat, dan perkembangan penduduk. Sedangkan pada tulisannya yang kedua, dia membicarakan eksploitasi buruh di Hindia Belanda dan di British-India selama abad XIX. Kemudian Elson lebih memusatkan perhatian pada pengerahan tenaga kerja petani selama berlangsungnya tanam Paksa, yang dikaitkan dengan adanya hubungan patronase dalam masyarakat Jawa.
Namun dari beberapa studi yang disebutkan itu belum ada yang secara khusus menyinggung masalah kerja wajib blandong. Uraian singkat mengenai masalah itu dalam konteks politik kehutanan di Jawa, dapat ditemukan inisalnya dalam tulisan Cordes (1881), Nancy Peluso (1988), dan Boomgaard (1988). Namun demikian, mereka itu umumnya membicarakan kerja blandong hanya sambil lalu dan lebih memusatkan perhatiannya pada politik kehutanan dalam skala makro. Oleh karenanya, bagaimana dampak?"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T9621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engelmann, Karen
New York: Harper Collins, 2012
813 ENG s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>