Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133472 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di masyarakat, maka kebutuhan akan mobilitas meningkat. Hal yang paling dipertukan untuk mobilitas adalah suatu sistem transportasi dimana kendaraan bermotor merupakan salah satu komponen utamanya. Dewasa ini kendaraan bermotor sedemikian banyaknya hingga kapasitas jalan yang tersedia di Jakarta sudah tidak bisa memenuhi semua kebutuhan pengguna jalan. Dampak samping akibat kendaraan bermotor adalah emisi gas buang yang mencemari kualitas udara. Saat ini sebagai penyumbang terbesar untuk pencemaran udara di Jakarta adalah sektor transportasi. Dan bila hal ini tidak ditangani secara serius maka kualitas udara di Jakarta akan semakin parah kerusakannya. Zat polutan yang disebabkan emisi gas buang kendaraan bermotor akan masuk ke tubuh manusia bersamaan dengan udara yang kita hirup. Analisa mengenai dampak pencemaran udara akibat kendaraan bermotor perlu dikaji. Analisa tersebut dibandingkan antara baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan dengan konsentrasi udara dalam kondisi eksisting. Penelitian kualitas udara dilakukan di bundara hotel Indonesia Jakarta Pusat pada tanggal 21 dan 26 September 2003 untuk mendapatkan sebuah persamaan hubungan antara dampak pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor. Konsentrasi pencemar polutan yang melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah adalah gas N02. Sedangkan gas pencemar lain yang ditinjau yaitu pencemar CO, SO2, dan PM10 masih dibawah ambang batas. Persamaan regresi linear hubungan antara jumlah kendaraan yang melintas (smp) dan konsentrasi pencemar yang terdapat dalam udara pada saat penelitian belangsung, persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah smp kendaraan yang melintas mempengaruhi kadar pencemar yang terkandung dalam udara."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murwani Nurfadilastuti
"Telah dilakukan penelitian mengenai penerapan standar emisi EURO II untuk mengurangi pencemaran udara akibat dari emisi kendaraan bermotor di DKI Jakarta.
Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan Ibukota Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mengalami pertumbuhan yang pesat di bidang industri dan transportasi kendaraan bermotor. Mobilitas penduduk yang tinggi akibat berbagai kegiatan di wilayah Propinsi DKI Jakarta yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat telah menyebabkan penurunan kualitas udara. Salah satu sumber potensial yang mencemari udara adalah transportasi.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi merupakan upaya pemerintah untuk menekan emisi gas buang kendaraan bermotor melalui standar internasional (EURO II). Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul adalah seberapa jauh kesiapan pemerintah dalam menerapkan standar emisi EURO II sesuai dengan rencana pengetatan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor, seperti yang tertuang dalam KepmenLH tersebut. Kesiapan pemerintah, kesepakatan semua pihak terkait termasuk industri kendaraan bermotor serta masyarakat pengguna sangat menentukan keberhasilan dalam menerapkan standar emisi EURO II.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pihak pemerintah (Kernenterian Lingkungan Hidup) dan pihak Industri Otomotif menunjukkan bahwa diantara kedua pihak tersebut tidak dicapai kesepakatan dalam penerapan strateginya untuk mencapai sasaran dalam rangka penerapan standar emisi EURO II di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Darr ketiga strategi Pemerintah untuk menghadapi strategi yang dijalankan oleh Industri Otomotif yaitu "Harmonisasi dan Koordinasi Regional Penerapan Standar Emisi", "Memperketat Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan" dan "Sosialisasi kepada Industri dan Masyarakat Pengguna" rnaka hanya ada dua strategi yang dapat dijalankan oleh Pemerintah yaitu strategi kedua dan ketiga. Sedangkan pemerintah tidak akan memilih strategi pertama untuk dijalankan dalam rangka mencapai sasaran " Penerapan Standar Emisi EURO II di Indonesia"."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Air polution from vehicle emission becomes a major problem in urban areas,including Jakarta,Indonesia.This vehicle emission worsening ambient air concentration because of incresingle use of diesel engine for urban transportation....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Aminudin
"Pencemaran udara dapat disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain dari aktifitas industri. Untuk mengatasi persoalan pencemaran udara, termasuk dari industri, pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia, mengeluarkan berbagai macam kebijakan untuk mengendalikannya. Namun demikian, penelitian mengenai efektivitas dari kebijakan yang telah ditetapkan masih sangat kurang dilakukan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah berusaha untuk: (1) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta, Indonesia, (2) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di NSW, Australia. (3)mengetahui perbandingan efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta dengan di New South Wales.
