Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S2017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iletta Nathania Tjioe
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure terhadap domain kemandirian pada remaja penyandang sindroma down. Penelitian ini juga melihat variabel yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap domain remaja penyandang sindroma down. Pengukuran parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure menggunakan alat ukur Parents as Social Context Questionnaire (PSCQ) (Skinner, dkk., 2005) dan pengukuran kemandirian remaja penyandang Sindroma Down menggunakan alat ukur AAMD Adaptive Behavior Scale (Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983). Partisipan berjumlah 32 orang dengan karakteristik sebagai orang tua dari remaja penyandang sindroma down. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh parental autonomy support, parental involvement, dan parental structure terhadap kemandirian pada fungsi berdikari, aktivitas ekonomi, perkembangan bahasa, perkembangan angka dan waktu, kegiatan rumah tangga, dan sosialisasi remaja penyandang sindroma down. Parental structure secara signifikan mempengaruhi domain perkembangan bahasa (Beta = 0.517; p = 0.014; signifikan pada L.o.S 0.05) dan perkembangan angka dan waktu (Beta = 0.560; p = 0.011; signifikan pada L.o.S 0.05), sedangkan parental involvement secara signifikan mempengaruhi sosialisasi (Beta = 0.482; p = 0.013; signifikan pada L.o.S 0.05) pada remaja penyandang Sindroma Down. Berdasarkan hasil tersebut, orang tua perlu meningkatkan parental autonomy support, parental involvement, dan terutama parental structure untuk membantu meningkatkan kemandirian anak.

This research was conducted to find the effects of parental autonomy support, parental involvement, and parental structure on domains of independence on adolescents with Down Syndrome and to find out which variable contributes significantly. Parental autonomy support, parental involvement, and parental structure was measured using an adapted instrument called Parents as Social Context Questionnaire (PSCQ) (Skinner, et al., 2005) and independence of of adolescents with Down Syndrome was measured using an adapted instrument called AAMD Adaptive Behavior Scale (Bagian Psikologi Anak dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983). The participants of this study are 32 parents of adolescents with Down Syndrome. The main results of this study show that parental autonomy support, parental involvement, and parental structure significantly affect domains of independence namely independent functioning, economic activity, language development, numbers and time, domestic activity, and socialization of adolescents with Down Syndrome. Parental structure significantly affects two domains which are language development (Beta = 0.517; p = 0.014; significant on L.o.S 0.05) and numbers and time (Beta = 0.560; p = 0.011; significant on L.o.S 0.05), while parental involvement significantly affects socialization domain (Beta = 0.482; p = 0.013; significant on L.o.S 0.05). Based on those results, it is necessary for parents to increase their parental autonomy support, parental involvement, and especially parental structure to help increase their children’s independence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komang Rahayu Indrawati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Amira
"Latar Belakang: Sindroma Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh terjadinya trisomi pada kromosom 21.  Penyandang sindroma Down memiliki karakteristik fisik dan kondisi sistemik tertentu. Hal ini berhubungan dengan kondisi rongga mulutnya, terutama jaringan periodontal (gingiva) serta kebersihan gigi dan mulut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi gingivitis dan OHIS (Oral Hygiene Index-Simplified) pada penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas di SLB tipe C di Jakarta. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang. Subjek penelitian adalah 174 penyandang sindroma Down usia 14 tahun ke atas yang bersekolah di SLB tipe C di Jakarta. Gingivitis diukur menggunakan Indeks Gingiva oleh Loe dan Sillness, sementara kebersihan gigi dan mulut diukur menggunakan OHIS oleh Greene dan Vermillon. Hasil: Hasil dari penelitian menunjukkan distribusi frekuensi gingivitis sebagai berikut; 3,45% bebas gingivitis, 47,13% gingivitis ringan, 40,80% gingivitis sedang, dan 8,63% gingivitis berat. Sementara, untuk distribusi frekuensi OHIS adalah sebagai berikut; 28,16% memiliki OHIS baik, 49,43% memiliki OHIS sedang, dan 22,41% memiliki OHIS buruk. Kesimpulan: Penyandang sindroma Down memiliki distribusi frekuensi gingivitis yang dominan pada gingivitis ringan dan sedang, sementara mayoritas memiliki OHIS sedang.

