Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9833 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yeyen Husuna
"Terapi mikrobial sebagai kelas baru dari bahan aktif farmasi (API atau Active Pharmaceutical Ingridients) saat ini mulai dikembangkan sebagai produk perawatan kesehatan kulit baik dalam bentuk probiotik maupun postbiotik. Salah satu bakteri yang dinilai berpotensi yaitu Streptococcus macedonicus MBF 10-2 yang merupakan galur bakteri hasil isolasi dari limbah produksi tahu dan bersifat GRAS (generally recognized as safe) dari penelitian sebelumnya. Bakterial S. macedonicus MBF 10-2 telah dikembangkan dalam penelitian bahan aktif produk perawatan kesehatan kulit dalam bentuk postbiotik berupa lisat bakterial. Penelitian ini bertujuan meningkatkan rendemen dan karakteristik lisat bakterial setelah proses pengeringan beku dengan penambahan lioprotektan inulin. Lisat bakterial diperoleh dengan melisiskan sel menggunakan metode ultrasonikasi yang dilanjutkan dengan memformulasikan dengan lioprotektan inulin konsentrasi 2%, 5%, dan 10%, dan kemudian dilakukan proses pengeringan beku. Fraksi-fraksi kering beku lisat dikarakterisasi rendemen, karakteristik fisikokimia dan aktivitas antioksidannya. Rendemen serbuk lisat bakterial dengan lioprotektan inulin 0%, 2%, 5%, dan 10%, secara berturut-turut yakni 19,87%, 27,01%, 32,20%, dan 60,98%. Hasil karakteristik serbuk lisat bakterial memiliki bentuk serbuk kristal, berwarna putih hingga putih kekuningan, dan memiliki bau yang khas. Ukuran partikel serbuk 162-478 nm, pH 6,41-6,50, dan kandungan lembab 7,21%-9,37%. Selain itu, uji aktivitas antioksidan serbuk postbiotik dengan inulin 10% menunjukkan nilai IC50 sebesar 172,414 µg/ml.

Microbial therapy as a new class of Active Pharmaceutical Ingredients (API) is nowadays being developed as a skin healthcare product in a form of probiotics and postbiotics. One of the potential bacteria is Streptococcus macedonicus MBF 10-2 which is a bacterial strain isolated from tofu production waste and GRAS (generally recognized as safe) from previous studies. Bacterial S. macedonicus MBF 10-2 has been developed in the research of the skin health care products' active ingredients in the form of postbiotics of bacterial lysates. This study aimed to improve the yield and characteristic of bacterial lysates after freeze-drying with the proliferation of the Lyoprotectant inulin. Bacterial lysates were obtained by lysing cells using the ultrasonication method followed by formulation with 2%, 5%, and 10% concentrations of the lipoprotectant inulin, and then freeze-dried. Freeze-dried lysate fractions were 2 UNIVERSITAS INDONESIA characterized by for its yield, physicochemical characteristics and antioxidant activity. The yield of bacterial lysate powder with inulin lyoprotectants 0%, 2%, 5%, and 10% were 19.87%, 27.01%, 32.20%, and 60.98%, respectively. Bacterial lysate powder was a white to yellowish-white crystalline powder with specific odor. The particle size distribution of the powder was 162-478 nm, with pH of 6.41-6.50, and the moisture content of 7.21%-9.37%. In addition, the antioxidant activity test of postbiotic powder with 10% inulin showed an IC50 value of 172,414 µg/ml."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inda Mapiliandari
"ABSTRAK
Pululanase (Pululan 6-glukanohidrolase, EC 3.2.1.41) adalah debranching enzyme yang spesifik memotong ikatan α-1,6 dalam pululan, pati, amilopektin, dan glikogen. Enzim ini sangat penting di industri pati yang memproduksi sirup glukosa atau maltosa. Kombinasi pululanase dengan glukoamilase atau β-amilase dalam sakarifikasi pati akan meningkatkan konsentrasi glukosa atau maltosa, mempercepat sakarifikasi dan mengurangi penggunaan glukoamilase atau β -amilase.
Mikroorganisme penghasil pululanase masih relatif sedikit, sehingga memungkinkan untuk mengeksplorasi sumber mikroorganisme lainnya, di antaranya adalah mikroba yang terdapat atau hidup dalam jaringan vascular tanaman. Mikroorganisme endofit ini diduga sebagai sumber potensial penghasil enzim. Eksplorasi mikroorganisme endofit dilakukan terhadap 16 tanaman penghasil karbohidrat non biji koleksi Kebun Raya Bogor dan Kebun Plasma Nutfah Puslitbang Bioteknologi, Cibinong. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mendapatkan mikroorganisme endofit lokal (indigenous) penghasil pululanase dan mengetahui sifat-sifat enzim yang dihasilkannya.