Penelitian ini menggunakan pendekatan expost facto terhadap data sekunder berupa laporan-laporan badan-badan pemerintah di kedua negara yang diterbitkan antara tahun 1990 - 2006 dan hasil-hasil penelitian lain yang relevan. Analisa dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan nilai (1-5) dari masing-masing parameter efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri. Parameter untuk mengukur efektivitas kebijakan terdiri dari parameter produk kebijakan (policy output), parameter hasil antara kebijakan (intermediate outcomes) dan parameter hasil akhir kebijakan (end outcomes). Nilai rata-rata dari semua parameter kemudian dimasukan dalam skala efektivitas untuk mengetahui tingkat efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri dan masingmasing lokasi penelitian. Kategori tingkat efektivitas yang ditetapkan dalam penelitian ini, mulai dari yang terendah, adalah: tidak efektif, belum efektif, potensial efektif, cukup efektif, sangat efektif.
Dengan sistem negara Indonesia yang berbentuk kesatuan, kebijakan pengendalian pencemaran udara industri yang berlaku di Jakarta berada pada level nasional dan level daerah. Kebijakan pengendalian pencemaran, termasuk pencemaran udara industri, dimulai pada tahun 1980-an. Instrumen kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di tingkat nasional maupun di tingkat daerah hampir lama dan lebih menitikberatkan pada pendekatan atur dan awasi atau command and control. Sementara itu, pendekatan ekonomi belum banyak dikembangkan baik di level nasional maupun di level daerah. Evolusi pengaturan pencemaran di Indonesia bergerak ke arah desentralisasi dengan penguatan peran pemerintah daerah dalam pengendalian pencemaran danpenjabaran kebijakan pengendalian pencemaran untuk berbagai macam media termasuk udara.
Sementara itu, dengan sistem negara Australia yang berbentuk federal, di NSW kebijakan pengendalian pencemaran udara industri lebih banyak berada di tangan negara bagian. Sedangkan pemerintah federal hanya mengembangkan kebijakan umum seperti ketentuan tentang baku mutu udara ambien. Kebijakan pengendalian pencemaran udara, termasuk dari sumber industri, dimulai pada tahun 1960-an. Selain itu, instrumen ekonomi dalam bentuk load based licensing juga sudah mulai dikembangkan di tingkat negara bagian NSW disamping penyempurnaan pada pendekatan command and control. Evolusi pengaturan pencemaran udara industri di Australia, khususnya di NSW bergerak ke arah integrasi pengendalian pencemaran antara sate jenis media dengan media lainnya, dan mulai berperannya pemerintah federal dalam upaya pengendalian pencemaran.
Terkait dengan tujuan penelitian, dari studi ini diketahui bahwa di DKI Jakarta produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instnunen kebijakan (mixed policy instrument) masih lemah, kondisi basil antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku penaatan industri terhadap kebijakan masih rendah dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien di daerah industri juga masih belum baik. Sedangkan di New South Wales, produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instrumen kebijakan (mixed policy instrument) cukup kuat, kondisi hasiI antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku industri terhadap kebijakan cukup tinggi dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien juga cukup baik.