Background: Down syndrome is a genetic disorder caused by trisomy in chromosome 21. Individuals with Down syndrome have specific physical characteristics and systemic conditions. This may relate to their oral condition, such as periodontal tissues (gingiva) as well as their oral hygiene. Objective: The aim of this study is to know the frequency distribution of gingivitis and OHIS (Oral Hygiene Index-Simplified) in 174 individuals with Down syndrome aged 14 and above in SLB type C in Jakarta. Method: This study used a cross-sectional descriptive method. Research subjects were 174 individuals with Down syndrome aged 14 and above who went to school in SLB type C in Jakarta. Gingivitis was measured using Gingival Index by Loe and Sillness, while oral hygiene was measured using OHIS by Greene and Vermillon. Result: The result of this study showed a frequency distribution of gingivitis as follows; 3.45% were free of gingivitis, 47.13% had mild gingivitis, 40.80% had moderate gingivitis, and 8.63% had severe gingivitis. Frequency distribution of OHIS were as follows; 28.16% had good OHIS, 49.43% had fair OHIS, and 22.41% had poor OHIS. Conclusion: Individuals with Down syndrome had frequency distribution of gingivitis mainly in mild and moderate category, while the majority the subjects had fair OHIS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Masa peralihan tersebut menyebabkan remaja terjadi rentan terhadap masalah-masalah. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah masalah kenakalan remaja berupa perilaku membolos, terlibat perkelahian, mencuri, dan perilaku antisosial lainnya. Munculnya perilaku-perilaku tersebut pada remaja merupakan sebagian simtom dari conduct disorder. Conduct disorder adalah gangguan yang ditandai dengan adanya pola tingkah laku melanggar hak-hak orang lain atau peraturan dasar sosial yang berulang dan menetap pada anak dan remaja. Individu dengan conduct problems mungkin mengalami berbagai gangguan dalam konsep diri yang mempengaruhi tingkah laku anti sosialnya. Salah satu cara untuk mengetahui konsep diri remaja dengan conduct disorder adalah dengan menggunakan tes HFDs.
Melalui wawancara dengan remaja yang memiliki conduct disorder juga akan dapat diperoleh gambaran mengenai konsep dirinya Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran konsep diri remaja dengan conduct disorder dilihat dari hasil tes HFDs dan apakah gambaran konsep diri tersebut juga didukung oleh hasil anamnesa terhadap subjek yang bersangkutan. Aspek-aspek konsep diri yang diteliti adalah academic self concept social self concept, dan seifregard/presentation of seb' (Hattie dalam Bracken, 1996). Untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan data sekunder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia berupa hasil tes HFDs dan anamnesa dari lima orang remaja yang telah di diagnosis conduct disorder.
