Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Murti Bunanta
Jakarta: Balai Pustaka, 1998
398.2 MUR p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Erlita F.
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi bacaan anak Indonesia yang tersaingi oleh bacaan terjemahan. Keadaan yang sama juga dialami oleh cerita rakyat Indonesia, padahal cerita ini merupakan warisan dan kekayaan budaya Indonesia. Kondisi yang demikian menggugah orang-orang yang berkecimpung dalam dunia bacaan anak untuk berbuat sesuatu. Salah satunya adalah Murti Bunanta, yang tidak hanya dikenal sebagai pemerhati dan kritikus bacaan anak, tetapi juga sebagai penulis buku anak.
Khusus untuk cerita rakyat, Murti telah melakukan penelitian yang mendalam untuk mengetahui problematika yang dihadapi cerita rakyat. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan bacaan anak secara umum dan permasalahan penulisan cerita rakyat untuk anak.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan emic, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan memperoleh penecaahan terhadap suatu permasalahan berdasarkan sudut pandang atau kerangka dari dalam anggota kelompok masyarakat itu sendiri. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan tinjauan literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Murti memberi perhatian terhadap 2 aspek dalam bacaan anak, yaitu pengarang dan ilustrasi. Untuk menuliskan cerita rakyat yang baik diperlukan penelaahan yang mendalam tentang cerita itu sendiri, berupa versi dan variannya, serta tujuan pembaca cerita tersebut. Ilustrasi berfungsi untuk meningkatkan nilai dan daya tarik buku tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran pengarang sangat penting dalam penulisan cerita rakyat Indonesia. Salah satu kendala bacaan anak datang dari segi pengarangnya juga, serta mengabaikan ilustrasi juga menjadi pemicu tertinggalnya bacaan anak Indonesia bersaing dengan bacaan dari luar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S15271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christantiowati
"Penyusunan skripsi ini menggunakan metode peneli_tian kepustakaan sehingga pengumpulan bahan dan penulisan dilakukan seiring sejalan selama Januari 1991 - Maret 1993, terutama di Perpustakaan Dinas Balai Pustaka, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan JIP-FSUI dan FSUI, serta Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Langkah pertama pengolahan data adalah penyusunan bibliografi bacaan anak secara kronologis untuk bacaan anak terbitan Landsdrukkerij dan swasta (sebelum tahun 1900 dan sekitar 1905-1941), serta menurut nomor penerbitan untuk bacaan anak dari Komisi Bacaan Rakyat, Balai Poestaka dan Kokumin Tosyokyoku (1908-1945). Bacaan anak dari penerbitan missionaris, Landsdrukkerij, penerbitan swasta Belanda, Cina peranakan dan pribumi dalam kurun waktu sebelum tahun 1900 dan sekitar 1905-1941 dibahas sekilas secara deskriptif. Kebanyakan bacaan anak dari penerbit ini disajikan dalam bahasa Melayu dan daerah, dengan tema cerita rakyat, fantasi dan fiksi realistis. Untuk Komisi Bacaan Rakyat (1908-1917) dan Balai Poestaka (1917-1942) dan Kokumin Tosyokyoku (1942-1945), sebagai pokok kajian utama, dibahas ragam bahasa, aksara dan tema bacaan anak serta bacaan anak yang menjadi favorit. Komisi Bacaan Rakyat tercatat menerbitkan bacaan anak dalam 5 bahasa (Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Batak) dan 2 aksara (Latin, Jawa) dengan tema fiksi (sastra rakyat tradisional, fantasi, fiksi realistis) dan non_fiksi (informasi tentang kesehatan, teka-teki). Balai Poestaka tercatat menerbitkan bacaan anak dalam 6 bahasa (Melayu, Jawa, Sunda, Madura, Bali, Kaili) dan 3 aksara (Latin, Jawa, Bali). Kokumin Tosyokyoku hanya menerbitkan beberapa bacaan anak berbahasa Indonesia dengan tema yang mempropagandakan untuk bekerja keras dan membela tanah air. Bacaan anak yang menjadi favorit senantiasa yang bersifat menghibur seperti cerita rakyat, fantasi dan fiksi realistis. Bacaan anak tempo doeloe ternyata telah amat beragam dalam bahasa, aksara dan tema. Untuk pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam, seperti tentang pengarang bacaan anak yang menonjol, perwajahan, dan bacaan anak dalam bentuk selain buku semacam majalah dan surat kabar, alangkah baiknya dibentuk suatu pusat dokumentasi bacaan anak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S15215
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This article describes documentation and collecting phase of
Nagari Koto Besar, Dharmasraya West Sumatera folktales.