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: (1)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta termasuk dalam kategori belum efektif (2)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di New South Wales termasuk kategori potensial efektif. (3)kebijakan pengendalian penemaran udara industri di New South Wales lebih efektif dibanding kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta.
Untuk mengurangi kesenjangan tingkat efektivitas di Jakarta dibandingkan di New South Wales perlu dilakukan perbaikan strategi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah, penguatan upaya penegakan hukum, serta perhatian politik yang cukup dari penentu kebijakan.

The main sources of urban air pollution are come from transportation and industrial activity. To overcome the problem, the governments in the world are trying to formulate and implement policy to control industrial air pollution in various policy approaches. However, the research about the effectiveness of that policy is still rare. The aims of this research are: (1) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta, Indonesia, (2) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales, Australia. (3) To compare the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta and New South Wales.
This research is based on ex-post facto approach which uses secondary data from the report of government agency in bath countries that issued between 1990 - 2006 and another research report which are relevant with this thesis. The analysis is based on quantitative and qualitative method to find the value for each research indicator in 1-5 scale. The average value fromall indicator then classified into the effectiveness scale index to know the degree of the effectiveness. This research divide the effectiveness scale, from lower to higher, are: not effective, not yet effective, potentially effective, sufficiently effective and very effective.
With the Indonesian unitary state system, the air pollution control policy is on the hand of local as well as the central government. The pollution control policy, including pollution from industry, was begin in 1980-s. The policy instrument that had been applied in national and local level are very similar and give more emphasize on command and control approach. Meanwhile, the economic instrument are still under developed. The evolution of pollution control in Indonesia are moving from centralized to decentralized system and the empowering of local government role in protecting environment Indonesia also at the stage of elaborating the environment protection policy in various kind of pollution media, including air pollution, from general principle and regulation of environmental protection.
Meanwhile, with the Australian federal system of the state, air pollution control policy in NSW is heavily on the hand of the state. While the federal government only developing general policy such as ambient air quality standard. The air pollution control policy in Australia was begin in 1960-s. The economic instrument in the form of load based licensing are developed in NSW since 1997 beside the reformation of the enforcement system. The evolution of pollution control in Australia, especially in NSW, are moving from media specific to more integrated and multimedia approach. Australia also at the stage of empowering the federal government to take responsibility for controlling pollution especially on national significant pollution issues.
Related with the objective of the research, this study found that, in Jakarta, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are weak, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is low and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes is not so good. Meanwhile, in New South Wales, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are strong, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is high and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes are relatively better than in Jakarta.
The conclusion of this research are, generally the effectiveness level of industrial air pollution control policy in Jakarta are not yet effective, while the effectiveness level of industrial air pollution control policy in New South Wales are potentially effective. So the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales is one level higher than in Jakarta.
To fill the effectiveness gap in Jakarta which is lower than in New South Wales, it is a need to reform the policy strategy, strengthening institutional capacity, strengthening law enforcement efforts, and adequate political support from the policy makers."
Depok: 2006
T17904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Puspadewi
"Program Pembangunan Daerah Kota Tangerang bertujuan mengembangkan Kota Tangerang menjadi sebuah kota Industri, Perdagangan dan Pemukiman. Pengembangan ini membawa dampak antara lain pencemaran udara oleh timah hitam (timbal) dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Ini sudah menjadi kenyataan dengan hasil pengukuran oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang mendapatkan kadar timbal dalam udara ambien dan dalam darah anak usia sekolah sudah melebihi nilai Ambang Batas.
Pemerintah Daerah Kota Tangerang walaupun mempunyai Visi, Misi dan Rencana Strategis sebagai pedoman arah pembangunan dan pengembangan wilayah sampai dengan tahun 2006, ternyata belum mempunyai rencana strategis untuk menanggulangi pencemaran udara oleh timah hitam yang sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan suatu rencana strategis penanggulangan pencemaran udara (timah hitam) oleh emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan masyarakat dalam kurun waktu 5 tahun antara tahun 2004-2008. Adapun desain penelitian yang digunakan penelitian operasional dengan analisa kuantitatif dan kualitatif.
