Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhendro Priadi
"Indeks Aktifitas Parkir adalah suatu besararn Baru yang menunjukkan tingkat kesibukan parkir pada suatu arael parkir. Tujuan mengukur Indeks ini adalah untuk mengetahui tingkat kesibukan areal parlor tersebut. Suatu jenis kegiatan bisnis tertentu disuatu areal yang menimbulkan adanya kebutuhan parlor dengan kesibukannya dapat diukur dengan indeks baru ini.
Studi ini dilakukan disuatu areal parkir dengan Tata Guna Lahan tertentu yaitu suatu areal pertokoan di ]l. Panglima Polim yang ben uafan bahan-bahan bangunan yang tidak menyediakan lahan khusus untuk parkir. Parkir kendaraan dilakukan di kerb jalan yang berubah fungsi menjadi areal parkir.
Data yang dikumpulkan di lapangan adalah : akumulasi kendaraan parkir, turnover, lamanya parkin, jumlah pergerakan parkir dan pengaruh dari semua aktifitas tersebut terhadap kendaraan yang lewat di jalan raya itu yang diidentifikasi dengan kecepatan kendaraan yang lewat melalui pengukuran waktu tempuh sepanjang areal parkir.
Hasil analisa menunjukkan korelasi yang didapat antara sejumlah pergerakan parkir dengan kendaraan yang lewat di jalan. Juga dari data yang dikumpulkan dapat diukur suatu angka Indeks Aktifitas Parkir, IAP = 12,6 yang menunjukan kesibukan perparkiran arael tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S35638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Anwar
"Pemilihan lokasi diantara beberapa pilihan lokasi industri merupakan hal paling mendasar dan awal yang dilakukan oleh pengusaha atau produsen setelah menentukan jenis industri. Sebelum kemudian mengambil keputusan-keputusan lain maka pengusaha/produsen akan terlebih dahulu mempertimbangkan lokasi yang akan memberikan keuntungan yang paling maksimal atau memberikan biaya yang paling minimal. Sementara itu pemerintah sebagai regulator dari kebijakan spasial memiliki kepentingan tersendiri yang belum tentu sesuai/sinkron dengan kepentingan pengusaha.
Restriksi dalam bentuk rencana tata guna lahan merupakan salah satu kebijakan penting dari pemerintah dalam upaya mereduksi atau bahkan menghilang berbagai ekstemalitas yang ditimbulkan oleh industri terhadap perkembangan wilayah. Salah satu upaya yang kemudian dapat dilakukan adalah mengembangkan kebijakan yang memberikan hasil yang paling optimal bagi perkembangan/pertumbuhan wilayah atau dengan kata lain ada sinkronisasi antara pengembangan sektor industri dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan kenyataan diatas maka kemudian dikembangkan suatu model dinamik dari pemilihan lokasi industri yang selain mengadopsi kepentingan pengusaha juga tetap memperhatikan berbagai restriksi yang ditetapkan oleh pemerintah (dalam penetapan tata guna lahan digunakan RTRW ataupun RUTR). Dipilihnya model dinamik dalam penelitian ini karena perilaku dari produsen dalam pemilihan lokasi industri tidaklah bersifat statis tetapi selalu mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi biaya maupun pendapatan dari setiap lokasi yang akan dipilih.
Berdasarkan hasil pengembangan model maka diperoleh hasil bahwa faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah keuntungan yang diperoleh, dimana besamya sangat ditentukan oleh komposisi variabel biaya dari masing-masing jenis industri yang ada pada setiap lokasi. Disamping itu pengembangan alternatif kebijakan tata guna lahan untuk sektor industri tidak dapat dilakukan secara parsial yaitu per wilayah, namun harus secara integral karena sangat berkait erat dengan upaya menekan/mereduksi high cost economy.
