Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angga Herdiansjah
"Pada dasarnya beton adalah suatu material yang tahan terhadap fenomena korosi. Namun bila lingkungan sekitar beton tersebut sudah tercemar atau banyak memiliki ion-ion korosif dan di tubuh beton tersebut terdapat cacat maka dapat mengakibatkan korosi pada tulangan beton yang akan mengakibatkan kerusakan pada beton tersebut. Mahalnya perbaikan struktur yang telah rusak akibat proses korosi memacu banyak orang maupun perusahaan untuk mencari solusi pencegahannya dengan biaya yang relatif murah. Salah satunya adalah penggunaan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang ditambahkan kedalam campuran beton yang dapat memperlambat laju korosi pada tulangan beton. Inhibitor yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah inhibitor korosi kalsium nitrit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti sejauh mana pengaruh kalsium nitrit dalam mengurangi laju korosi dan pengaruh terhadap karakteristik betonnya. Korosi adalah fenomena alam yang merugikan dan susah untuk dihindari. Korosi terjadi akibat adanya air dan oksigen. Korosi umumnya menyerang material-material yang bersifat logam, lalu menguraikan unsur-unsur pembentuknya dan selanjutnya logam tersebut akan hancur. Kalsium nitrit (Ca(NO2)2) adalah salah satu jenis inhibitor korosi. Sifatnya yang basa diharapkan dapat meninggikan alkalinitas dalam lingkungan beton dan menahan laju serangan ion-ion korosif yang bersifat asam yang dapat merusak tulangan. Tahap-tahap dalam melakukan penelitian mi dimulai dengan membuat sampel beton berbentuk kubus dengan tulangan ukuran 10,5 x 10,5 x 10,5 cm_ dan kubus tanpa tulangan ukuran 15 x 15 x 15 cm_ yang telah dicampurkan inhibitor Ca(NO2)2 didalamnya. Setelah itu direndam dalam lingkungan asam (pH-3) dan normal (pH-7). Lalu kemudian dilakukan uji kuat tekan dengan cara memberi beban pada beton sampel hingga beton tersebut retak, dalam hal ini di uji oleh mesin tes kuat tekan. Pengujian kuat tekan dilakukan ketika beton sampel berumur 28 hari dan 90 hari. Pengujian selanjutnya adalah uji korosi dengan metode immersion. Laju korosi dapat diketahui dengan mengambil data berupa selisih berat awal dengan berat akhir dari sampel tulangan. Tujuan dari uji kuat tekan dan uji korosi ini untuk mengetahui pengaruh Ca(NO2)2 dalam mengurangi laju korosi serta pengaruhnya terhadap karakteristik beton tersebut. Hasil yang didapat berdasarkan uji kuat tekan beton adalah, untuk kuat tekan di lingkungan normal (pH-7) pada hari ke 28 beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm = 428 kg/cm_, 160 ppm =417 kg/cm_, 190 ppm = 402 kg/cm_ dan untuk beton standar kuat tekannya sebesar 417 kg/cm_ sedangkan pada hari ke 90 beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm = 457 kg/cm_, 160 ppm = 496 kg/cm_, 190 ppm = 447 kg/cm_ dan untuk beton standar kuat tekannya sebesar 482 kg/cm_. Untuk uji kuat tekan di lingkungan asam (pH-3) pada hari ke-28 beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm =415 kg/cm_, 160 ppm = 422 kg/cm_, 190 ppm = 378 kg/cm_ dan kuat tekan untuk beton standamya sebesar 389 kg/cm_, sedangkan untuk uji kuat tekan pada hari ke-90 beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm = 498 kg/cm_, 160 ppm = 506 kg/cm_, 190 ppm = 475 kg/cm_ dan kuat tekan beton standamya sebesar 370 kg/cm_. Berdasarkan uji korosi di lingkungan asam (pH-3) hasil yang didapat adalah, untuk beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm = 0,117 mpy, 160 ppm = 0,194 mpy, 190 ppm =0,13 dan untuk beton standar =0,17 mpy. Hasil uji korosi di lingkungan normal (pH-7) adalah, untuk beton sampel dengan konsentrasi inhibitor 130 ppm = 0.06 mpy, 160 ppm = 0,035 mpy, 190 ppm = 0,032 dan untuk beton standar 0,089 mpy. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan Ca(NO2)2 pada konsentrasi yang efektif ke dalam beton bertulang dapat menaikkan kuat tekan beton tersebut sekaligus dapat menurunkan laju korosi pada tulangan beton tersebut. Konsentrasi Ca(NO2)2 130 ppm adalah konsentrasi yang paling efektif dalam menurunkan laju korosi serta menaikkan kuat tekan di dalam lingkungan asam (pH-3). Konsentrasi ini dapat menurunkan laju korosi sebesar 31,28% dan menaikkan kuat tekan sebesar 34,59%. Konsentrasi Ca(NO2)2 160 ppm adalah konsentrasi yang paling efektif dalam menurunkan laju korosi serta menaikkan kuat tekan di dalam lingkungan normal (pH-7). Konsentrasi ini dapat menurunkan laju korosi sebesar 60,77% dan menaikkan kuat tekan sebesar 27,66%.

