Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ratih Andrini
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perceraian dan ekspektasi terhadap pernikahan pada dewasa muda dengan orangtua bercerai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur Attitudes Toward Divorce Scale (Kinnaird & Gerrard, 1986) untuk mengukur sikap terhadap perceraian dan Marital Expectation Scale (MES) (Jones & Nelson, 1996) untuk mengukur ekspektasi terhadap pernikahan. Partisipan dalam penelitian ini adalah 80 dewasa muda yang orangtuanya bercerai. Berdasarkan teknik analisis data Pearson Correlation Test, terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perceraian dan ekspektasi terhadap pernikahan (r = -0,463, p<0,01, 2-tailed).

This quantitative study investigated the relationship between attitudes toward divorce and marital expectation among young adults from divorced parents. Attitudes Toward Divorce Scale (Kinnaird & Gerrard, 1986) is used to measure attitudes toward divorce, and Marital Expectation Scale (MES) (Jones & Nelson, 1996) is used to measure marital expectation. There were 80 young adults from divorced parents participated in this study. According to measurement using Pearson Correlation Test, the result indicate that there was significant relationship between attitudes toward divorce and marital expectation (r = -0,463, p<0,01, 2-tailed)."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S56808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faber, Joanna
"A must-have resource for anyone who lives or works with young kids, with an introduction by Adele Faber, coauthor of How to Talk So Kids Will Listen &​ Listen So Kids Will Talk, the international mega-bestseller The Boston Globe dubbed "The Parenting Bible." For over thirty-five years, parents have turned to How to Talk So Kids Will Listen &​ Listen So Kids Will Talk for its respectful and effective solutions to the unending challenges of raising children. Now, in response to growing demand, Adele's daughter, Joanna Faber, along with Julie King, tailor How to Talk's powerful communication skills to children ages two to seven. Faber and King, each a parenting expert in her own right, share their wisdom accumulated over years of conducting How To Talk workshops with parents and a broad variety of professionals. With a lively combination of storytelling, cartoons, and fly-on-the-wall discussions from their workshops, they provide concrete tools and tips that will transform your relationship with the young kids in your life. What do you do with a little kid who'won't brush her teeth'screams in his car seat'pinches the baby ... refuses to eat vegetables'throws books in the library ... runs rampant in the supermarket' Organized according to common challenges and conflicts, this book is an essential emergency first-aid manual of communication strategies, including a chapter that addresses the special needs of children with sensory processing and autism spectrum disorders. This user-friendly guide will empower parents and caregivers of young children to forge rewarding, joyful relationships with terrible two-year-olds, truculent three-year-olds, ferocious four-year-olds, foolhardy five-year-olds, self-centered six-year-olds, and the occasional semi-civilized seven-year-old. And, it will help little kids grow into self-reliant big kids who are cooperative and connected to their parents, teachers, siblings, and peers."
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2020
306.874 FAB s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Maria Permatasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan resiliensi pada remaja madya dengan status ekonomi sosial rendah di Jakarta. Variabel keterlibatan ayah diukur menggunakan Father Involvement and Nurturant Fathering Scales yang dikembangkan oleh Finley dan Schwartz 2004 yang dilihat dari perspektif anak. Variabel resiliensi diukur menggunakan Resilience Scale 14 item RS-14 oleh Wagnild dan Young 2009 . Partisipan pada penelitian ini sebanyak 207 remaja yang berusia 14 hingga 18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara keterlibatan ayah dan resiliensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan ayah dalam kehidupan remaja perlu diperhatikan karena akan berhubungan dengan kemampuan remaja untuk beradaptasi ketika sedang menghadapi kondisi yang sulit.