These folktales then analized with Bascom’s function theory.
Based on analysis, there are 9 folktales which describes history of Koto
Besar. The folktales are Asal Usul Munculnya Koto Besar, Rumah
Tuo, Burung Beo dan Koto Besar, Penghormatan terhadap Raja,
Sapi yang Dilarang, Orang Bunian, Padi Sebesar Biji Kelapa, Bukik Mayang Taurai, and Sungai Bayie dan Sungai Balun. "
391 WE 1:2 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Aulia Reinisa
"Sastra terjemahan khususnya yang bertemakan cerita rakyat memiliki nilai budaya yang dibawa dari asal cerita rakyat tersebut. Perbedaan nilai budaya pembaca dengan asal cerita rakyat menjadi suatu hal yang menarik karena adanya proses transfer budaya. Perbedaan ini juga akan menyebabkan munculnya elemen-elemen fremdheit keasingan dari posisi pembaca, yaitu sebagai das Eigene milik sendiri yang berasal dari Jerman saat membaca karya ldquo;Prinzessin Kemang. rdquo; Proses verstehen antara pembaca dan nilai budaya Indonesia dalam hal ini sebagai das Fremde asing yang terkandung di dalam Prinzessin Kemang akan dicapai seiring dengan selesainya pembaca membaca buku tersebut. Selain itu proses verstehen juga dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan pembaca terhadap Indonesia. Hasil yang didapat dari proses verstehen adalah bertambahnya pengetahuan pembaca akan Indonesia karena adanya proses transfer dari das Fremde ke dalam das Eigene. Kedua hal ini membuat fremdheit yang ditangkap bukan lagi menjadi hal yang asing, maka dari itu posisi das Fremde dapat berubah menjadi das Eigene. Analisis menggunakan konsep semiotika dan konsep fremdheit dalam hermeneutik interkultural.

The translated literature particularly on the theme of folklore has cultural values that brought from the origins of folklore itself. The differences in cultural values of the reader and the origin of folklore become an interesting thing because of the process of cultural transfer. These differences will also cause the appearance of fremdheit strangeness elements from the reader 39;s position as das Eigene the self who comes from Germany when he/she reads Prinzessin Kemang. The understanding process verstehen between the reader and the cultural values ?? ??of Indonesia in this case as das Fremde the foreign which contained in Prinzessin Kemang will be achieved as the reader finishes reading the book. In addition, the understanding process verstehen is also influenced by the background of the reader 39;s knowledge about Indonesia. The result is an increase in reader 39;s knowledge of Indonesia due to the transfer process from das Fremde into das Eigene. Both of these make fremdheit that captured will no longer as a strange thing, therefore das Fremde position may turn into das Eigene. The analysis uses the concept of semiotics and the concept of fremdheit in intercultural hermeneutics."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Murti Bunanta
"ABSTRAK
Di Indonesia cukup banyak dilakukan penulisan kembali dan penerbitan cerita rakyat, baik untuk keperluan cerita anak-anak, maupun untuk kepentingan dokumentasi dan inventarisasi. Melalui pendataan yang dilakukan untuk kepentingan penelitian ini, dapat dilihat bahwa cerita rakyat untuk anak paling banyak diterbitkan dalam kurun waktu dua puluh tahun belakangan ini. Paling tidak ada enam penggunaan dari buku-buku tersebut yang dapat disebutkan di sini, yaitu: (1) sebagai bacaan penghibur (leisure reading) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah, (2) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Indonesia, (3) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Belanda dan bahasa daerah, (4) sebagai teks bacaan buku pelajaran bahasa Inggris, (5) sebagai bacaan pendidikan yang berkaitan dengan budi pekerti, dan (6) sebagai bacaan pendidikan yang berkaitan dengan nilai-nilai moral Pancasila.