Basically, concrete is an anti-corrosion materials. However, if the surrounding is contaminated or consists a great amount of corrosive ions and there is a crack on the concrete, this may cause corrosion on the concrete's reinforcement that will eventually create a damage on the concrete. The restoration on structure of the damage caused by corrosion cost a big amount of money. It led people and companies to find a way of prevention as the solutions with relatively economical cost. One of the solutions is the usage of inhibitor. Inhibitor is a chemical which is added into the mixture of concrete that will decelerate corrosion on the concrete's reinforcement. Inhibitor which will be applied in this research is calcium nitrite. The purpose of this research are to study the effect of calcium nitrite in decelerating corrosion and the effect on the characteristic of the concrete. Corrosion is a inevitable destructive natural phenomenon. Corrosion happen because of water and oxygen. Corrosion usually attacks metallic materials which will corrode the formative element that finally damage the concrete. Calcium nitrite (Ca(NO2)2) is one of the corrosion inhibitor. Its least-acid condition is expected to raise the alkalinity in the sorrounding of the concrete and restrain the attack of corrosive acid ions that will damage the reinforcement. There are a few phases in this research. The first phase is started by having concrete samples. These samples are shaped in square with the size of the frame 10,5 x 10,5 x 10,5 cm_ and square without frame with the size of 15 x 15 x 15 cm³3 which has been added with Ca(NO2) as the inhibitor in it. These samples are doused in acid with the acidic setting (pH-3) and normal setting (pH-7). The next step is to have a test on the pressure strength by giving burden on the concrete samples until it creates fractured. This test is done using pressure strength machine. This test can be applied when the samples are 28 days old and 90 days old. The next test is corrosion test with the immersion method. The acceleration of the corrosion can be identified from the data which is taken by from difference between the initial measurement and the last measurement of the frame samples. The purpose of this test are knowing the effect of Ca(NO)2 in decelerating the corrosion and the effect on the characteristic of the concrete. The outcome of the test is : the normal setting (pH-7) on the 28th day, concrete samples with the inhibitor concentration of 130 ppm = 428 kg/cm_, 160 ppm =417 kg/cm_, 190 ppm = 402 kg/cm_, the standard concrete is having the pressure strength of 417 kg/cm_ meanwhile on the 90th day concrete samples with the inhibitor concentration of 130 ppm = 457 kg/cm_, 160 ppm = 496kg/cm_, 190 ppm = 447 kg/cm_, the standard concrete is 482 kg/cm_. The pressure strength in the acidic setting (pH-3) on the 28th day, concrete samples with inhibitor concentration of 130 ppm =415 kg/cm_, 160 ppm = 442 kg/cm_, 190 ppm = 378 kg/cm_, the standard concrete is having the pressure strength of 389 kg/cm_. The pressure strength of the 90th day, concrete samples with the inhibitor concentration of 130 ppm = 498 kg/cm_, 160 ppm = 506 kg/cm_, 190 ppm = 475 kg/cm_ the pressure strength of the standard concrete is 370 kg/cm_. The result from test on the acidic setting (pH-3) is the concrete samples inhibitor concentration of 130 ppm = 0,117 mpy, 160 ppm = 0,194 mpy, 190 ppm =0,13 mpy, the standard concrete is = 0,17 mpy. For the test on the normal setting (pH-7) is the concrete samples with the inhibitor concentration of 130 ppm = 0,06 mpy, 160 ppm = 0,035 mpy, 190 ppm = 0,032, the standard concrete is 0,089 mpy. The conclusion of this research is that the addition of Ca(NO2)2 on the effective concentration into reinforced concrete will raise the pressure on the concrete and decelarate the corrsion on the reinforcement. The concentration of Ca(NO2)2 130 ppm is the most effective concentration in decelerating the corrosion and raise the pressure strength in the acidic setting (pH-3). This concentration can decelerate the corrosion by 31,28 % and raise pressure strength by 34,59 %. Concentration ofCa(NO2)2 160 ppm is the most effective in decelerating in raising the pressure strength in normal setting (pH-7). This concentration can decelerate corrosion of 60,77 % and raise the pressure strength of 27,66%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoweni Widanarko