Data tentang faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap posisi Pemda Kota Tangerang dalam menanggulangi pencemaran udara (timah hitam) oleh emisi gas buang kendaraan bermotor diperoleh dari data sekunder dan wawancara mendalam. Data yang terkumpul dibahas dalam Consensus Decision Making Group (CDMG) yang terdiri dari para pejabat Pemda Kota Tangerang yang terkait dan dilakukan analisa lingkungan (SWOT analisis), Kemudian tahap berikutnya (matching stage), CDMG melakukan analisis dengan TOWS Matriks dan IE Matriks, yang menyimpulkan bahwa dalam penanggulangan pencemaran udara (timah hitam), Pemda Kota Tangerang berada pada posisi Hold and Maintain dengan strategi utama Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk.
Dari berbagai altematif strategi yang dapat difikirkan melalui Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) dapat diidentifikasi strategi-strategi yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan, dan disusun dalam suatu rencana program kerja penanggulangan pencemaran udara (timah hitam) untuk jangka waktu 5 tahun ke depan.

Strategic Planning to Overcome Air Pollution by Lead from the Exhaust of Motor Vehicles as a Health Hazard to the Population of the City of Tangerang, year 2004-2008The Regional Development Program of the City of Tangerang envisions Tangerang to develop into an industrial, commercial and residential city. This development brings the implication of air pollution by lead originating from the exhaust of motor vehicles. This implication has become a reality, as proven by measurements carried out by the City of Tangerang Health Service, which shows the concentration of lead in ambient air and in the blood of school age children above normal limits.
Although the government of the City of Tangerang already has vision and mission statements, and a strategic plan as a course of regional development up to year 2006, it has no strategic plan to overcome the effects of air pollution by lead as a public health problem.
This research is carried out to analyze factors affecting the making of a strategic plan to overcome the effects of air pollution by lead for a five year period from 2004 to 2008. The research design used is an operational research with quantitative and qualitative analysis.
Data about the external and internal factors affecting the position of the government of the City of Tangerang to overcome the effects of air pollution by lead was obtained from secondary data and in depth interviews. Data thus obtained was discussed by a Consensus Decision Making Group (CDMG) of city government officials involved in environmental issues, then analyzed using the method of SWOT analysis. Further in the matching stage, the CDMG converts the data into TOWS and IE Matrices respectively, with the resulting conclusion in regard to overcoming the effects of air pollution by lead, the City of Tangerang is in a "Hold and Maintain" position with the main strategies of Market Penetration and Product Development.
From various alternative strategies formulated through Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), strategies most feasible to implement are adopted as a working plan to overcome the effects of air pollution by lead for the future 5 year period.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cysca madona
"DKI Jakarta memiliki luas wilayah sekitar 650 km2 termasuk Kepulauan Seribu. Laju penambahan penduduknya sebesar 4,2% per tahun, sedangkan laju pertambahan kendaraannya mencapai 15% pertahun. Hal ini menyebabkan padatnya lalu Iintas dan mengakibatkan penurunan kualitas udara atau dengan kata lain tingkat pencemaran udara di Jakarta sudah mencapai tingkat yang membahayakan. Dari data yang tersedia diketahui bahwa hampir 100% gas CO, 90% HC dan 73,4% NOx yang tersebar di udara Jakarta berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Untuk ini telah terdapat sejumlah upaya-upaya penurunan emisi gas buang kendaraan bermotor, seperti peniadaan timbal di dalam bensin, pengurangan penggunaan TEL di dalam bensin, pengembangan penggunaan bahan bakar alternatif selain bahan bakar fosil, serta serangkaian kebijakan pemerintah. Apapun bentuk upaya tersebut harus dilakukan secara sinambung dan sinkron, karena penurunan emisi tersebut tidak bisa dengan hanya menggunakan salah satu kebijakan saja. Faktor yang paling penting dan mendasar dalam hal ini adalah dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya pencemaran udara sehingga akan menumbuhkan kesadaran masyarakat."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T21084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dwi Puspitasari
"Tujuan yaitu untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara yang diakibatkan oleh PLTU dan PLTGU Muara Karang. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan hasil perhitungan Model Dispersi Gaussian untuk mengetahui semburan emisi PLTGU dan PLTU masing-masing parameter yaitu debu, NO2 dan SO2 pada enam hari pada bulan Juni dan Desember, selanjutnya hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam bentuk peta untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang menunjukkan jangkauan dan nilai konsentrasi tiap parameter, berbeda-beda sesuai arah anginnya. Dalam kondisi atmosfer stabil, jangkauan emisi dari kedua sumber pencemar tersebut lebih jauh dibandingkan dalam kondisi atmosfer tidak stabil. Hasil analisis yaitu konsentrasi pencemar menurun sesuai dengan jaraknya. Kecamatan Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, dan Tambora memiliki resiko paling tinggi terkena dampak pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang.