Penulisan kembali cerita rakyat untuk bahan bacaan anak mengundang berbagai argumentasi. Paling tidak ada lima masalah yang telah dilontarkan oleh para peneliti Barat. Pertama, berkaitan dengan asal cerita rakyat. Karena berasal dari tradisi Iisan, maka ada pendapat yang mengatakan bilamana cerita rakyat sudah menjadi bahan bacaan, maka tak dapat disebut lagi sebagai cerita rakyat (Shannon, 1986: 117). Kedua, berkaitan dengan kejujuran pengarang. Seseorang yang menuliskan kembali suatu cerita rakyat seyogyanya mencantumkan dalam bukunya selain data-data dari sumbernya, juga memberikan keterangan apakah cerita tersebut merupakan saduran, versi pendek, atau penceritaan kembali (lihat Ord, 1986:115). Ketiga, berkaitan dengan mutu penulisan atau ketrampilan penulis. Tidak semua pengarang menghasilkan versi yang baik; ada versi yang bersifat moralistis, ada yang sangat disederhanakan, ada yang memberikan keterangan panjang lebar dan amat membosankan pada setiap kejadian, dan ada pula yang memberikan banyak detil-detil seperti sebuah novel (lihat Nodelman, 1982: 9 dan lihat pula Smith, 1980: 18). Keempat, berkaitan dengan maksud penulisan kembali cerita tersebut. Misalnya: 1. Untuk kepentingan target pembaca, seperti yang dilakukan Charles Perrault. la mengubah beberapa bagian dongeng Cinderella supaya cocok dengan pembaca bukunya, yaitu anak-anak yang berasal dari golongan bangsawan; 2. Untuk menghilangkan hal-hal yang dianggap tabu supaya dapat dibaca anak, seperti yang dilakukan oleh Grimm bersaudara; 3. Untuk kepentingan suatu paham, yaitu feminisme yang bermaksud mengubah citra tokoh wanita dalam cerita rakyat (lihat Lurie, 1990: 16-28). Perubahan-perubahan semacam ini antara lain dianggap sebagai penyebab cerita rakyat mengalami distorsi (Nodelman, 1990: 145). Kelima, berkaitan dengan asal usul koleksi. Timbul pertanyaan, apakah cerita yang diberikan pada anak sebaiknya yang berasal dari koleksi di lapangan ataukah yang sudah dituliskan kembali (lihat Lurie, 1990: 22 dan lihat pula Smith, 1980: 18).
Sesuai dengan keadaan di Indonesia, masalah yang disoroti dalam disertasi ini adalah penulisan kembali (retelling) cerita rakyat untuk anak di Indonesia ditinjau dari penyajian cerita. Hal ini berkaitan dengan masalah ketiga di atas, yaitu kualitas penulisan. Untuk itu, dibahas 22 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih dari 21 pencerita kembali (untuk selanjutnya disebut pengarang). Penelitian dilaksanakan dengan membandingkan penyajian cerita 22 versi tersebut. Perlu dikemukakan, bahwa pada awalnya telah diteliti 128 cerita rakyat yang terdiri dari 8 judul cerita (tema). Kedelapan judul ini merupakan tema yang paling sering dituliskan dan diterbitkan kembali sehingga muncul dalam berbagai versi tulis. Cerita-cerita ini berjenis dongeng, legenda, dan mite. Berhubung metode kerja dan metode penelitian yang dipakai ternyata dapat diterapkan pada ketiga jenis cerita rakyat ini, maka diputuskan untuk menggunakan dan menuliskan satu contoh saja, yaitu Bawang Merah Bawang Putih.