The purpose of this study is to examine the relationship between father involvement, and resilience among middle adolescence with low social economic status in Jakarta. Father involvement was measured from the child rsquo s perspective using Father Involvement and Nurturant Fathering Scales by Finley and Schwartz 2004. Resilience was measured using Resilience Scale 14 item RS 14 by Wagnild and Young 2009 . The participants are 207 adolescents aged 14 to 18 years old. The result of this research indicated that there is a positively significant relationship between father involvement and resilience. This result showed that the way father involved in adolescent rsquo s life has a correlation with adolescent rsquo s competence in adapting in the wake of life rsquo s misfortunes.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haidi Syahrani
"Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara parental support dan status identitas mahasiswa. Sampel penelitian ini merupakan 460 mahasiswa (172 laki-laki dan 288 perempuan) dengan usia terbanyak partisipan 21 tahun (34%). Para responden diminta untuk mengisi self-report pada The Extended Objective Measure of Ego Identity Status-Version 2 (EOM-EIS II) dan the revised Children's Report of Parental Behavior Inventory revised (CRPBI). Hasil analisis menggunakan Pearson's Correlation menemukan bahwa parental support berhubungan secara signifikan dengan status identitas foreclosure dan status identitas achievement. Selain itu, parental support tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan status identitas diffusion dan status identitas moratorium. Pada kelompok mahasiswa perempuan ditemukan hubungan yang signifikan antara parental support dan status identitas foreclosure. Sedangkan pada kelompok laki-laki ditemukan hubungan yang signifikan antara parental support dan status identitas foreclosure serta status identitas achievement.

The main objective of this study is to see the relationship between parental support and identity status among undergraduate students in University of Indonesia. The sample of this study are 460 undergraduate students (172 male dan 288 female) with most of the participant's age being 21 years old (34%). The participants are asked to fill in a self-report on The Extended Objective Measure of Ego Identity Status-Version 2 (EOM-EIS II) and the revised Children's Report of Parental Behavior Inventory revised (CRPBI). The result of this study using Pearson's Correlation showed that parental support have a significant relationship with foreclosure identity status and also achievement identity status. Parental support does not have a significant relationship with diffusion identity status and moratorium identity status. With female students, it is found that there is a significant relationship between parental support and foreclosure identity status. In male students, it is found that there is a relationship between parental support and foreclosure identity status and also achievement identity status."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Olivia Isabella
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara
konflik orang tua-anak dan kenakalan remaja di Jakarta. Variabel konflik orang
tua-anak diukur dengan alat ukur Parent Environmental Questionnaire dari
Elkins, McGue, & Iacono (1997) yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia,
sedangkan variabel kenakalan remaja diukur dengan alat ukur The Self-Report
Delinquency Scale dari Elliott & Ageton (1980) yang telah diadaptasi ke dalam
bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan pada 372 remaja laki-laki dan perempuan
di Jakarta berusia 15-17 tahun yang tinggal serumah dengan orangtuanya.
Berdasarkan uji korelasi terdapat hubungan positif yang signifikan antara konflik
orang tua-anak dengan kenakalan remaja dengan koefisien korelasi sebesar
r=0.166, p=0.000, signifikan pada LOS 0.01 (one-tailed). Dari hasil tersebut,
didapatkan berbagai analisis yang akan dijelaskan lebih lanjut.

ABSTRACT
This reserach aims to find the correlation between parent-child conflict
and juvenile delinquency in Jakarta. The parent-child conflict variable is measured
by Parent Environmental Questionnaire from Elkins, McGue, & Iacono (1997)
which has been translated to Indonesian language meanwhile the juvenile
delinquency variable is measured by The Self-Report Delinquency Scale from
Elliott & Ageton (1980) which also has been translated to Indonesian language.
This research is being conducted to 372 adolescents in Jakarta from 15-17 years
old who live under one roof with their parents. Based on the correlation test, there
is a significant positive correlation between parent-child conflict and juvenile
delinquency with r =0.166, p=0.000, significant on LOS 0.01 (one-tailed). Based
on the result, there will be further analyses that will be explained."
2016
S66470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wulandari
"ABSTRAK
Penggunaan internet memberikan dampak positif dan negatif pada remaja. Salah satu dampak negatifnya adalah kejadian cyber bullying. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orangtua dan traditional bullying terhadap perilaku cyber bullying pada remaja. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Responden terdiri dari 102 remaja yang berusia 14-16 tahun. Analisis menggunakan non parametrik Mann Whitney dan Spearman. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua terhadap perilaku cyber bullying dengan nilai p > 0,05 dan ada hubungan antara traditional bullying verbal dengan perilaku cyber bullying impersonation dan outing and trickery dengan nilai p < 0,05. Penelitian ini merekomendasikan sekolah untuk tetap meningkatkan kegiatan positif seperti olah raga dan seni, serta memberikan edukasi kepada remaja mengenai bullying.