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Mayrunie Juliawati
"Beton dengan baja tulangan (renforced concrete) sebagai bahan konstruksi telah digunakan dan telah dikembangkan sejak abad 20. Beton adalah material komposit yang terdiri dari campuran agregat, semen dan air. Sedangkan baja tulangan pada beton bertulang berfungsi untuk menahan kekuatan tarik yang diterima oleh suatu struktur. Pada saat ini, pemanfaatan baja tulangan ini tidak hanya pada sifat mekanisnya saja, melainkan juga turut mempertimbangkan umur pemakaiannya yang relatif tinggi. Pertimbangan ini disebabkan karena adanya sifat korosif pada baja tulangan, yang dapat menurunkan mutu dari baja tulangan tersebut. Korosi pada baja tulangan antara lain dapat disebabkan adanya ion klorida dan karbon dioksida yang terdapat pada alam yang dapat berpenetrasi (merembes) masuk kedalam pori-pori beton. Belakangan ini korosi pada baja tulangan telah mendapatkan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena usaha untuk memperbaiki konstruksi beton bertulang membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Selain daripada itu, berkembangnya wilayah pembangunan, terutama pada daerah pantai dan daerah rawa yang pada umumnya mempunyai sifat asam. Perubahan kondisi lingkungan juga dapat meningkatkan laju korosi pada baja tulangan. Salah satu usaha untuk mengurangi laju korosi pada baja tulangan adalah dengan menggunakan inhibitor sebagai campuran beton. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat bereaksi dengan permukaan logam pada suatu lingkungan sehingga dapat menekan laju korosi. Inhibitor dapat mengurangi laju korosi pada baja tulangan apabila ditambahkan pada campuran beton dalam konsentrasi yang tepat (maksimum). Penentuan konsentrasi optimum yang digunakan dalam campuran beton merupakan kata kunci dalam menentukan keberhasilan dalam mengurangi laju korosi pada baja tulangan. Inhibitor yang digunakan dalam campuran beton sangat bervariasi, namun pada bahasan selanjutnya hanya dibatasi oleh penelitian dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor. Dengan menggunakan Asam Karboksilat sebagai inhibitor, diharapkan dapat mengurangi laju korosi yang ditimbulkan akibat pengaruh dari lingkungan asam. Penelitian dilakukan untuk menentukan konsentrasi maksimum dalam penggunaan inhibitor Asam Karboksilat untuk menurunkan laju korosi yang terjadi, serta pengaruh dari penggunaan inhibitor sebagai admixture terhadap kekuatan beton itu sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan uji kuat tekan pada beton admixture dan pengukuran laju korosi pada baja. Konsentrasi Asam Karboksilat yang dipakai pada percobaan adalah 224 ppm, 320 ppm, dan 416 ppm. Sedangkan batasan lingkungan yang digunakan adalah lingkungan asam mempunyai derajat keasaman 3 dan lingkungan netral (pH=7). Strength desain yang digunakan pada beton admixture adalah K 350 yang akan diuji kekuatan tekannya pada hari ke-28 dan hari ke-90. Demikian pula pada pegukuran laju korosinya, yang akan diuji pada hari ke-90. Dari hasil penelitian diperoleh Asam Karboksilat dapat berfungsi sebagai inhibitor. Karena secara umum dengan penambahan asam karboksilat dapat menurunkan laju korosi yang terjadi pada tulangan, baik pada pH 3 maupun pada pH 7. Nilai optimum dari konsentrasi inhibitor yang dapat digunakan adalah 224 ppm, untuk lingkungan yang bersifat asam. Sedangkan untuk lingkungan yang bersifat netral (pH 7), nilai optimum dicapai pada nilai konsentrasi Asam Karboksilat sebesar 320 ppm. Asam Karboksilat dapat mempengaruhi kuat tekan yang dimiliki oleh beton. Penambahan inhibitor Asam Karboksilat (Calcon Carboxylic) kedalam campuran beton akan menimbulkan efek menurunnya mutu yang dimiliki oleh beton.