Masalah yang ditinjau dalam mengembangkan 22 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih adalah sebagai berikut:
  1. Apa perbedaan dan persamaan versi-versi tersebut dan bagaimana persamaan ini membentuk suatu verisi kelompok atau versi kebudayaan
  2. Bagaimana pengarang menggarap elemen-elemen penyajian cerita
  3. Bagaimana dampak penyajian pada makna cerita
Metode penelitian yang dipakai dalam disertasi ini adalah penelitian pustaka. Secara keseluruhan, penelitian ini mengetengahkan 29 versi dongeng Bawang Merah Bawang Putih, 22 versi diantaranya akan dibahas secara mendalam dan ditabelkan, sedangkan 7 versi lainnya akan disinggung seperlunya sebagai materi pembanding (dua berasal dari buku anak Malaysia dan 5 lainnya berasal dari wawancara). Tahun penerbitan yang tertua yang dapat dilacak adalah keluaran tahun 1904 dan yang termuda keluaran tahun 1994 (sampai saat disertasi ditulis). Selain dalam bentuk buku, dongeng yang diteliti juga ditemukan dalam bentuk tulisan dalam majalah, lontar, dan dokumentasi. Mengenai bahasa yang dipakai tercatat lima versi menggunakan bahasa Belanda, satu versi bahasa Jawa aksara jawa, satu versi bahasa Bali, satu versi bahasa Inggris, dan 14 versi bahasa Indonesia. Sebagian besar buku-buku ini diterbitkan sebagai bacaan anak dan remaja. Sedangkan yang bukan dikhususkan untuk anak dan remaja tetap akan dibahas dan digunakan sebagai materi pembanding...

ABSTRACT
Folktales written for children in Indonesia have been done for more than 100 years. And in 1993 publication of folktales as children's reading was even included in the National Guidelines, Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN 1993).
The research is aimed at finding out the problems in retelling folktales seen from the story presentation. There are two approaches applied in this research comprising children literature and folklore approaches based upon a structural theory.
As the corpus of study, 29 versions of Bawang Merah Bawang Putih were chosen, 22 versions of which were profoundly discussed while the necessary discussion of the rest 7 versions were used as comparison. The oldest publication was in 1904 and the latest in 1994. Each version was retold by different author. And the languages used in these resources are Dutch (5), Javanese in Javanese Character (1), Balinese (1), English (1), and Indonesian (14).
The research was carried out through three stages. The first stage was version analysis. The second stage was an analysis around the literary qualities such as characterization, plot, setting, theme, style and diction. Since the presentation of these elements might influence the meaning of story, the impact of presentation on meaning was then discussed in the third stage.
It could be concluded from the analysis of versions that the story published earlier seems to be the only source of reference for later works. There was no indication that the writers have tried to seek for or add other sources in order to improve the quality of their creative process.
From the analysis of presentation, it could be concluded that the literary folktales as the products of writers? creation are often didactic, moralistic, sentimental, and demonstrate moral explicitly. In treating the theme of story, the writer's attention is especially focused on the central theme (stepchild abuse) so that the values evoked on side themes seem to be ignored or deserved less consideration.
Although the tales are fantasy, but the writers' inability to sustain it and present the stories realistically caused settings in the stories do not look like to take place in a fairyland but in a real world and happen not so long ago.
Regarding the characterization, in general the protagonist appears only in a single character, kind hearted, diligent and hard working, obedience, self-surrender, not greedy, not revengeful and devoted. The result is that the story fails to present victory, recognition, and justice for the good.
The problems coming out of plots result from the numerous interpolated unconnected events which then bring about considerable sub-plots. Consequently, the story seems not to directly touch on the core of story and its conflicts. This makes the meaning of the story vague.
The language style of the folktale should be brief and simple. Nevertheless, many versions use language style with long sentences. Besides, in some version the style used does not fit the age of intended readers.