Penelitian diawali dengan melakukan isolasi mikroorganisme yang dilanjutkan dengan seleksi mikroorgansime penghasil pululanase , produksi dan pemekatan enzim serta karakterisasi pululanase yang dihasilkan. Seleksi mikroorganisme penghasil pululanase dilakukan secara bertahap, diawali pada medium padat menggunakan dekstran T-10, tepung beras ketan atau pululan sebagai sumber karbon dan energi. Seleksi selanjutnya dilakukan dalam medium cair.
Dan kegiatan di atas, berhasil diisolasi sebanyak 76 mikroba endofit yang terdiri dari 39 bakteri dan 37 kapang. Di antara 39 bakteri, sebanyak 15 isolat menghasilkan enzim pada dekstran T-10, dan hanya 9 di antaranya menghasilkan enzim pada tepung beras ketan. Di antara 37 kapang, sebanyak 21 isolat dapat menghasilkan enzim pada dekstran T-10 dan 23 isolat menghasilkan enzim pada tepung beras ketan. Namun hanya 16 di antara isolat yang menghasilkan enzim pada dekstran T-10, juga menghasilkan enzim pada tepung beras ketan. Sebanyak 7 isolat kapang hanya menghasilkan enzim perombak tepung beras ketan raja tetapi tidak menghidrolisis dekstran T-10. Adanya aktivitas enzim pada dekstran T-10 dan tepung beras ketan menunjukkan kemungkinan adanya enzim amilase termasuk debranching enzyme.
Dan keseluruhan isolat bakteri dan kapang penghasil enzim perombak dekstran T-10, telah terjaring 9 isolat penghasil enzim pada pululan. Hasil seleksi kultur cair terhadap 9 isolat tersebut diperoleh isolat ICSo.4 penghasil pululanase yang spesifik memutus ikatan α -1,6 dalam pululan. Maltotriosa terdeteksi sebagai produk akhir hidrolisis pululan. Enzim ini memiliki aktivitas sebesar 42,34 x10-3 unit /mL. dan stabil selama penyimpanan 21 hari pada 4 °C.
Penambahan amonium sulfat 0 - 70% mampu memekatkan enzim sebesar 1,05 kali. Pululanase dari ICSo.4 yang telah dipekatkan aktif pada pH dan suhu optimum 4,0 dan 50 °C , serta stabil pada pH 4,5 - 5,5 dan suhu 30 - 40 °C. Kation Mn2+ mampu meningkatkan aktivitas enzim. Namun demikian elektroforesis filtrat enzim menunjukkan adanya 6 pita protein. Nilai Im terhadap pululan dan V°,o. pululanase berturut-turut adalah 27,8 mg/mL dan 0,81 mg/mL/menit. Pululanase dari isolat ICSo.4 ini ternyata juga dapat menghidrolisis amilopektin, glikogen, amilosa, dan soluble starch

"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi
"Berawal dari terjadinya krisis sumber daya tetapi ingin mendapatkan bangunan yang berkualitas sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, maka diperlukan suatu perubahan dalam desain, metoda dan material sehingga menghasilkan suatu konstruksi yang unggul dengan biaya yang lebih rendah. Pendekatan yang dipakai adalah suatu pendekatan yang terorganisasi dan kreatif dimana bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengoreksi biaya yang tidak perlu atau elemen yang tidak mempunyai fungsi. Dasar dari biaya yang tidak perlu ini adalah biaya yang tidak memberikan jaminan kualitas, kegunaan serta model arsitektur yang diinginkan oleh pemilik dan konsumen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S35661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peby Damayanti
"Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi biji beligo (Benincasa hispida) dengan metode ekstraksi soxhlet yang menghasilkan rendemen sebesar 27,21%. Hasil pengujian daya inhibisi ekstrak biji beligo pada berbagai fraksi yang diperoleh yaitu : fraksi etanol, etil asetat, n-butanol dan air terhadap aktivitas α-glukosidase menunjukkan efek inhibisi yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dari masing-masing fraksi. Daya inhibisi terbesar terdapat pada ekstrak biji beligo fraksi air dengan konsentrasi 62,5 ppm adalah sebesar 26,6%. Pengujian toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui sifat toksisitas ekstrak biji beligo pada fraksi yang menghasilkan inhibisi aktivitas α-glukosidase terbesar terhadap Daphnia magna dan Artemia salina. Dari pengujian toksisitas akut terhadap Daphnia magna didapatkan nilai sebesar 818,7 ppm. Dari hasil pengujian toksisitas akut terhadap Artemia salina didapatkan nilai sebesar 3698,0 ppm.