The objective of the study are to determines the spatial patterns of air pollution caused by Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant. The analysis which used is spatial analysis of the calculated Gaussian Dispersion Model to find out bursts emissions of Combined Cycle Power Plant and power plant of each parameter that is dust, NO2 and SO2 on six days in June and December, then the calculation results are displayed in the form of a map to determine the spatial pattern of air pollution. The results showed that the pattern of air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant shows the range and concentration values of each parameter, varies according to wind direction. In stable atmospheric conditions, the range of pollutant emissions from both sources are more distant than in the unstable atmospheric conditions. The results of the analysis that pollutant concentration will be change in the air. Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, and Tambora has a highest risk area affected by air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S78
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Putri
"Polusi udara merupakan permasalahan global yang berdampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Telah diketahui bahwa polusi udara dapat dikurangi dengan upaya bioremediasi, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman pohon. Tanaman pohon dapat merespons polusi udara secara fisiologis. Respons fisiologis tersebut dapat diketahui dari nilai indeks air pollution tolerance index (APTI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toleransi dan perbedaan respons fisiologis enam spesies tanaman pohon (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, dan Swietenia macrophylla) di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur dan Kampus UI Depok terhadap cekaman polusi udara berdasarkan nilai APTI. Pengukuran parameter lingkungan dan nilai APTI dengan parameter relative water content, pH ekstrak daun, kandungan asam askorbat, dan kandungan klorofil total dilakukan pada enam spesies tanaman pohon di kedua lokasi penelitian. Hasil uji APTI menunjukkan tanaman M. indica termasuk ke dalam kategori toleran terhadap polusi udara dengan nilai APTI tertinggi di Kawasan Industri Pulogadung yaitu sebesar 9,79 ± 0,13. Sementara itu, P. indicus termasuk ke dalam kategori sensitif terhadap polusi udara dengan nilai APTI terendah di Kampus UI Depok yaitu sebesar 6,59 ± 0,18. Hasil uji APTI tersebut menunjukkan bahwa spesies yang toleran memiliki nilai RWC dan kandungan asam askorbat yang tinggi, sedangkan spesies yang sensitif memiliki nilai RWC dan kandungan klorofil total yang rendah.