Reinforced concrete have been used and developed since the beginning the 20th of century. Concrete is a composite material which consists of cement, aggregates and water. Reinforcement or rebar inside the reinforced concrete has the function to improve tensile mechanical properties to hold against the structure. Nowdays, the usage of the reinforced concrete does not only consider the mechanical characteristic (properties), but also the durability of the concrete. This was based on the reinfocement's tendency of corrosion, which can reduce the quality of the rainforcement. On of the causes of corrosion is because of penetration the ion chloride and carbon monoxide into the pores of concrete. Lately, corrosion on reinforced concrete has gained a special attention. This is because of the effort to fix the concrete construction is more expensive than to maintain the structure. Furthermore, developments in various areas, such as in the coastal areas and the swamp which are acidic environments, can result in environmental changes or transformation that leads to increasing corrosion rate of the reinforced in the concrete. One effort to decrease corrosion is by using inhibitor as an additif material to made a concrete. Inhibitor is a chemical substance that reacts with metal surfaces which can prevent the corrosion rate. It decreases the corrosion rate of reinforced still if the proper concentration (Optimum concentration) is added to the concrete mixture. Deciding the optimum concentration that will be used in the mixture is the key in indicating the success of decreasing corrosion rate. There are various kinds of inhibitor, but further explanation of this research is limited to using carboxylic acid (calcon carboxylic) as the inhibitor. By using carboxylic acid as an inhibitor is expected to reduce the corrosion caused by the effect of acid environment. The purpose of this research is to find the optimum concentration by using calcon carboxylic as an inhibitor to decrease corrosion. The research is also intended to find out the effects of using inhibitors on concrete strength. The methods used in this research were compression strength of the admixture concrete and the measurement of the corrosion rate on steel. Carboxylic acid used in the concentration were 224 ppm, 320 ppm and 416 ppm. The limitation for the environment is an acid environment of pH 3 degree and neutral environment pH 7 degree. Strength design of the admixture concrete is K 350 which is was tested on day the 28th and 90th. The measurement of the corrosion was also tested on day 90th. As a result, it can be concluded that carboxylic acid can be used as an inhibitor to decrease a current corrosion rate because the addition of the carboxylic acid can generally decrease the corrosion rate of reinforcements both in the pH 3 environment and the pH 7 environment. The optimum concentration value of the inhibitor is 224 ppm for the acid environment and 320 ppm for the neutral environment. Calcon carboxylic can influence the strength design of the concrete. By adding calcon carboxylic acid as an inhibitor into concrete mixture can cause the decreasing quality of the concrete."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayomi Dita Rarasati
"Korosi pada baja tuiangan seharusnya dapat tidak terjadi jika struktur komposit beton bertulang membungkus baja tulangan dengan rapat pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud adalah tidak tercemarnya air yang digunakan dalam campuran ataupun tidak tercemarnya kondisi Iingkungan konstruksi baton bertulang tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut pada saat ini terkadang sulit dicapai mengingat semakin terbatasnya lahan yang ada sehingga konstruksi beton bertulang dibangun pada lingkungan yang tercemar seperti Iingkungan rawa yang memiliki pH rendah. Lingkungan pH rendah dapat menyebabkan Iaju korosi yang cepat pada tulangan beton. Salah satu cara untuk menanggulangi laju korosi yang cepat ini adalah dengan penggunaan inhibitor. Dengan penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton, maka diharapkan laju korosi pada baja tulangan dapat berkurang banyak. Kondisi inilah yang melatarbelakangi penelitian terhadap penggunaan inhibitor sebagai aditif pada komposisi beton serta pengaruhnya terhadap kualitas mutu beton selain pengaruhnya terhadap laju korosi tulangan.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh Phosphate terhadap laju Korosi baja tulangan dan kekuatan beton pada tiga macam konsentrasi inhibitor yang berbeda, yaitu 30 ppm, 60 ppm dan 90 ppm. Selain itu terdapat dua kondisi periakuan yang berbeda terhadap lingkungan beton, yaitu Iingkungan asam (pH 3) dan lingkungan netral (pH 7). Adapun baja tulangan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja dengan mutu ST 37 dengan diameter 25 mm.
Uji korosi yang dilakukan adalah uji Immersion menggunakan sampel tulangan baja mutu ST 37. Spesimen berbentuk silinder berukuran diameter 25 mm dan tinggi 25 mm. Untuk mengukur laju korosi pada baja tulangan maka dilakukan pengukuran berat awal tulangan dan berat akhir tulangan. Berat akhir tulangan didapat setelah beton berumur 90 hari. Selisih dari berat awal dan berat akhir adalah berat yang hilang dari baja tulangan. Kehilangan berat inilah yang akan digunakan dalam perhitungan laju korosi. Untuk pengujian kekuatan beton dilakukan tes tekan beton berukuran 15x15x15 cm3 pada umur 28 dan 90 hari.
Dari penelitian didapatkan hasil laju Korosi pada pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 60 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standar: 0.17 mpy. Laju korosi pada pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standar: 0.09 mpy. Sedangkan kuat tekan beton pada pH 3 umur 28 hari dan 90 hari, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 dan 477.78 kg/cm2, 80 ppm: 421.11 kg/cm2 dan 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 dan 431.11 kg/cm2, standar: 388.89 kg/cm2 dan 395.58 kg/cm2. Kuat tekan beton pada pH 7 umur 28 hari an 90 hari, 30 ppm: 370.00 kg/cm2 dan 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 dan 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 dan 478.89 kg/cm2, standar: 416.67 kg/cm2 dan 482.22 kg/cm2.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inhibitor Phosphate efektif bekerja pada pH 3 dengan konsentrasi 60 ppm. Selain itu Iaju korosi juga akan meningkat jika pH di Iingkungan sekitar tulangan asam.

Corrosion on reinforcement should not be happened if the composite structure of reinforced concrete covered all the reinforcement surface in nonnal condition. The normal condition means that the water used in the mixture was not contaminated or the environment of reinforced concrete was not polluted. Nevertheless, that normal condition is not always available, for example, in places with acid environment. The acid environment can increase the corrosion rate in reinforcement higher. Using the inhibitor is one of the ways to prevent the increasing corrosion rate.