In this study, beligo (Benincasa hispida) seeds extraction was conducted with sohxlet extraction method which producing crude extracts amounted to 27,21%. The test results of inhibition power of beligo seeds extract on various fractions were obtained, which is the fraction of ethanol, ethyl acetate, n-butanol, and water towards activity α-glucosidase reveal that the inhibition effect is increasing as well as concentrations increase of each fraction. The greatest inhibition effect on beligo seeds extract fraction of water with concentration of 62,5 ppm is 26,6%. Acute toxicity testing conducted to determine the toxicity of beligo seeds extract in the fraction that produce highest α-glucosidase inhibitory activity to Daphnia magna and Artemia salina. From the measurement of acute toxicity test, the value of obtained from Daphnia magna was 818,7 ppm and obtained from Artemia salina was 3698,0 ppm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S57723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnis Prameswari Putri
"Trans-Resveratrol (3,4?,5-trihidroksi-trans-stilben) merupakan senyawa yang umum ditemukan red wine. Oleh karena keberadaannya pada red wine, maka senyawa resveratrol menjadi perhatian dalam studi korelasi antara konsumsi red wine terhadap penurunan induksi penyakit jantung, yang disebut French paradox.
Dalam studi ini, dimer resveratrol sebagai derivat resveratrol, disintesis menggunakan enzim peroksidase horseradish dan larutan H­2O2 10% pada suhu 37℃. Reaksi prenilasi resveratrol dilakukan dengan katalis K2CO3 melalui medium organik (aseton dan t-butanol) dan air. Diperoleh yield produk prenilasi resveratrol terbesar pada reaksi prenilasi dengan pelarut aseton. Optimasi dilakukan pada 3, 6, 12, dan 24 jam, diperoleh efektivitas prenilasi terbaik pada 24 jam. Dimer resveratrol terprenilasi dapat disintesis dengan katalis K2CO3. Karakterisasi dengan spektrofotometer UV-Visible menunjukkan adanya pergeseran batokromik pada produk prenilasi resveratrol. Spektrometer FTIR digunakan untuk menganalisis kemungkinan terjadinya C-prenilasi dan O-prenilasi, yang ditentukan dari intensitas peak pada serapan gugus hidroksi (-OH).
Analisis dengan MS/MS diperoleh resveratrol terprenilasi, dimer resveratrol, dan dimer resveratrol terprenilasi, dengan jumlah gugus prenil tersubstitusi yang berbeda. Resveratrol, produk resveratrol terprenilasi, dimer resveratrol, dan dimer resveratrol terprenilasi dilakukan uji antioksidan menggunakan larutan DPPH 0,05 mM dan diinkubasi selama 30 menit. Absorbansi sampel uji kemudian diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 517 nm. Diperoleh IC50 resveratrol, resveratrol terprenilasi, dimer resveratrol, dan dimer resveratrol terprenilasi berturut-turut: 64,03 ppm; 92,97 ppm; 22,24 ppm; dan 76,83 ppm.

Trans-Resveratrol (3,4,5-trihydroxy-trans-stilbene), a naturally occurring stilbene commonly found in red wine. Due to its appreciable quantity, it has been considerable interest on correlation study of consuming red wine and decreasing risk of heart disease, which is called ?French paradox?.
In this study, dimer resveratrol as resveratrol derivate, is synthesized using peroxidase horseradish and H2O2 10% at 37℃. Prenylation of resveratrol is undergone with K2CO3 catalyst in organic medium (acetone and t-butyl alcohol) and water. Prenylation in acetone yields more product than prenylation in other solvents. Optimization is done on 3, 6, 12, and 24 hours, for evaluating the best effectiveness on 24 hours. Prenylated dimer resveratrol can be synthesized using K2CO3 catalyst. Spectrophotometer UV-Visible analyze the bathochromic shift on the all prenylated resveratrol. Functional group indentification using spectrometer FTIR is used for detecting O-prenylation and C-prenylation based on intensity of the peak on hydroxy (-OH) absorption.