ABSTRACT
The internet usage has positive and negative effect. One of the negative effect is cyber bullying. This study examined the correlation between parenting style and traditional bullying to cyber bullying behaviour. The design of this study using correlational descriptive with cross sectional approach. The partiscipants of this study consisted of 102 adolescent ranging in age from 14 to 16 years old. Mann Whitney and Spearman rsquo s were used for analyses data. The result indicates that no correlation between parenting style to cyber bullying behaviour with p value 0,05 and there is a correlation between traditional bullying verbal to cyber bullying behaviour which is impersonation and outing and trickery with p value 0,05. This research recommends to keep promoting positive activities in school such as sport and art, to educate adolescents on certain issues related to bullying."
2017
S69544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian L. Izwar
"ABSTRAK
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
ditandai dengan pembahan secara fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 1990).
Masa ini dikenal juga sebagai masa pubertas yang ditandai terutama dengan perkembangan
karakteristik seks primer dan sekunder (Turner & Helms, 1987). Masa pubertas ini secara
intrinsik berkaitan dengan seksualitas (Tolan & Cohler, 1993) sehingga pada masa ini remaja
mulai tertarik pada Iawan jenisnya. Dalam perkembangan psikososial, remaja mulai memasuki
tahap heterosociality dimana ia mendapatkan kesenangan dalarn berhubungan dengan
teman dari jenis kelamin yang sama atau lawan jenisnya (Rice, 1990). Dalam salah satu
tugas perkembangan yang dikemukakan oieh Havighurst (dalam Turner & Helms, 1987)
remaja juga diharapkan untuk dapat membina hubungan yang lebih matang baik dengan
teman Iaki-laki maupun dengan perempuan dan mempersiapkan diri untuk menikah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara remaja pria dan wanita merupakan hal
yang wajar.
Dewasa ini fenomena pacaran pada remaja awal yang berusia antara 12-15 tahun
semakin sering ditemui. Beberapa remaja putri yang masih duduk di bangku SLTP
mengatakan bahwa mereka telah punya pacar. Pada penelitian ini batasan pacaran yang
digunakan adalah hubungan yang tetap antara remaja putri dan remaja putra yang ditandai
dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama namun belum ada komitmen
untuk menikah. Rice (1990) mengemukakan tujuh tujuan pacaran, yaitu rekreasi, persahabatan tanpa adanya tanggung jawab untuk menikah, status dan prestasi, sosialisasi,
memperoleh pengalaman dan kepuasan seksual, memilih teman hidup dan mendapatkan
keintiman. Sementara kegiatan pacaran pada penelitian ini dlkelompokkan menjadi kegiatan
bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok dan
kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual.
Masalah yang kemudian muncuI adalah pandangan orang tua yang berbeda terhadap
masalah pacaran ini. Penelitian Gunawan (1983) menunjukkan bahwa para ibu tidak setuju
jika remaja putri mereka yang berusia antara 12-15 tahun berpacaran. Sementara penelitian
Winarini (1980) mengemukakan bahwa masalah yang paling banyak dialami remaja dalam
hubungan heteroseksual adalah tidak punya pacar. Tema mengenai hubungan seksual ini
juga merupakan tema yang sering muncul dalam fantasi anak usia puber berdasarkan
penelitian Soegiharto (1986). Dari ketiga penelitian ini dapat dikatakan bahwa ibu umumnya
tidak setuju remaja putri mereka berpacaran sedangkan remaja ingin punya pacar. Mengingat
persepsi menentukan bagaimana individu harus menghadapi lingkungannya dan
mendefinisikan situasi yang ada maka perlu diketahui bagaimana persepsi ibu dan remaja
putri mengenai pacaran ini agar konflik-konflik yang mungkin timbul dapat dihindari. Yang
dimaksud dengan persepsi di sini adalah kategorisasi dan interpretasi terhadap suatu stimulus
yang dilakukan secara selektif oleh individu untuk memberi makna pada Iingkungannya.
Dengan demikian masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimanakah persepsi ibu dan
remaja putri usia 12-15 tahun terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku pacaran yang
dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun ?