Indikator yang digunakan dalam pengembangan kebijakan adalah nilai ekonomi yang diwakili oleh total agregat output dan kinerja jaringan jalan. Kebijakan terbaik yang dapat dilakukan di Jabodetabek berkaitan dengan pemilihan lokasi industri adalah dengan melokalisir industri pada wilayah-wilayah yang belum tinggi tingkat kegiatannya (belum tinggi volume lalu lintasnya)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Yanto
"Akhir-akhir ini sering sekali terjadi banjir di daerah sekitar sungai Pesanggrahan. Banjir yang dialami oleh wilayah sekitar sungai Pesanggrahan merupakan imbas dari semakin banyaknya lahan yang tertutup oleh bangunan-bangunan baru yang tidak berlandaskan strategi dan perencanaan dari sistem drainase yang ada. Pada musim hujan debit air yang memasuki badan sungai menjadi lebih besar dan berakibat pada tidak mencukupinya kapasitas sungai.
Analisa dilakukan terhadap data-data hidrologi, tata guna lahan dan geometri serta data eksisting lokasi studi. Melalui analisa hidrologi diperoleh debit puncak banjir rencana, yang dilanjutkan dengan analisa hidrolika untuk mengecek kapasitas penampang sungai yang mampu melalukan debit banjir rencana tersebut. Pengolahan data selain dengan metode rasional juga dengan permodelan menggunakan software SMADA.
Dari hasil analisa didapat perhitungan dengan Program SMADA lebih besar daripada metode rasional dan kapasitas sungai tidak mampu menampung debit banjir rencana.

Recently floods happened in Pesanggrahan river and surrounding. The floods caused by the increasing covered land due to the unwell planned development and drainage system design. During raining season the water in high velocity and at the end get over flood in some places because the capacity of the river no longer able to convey the water.
The analysis is done using hydrology, land use and geometry data of the study area. The hydrology data is used to calculate the peak flow to examine the capacity of the river. The calculation is done by using the rational method and SMADA software.
The result shows the calculation SMADA software has greater value of the flow than the rational method.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S50559
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Dini Suhani
"Kota Serang terletak di tengah provinsi Banten, yang merupakan pintu gerbang pergerakan manusia, barang, dan jasa antar regional yang sangat strategis sehingga akan dibangun pusat perbelanjaan dan bisnis. Rencana pembangunan Mall of Serang ini akan mempengaruhi perubahan tata guna lahan yang ada di daerah sekitarnya. Tentunya ini juga akan berdampak pada perubahan transportasi di wilayah Kota Serang khususnya daerah sekitar pembangunan Mall of Serang.
Dengan memperhatikan segala aspek rencana pembangunan Mall of Serang perlu dilakukan analisis kinerja lalu lintas. Analisis menggunakan perencanaan empat model transportasi yaitu bangkitan perjalanan yang menghasilkan model hubungan antara parameter tata guna lahan dengan jumlah perjalanan yang menuju ke suatu zona atau meninggalkan suatu zona. Analisis model bangkitan perjalanan menggunakan metode ITE dengan berdasarkan tipe tata guna lahan dimana luas lahan mall pembanding, yang nantinya sebagai acuan untuk memprediksikan pengunjung Mall of Serang. Model distribusi perjalanan untuk mendapatkan data arus lalu lintas dari zona asal ke zona tujuan dalam suatu lingkup studi. Yang menjadi objek adalah 3 jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), dan Sepeda motor (MC).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan sekitar Mall of Serang didapat jumlah pengunjung Mall of Serang dengan mengestimasi luas lahan dari suatu daerah studi yaitu dengan mengetahui luas bangunan mall pembanding adalah sebesar 241 smp, yang terdiri dari angkutan umum, sepeda motor dan mobil pribadi. Memprediksikan kondisi yang akan datang mengasumsikan nilai tingkat pertumbuhan setiap zona. Dengan nilai tingkat pertumbuhan sebesar 1.022. Dengan metode seragam, semua matriks asal-tujuan dikalikan dengan factor 1.022 untuk mendapat matriks asal-tujuan pada masa mendatang.

Serang town located in the middle of province Banten, Serang is a gate of people movement, thing, and service inter regional that very strategic so it will build center of shopping and bussines. Plan of contruction Mall of Serang will influence use areas system in surroundings region. Certainly it's also impact to transportation in Serang town especially in araound contraction Mall of Serang.