The research also shows that the interpretation of meaning is only based upon what has been explicitly presented due to the unawareness of its symbolic meaning. Besides creation and improvisation done by the authors are merely focused on the step children's sufferings and the cruelty of step mother. Consequently, events having the elements of fantasy which are potential to be developed without ruining the central theme are ignored or even forgotten.
Another thing that contributes to the problems is related to retellings which are not intended for leisure readings but as educational aids and informational readings instead. This has made the children unable to interpret the meaning of story freely as it is strictly tied to certain intended answers.
In addition to discussing the problems in retelling a folktale, the research also shows how the concept of Type-Index and Motif-Index derived from folklore study could be applied on literary study. Moreover, the research has also identified the uniqueness of Bawang Merah Bawang Putih story as having two tale-types namely "Cinderella" and "The Kind and the Unkind Girls". And unlike the most European fairytales, the main woman character is not stereotype.
To conclude, a good retelling depends upon three aspects. Firstly, to enforce creation not strictly to plots connected to the central theme alone. Secondly, the ability to sustain the fantasy and imagination contained in fairy tales. And thirdly, meaning interpretation should be considered from literal and psychological prospective. In this way the retellings will not be destructive creations, but innovative instead.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
D77
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Folktale is one of media which record historical and cultural events. It’s also
one form of local genius of the society. So, those folktales need to be documented
for next generations. This article is result of documentation, classification,
and function analysis of Nagari Sungai Naniang folktales. The research use
folklore perspectives. The result shows there are seventeen story tales in Nagari
Sungai Naniang. Twelve stories are classified into legend and five are tale.
Furthermore, three stories serves as a projection of desire and expectation of
society, one story serves as a validation tool and the institutions of a cultural
system, eight story serves as an educational tool, and two stories serve as a supervisor of norms.Meanwhile, six of those folktales are in near extinct condition."
391 WE 1:2 2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Handayani Hasan
"Dalam khazanah sastra lisan, cerita rakyat merupakan bentuk yang menarik untuk diteliti. Terkadang terdapat persamaan motif cerita rakyat di satu daerah dengan cerita rakyat di daerah lainnya. Hal tersebut merupakan hal yang menarik untuk diteliti baik dari segi unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerita, maupun ditelusuri asal-usul dan penyebarannya. Salah satu bentuk motif yang sering muncul dalam cerita rakyat di Indonesia yaitu motif tentang penipuan terhadap suatu tokoh. Motif ini muncul pada cerita rakyat Jaka Tarub yang berasal dari Jawa Barat, dan Air Tukang yang berasal dari Maluku. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam kedua cerita tersebut. Melalui perbandingan kedua cerita tersebut, maka dapat diketahui persamaan dan perbedaan antara kedua cerita rakyat yang berbeda latar belakang wilayahnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu bersifat kualitatif dengan pengumpulan data berupa studi pustaka. Hasil dari penelitian yaitu cerita Jaka Tarub dan Air Tukang memiliki persamaan pada segi tema, amanat, alur dan latar; dan perbedaan dari kedua cerita muncul pada segi penokohan dan latar.

In the treasure of oral literature, folklore is an interesting form to be studied. Sometimes there are similarities folklore motifs in one area with in other areas. It is interesting to study both in terms of the intrinsic elements in the story and exploring the origin and its spread. One form of motifs which usually find in Indonesia folklore is deception against a figure. This motifs emerge in Jaka Tarub folklore from west java, and Air Tukang folklore from Maluku. This research discussed about compare the similarities and differences of intrinsic elements in both folklore which had difference background territory. This research used qualitative method and literature riview as data collection. The results of this research were Jaka Tarub and Air Tukang story had the similarity in theme, mandate, plot, and setting. The differences of the stories appeared in character and setting"
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016
400 JIKKT 4:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fatima Warajaan
Ambon: Kantor Bahasa Maluku, 2019
398.2 MAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>