This research is emphasized on the effect of Phosphate as the inhibitor. The concentrations that were used are 30 ppm, 60 ppm and 90 ppm. There were also two different kinds of environment applied in treating the concrete: acid environment (pH 3) and neutral environment (pH 7). The reinforcement that was used is steel with ST 37 base and 25 mm diameter. The corrosion test was done by using Immersion method or weight loss method and testing the concrete strength was done by using the compressive strength test.
As a result, the corrosion rate that was obtained from the observation were, in pH 3, 30 ppm: 0.10 mpy, 80 ppm: 0.05 mpy, 90 ppm: 0.07 mpy, standard: 0.17 mpy.
Result in pH 7, 30 ppm: 0.15 mpy, 60 ppm: 0.15 mpy, 90 ppm: 0.12 mpy, standard: 0.09 mpy. Compressive strength of the concrete in pH 3 at 28th days and 90th days, 30 ppm: 373.33 kg/cm2 and 477.78 kg/cm2, 60 ppm: 421.11 kg/cm2 and 454.44 kg/cm2, 90 ppm: 424.44 kg/cm2 and 431.11 kg/cm2, standard: 388.89 kg/cm2 and 395.56 kg/cm2. Result in pH 7 at 28th days and 90th days, 30 ppm; 370.00 kg/cm2 and 440.00 kg/cm2, 60 ppm: 396.11 kg/cm2 and 485.56 kg/cm2, 90 ppm: 422.22 kg/cm2 and 478.89 kg/cm2, standard: 416.67 kg/cm2 and 482.22 kg/cm2.
From these results, it can be concluded that Na3PO4 12H2O inhibitor can be used in acid environment (pH 3) with 60 ppm concentration.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timotius Nico Farel
"Beton geopolimer adalah beton yang tidak menggunakan semen sebagai material bindernya melainkan prekursor alumina silika dan aktivator alkali. Terak Nikel merupakan limbah hasil pembakaran batu bara. Di Indonesia Terak Nikel sudah tidak tergolong sebagai limbah B3, sehingga pemanfaatannya dapat ditingkatkan. Terak Nikel yang mengandung aluminas silika dapat dimanfaatkan sebagai prekursor dalam pembuatan beton geopolimer. M sand merupakan pasir yang terbuat dari debu tambang, atau batu alam berukuran besar yang dihancurkan dan diayak sehingga dapat digunakan sebagai agregat halus. Penelitian ini menguji 3 variasi rasio aktivator dan prekursor pada beton geopolimer berbahan dasar terak nikel dengan M Sand sebagai agregat halus yaitu 0.4, 0.45, dan 0.5 sedangkan pengetesan yang dilakukan adalah slump test, ultrasonic pulse velocity test, uji kuat tekan, digital image correlation dan strain gauge. Studi ini meneliti mengenai properti mekanis seperti kuat tekan, tipe kegagalan, poisson ratio, stiffness, dan modulus elastisitas pada beton geopolimer berbahan dasar terak nikel dengan M Sand sebagai agregat halus dengan rasio aktivator dan prekursor yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan rasio aktivator dan prekursor akan menghasilkan nilai slump dan stiffness yang lebih besar, hubungan antara ultrasonic pulse velocity dengan kuat tekan yang dihasilkan bersifat exponential, tipe kegagalan yang dihasilkan berkisar dari tipe 1, 2, 4, dan 7 menurut CS1:2010, dan nilai poisson rasio beserta modulus elastisitas yang dihasilkan sama seperti beton normal.

