Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irene Sondang Fitrinitia
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi kebijakan pengelolaan bencana banjir dan strategi adaptasi yang berasal dari komunitas. Hal ini menjadi penting karena belum adanya integrasi diantara keduanya terlihat pada berbagai strata komunitas pesisir seperti komunitas Muara Baru dan Kawasan Pluit.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksplorasi dan komparatif antar lokasi melalui wawancara mendalam dan observasi. Dengan hal tersebut dapat diketahui lebih lanjut siklus pengelolaan bencana yang terjadi di kedua wilayah pesisir tersebut.
Hasil didapat adalah implementasi kebijakan belum berjalan optimal karena belum mempertimbangkan aspek ekonomi sosial dan budayanya dari setiap komunitas. Sementara itu strategi adaptasi yang mempertimbangkan persepsi, cara hidup dan tindakan adaptasi komunitas juga berbeda sesuai dengan karakteristik setempat. Oleh karena itu dalam rekomendasi dinyatakan bahwa implementasi kebijakan pengelolaan bencana tidak dapat diseragamkan harus menyesuaikan dengan karakter dari komunitas tersebut.

This study aims to look at the implementation of flood management policies and adaptation strategies which drawn from the community. This becomes important because of the lack of integration between the policies and adaptation strategies from community. It happen in coastal communities with different strata such as community in Muara Baru and Kawasan Pluit.
This study uses qualitative methods that are explorative and comparative between sites through in-depth interviews and observation. With this further can be known disaster management cycle that occurs in both of coastal areas.
The results obtained are implementation of the policy has not worked optimally because do not consider to the economic, social and cultural aspects of each community. Meanwhile adaptation strategies identify by perceptions, ways of life and behaviour adaptation of community also differ according to local characteristics. Therefore, the recommendation stated that the implementation of disaster management policies can not be made uniform to conform to the character of the community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Aswin Yoga Putra
"ABSTRAK Peningkatan banjir pesisir akibat perubahan iklim yang terjadi di kawasan Cilincing, Jakarta Utara, telah memaksa masyarakat untuk mengambil beberapa strategi adaptasi. Selama ini, strategi adaptasi berfokus pada ekonomi dan fisik, sementara aspek psikologi dan sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan strategi yang tepat terhadap masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk, mengidentifikasi luas kerentanan wilayah terdampak banjir pesisir di Kecamatan Cilincing, mengidentifikasi hubungan faktor adaptasi psikososial-kultural masyarakat (psikologis, sosiologis, kultural), serta menganalisis pengaruh faktor kapasitas (sosial, ekonomi, lingkungan) terhadap adaptasi psikososial-kultural masyarakat. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan gabungan metode kuantitatif-kualitatif, dan analisis korelasi Spearman. Luas kerentanan wilayah terhadap bencana banjir pesisir di Kecamatan Cilincing tersebar hampir di seluruh wilayah, yaitu seluas 12,22 Km2 atau 37,16% wilayah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hanya dua dari tiga hubungan antar variabel yang memiliki hubungan, yakni psikologis-sosiologis dan sosiologis-kultural. Adaptasi psikologis-sosiologis memiliki nilai korelasi -0,298. Adaptasi sosiologis-kultural memiliki nilai korelasi 0,474, yang berarti semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi psikologisnya, maka semakin rendah tingkat adaptasi dari sisi sosiologisnya. Sementara, semakin tinggi adaptasi masyarakat dari sisi sosiologisnya, maka semakin tinggi pula tingkat adaptasi dari sisi kultural. Selain itu, untuk kapasitas masyarakat, hanya kapasitas sosial yang berpengaruh signifikan terhadap adaptasi psikososial-kultural. Hal ini dikarenakan perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh bencana memunculkan keterkaitan antara sosial dan psikologis individu yang memberikan dampak terhadap kesehatan mental, strategi penanganan, serta upaya adaptasi mereka terhadap bencana tersebut.

