Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurisa
"Beton bertulang merupakan bahan yang sangat umum digunakan pada sistem-sistem konstruksi. Seiring dengan meningkatkannya kebutuhan manusia dan peningkatan laju pertumbuhan populasi serta kemajuan teknologi, menuntut ketersediaan lahan yang memadai untuk pembangunan infrastruktur tersebut. Pada umumnya, struktur suatu bangunan direncanakan dapat berfungsi selama masa layan tertentu. Namun, selama masa layan ini, bangunan beton bertulang rentan terhadap kerusakan akibat berbagai hal seperti korosi terutama jika bangunan berada pada lingkungan agresif. Korosi baja tulangan merupakan penyebab utama turunnya umur layan struktur beton bertulang. Volume senyawa hasil reaksi korosi baja tulangan dapat menempati 3 kali volume baja yang terkorosi sehingga menyebabkan tekanan pada beton. Kerugian akibat korosi di Indonesia diperkirakan mencapai angka trilyun rupiah. Inhibitor dalam jumlah optimum dapat ditambahkan sebagai substansi kimia yang sangat efektif dalam mengurangi laju korosi baja tulangan. Metode yang digunakan untuk mengukur laju korosi dalam penelitian adalah weight loss of metal dan polarisasi. Berdasarkan metode weight loss of metal, diketahui laju korosi menurun hingga 92,07 % pada hari ke-120 dengan penambahan inhibitor Phosphate 90 ppm pada air laut konsentrasi normal dan 93,06 % dengan penambahan inhibitor Phosphate 60 ppm pada air laut konsentrasi tinggi. Berdasarkan metode polarisasi, diketahui laju korosi menurun sebanyak 70 % pada hari ke-90 dengan penambahan inhibitor Phosphate 60 ppm pada air laut konsentrasi normal dan 72,53 % pada air laut konsentrasi tinggi dengan penambahan inhibitor Phosphate 90 ppm. Sehingga, umur layan beton meningkat hingga dua kali lipat dari umur layan beton tanpa inhibitor. Laju korosi menurun sebesar 50 % pada air laut dengan konsentrasi Cl- sebanyak 11 ? 14 % dari volume air laut dibandingkan dengan air laut dengan konsentrasi Cl- sebanyak 1 ? 1,4 % dari volume air laut.

Reinforced concretes are material that generally used in construction systems. As the increase of human needs, population number and technologies, demand sufficient site procurement to build those structures. This condition forces civil engineer to build structure on unqualified or corrosive area, like sea water environment. Usually, a structure plans to be used in certain durability. But, this durability fragile from damage that caused by several things such as corrosion, specially if the structure build on aggresive environment. Corrosion of steel in concrete is the main cause of durability degradation of the reinforced concrete structure. Corrosion product volume will be three times bigger than steel volume which causing longitudinal crack to the concrete and reduce steel?s diameter. Corrosion loss in Indonesia cost billion of rupiahs. Inhibitor in sufficient volume can be added as chemical mixture and will reduce the corrosion rate. Inhibitor that used in this research are Phosphate and Nitrite. Measuring corrosion rate method that used in this research are weight loss of metal dan polarization. The research shows that the use of Phosphate as inhibitor is more effective than Nitrite and consider that Nitrite is chemically danger to environment. Based on weight loss of metal corrosion measuring methods, corrosion rate decrease until 92,07 % in day-120 with Phosphate 90 ppm addition in normal sea water and 93,06 % in day-120 with Phosphate 60 ppm addition in high concentration sea water. Based on polarization corrosion measuring methods, corrosion rate decrease until 70 % in day-90 with Phosphate 60 ppm addition in normal sea water and 72,53 % in day-90 with Phosphate 90 ppm addition in high concentration sea water. Those inhibitor increase durability of reinforced concrete structure two times higher than the structure without using inhibitor. Research also shows that Cl- added as much as 11 ? 14 % of sea water volume cause decrease of corrosion rate until 50 % compared with normal Cl- concentration 1,1 ? 1,4 % of sea water volume."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
London : Royal Society of Chemistry, 1996
620.1 COR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Shidqi Ashari
"Terak merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan mineral yang masih dapat dimanfaatkan seperti contohnya pada bidang konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik beton dari Ordinary Portland Cement (OPC) dengan campuran terak terhadap ketahanan korosi baja tulangan berdasarkan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dan Linier Polarization. Penelitian ini menggunakan terak akhir timah dan terak akhir nikel yang dicampurkan dengan OPC masing-masing sebanyak 0%, 30%, dan 40% dari berat total semen didalam beton. Rasio terak timah dan terak feronikel didalam beton adalah 1:1. Beton  dilakukan proses curing selama 28 hari lalu direndam di dalam larutan NaCl 3.5% selama 1 bulan sebelum pengujian korosi. Hasil menunjukkan baja di dalam campuran 40% terak memiliki ketahanan korosi yang paling baik dibandingkan dengan dua sampel.