Geopolymer concrete is concrete that does not use cement as its binder material, but rather a silica alumina precursor and alkaline activator. Nickel Slag is a waste from coal manufacturing. In Indonesia, Nickel Slag is no longer classified as B3 waste, so its utilization can be increased. Nickel Slag which contains alumina silica, can be used as a precursor in the manufacture of geopolymer concrete. M sand is sand made from mine dust, or large natural stone that is crushed and sifted so that it can be used as fine aggregate. Variations of activators and precursors tested were 0.4, 0.45, and 0.5 while the tests carried out are slump test, ultrasonic pulse velocity, compressive strength test, digital image correlation, and strain gauge. This study examines mechanical properties such as compressive strength, type of failure, poisson ratio, stiffness, and modulus of elasticity in nickel slag based geopolymer concrete with M Sand as fine aggregate with different activator to precursor ratios. The results show that increasing the activator and precursor ratio will result in a larger slump and stiffness value, the relationship between ultrasonic pulse velocity and the resulting compressive strength is exponential, the resulting type of failure ranges from types 1, 2, 4, and 7 according to CS1:2010, and the value of poisson ratio along with the resulting modulus of elasticity is the same as for normal concrete."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada suatu konstruksi bangnman, beton merupakan bagian yang penting dan
mempunyai andil yang besar terhadap kekuatan konstruksi bangunan tersebut. Salah
satu faktor yang mempengaruhi kekuatan beton ialah mutu material-material penyusun
campuran beton. Pada suatu bangunan tertentu diperlukan beton bertulang dan
pemasangan tulangan daiam beton bertulang ini harus sesuai dengan perhitungan yang
telah dilakukan ahli-ahli Sipil. Spesifikasi mutu beton biasanya dinyatakan dalam kuat
campuran beton. Untuk mengetahui apakah beton-beton yang ada pada suatu konstruksi
bangunan telah memenuhi spesifikasi yang diharuskan, tentunya perlu dilakukan suatu
pemeriksaan
Pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa merusak sehingga tidak mempengaruhi
kekuatannya setelah pemeriksaan dilakukan. Salah satu metoda tak merusak yang dapat
dilakukan untuk pemeriksaan beton bertulang ini adalah uji ultrasonik, yaitu dengan
memanfaatkan gelombang akustik berfrekuensi tinggi. Dasar dari metoda ini adalah
adanya perbedaan kecepatan gelombang ultrasonik di dalam beton akibat adanya cacat-
cacat berupa keropos atau retakan yang mungkin terdapat baik di dalam maupun pada
permukaan beton dan adanya perbedaan kecepatan gelombang ultrasonik di dalam
tulangan baja.
Pada penelitian ini dibuat beberapa benda uji baik yang berbenruk kubus,
silinder, maupun balok dengan maupun tanpa tulangan baja dengan kual lekan yang
berbeda-beda sebagai model pengujian dengan pengkombinasian gradasi agreat kasar.
Peugujian ultrasonik pada benda uji dilakukan dengan metode transmisi. Pada pengujian ini digunakan slat yang dapar mengeluarkan gelombang ultrasonik dengn frekuensi 54 khz dan kecepatan gelombang yang merambat dalam beton 3,5 - 4,5 km/s tergantung mutu beton."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halomoan, Panusur Jansen
"Beton sebagai salah satu material yang paling sering digunakan untuk struktur bangunan, memiliki andil yang sangat besar dalam pembangunan di zaman modern. Ini terlihat pada banyaknya bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, mulai dari gedung-gedung pencakar langit, bendungan, jalan, perkantoran, dll. Hal ini dapat terjadi karena beberapa kelebihan yang dimiliki oleh beton itu sendiri, seperti kekuatannya, banyaknya variasi bentuk yang bisa dibuat, ketahanannya terhadap api (sekitar 1 hingga 3 jam tanpa bahan kedap api tambahan), regiditas tinggi, mudah didapatnya material untuk campuran beton, biaya pemeliharaan yang rendah dan kemudahan dalam pelaksanaan. Namun seperti yang kita ketahui dalam suatu struktur yang menggunakan beton, beton tidak berdiri sendiri namun bekerja bersama dengan tulangan baja didalam satu kesatuan menjadi suatu struktur beton bertulang. Kekuatan tulangan baja sebagai material yang menahan tarik dapat berkurang dengan adanya korosi. Korosi dapat terjadi akibat lingkungan yang korosif maupun akibat sifat permiabilitas beton itu sendiri. Inhibitor diketahui memiliki kemampuan untuk mengurangi laju korosi.
Skripsi ini akan membahas mangenai pengaruh inhibitor terhadap campuran beton dalam andilnya mengurangi laju korosi pada baja tulangan sekaligus mengetahui pengaruhnya terhadap kekuatan tekan beton. Beton adalah campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus dan air. Mutu beton dipengaruhi oleh rasio air semen, pemadatan dan daya kerja. Korosi merupakan kerusakan secara perlahan-lahan dari suatu material atau substansi yang merupakan simbol dari proses kimia atau dapat diartikan sebagai proses reaksi elektrokimia dari logam yang beraksi dengan lingkungannya. Inhibitor adalah suatu bahan kimia yang ketika ditambahkan dalam jumlah konsentrasi yang tertentu pada suatu lingkungan, dapat secara efektif mengurangi laju korosi. Inhibitor yang digunakan adalah asam askorbat. Inhibitor asam askorbat bekerja dengan cara bereaksi dengan logam membentuk lapisan pada permukaan logam sehingga membatasi serangan ion-ion korosif pada permukaan logam dan reaksi korosi dapat dikurangi. Penelitian akan dimulai dengan membuat sampel kubus beton dengan ukuran 10.5x10.5x10.5 cm_ untuk beton dengan tulangan dan sampel beton tanpa tulangan dengan ukuran 15x15x15 cm, sampel beton yang ada divariasikan dengan ada tidaknya penambahan inhibitor asam askorbat dan berbedanga media penyimpanan yaitu pH 3 dan pH 7. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan uji tekan beton untuk mengetahui kekuatan tekan beton dan uji laju korosi untuk mengetahui laju korosi pada baja tulangan.