ABSTRACT
The rising of coastal flood due to the climate change that occurred in Cilincing area, North Jakarta, has forced the community to take some adaptation strategies. However, the current adaptation strategy only emphasizes on the economic and physical, while ignoring the psychology and the social aspects that also play a vital role in deciding a proper strategy towards the problem. The purpose of this study was to identify the extent of vulnerability of coastal flood affected areas in Cilincing Subdistrict, identify the relationship of psychosocial adaptation factors of society (psychological, sociological, cultural), and analyze the influence of capacity (social, economic, environmental) factors on community psychosocial adaptation. The study uses a quantitative approach, using a combination of quantitative-qualitative methods, and Spearman correlation analysis. The area of vulnerability of the area to coastal floods in the District of Cilincing is spread in almost all regions, covering an area of 12,22 Km2 or 37,16% of the area. Based on the results, it can be inferred that psychological adaptation determines society's sociological and anthropological adaptation. Psychological adaptation has a negative relationship to sociological adaptation with a correlation coefficient (R) = -0,298 with significant value 0,00. Indicating the higher the psychological adaptation, the lower the sociological adaptation of society. Sociological adaptation has a positive relationship to cultural adaptation with correlation coefficient (R) = 0,474 with significant value 0,00. Indicating the higher the sociological adaptation, the higher the anthropological adaptation. In addition, for community capacity, only social capacity has a significant effect on psychosocial adaptation. This is because the environmental changes caused by the disaster give rise to interrelationships between the social and psychological individuals that have an impact on mental health, coping strategies, and their adaptation efforts to the disaster.
"
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Ilmu Lingkungan, 2019
T52623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sulistiyono
"Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di kawasan Muara Angke Kelurahan Pluit Kncamatan Penjaringan Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengelolaan dan pengolahan jenis-jenis sumber daya lokal dalam kerangka strategi pemberdayaan komunitas nelayan. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya efektifitas pemberdayaan terhadap komunitas nelayan.
Seiring dengan kemajuan kota Jakarta, berbagai program pembangunan infrastruktur di kawasan Muara Angke terus mengalami peningkatan. Pada segi sosial, berbagai pemberdayaan komunitas nelayan telah dilakukan di Muara Angke seperti Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Pemberdayaan Wanita Nelayan (PWN), bantuan bergulir kapal perikanan, Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Sekala Kecil (PUPTSK} dan lain sebagainya. Program pemberdayaan yang telah banyak dilakukan selama ini sebagai upaya mensejahterakan nelayan baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah, nampak masih belum optimal pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan seperti yang diharapkan. Komunitas nelayan di Muara Angke masih tinggal di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, bahkan masih banyak dari mereka yang tinggal di bantaran sungai dengan kondisi rumah yang sangat sederhana. Sebenarnya di kawasan Muara Angke telah disediakan pemukiman yang memadai bagi nelayan dengan sistem sewa yang ringan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, akibat desakan ekonomi banyak nelayan yang kemudian menjual atau menyewakan kembali fasilitas pemukiman tersebut kepada pihak lain yang tidak berhak (berprofesi bukan nelayan). Kesulitan yang masih mendera komunitas nelayan menunjukan bahwa dari berbagai program pembangunan yang ada, ternyata kurang efektif memberdayakan komunitas nelayan di Muara Angke.
Kekurangmampuan komunitas nelayan dalam merubah nilai, norma dan berbagai sumber daya lokal yang tersedia seharusnya dipahami oleh pembuat kebijakan, sebelum menentukan program pemberdayaan komunitas nelayan, karena kornunitas nelayan membutuhkan berbagai persiapan dan penyesuaian dalam menghadapi perubahan. Untuk memahami fenomena tersebut seyogyanya dilakukan dengan mempelajari strategi pemberdayaan komunitas nelayan berbasis lokalitas agar dapat mengendalikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam pengembangan suatu komunitas (community development), khususnya nelayan miskin pada skala lokal.