Slag is side product of mineral processing that still beneficial such as in construction sector. This research intend to study about characteristics of Ordinary Portland Cement (OPC) concrete with slag mixture concrete against corrosion resistance of steel reinforcement embedded inside the concrete with Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) and Linear Polarization Method. There are two kind of slag used in this research, tin slag and ferronickel slag, mixed to OPC with many percentage that is 0%, 30%, and 40% from weight total of cement inside concrete. Ratio of tin slag and ferronickel inside the concrete is 1:1. Concrete has 28 days of curing time then concrete immersed in NaCl 3.5% solution for one month before  corrosion testing. Result shows steel that embedded in concrete with 40% slag mixture has better corrosion resistance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Degradasi beton bertulang akibat reaksi beton dengan lingkungan merupakan
masalah yang paling banyak ditemui. Rusaknya lapisan pasif antara muka baja-beton
akibat hadirnya ion-ion agresif seperti klorida yang berasal dari air Iaut atau zat
aditif menyebabkan mudahnya terjadi korosi baja tulangan. Salah satu usaha untuk
mengatasi terjadinya korosi adalah menambah zat yang dapat mengurangi Iaju
korosi baja tulangan yang dikenal dengan istilah inhibitor.
Migrating Corrosion Inhibitors (A/fCI.s) merupakan inhibitor alternatif selain
kalsium nitrit dan natrium nitrit. MCIS dapat digunakan sebagai campuran atau
dapat juga digunakan melalui proses penyerapan permukaan struktur beton. Dengan
penyerapan permukaan, perpindahan difusi MCIs dapat mencapai lapisan paling
dalam beton, sehingga lebih efektif jika digunakan pada saat perbaikan struktur
beton.
Pengukuran laju korosi dengan menggunakan metode tahanan polarisasi
linier dilakukan pada beton dengan penambahan inhibitor MCIS sebesar GJ; 0,01
dan 0,001 % saat pengadukan serta pada beton tanpa penambahan MCIs.
Pengukuran dilakukan pada minggu ke-3 dan ke-4 selama curing seria minggu ke-5
sampai ke-9 (setelah curing), setelah beton direndam dalam larutan NaCl 35 gp!
dengan memberikan overporemial sebesar 1- 60 ml/ dan scanrate 6 mV’menif.
Pengujian terhadap kekuatan beton juga dilakukan setelah waktu curing.
Selama rentang waktu pengukuran tersebut, penambahan inhibitor MCIS
menghasilkan nilai rapat arus korosi yang rata-rom mendekati nilai rapat arus korosi
tanpa penambahan inhibitor dan potensial korosi antara -385 sampai -486 mV (vs
SCE). Sedangkan kekuatan beton sendiri tidak terlalu berpengaruh terhadap
penambahan inhibitor MCIS."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayomi Dita Rarasati
"Korosi pada baja tuiangan seharusnya dapat tidak terjadi jika struktur komposit beton bertulang membungkus baja tulangan dengan rapat pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud adalah tidak tercemarnya air yang digunakan dalam campuran ataupun tidak tercemarnya kondisi Iingkungan konstruksi baton bertulang tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut pada saat ini terkadang sulit dicapai mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada sehingga konstruksi beton bertulang dibangun pada lingkungan yang tercemar seperti Iingkungan rawa yang memiliki pH rendah. Lingkungan pH rendah dapat menyebabkan Iaju korosi yang cepat pada tulangan beton. Salah satu cara untuk menanggulangi laju korosi yang cepat ini adalah dengan penggunaan inhibitor. Dengan penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton, maka diharapkan laju korosi pada baja tulangan dapat berkurang banyak. Kondisi inilah yang melatarbelakangi penelitian terhadap penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton serta pengaruhnya terhadap kualitas mutu beton selain pengaruhnya terhadap laju korosi tulangan.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh Phosphate terhadap laju Korosi baja tulangan dan kekuatan beton pada tiga macam konsentrasi inhibitor yang berbeda, yaitu 30 ppm, 60 ppm dan 90 ppm. Selain itu terdapat dua kondisi periakuan yang berbeda terhadap lingkungan beton, yaitu Iingkungan asam (pH 3) dan lingkungan netral (pH 7). Adapun baja tulangan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja dengan mutu ST 37 dengan diameter 25 mm.