With look all of aspect the plan of contruction Mall os Serang need traffic perfomance analysis. The analysis using four models of transport planning is trip generation resulting model of the correlation between land use parameters with number of trips towards to a zone or leaving to a zone. Analysis model trip generation using methode ITE by type land use where the mall area as a reference, and it use to give a prediction of visitor Mall of Serang. Model trip distribution to get the data of traffic flow from origin zone to destination zone within a scope study. The object are the three types of the vehicle specifically light vehicle, heavy vehicle, and motorcycle.
From the result of observations around the Mall of Serang can be obtained the visitors Mall of Serang with in estimating land of the studi area by knowing the comprasion another mall area is 241 smp, consist of public tranport, motorcycle, and private car. To predict the condition of the future we can assuming the value of the zones growth rate.With get the value of growth is 1.022. With the same methode, all of matrix origin-destination multiplied by factor 1.022 to get the matrix origin-destination of the future.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42964
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Rosantika
"Perubahan penggunaan tanah khususnya tanah pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Bekasi dari tahun 2003-2011 telah mencapai 7.575 Ha. Selain berada dalam pemanfaatan ruang pertanian, penggunaan tanah pertanian juga berada pada pemanfaatan ruang industri, pariwisata, permukiman dan kawasan lindung. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas tanah pertanian yang berada di luar pemanfaatan ruang pertanian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penilaian efektivitas tanah pertanian dilakukan dengan metode pengkelasan dan skoring. Variabel yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian ini meliputi kesesuaian tanah pertanian, parameter fisik, biologis, sosial kependudukan dan alokasi pemanfaatan ruang pertanian dalam RTRW.
Hasil penilaian efektivitas tanah pertanian yang dipertahankan adalah seluas 19.311 Ha yang terbagi dalam tiga kelas yaitu (1) efektivitas tinggi (S1) dengan luas sebesar 65% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Babelan, (2) efektivitas sedang (S2) dengan luas sebesar 20% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan terluas adalah Cikarang Timur dan (3) efektivitas rendah (S3) dengan luas sebesar 15% dari total luas tanah pertanian efektif dengan kecamatan yang terluas adalah Tambun Utara. Dalam keterkaitannya dengan penyusunan tata ruang daerah Kabupaten Bekasi maka efektivitas tinggi tanah pertanian untuk dipertahankan (S1) pada pemanfaatan ruang industri berada di Kecamatan Tarumajaya, sedang pada pemanfaatan ruang pariwisata adalah Kecamatan Muaragembong, pada pemanfaatan ruang permukiman juga berada di Kecamatan Muaragembong dan pada pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah di Kecamatan Cikarang Pusat.

The transition in land use, especially the transition from agricultural to nonagricultural land in Bekasi Regency from 2003 to 2011 had reached 7,575 hectares. Agricultural land use exists not only in agricultural area utilization, but also in the utilization of industrial, tourism, residential and protected areas. This research aims to assess the effectiveness of agricultural lands located outside the agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan (Rencana Tata Ruang Wilayah-RTRW). The assessment of the effectiveness of agricultural lands is carried out by classification and scoring methods. Variables selected according to the purpose of this study include the suitability of agricultural land, physical, biological, social, demographic parameters and the allocation of agricultural area utilization in the Regional Spatial Plan.
The assessment results of the effectiveness of agricultural lands maintained is an area of 19,311 hectares which is divided into three classes: (1) high effectiveness (S1) which is 65% of the total area of effective agricultural lands with Babelan as the largest district; (2) medium effectiveness (S2), 20% of the total area of effective agricultural lands with Cikarang Timur as the largest district; and (3) low effectiveness (S3), 15% of total area of effective agricultural lands with Tambun Utara as the largest district. In association with Bekasi Regency`s spatial planning, the high effectiveness of agricultural land maintained (S1) in industrial area utilization is located in Tarumajaya District; in tourism area utilization it is located in Muaragembong District; in residential area utilization it is also located in Muaragembong District; and in protected area utilization it is located in Cikarang Pusat District.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Listiyani Wijaya
"Didalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, pemegang hak atas tanah wajib untuk menyesuaikan penggunaan dan pemanfaatannya dengan rencana tata ruang wilayah. Agar tanah dapat dipergunakan secara optimal maka dibuatlah rencana mengenai penggunaan tanah atau biasa disebut sebagai Rencana Tata Guna Tanah. Rencana Tata Ruang wilayah yang telah ditetapkan, sekali dalam waktu lima tahun dapat ditinjau ulang, dan jika peninjauan tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa tata ruang yang ada perlu direvisi, maka disini terjadi perubahan tata ruang, misalnya tanah yang tadinya dapat dipergunakan sebagai perumahan harus berubah menjadi sodetan sungai seperti dalam kasus PT Masa Kreasi.