Dari penelitian yang dilakukan, didapat hasil sebagai berikut : 1. Lingkungan yang asam (pH 3) dapat menyebabkan penurunan kuat tekan beton mutu K350 2. Penambahan inhibitor pada beton menyebabkan penurunan kuat tekan pada beton mutu K350 3. Pada kondisi lingkungan yang asam (pH 3) beton standar K350 yang tidak diberi tambahan inhibitor memiliki laju korosi yang lebih kecil (0,17 MPy) dibandingkan dengan beton yang diberi tambahan inhibitor (K60ppm= 0,3 MPy; K90ppm= 0,3 MPy dan K120ppm= 0,20 MPy) 4. Pada kondisi lingkungan yang netral (pH 3 ) beton standar K350 yang tidak diberi tambahan inhibitor memiliki laju korosi yang lebih kecil (0,09 MPy) dibandingkan dengan beton yang diberi tambahan inhibitor (K60ppm= 0,25 MPy; K90ppm= 0,22 MPy dan K120ppm= 0,10 MPy) 5. Pada kondisi lingkungan yang asam, inhibitor dengan konsentrasi 120 ppm paling efektif digunakan karena menghasilkan kuat tekan yang cukup tinggi (468 kg/cm) dibandingkan dengan beton tanpa penambahan inhibitor (395,56 kg/cm) serta menghasikan laju korosi yang cukup rendah (0,20 MPy) 6. Pada kondisi lingkungan yang netral, sebaiknya tidak diberikan penambahan inhibitor pada suatu campuran beton mutu K350 sebab pada kondisi ini beton menghasilkan kuat tekan yang terbesar (482 kg/cm) dan laju korosi yang terkecil (0,09 MPy)"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S35437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Dini Sofyani
"Penelitian ini membahas tentang penggunaan Abu Sekam Padi (RHA) sebagai bahan subtitusi perekat semen dan penggunaan Limbah Adukan Beton (CSW) sebagai agregat halus untuk mengurangi penggunaan jumlah pasir pada beton. Penelitian dilakukan dengan membuat mortar dengan lima variasi campuran dengan jumlah CSW 30%, 40%, 50%, 60% dan 70% dengan penggunaan RHA tetap yaitu 8% dari total pemakaian semen. Sifat mekanis beton yang diuji meliputi: kuat tekan, densitas atau kerapatan, absorbsi atau penyerapan air dan uji susut. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 3, 7, 14, 21, 28, 56 dan 90 hari. Untuk pengujian densitas dan absorbsi dilakukan pada umur 28 hari. Sedangkan untuk pengujian susut dilakukan pada umur 1-28 hari secara terus-menerus. Pada pengujian-pengujian yang sudah dilakukan, nilai optimum terjadi pada campuran dengan jumlah CSW 30%, karena memiliki nilai kuat tekan dan densitas paling tinggi, serta penyerapan air dan penyusutan yang paling rendah. Dari penelitian ini diharapkan mortar dengan campuran RHA dan CSW dapat diaplikasikan untuk pembuatan bahan konstruksi ramah lingkungan.

The focus of this study is observing the use of Rice Husk Ash (RHA) as a subtitute of portland cement and Concrete Sludge Waste (CSW) to reduce of sand in concrete. Five compotitions are made in this study with precentages of CSW are 30%, 40%, 50%, 60% and 70% and fixed amount 8% of RHA. The concrete were tested in compressive strength test at the age of 3, 7, 14, 21, 28, 56 and 90 days. Density test and absorption test at the age of 28 days. And Shrinkage test at the age of 1-28 days. From the result of those tests obtained an optimum number of CSW 30% because has the biggest compressive strength and density, thelowestabsorption and percentage of shrinkage. From the result has been obtained, the concrete with RHA and CSW could be applied to building material."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S57865
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Syahrul Fuad
"ABSTRAK
Untuk meningkatkan mutu beton, disamping komposisi semen, agregat kasar, agregat halus, dan faktor air semen, juga diperlukan bahan tambahan.
Bahan tambahan ini bertujuan untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, memperlambat terjadinya retak-retak.
Salah satu bahan tambahan beton adalah fiber. Pemikiran dasar pemakaian fiber ini adalah menulangi beton dengan orientasi random, sehingga dapat mencegah terjadinya retak-retak pada beton yang terlalu dini, akibat panas hidrasi maupun akibat beban.
Dengan dicegahnya retak-retak yang telalu dini, mengakibatkan kemampuan bahan untuk mendukung tegangan-tegangan yang terjadi akan semakin lebih besar.
Bahan fiber ini ada beberapa jenis. Seperti baja, karbon, nilon, dan polypropylene. Sedangkan bentuknya, seperti oval, rektangular, bergantung pada proses pembuatan dan bahan mentahnya yang dipakai. Dalam penelitian ini dipakai dipakai polypropylene.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan serat polypropylene terhadap kuat tekan, kuat tank talc langsung, kuat tank lentur, dan daya tahan abrasi pada beton.