MS/MS analysis shows that there are prenylated resveratrol, dimer resveratrol, and prenylated dimer resveratrol with different number of substituted prenyl group. Resveratrol, prenylated resveratrol, dimer resveratrol, and prenylated dimer resveratrol are then evaluated for the antioxidant activity by using DPPH 0.05 mM and incubated for 30 minutes. Sample absorbance were then measured using spectrophotometer UV-Visible in 517 nm of wavelength. IC50 known from the data, resveratrol 64.03 ppm; prenylated resveratrol 92.97 ppm; dimer resveratrol 22.24 ppm; and prenylated dimer resveratrol 76.83 ppm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S58782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: springer, 2019
572.7 ENZ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lindiyah
"Pembentukan senyawa dimer dari eugenol dan isoeugenol telah dilakukan dengan bantuan biokatalis enzim peroksidase dan hidrogen peroksida. Enzim peroksidase (EC 1.11.1.7) adalah salah satu enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi dan termasuk dalam kelas oksidoreduktase, yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi oleh hidrogen peroksida dari sejumlah substrat yang merupakan donor hidrogen, seperti senyawa fenolik. Reaksi ini akan menghasilkan radikal fenoksi yang akan mengalami reaksi kopling sehingga dihasilkan dimer fenolik. Enzim peroksidase yang digunakan berasal dari horseradish yang mempunyai aktivitas spesifik 100 U/mg. Hasil reaksi eugenol menghasilkan produk berupa minyak kental berwarna kuning kecoklatan dengan berat 1,8765 g. Pemurnian produk menggunakan KLT preparatif dan hasil yang diperoleh berupa kristal kuning dengan berat 0,0755 g (1,90%) dengan titik leleh 105-1080C. Identifikasi produk kristal dilakukan dengan instrumentasi UV-Vis, GCMS dan polarimeter. Hasil identifikasi menunjukkan adanya senyawa dimer eugenol yaitu dehidrodieugenol dengan m/z = 326 pada waktu retensi 20,39 menit dengan luas area 33,38% dan hasil pengukuran dengan polarimeter menghasilkan sudut putar spesifik [ α ]25 D = + 75.0˚ (c, 0.002, CH3COOC2H5). Sedangkan hasil reaksi isoeugenol menghasilkan produk berupa minyak kental berwarna kuning dengan berat 1,9924 g. Pemurnian produk menggunakan KLT preparatif dan hasil yang diperoleh berupa kristal kuning dengan berat 0,0802 g (2,02%) dengan titik leleh 118-120˚C. Identifikasi produk kristal dilakukan dengan instrumentasi UV-Vis, GC-MS dan polarimeter. Hasil identifikasi menunjukkan adanya senyawa dimer isoeugenol yang merupakan senyawa turunan lignan, yaitu senyawa licarin A dengan m/z = 326 pada waktu retensi 20,52 menit dengan luas area 10,48%. Hasil pengukuran dengan polarimeter menunjukkan adanya sifat optis aktif pada senyawa hasil reaksi dengan sudut putar spesifik [ α ]25 D = - 85.0˚ (c, 0.002, CH3COOC2H5)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30481
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Anggarawati
"Sampai saat ini limbah dari industri pengolahan rumput laut hanya digunakan untuk pupuk padahal masih cukup memiliki kandungan selulosa dan berpotensi menjadi bahan baku biofuel. Limbah pengolahan rumput laut dari daerah Pameungpeuk, Garut, ditemukan memiliki kadar selulosa dan lignin sebesar 18,83% dan 15,625% pergramnya. Sebelum limbah siap digunakan untuk substrat dilakukan proses pretreatment menggunakan H2SO4 terlarut untuk menghilangkan lignin dan meningkatkan aksesibilitas enzim selulase ke selulosa dengan variasi konsentrasi H2SO4 terlarut sebesar 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2% (v/v). Limbah yang telah dipretreatment tersebut dijadikan substrat untuk memproduksi enzim selulase menggunakan isolat bakteri laut SGS 2609 milik BBP4B-KP yang telah diisolasi dari rumput laut Sargassum Sp. Fermentasi hidrolisis limbah oleh bakteri isolat SGS 2609 dilakukan selama 7 hari. Kondisi optimum untuk produksi enzim selulase dari bakteri isolat SGS 2609 ini yaitu dengan substrat limbah yang dipretreatment H2SO4 0,5% pada hari ke-4 dengan aktivitas selulase sebesar 0,0549 U/ml dan aktivitas spesifik sebesar 0.011 U/mg.