Air pollution is a global problem that negatively affects living things and the environment. It is well known that air pollution can be reduced by bioremediation, one of which is by utilizing tree plants. Tree plants can respond to air pollution physiologically. The physiological response can be known from the value of the air pollution tolerance index (APTI). This study aims to find out the tolerance levels and physiological response differences of six tree plants species (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, and Swietenia macrophylla) in Pulogadung Industrial Estate, East Jakarta and UI Campus in Depok towards air pollution based on APTI values. Measurements of environmental parameters and APTI values with relative water content parameters, leaf extract pH, ascorbic acid content, and total chlorophyll content were conducted in six species of tree plants at both research sites. APTI test results showed that M. indica plants fall into the category of air pollution tolerance with the highest APTI value in the Pulogadung Industrial Estate at 9.79 ± 0.13. Meanwhile, P. indicus is included in the category of sensitive to air pollution with the lowest APTI score at UI Depok Campus which is 6.59 ± 0.18. The APTI test results showed that tolerant species had high RWC values and high ascorbic acid content, while sensitive species had low RWC values and low total chlorophyll content."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Yudo Swasono
"ABSTRAK
Hasil beberapa penelitian terhadap masalah pengendahan kualitas udara yang telah dilakukan sebelumnya oleh berbagai pihak yang terkait, menunjukkan kegiatan transportasi terutama transportasi darat menjadi peyumbang terbesar bagi penurunan kualitas udara di DKI Jakarta dan juga kota-lainnya, dibandingkan sumber-sumber pencemaran udara lainnya seperti industri dan rumah tangga. Hal tersebut diakibatkan oleh emisi buangan dari kendaraan bermotor yang melintasi ruas-ruas jalan di kota-kota tersebut, yang menyebabkan perubahan komposisi udara atmosfer normal dengan kehadiran zat-zat asing yang bersifat sebagai pencemar seperti NOx, SO2, CO dan Debu / TSP (Total Suspended Particulat) dari emisi kendaraan bermotor tersebut.
Untuk mengetahui besamya pembebanan pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor pada ruas-ruas jalan di DKI Jakarta, dilakukan evaluasi terhadap data kualitas udara rata-rata harian dan data lalu lintas pada ruas jalan / road side yang bersangkutan, yang dalam hal ini diwakili oleh 3 lokasi ruas jalan / road side di DKI Jakarta yang mempunyai kepadatan lalu lintas tinggi, sehingga dapat dianggap mewakili kondisi sesungguhnya mengenai gambaran kualitas udara ruas jalan di DKI Jakarta. Ketiga lokasi yang dipilih tersebut adalah ruas jalan Moh.Husni Thamrin, Merdeka Barat dan Casablanca. Perhitungan dilakukan dengan memperhatikan faktor emisi masing-masing parameter pencemar yang berbeda-beda untuk setiap jenis kendaraan bermotor yang melintasi ruas tersebut. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui hubungan keterkaitan antara kegiatan transportasi dengan kualitas udara pada masing-masing ruas jalan / road side tersebut.

"
2000
S35017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadli
"ABSTRAK
Selama mengikuti kuliah di arsitektur, saya sering mendengar bahwa
masyarakat tradisional lebih baik dalam menyelesaikan masalah ruang hidupnya daripada
masyarakat modern. Untuk mengetahui kebenarannya, saya menganalisa dan
membandingkan hasil pengamatan langsung dan studi pustaka mengenai efisiensi
penyelesaian masalah pengudaraan pada bangunan vernakular dan modern. Hasil
penelitian sederhana ini menunjukkan arsitektur modern lebih baik dalam
mengatur pengudaraan di dalam namun lebih buruk dalam mempertahankan
kebersihan udara luar bangunan dari arsitektur vernakular. Arsitektur modern
tengah membenahi masalahnya dengan alam dan manusia, sebagai pemegang
keputusan, perlu melakukan hal yang sama demi menciptakan lingkungan yang
sehat bagi makhluk hidup di dunia.

Abstract
During my study of arhitecture, I often heard traditional people solve
their environment problem better than modern people. To prove that, I analyze
and compare the results of my observation and research about vernacular and
modern building effectiveness in airing. This research show that modern
architechture can control indoor air health better but much worse in keeping the
outdoor air health than vernacular architecture. Modern architecture still in
process to correct its relationship with nature and human, as a decision maker,
need to do the same thing to create a better world for all living being."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43629
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>