Hasil pengujian menunjukkan, bahwa dengan tambahan 0,1%-0,3% fiber, kuat tekan, kuat tarik tak langsung, kuat tarik lenturnya meningkat dan abrasinya menurun.

ABSTRACT
To increase quality concrete, beside cement composition, coarse aggregate, fine aggregate, and water cement ratio, even if require admixtures.
These admixtures to aim at change one or more properties concrete at still fresh or hardened, increase soft paste, increase compressive strength, increase ductility, delaying the growth of ckracks.
One of admixtures for concrete are fibers. The basic idea use of fibers are the bones at concrete with ramdom orientate, until it can the restrain growth of very early ckracks at concrete, result both hydrated temperature and load. With the restrain growth of very ckracks, result in capability material to carry happened strength more bigger.
Fiber material have some type. As steel, carbon, nylon, polypropylene. At the time shape, as oval, rectangular, hang by activation process, and the use of crude material. In this research the polypropyline will be used.
The aim of this research is to find out the effect of the increase of Polypropylene fibers on concrete compressive strength, tensile strength, flexural strength, and abrasion.
The test result show that by adding 0,1% - 0,3% fibers, compressive strength, tensile strength, flexural strength are mounting and abrasion is reduce."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ikhwan Buzar
"Untuk menunjang kesejahteraan hidup manusia maka diperlukan prasarana sipil untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Parasarana sipil ini sebagian besar terbuat dari beton bertulang. Tetapi akibat terbatasnya lahan, maka banyak bangunan sipil yang dibangun di atas tanah-tanah kosong yang dulunya merupakan sebuah rawa atau dengan cara menguruk rawa yang sudah ada. Rawa ini mempunyai kemungkinan besar merupakan rawa yang tercemar sebagai akibat pembangunan industri yang pesat dimana industri-industri ini menyumbangkan limbah yang mengandung zat korosif yang dapat menimbulkan proses korosi dan merusak struktur beton bertulang sehingga mengurangi usia dari struktur tersebut.
Korosi merupakan kerusakan suatu material sebagai akibat material tersebut bereaksi secara kimia dengan lingkungannya yang tidak mendukung. Lingkungan yang tidak mendukung ini dapat berupa kadar pH yang rendah banyaknya kandungan unsur klorida bebas, sulfat dan beberapa faktor lingkungan dan faktor diri beton itu sendiri apakah itu mutu tulangan yang digunakan ataupun mutu dan tebal selimut betonnya. Dalam menentukan suatu derajat kerusakan dari suatu proses korosi terhadap suatu material maka digunakan satuan mpy dan mm/year.
Tahap-tahap dalam melakukan penelitian ini dimulai dengan mencari rawa yang tercemar dengan menggunakan data dari BEPEDAL untuk mencari lokasi rawa tercemar dan dipilih rawa Pedongkelan, Jakarta Timur. Kemudian mengambil sampel air untuk dperiksa kualitas airnya. Baja tulangan yang diteliti adalah ST41 dan ST60 dan cara pengukuran laju korosinya digunakan 2 cara yaitu Elektrokimia dan cara Emmersion dengan air rendaman air rawa tercemar dan air bersih sebagai kontrol. Untuk tulangan berlapis beton hanya digunakan studi literatur.
Hasil yang didapat adalah berdasarkan uji EK, untuk air rawa nilai laju korosi tulangan ST 41 = 9.65 mpy, 0.245 mm/year dan tulangan ST 60 = 4.04 mpy, 0.102 mm/year, sedangkan untuk air bersih nilai laju korosi tulangan ST 41= 3.521 mpy, 0.079 mm/year nilai laju korosi tulangan ST 60= 1.2251 mpy, 0.0311 mm/year. Untuk metode EMMERSION baja tulangan ST41 pada air rawa CR = 5.624 mpy, pada air bersih CR = 7.278 mpy. Baja tulangan ST 60 pada air rawa CR = 4.218, pada air bersih CR = 7.03 mpy. Hal ini disebabkan pada uji Emmersion kurang mensimulasikan keadaan sebenarnya, oleh sebab itu disarankan untuk melakukan percobaan ini kembali secara in situ.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu tulangan mempengaruhi laju korosi, semakin tinggi mutunya semakin sulit ia terkorosi. Dan semakin baik mutu dan tebal selimut beton maka semakin terlindung baja tulangan dari proses korosi. Karena akan memberikan perlindungan pada baja tulangan berupa struktur pori-pori beton yang lebih rapat sehingga akan mempersulit bagi air rawa yang mengandung zat-zat korosif untuk masuk mencapai lapisan tulangan. Sedangkan ketebalan yang cukup akan memberikan hambatan berupa jarak yang harus dilalui oleh air rawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S34792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>