Kegagalan dalam penyelenggaraan program pemberdayaan dapat berupa `kemacetan' dana bergulir, penyelewengan penggunaan dana untuk kepentingan lain di luar program, bubarnya institusi-institusi sosial ekonomi yang dibangun setelah pelaksanaan program berakhir, dan sustanibilitas keberlanjutan kegiatan pemberdayaan terhenti di tengah jalan sehingga tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh pelaksanaan program pemberdayaan yang kerap tidak didasarkan pada struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan, akibatnya program-program pemberdayaan tersebut menjadi asing bagi masyarakat nelayan setempat, dan ironisnya, institusi bentukan program pemberdayaan yang barn sexing diperhadapkan dengan institusi-institusi lokal secara antagonistis. Sehingga, apatisme masyarakat terhadap program pemberdayaan semakin berkembang dan menimbulkan resistensi sosial yang berdampak pada penciptaan hambatan strategi terhadap keberhasilan program pemberdayaan.
Membangun kemandirian sosial ekonomi lokal dapat ditempuh melalui pembangunan lokal yang bertumpu pada pemberdayaan penduduk setempat berbasis komunitas. Pembangunan lokal, diartikan sebagai penumbuhan suatu lokalitas secara sosial-ekonomi dengan lebih mandiri, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, baik sumber daya manusia, sistem sosial, sumber daya alam dan infrastruktur. Hal ini harus dilakukan pada skala yang kecil (skala komunitas), dengan mengorganisasi serta mentransformasi sumber-sumber dan potensi menjadi penggerak bagi pembangunan lokal.
Pemberdayaan-komunitas-nelayan-tersebut-bertujuan pada perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan di kalangan komunitas nelayan agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam pengelolaan wilayah pesisir demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan komunitas nelayan.
Mengacu pada upaya tersebut, alternatif pemberdayaan berbasis lokalitas yang dapat ditempuh memiliki karateristik antara lain; (1) prakarsa 1 ide berasal dari komunitas setempat, (2) dimulai dengan pemecahan masalah ril komunitas, (3) sumber utama adalah rakyat dan sumber daya lokal, (4) kesalahan dapat diterima, (5) kelembagaan pendukung dibina dari bawah, (6) evaluasi dilakukan sendiri, (7) berkesinambungan dan berorientasi pada proses, (8) kepemimpinan bersifat kuat, (9) fokus manajemen adalah kelangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan. Strategi pembnerdayaan alternatif yang diusulkan mengacu pada pemberdayaan dengan berbasis pada ko-manajamen."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriadi Dimastanto
"Kampung pesisir seperti di Kamal Muara, Jakarta Utara, menghadapi masalah yang sangat kompleks karena terancam kenaikan permukaan air laut, pasang surut air laut, dan keberadaan muara sungai dan delta, yang menyebabkan risiko tinggi terhadap banjir. Kendati demikian masyarakat kampung tetap hidup di tengah banjir yang melanda kampungnya dengan beradaptasi. Hanya saja, adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat belum mampu mengurangi risiko secara signifikan. Untuk mengurangi risiko, diperlukan upaya peningkatan kapasitas adaptif masyarakat dan lingkungannya, melalui desain kampung yang adaptif. Desain yang adaptif didasarkan pada karakter hidup dan adaptasi masyarakat yang ada, diharapkan mampu menciptakan masyarakat dan lingkungan yang resilient baik secara fisik, sosial maupun ekonomi.