Dalam kasus ini, perubahan rencana kota secara Normatif atas tanah Milik PT Kreasi tersebut diatur dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 592 tahun 1979 tentang Penguasaan Peruntukan dan Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Cengkareng Drain, Sodetan-Sodetan Kali Sekretaris Bagian Atas dan Bagian Bawah, Wilayah Jakarta Barat. Perubahan rencana kota tersebut tentu saja berdampak bagi PT Masa kreasi maupun bagi tanah yang bersangkutan. Dalam hal ini dampak yang terjadi yaitu dengan berubahnya hubungan hukum PT Masa Kreasi dengan tanah yang dimilikinya tesebut.

In the use and utilization of land space, land rights holder is obligated to conform with the use and utilization of regional spatial layout plan.So that land can be utilized optimally then be made to the plan regarding land use, or commonly known as the Land Use Plan. Regional Spatial Layout Plan has been set, once in every five years can be reviewed, and if the review results in recommendation that the existing spatial layout should be revised, then the spatial layout changes here, for example, land formerly used as housing can be turned into a spatula rivers as in the case of PT Masa Kreasi.
In this case, changes in the normative urban plan for the land owned by PT Masa Kreasi is governed by the Decree of the Governor Jakarta Capital Special Region No. 592 of 1979 regarding Allotment of Tenure and Land Acquisition Development Cengkareng to Drain, Spatula -Spatula of River Sekertaris Top and Bottom SectionsWest Jakarta Area. Changes in the city plan, of course, affect PT Masa Kreasi as well as for the concerned landIn this case the impact occurred was by changing the legal relationship of PT Masa Kreasi with this land in interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27451
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aris Munandar
"Upaya pengembangan daerah pinggiran kota Jakarta dalam bentuk dekonsentrasi planologis, merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya yang menandai perkembangan kota Jakarta. Proses ini ternyata menyebabkan terjadinya perubahan sosial-ekonomi yang sangat mendasar di daerah pinggiran kota.
Upaya pengembangan tersebut, di satu sisi memang telah mampu mengalihkan konsentrasi penduduk khususnya arus migrasi, dan pusat kota ke pinggiran kota (Bogor, Tangerang, dan Bekasi). Namun di sisi lain, perubahan arah kecenderungan pertumbuhan penduduk tersebut merubah lingkungan pinggiran kota sebagai suatu sistem komunitas yang terdiri dari lingkungan alam (natural environment), lingkungan ekonomi (economic environment) dan lingkungan kultural (cultural environment).
Perubahan pola pemilikan dan tata guna lahan tidak dapat dielakkan mengikuti proses perkembangan kota di Desa Bojonggede. Pola pemilikan lahan yang turun temurun dari generasi ke generasi di kalangan penduduk asli (warisan), tidak dapat dipertahankan lagi harus berpindah tangan (dijual) kepada para pendatang yang semakin memadati daerah ini. Perubahan pola pemilikan tersebut juga diikuti oleh perubahan tata guna lahan dari pertanian kepada non pertanian terutama untuk perumahan.
Perubahan pola pemilikan dan tata guna lahan tersebut, pada akhirnya juga diikuti oleh perubahan dalam struktur okupasi dan nilai sosial budaya di kalangan penduduk asli. Sektor pertanian sebagai basis ekonomi penduduk asli semakin tersisih dan digantikan oleh sektor ekonomi non-pertanian terutama perdagangan dan jasa. Perubahan struktur okupasi ini juga disertai dengan perubahan status penduduk dalam mata pencaharian, karena penguasaan atas tanah pertanian yang merupakan simbol status, tidak lagi dimiliki oleh mereka. Berkembangnya pola hidup konsumtif dan berubahnya orientasi penduduk dalam hubungan sosial, dan pola gemeinschaft kepada pola gesellschaft menandai proses perubahan sosial di Desa Bojonggede yang tengah mengalami perubahan status dari pedesaan menjadi perkotaan.