Waste from seaweed industry currently used as a fertilizer when the waste still contains celluloses and also has potential use as raw material for biofuel. Seaweed waste from industry in Pameungpeuk, Garut, contained celluloses dan lignins in the waste 18,83% and 15,625%, respectively. Before the waste is ready to be used, the pretreatment step using dilute-surfuric-acid was used for breaking down the lignin and increasing the accessibility of cellulase enzyme to cellulose using variance of concentrations 0,5%; 1%; 1,5%; and 2% (v/v). The pretreated seaweed waste then used as substrate for producing cellulase enzyme from isolate bacteria SGS 2609 BBP4B-KP which has been isolated from seaweed Sargassum sp. The fermentation time took approximately 7 days. The optimum condition for producing cellulase enzyme from isolate SGS 2609 was using seaweed waste pretreated with H2SO4 0,5% as substrate on the 4th day of fermentation, with the cellulose activity 0,0549 U/ml and the specific activity 0,011 U/mg"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42004
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Neilands, J.B.
New York: John Wiley & Sons, 1955
612.015 1 NEI o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mi`rajunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan enzim selulase dari kapang terpilih untuk pembuatan selulosa mikrokristal dari kulit buah kapuk. Alfa selulosa didapatkan melalui biodelignifikasi dan enzim selulase murni diperoleh dari galur kapang terpilih. Selulosa mikrokristal didapatkan melalui hidrolisis enzimatis dengan enzim selulase yang telah dimurnikan, lalu diidentifikasi dengan analisa kualitatif Fourier transformed infrared spectroscopy (FTIR), dan differential scanning calorimetry (DSC), diikuti oleh karakterisasi selulosa mikrokristal seperti x-ray diffraction (XRD), analisis ukuran dan distribusi partikel, dan pengukuran scanning electron microscope-energy dispersive x-ray (SEM-EDX). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodelignifikasi terbaik dilakukan pada suhu 40˚C menghasilkan14,88% α-selulosa. Penicillium sp. sebagai kapang terpilih memiliki aktivitas selulase tertinggi dengan indeks selulolitik 4,83 dan aktivitas selulase sebesar 0,04299 U/mL. Fraksi pertama digunakan untuk hidrolisis memiliki aktivitas tertinggi yaitu 649,68 mU/mL. Hasil identifikasi FTIR menunjukkan kemiripan diagram dengan Avicel PH 101 dengan titik lebur 244,580˚C. Karakterisasi XRD menunjukkan kristalinitas pada 2 puncak 2Ɵ (deg) nilai 22,58 dengan intensitas 634 dan nilai 21,85 dengan intensitas 51. Susut pengeringan 3,74%, derajat keasaman pH 7,0, ukuran partikel antara 13,06 hingga 196,79μm, kerapatan serbuk ruah 0,111 g/cm3, serbuk mampat 0,235 g/cm3, laju alir cukup baik, SEM-EDX menunjukkan bentuk morfologi selulosa mikrokristal kulit buah kapuk berbentuk memanjang. Selulosa mikrokristal kulit buah kapuk telah menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan referensi dan dapat dikembangkan lebih lanjut.

This study aims to obtain cellulase enzymes from selected molds for microcrystalline cellulose preparation from α-cellulose of kapok pericarpium. Alpha cellulose was obtained by biodelignification and the purified cellulase was obtained from selected mold. The Microcrystalline cellulose that obtained from enzymatic hydrolysis then identified by qualitative analysis, Fourier transformed infrared spectroscopy (FTIR), and differential scanning calorimetry (DSC), followed by characterization of microcrystalline cellulose includes X-Ray Diffraction (XRD), Particle Size and Distribution Analysis (PSA), and Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX). Biodelignification carried out at a temperature of 40C produced 14.88% α-cellulose, Penicillium sp. as the selected mold had the highest cellulase activity with a cellulolytic index of 4.83 and cellulase activity of 0.04299 U/mL. The first fraction used for hydrolysis had the highest activity of 649.68 mU/mL. FTIR identification showed a similarity with Avicel PH 101 with a melting point of 244.580C. XRD characterization was showed the crystallinity at 2 peaks 2Ɵ (deg) 22.58 with intensity 634 and 21.85 with intensity 51. Loss on drying was 3.74%, pH was 7.0, particle size ranged from 13.06 to 196.79 um, bulk density and tapped density were 0.111 g/cm3 and 0.235 g/cm3, the flow rate character is quite good, and SEM-EDX was showed that the morphological shape of the microcrystalline cellulose of the kapok pericarpium is elongated. Microcrystalline cellulose has shown a difference in characteristic and can be furthered.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>