Uji korosi yang dilakukan adalah uji Immersion menggunakan sampel tulangan baja mutu ST 37. Spesimen berbentuk silinder berukuran diameter 25 mm dan tinggi 25 mm. Untuk mengukur laju korosi pada baja tulangan maka dilakukan pengukuran berat awal tulangan dan berat akhir tulangan. Berat akhir tulangan didapat setelah beton berumur 90 hari. Selisih dari berat awal dan berat akhir adalah berat yang hilang dari baja tulangan. Kehilangan berat inilah yang akan digunakan dalam perhitungan laju korosi. Untuk pengujian kekuatan beton dilakukan tes tekan beton berukuran 15x15x15 cm3 pada umur 28 dan 90 hari.
Dari penelitian didapatkan hasil laju Korosi pada pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 60 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standar: 0.17 mpy. Laju korosi pada pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standar: 0.09 mpy. Sedangkan kuat tekan beton pada pH 3 umur 28 hari dan 90 hari, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 dan 477.78 kg/cm2, 80 ppm: 421.11 kg/cm2 dan 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 dan 431.11 kg/cm2, standar: 388.89 kg/cm2 dan 395.58 kg/cm2. Kuat tekan beton pada pH 7 umur 28 hari an 90 hari, 30 ppm: 370.00 kg/cm2 dan 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 dan 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 dan 478.89 kg/cm2, standar: 416.67 kg/cm2 dan 482.22 kg/cm2.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inhibitor Phosphate efektif bekerja pada pH 3 dengan konsentrasi 60 ppm. Selain itu Iaju korosi juga akan meningkat jika pH di Iingkungan sekitar tulangan asam.

Corrosion on reinforcement should not be happened if the composite structure of reinforced concrete covered all the reinforcement surface in nonnal condition. The normal condition means that the water used in the mixture was not contaminated or the environment of reinforced concrete was not polluted. Nevertheless, that normal condition is not always available, for example, in places with acid environment. The acid environment can increase the corrosion rate in reinforcement higher. Using the inhibitor is one of the ways to prevent the increasing corrosion rate.
This research is emphasized on the effect of Phosphate as the inhibitor. The concentrations that were used are 30 ppm, 60 ppm and 90 ppm. There were also two different kinds of environment applied in treating the concrete: acid environment (pH 3) and neutral environment (pH 7). The reinforcement that was used is steel with ST 37 base and 25 mm diameter. The corrosion test was done by using Immersion method or weight loss method and testing the concrete strength was done by using the compressive strength test.
As a result, the corrosion rate that was obtained from the observation were, in pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 80 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standard: 0.17 mpy.
Result in pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standard: 0.09 mpy. Compressive strength of the concrete in pH 3 at 28th days and 90th days, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 and 477.78 kg/cm2, 60 ppm: 421.11 kg/cm2 and 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 and 431.11 kg/cm2, standard: 388.89 kg/cm2 and 395.56 kg/cm2. Result in pH 7 at 28th days and 90th days, 30 ppm; 370.00 kg/cm2 and 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 and 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 and 478.89 kg/cm2, standard: 416.67 kg/cm2 and 482.22 kg/cm2.
From these results, it can be concluded that Na3PO4 12H2O inhibitor can be used in acid environment (pH 3) with 60 ppm concentration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Korosi bcja tulungan daiarn selimut beton teiah merjadi masaiah utama dalam apiilcasi struktur-struktur bangunan terutama pada jernbatan dan bangunan disekitar laut. Pada kondisi lingirungan air lout, ion klorida yang lerdapa! dalam Iinglcungan air [aut dapat berdgiui masuk kedaiam seiimut beton menyebabkan Iaju icorosi bcya tulangan daiam selimut beton meningkat, sehingga umur pakai dan kualitas beton rnenjadi berlairang.
Usaha dan penelitian banyak dilaicukan untuk mengatasi masalah ini, antara Iain dengan penambahan inhibitor Migrating Corrosion Inhibitors (MCIs) ke dalam campuran beton. Inhibitor ini digunakan karena selain e_k/aff dalam menghambat ietjadinya proses korosi pada bcya tulangan juga tidal: menurunkan kekuamn tekan beton.