Penelitian ini bersifat deskriptif dan alat pengumpul data yang digunakan adalah
itemized rating scales unluk mengukur persepsi terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku
pacaran pada 50 orang ibu dengan pendidikan minimal SLTA dan 50 orang remaja putri usia
12-15 tahun.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik ibu maupun remaja putri mempersepsi
tujuan pacaran dan remaja putri usia 12-15 tahun adalah untuk belajar mengenai aturan-
aturan sosial dan bagaimana berhubungan dengan orang lain. Di samping itu bagi remaja
putri kegiatan pacaran juga merupakan salah satu sarana bagi remaja putri untuk memenuhi
keinginan berada bersama-sama dengan Iawan jenis, menerima afeksi dan cinta,
mengembangkan keterbukaan, saling percaya dan saling menghargai. Ibu maupun remaja
putri tidak mempersepsi bahwa tujuan remaja putri usia 12-15 tahun berpacaran adalah untuk memilih teman hidup. Sementara itu baik ibu maupun remaja putri tidak mempersepsi
kegiatan bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok
dan kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual sebagai bentuk tingkah laku pacaran
yang dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun. Hasil yang menarik adalah remaja putri
yang pernah punya pacar mempersepsi bahwa kegiatan hanya bersama dengan pasangan
dan kegiatan bersama pasangan dalam kelompok merupakan kegiatan remaja putri usia 12-
15 tahun pada waktu berpacaran sementara remaja putri yang belum pernah punya pacar
tidak mempersepsi demikian. Hasil Iain menunjukkan bahwa hampir semua ibu
mengemukakan bahwa putri mereka yang saat ini berusia antara 12-15 tahun belum punya
pacar dan hampir semua ibu tidak mengizinkan putri mereka tersebut untuk punya pacar saat
ini.
Sehubungan dengan hasil di atas hal-hal yang dapat disarankan adalah ibu dapat
lebih peka terhadap perilaku putrinya, khususnya yang berkaitan dengan hubungan pria dan
wanita serta membuka komunikasi dengan putrinya dan dapat menerima perasaan-perasaan
remaja tersebut sehingga remaja putri dapat memperoleh arahan untuk menghadapi berbagai
hal yang ditemuinya dalam menginjak masa remaja. Pendidikan seks yang benar dan orang
tua diharapkan dapat rnembantu individu Iebih siap untuk memasuki masa remaja. Untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dapat dilakukan penelitian Ianjutan mengenai tujuan dan
bentuk kegiatan pacaran yang dilakukan oleh remaja pada sampel yang Iebih Iuas sehingga
dapat diperoieh gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pacaran yang mereka
Iakukan."
1996
S2849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Octacarmine
"Penelitian dilakukan untuk melihat gambaran self-controlserta keterlibatan pada anak-anak usia 3-4 tahun di Indonesia. Dalam melihat kemampuan self-control, dilakukan sebuah eksperimen sederhana yang melihat delay of gratification yang dikembangkan oleh Mischel, dengan beberapa penyesuaian seperti penggunaan jelly sebagai reward, dan waktu maksimal menunggu hingga 13 menit (780 detik). Sedangkan, untuk melihat keterlibatan ibu diberikan alat ukur Mother Involvement Scale-Reported yang dikembangkan oleh Finley, Mira, dan Schwartz (2008), yang melihat keterlibatan ibu dalam tiga dimensi, yaitu instrumental, expressive, dan mentoring/advising. Terdapat 7 pasang partisipan dalam penelitian ini, yang terdiri anak usia 3-4 tahun dengan ibunya yang berusia 31-40 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan self-control yang dimiliki anak-anak usia 3-4 tahun sangat beragam, dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Sedangkan, keterlibatan ibu pada anak-anak usia 3-4 tahun cenderung tinggi, dengan dimensi yang paling tinggi adalah dalam mentoring/advising.

The aim of this study is to find out about self-control and maternal involvement in three and four-year-old children in Indonesia. Childrens self-control was measured with an experiment of delay of gratification, that was adapted from Mischels experiments, with some modifications such as the usage of jellies as the reward and 13 minutes (780 seconds) as the maximum delay duration. Maternal involvement was measured using a self-reported questionnaire named Mother Involvement Scale-Reported, developed by Finley, Mira, and Schwartz (2008). In this measurement, mother involvement is divided by three dimensions, instrumental, expressive, and mentoring/advising. There are seven pairs of participants in this study that are three and four-year-old children with their mothers. The result of this study shows that self-control abilities among three and four-year-olds are vary, influenced by many factors. Otherwise, maternal involvement in three and four-year-olds is tend to be high, with mentoring/advising as the involvement dimension with the highest score among all participants.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roosdiana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1988
S2058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>