Penelitian ini membuktikan bahwa proses pengkotaan suatu wilayah, tidak hanya merubah wilayah tersebut secara fisik, tetapi juga berpengaruh terhadap perkembangan atau perubahan sosial-ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, dekonsentrasi planologis tidak hanya merubah lingkungan fisik daerah pinggiran kota, melainkan implikasi dan mata rantai selanjutnya adalah munculnya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni
"Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR) dalam Pasal 7 ayat (1) UUPR disebutkan bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya. Dalam hal ini, sempadan sungai termasuk dalam kawasan lindung. Namun dengan banyaknya permukiman disepanjang tepi sungai kota Jakarta, akibat yang ditimbulkan menurunnya kualitas lingkungan pada kawasan daerah aliran sungai serta tepi sungai. Penulisan ini membahas tentang hukum perencanaan tata kota yang berkaitan dengan penataan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara, antara lain apakah terdapat harmonisasi dan sinkronisasi hukum dari berbagai regulasi yang berkaitan dengan perencanaan tata kota dalam hal rencana penataan permukiman di daerah bantaran kali kemudian masalahmasalah apa sajakah mengenai hukum dan non hukum yang timbul dalam penataan permukiman di wilayah bantaran kali Jakarta Utara dan bagaimana upaya menyelesaikannya. Berkaitan dengan perencanaan tata kota dalam hal rencana penataan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta utara belum dapat dikatakan terdapat keharmonisan dan sinkronisasi hukum. Dalam pelaksanaan penataan ruang berkaitan dengan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara mengalami masalah yang cukup pelik karena begitu banyak faktor-faktor yang saling berkaitan tumpang tindih didalamnya. Masalah hukum dan non hukum, mengenai masalah hukum berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum, kurangnya profesionalitas aparat penegak hukum, dan kurangnya kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat. Kemudian mengenai masalah non hukum berkaitan dengan masalah kependudukan, permukiman kumuh, pencemaran sungai, banjir. Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek-aspek sosial, hukum, ekonormi dan budaya. Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah dalam penataan ruang berkatan dengan permukiman di daerah bantaran kali Jakarta Utara, tidaklah mudah sebab antara masalah yang satu dengan yang lainnya saling memiliki keterkaitan. Di butuhkan peran serta yang dilakukan tidak hanya oleh pemerintah tapi juga melibatkan masyarakat dan pihak swasta untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

According to the law of 24 the year 1992 about space ordering (Penataan Ruang/ UUPR) in paragraph 7 article (1) UUPR, it is mentioned that the main function of space ordering covering patronage region and cultivation. However, because o lot of residences along river side of Jakarta, the environment quality of that region is descending. This paper is about the planning law of city order that related to residences order at flood plain of river in port Jakarta, i.e. is there an harmonizing and synchronizing of law from any regulation that related to the planning law of city order in program of residence order at flood plain of river and then what kind of matters of law and non law that appear in ordering residences at flood plain of river in north Jakarta and what are the solutions. In the case of residence order at flood plain of river in north Jakarta, there is no a harmonized and synchronized of law. There are too many complex factors in giving implementation of residence order at flood plain of river in north Jakarta. In matter of law, less professionalism of the apparatus of law, and less consciousness and culture of law of citizen, become a reason of those factors. In the matter of non law it related to demography, vile residences, soiled river and flood. Residences as place of human living is not just about physically and technically aspect but also is about the aspect of social, law, economy and culture. It is not easy to take in hand the matter of space order that in line with residence at flood plain of river in north Jakarta one problem and another is link to each other. It needs contribution not only from the government but also from community it self and private to give solutions towards those kinds of problems."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
"ABSTRAK
Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta.
Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan.
2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis.
3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita.
4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran.
5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda.
6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan.
7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko.
8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh.
9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23.
10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh.
11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri.
12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609.
13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.

ABSTRAK
Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land.
Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development.
Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry.
Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995.
The conclusions of this research are :
1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities.
2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area.
3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor.
4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant.
5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan.
6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings.
7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey.
8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh.
9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23.
10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung.
11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995.
12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609.
13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc.
Number of References : 41 (1981-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>