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat gambaran mengenai academic self concept dari subjek yang diteliti. Berkaitan dengan social self concept, dua dari lima subjek dalam penelitian ini family self concept yang negatif. Salah satu dari subjek tersebut memiliki peer self concept yang negatif dan lainnya memiliki peer self concept yang positif. Berkaitan dengan self regard/presentation of self hanya dapat diketahui aspek confidence. Hanya ada tiga dari lima subjek dalam penelitian ini yang dapat dilihat aspek confidence-nya dan ketiga objek tersebut memiliki keyakinan diri (confidence) yang negatif. Gambaran social self concept subjek yang didapat dari hasil interpretasi tes HFDS didukung oleh pernyataan subjek yang diperoleh dari anamnesa. Kedua subjek yang memiliki family self concept yang negatif menyatakan bahwa dalam hubungan keluarga mereka merasa dirinya kurang dihargai. Mereka merasa tidak dianggap oleh orang dewasa, sering dipukul untuk kesalahan yang besar maupun kecil, dan ditolak keinginannya karena dianggap tidak serius. Subjek yang memiliki peer self concept negatif merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan teman dan merasa tidak diterima oleh teman-temannya. Subjek yang memiliki peer Seb' concept yang positif merasa bahwa teman-temannya sangat mengharapkan dirinya. Hasil anamnesa tidak memberikan gambaran mengenai academic self concept dan self regard/presentation of self.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai konsep diri remaja dengan conduct disorder sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan efektif pada remaja dengan conduct disorder. Penelitian ini juga memiliki kekurangan-kekurangan sehingga sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dengan tidak hanya menggunakan satu hal tes tetapi gabungan dari beberapa tes dan menggunakan data primer sehingga gambaran konsep diri yang didapat lebih kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wahyuni
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shakira Tamayanti
1986
S2084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunda K. Rusman
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S3526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
"Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah membangun dan membentuk konsep diri (Grinder, 1990). Bagi anak kembar, adanya kesamaan dan kekompakan yang merupakan hal paling menonjol terutama pada kembar identik, menyebabkan orangtua dan orang-orang di sekitar memperlakukan mereka dengan sama., seolah-olah mereka sebagai suatu unit bukan sebagai individu (Mulyadi, 1996). Selain itu, adanya kecenderungan pada anak kembar untuk mengambangkan hubungan yang terlalu dekat dan saling tergantung satu sama lain juga dapat menghambat mereka untuk berkembang menjadi diri sendiri serta menghambat perkembangan mental dan sosialnya (Scheinfeld, 1973) Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran konsep diri pada remaja kembar identik. Gambaran konsep diri ini mengacu pada 3 dimensi dari Hattie (1992), yaitu Academic Self Concept, Social Self Concept dan Self Regard atau Presentation of Self berdasarkan tes Human Figure Drawings, House Tree Person dan Sack’s Sentence Completion Test. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan dokumentasi serta catatan arsip sebagai metode pengumpulan data yang diperoleh dari arsip-arsip kasus yang tersedia di klinik bimbingan anak Pakultas Psikologi UI pada tahun 2002. Namun karena keterbatasan data yang tersedia, maka hanya ditemukan satu kasus sepasang remaja kembar identik dengan jenis kelamin laki-Iaki yang dijadikan subyek dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisa dan mengacu pada 3 dimensi konsep diri dari Hattie (1992), terlihat bahwa ada beberapa konsep diri yang digambarkan sama namun juga beberapa di antaranya digambarkan berbeda. Pada dimensi academic self concept terdapat perbedaan konsep diri yang ditunjukkan oleh kedua subyek. Namun pada dimensi social self concept dan seff regard/presentation of self beberapa sub dimensi tersebut sebagian diantaranya digambarkan sama dan sebagian lainnya berbeda. Adanya persamaan sekaligus perbedaan ini menunjukkan bahwa proses pembentukan konsep diri yang dialami kedua subyek terlihat lebih kompleks dimana di satu sisi mereka harus dapat menunjukkan pribadi mereka masing-masing, namun di sisi lain keberadaan mereka sebagai anak kembar menyebabkan adanya berbagai kesamaan dalam hal-hal tertentu. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar jumlah sampel yang digunakan lebih banyak. Pengambilan sampel sebaiknya tidak hanya terpaku pada data yang tersedia di bagian arsip namun juga berusaha untuk mencari subyek di lapangan. Selain itu sebaiknya penelitian juga dilakukan pada remaja kembar identik perempuan
sehingga diharapkan dapat terlihat perbedaan dinamika konsep diri yang mungkin muncul dari perbedaan jenis kelamin ini. Lebih lanjut lagi, dapat juga dilakukan penelitian dengan membandingkan antara remaja kembar yang tergolong identik serta fratemal. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka diharapkan hasil penelitian ini juga dapat lebih dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah yang sama dengan menggunakan pendekatan kuantitatif serta instrumen penelitian lainnya yang lebih sesuai untuk menggambarkan konsep diri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>