Parameter kondisi beton daiam peneiitian ini dibuat dengon perbandingan air-semen 0,6 dengan variabel lconsentrasi 0, 01 %VoI., 0,001 %Voi., dan tanpa inhibitor yang dicelup ke dalam air iaut buatan (35 gp! NaCl teknis). Untuk rnenguimr Iaju korosi digunakan metode poiarisasi linier dengan mernberiican overpotensial sebesar i 20 mV dan scanrate QI mV/detik. Sedangicon untuk mengetahui mekanisme inhibisi inhibitor MCls digunakan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dengan memberikan potensiai bolalc-baiik 10 mV dan selang jrekuensi dari 5000 Hz sampai 0,002 Hz. Hasil pengukuran EIS dioresentasikan dalam bentuk kurva N yq nist dan Bode.
Hasil pengujian dengan menggunakan metode polarisasi liner menunjuk/fan iaju korosi baja tuiangan daiam seiimut beton akan meningkat seiring dengon penambahan /fonsentrasi inhibitor MCIs sebesar 0%VoI. MCIS; 0, 001 %Vo!. MCIS;
0, 01 %Vol. MCIs dengan nilai iaju korosi rata-rata pada minggu ke-28 sebesar 4.25 xI0`7 A/cmz; 1.44 x10'6 A/crnz; I,8xl0’° A/cmz. Sedangican hasil fitting kurva Nyquist dan Bode hasil pengujion EIS dengan menggunakan program Zview dari Scribner Associates, diperolch nilai CPEdJ dari sampel dengan penambahan inhibitor MCI.: dan tanpa inhibitor MCIS berada pada rentang 1,8 #F/cmz - 27 ,uF/cm! yang menunjukan icondisi biga tulangan dolam keadaan terkorosi."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Beton memberikan perlindungan terhadap baja tulamgan dengan membentuk lapisan pasif pada permukaan baja. Lapisan pasif dapat terbentuk dalam selimut beton pada pH lingkungan yang basa sekitar 12,5-13,8. Korosi baja tukmgm1 dalam beton disebabkan oleh dua hal utama yaitu: korosi lokal yang disebabkan oleh penetrasi ion klorida hingga mencapai permukaan baja tulangan, dan korosi merata yang diakibatkan oleh reaksi beton dengan karbon dioksida di udara. Penggunaan inhibitor natrium nitrit sebagai salah satu proses pengon alan proses korosi beton bertulang berclujuan untuk menghasi/kan lapisan protektif yang stabil pada permukaan baja tulangan dan mampu menahan serangan dan penetrasi ion klorida. Untuk mempelajari penganruh yang diberikan inhibitor natrium nitrit terhadap prose krosi pada baja tulangan dalam beton digunakan metoda tahanan polarisasi linier. Selain itu pengaruhnya terhadap sifat fisik beton dilakukan melalui biji kekuatan beton.
Pengukuran dengan metoda tahanan polarisasi linier dilakukan setiap minggu selama tujuh minggu setelah beton direndam kedalam air laut 35 gpl, yaitu minggu ke-3 dan 4 (setelah pengecoran beton atau selama proses curing), dan minggu ke-5 hingga ke-9
(1 hingga 5 minggu setelah proses curing). Pengukuran diiakukan ferhadap betron dengan variabel konsenlrasi inhibitor nalrium nitrir sebesar 25 L/m3, 35 L/m3, 45 L/m3, yaitu dengan mem berikan overpotensial DC ±60 mV dengan scan raie 6 mV/menit.
Pengolahan terhadap data hasil pengukuran mendapatkan nilai tahanan polarisasi dan rapat arus korosi, menghasilkan grafik perubahan nilai potensial dan rapat urus
korosi per variabel pada setiap minggunya. Melalui penelitian ini ditermukan suatu
kecenderungan bahwa penambahan inhibitor sejumlah 45 L/m3 mampu menghasilkan nilai potensial korosi relotif Iebih positif (-327 mV sampai -383 mV) dan rapat arus korosi yang relalif paling rendah (0, 069 - 0,117 /μA/cm2). Selain itu melalui uii kegiatan beton, tercatat bahwa dengan meningkatkan penambahon jumlah inhibitor natrium nitrif akan semakin menurunkan kekuatan beton hingga mencapai 256 Kg/cm2 untuk penarnbahan inhibitor natrium nitrit 45 L/m3 , dari kekuatan awal 400 Kg/cm2 pada belon tanpa penambahan inhibitor nairium nitrit.
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41290
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>