Coastal Kampung such as in Kamal Muara, North Jakarta, facing a very complex problem due to the threat of sea level rise, high tides, and the existence of estuaries and deltas, which causes a high risk of flooding. Yet people still live in Kampung by adapting to the flood. However, the adaptation actions have not been able to reduce the risk significantly. To reduce the risk, it needs to increase the adaptive capacity of the communities and the environment as well, through the design of adaptive Kampung. The adaptive design is based on the existing adaptation character of the community, is expected to create resilient communities, in terms of physically, socially and economically."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T36078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sampe Maruli
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T39487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adipati Rahmat
"
Kenaikan permukaan air laut sebagai akibat dan perubahan iklim telah menjadi ancaman bagi keberlanjutan Kota Pesisir Jakarta Utara System dynamics digunakan sebagai pendekatan untuk mensimulasikan penlaku Kota Pesisir Jakarta Utara kedalam model Powersim Dengan memahami perilakunya dalam jangka panjang diharapkan dapat membantu terciptanya strategi adaptasi yang sesuai untuk dapat mendorong terciptanya Kota Pesisir Jakarta Utara yang berkelanjutan dan pengaruh kenaikan permukaan air laut"
2011
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Setya Putra
"Mangrove di Indonesia mempunyai luasan yang cukup besar, akan tetapi dalam 3 dekade terakhir luasannya berkurang hingga 40%. Mangrove selain mempunyai fungsi sebagai pelindung pesisir pantai juga mampu menjaga kualitas perairan di sekitarnya. Saat ini, sedang dilaksanakan pembangunan pulau reklamasi di Teluk Jakarta dimana akan memberikan dampak terhadap hutan mangrove yang ada di sekitarnya. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui dampak reklamasi pulau di Teluk Jakarta terhadap sedimentasi dan perkembangan mangrove disana. Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur, analisis vegetasi, analisis kualitas air dan juga analisis spasial dengan citra satelit WorldView-2. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hutan mangrove yang ada di pesisir Jakarta Utara khususnya di kawasan
Muara Angke cenderung meningkat terutama di areal pulau reklamasi. Tegakan mangrove bertambah luas kira-kira 1,32
ha/tahun. Hasil analisis menyimpulkan nilai kerapatan dan diameter batang yang berbeda-beda di 5 lokasi. Kadar oksigen
di lokasi penelitian sangat rendah akan tetapi hutan mangrove yang ada mampu menyerap logam berat yang terlarut.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa luas areal yang berpotensi untuk ditanami mangrove adalah 30 ha. Secara
keseluruhan, proses sedimentasi membantu perluasan hutan mangrove secara alami sedangkan kualitas air yang buruk
tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan mangrove. Justru sebaliknya, mangrove eksisting mampu menjaga kualitas air di sekitarnya tetap stabil"
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019
551 JSDA 15:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kakay Sukayah
"Kampung Nelayan Muara Angke adalah daerah yang kaya akan keanekaragaman organisme dan budaya. Daerah Kampung Nelayan memiliki banyak masalah lingkungan hidup seperti pencemaran laut dan sungai, kerusakan hutan mangrove, banjir akibat pasang air laut dan sistem pengolahan sampah. Salah satu alasan timbulnya masalah-masalah tersebut adalah rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Karena itu pendidikan lingkungan hidup di daerah Kampung Nelayan Muara Angke tersebut harus ditingkatkan.
Pendidikan lingkungan hidup yang diselenggarakan di sekolah hams bersifat terbuka, memberikan life skill dan memberikan potensi lokal di daerah tersebut. Hal ini menuntut kompetensi guru dan kultur sekolah yang baik, karena siswa akan mempersepsi kompetensi dan kultur sekolah tersebut dan akhirnya merubah sikap dan prilakunya terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan kultur sekolah turut menentukan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru, persepsi siswa terhadap kultur sekolah, kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup dan hubungan persepsi-persepsi tersebut terhadap kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup. Kegunaan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru dan kultur sekolah, sehingga tujuan lingkungan hidup dapat terpenuhi dengan baik. Alasan penentuan Kampung Nelayan Muara Angke sebagai lokasi penelitian adalah karena penduduk tersebut sebagian besar adalah nelayan. Disamping itu, penulis lebih mengenal wilayah Kampung Nelayan Muara Angke dari wilayah yang mungkin representatif juga sebagai lokasi penelitian.
Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode wawancara berstruktur dan observasi lapangan, dengan mengambil data pokok secara langsung di lokasi penelitian dan mengacu pada variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Variabel bebas dari penelitian ini adalah persepsi siwa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah. Variabel terikat adalah keperdulian siswa terhadap lingkungan hidup. Sampel yang diteliti adalah siswa SD kelas VI dari SDN Pluit 03, SDN Pluit 04, SDN Pluit 05 dan SDN Pluit 06. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dan stratified proporsional sampling. Penelitian ini dilakukan pada semester dua tahun ajaran 2002/2003.
Skor rata-rata dari persepsi siswa terhadap lingkungan hidup adalah 64,42857, skor rata-rata persepsi siswa terhadap kultur sekolah adalah 67,1143 dan skor rata-rata kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup 124,1714. Ketiga skor rata-rata tersebut berkategori baik. Perhitungan statistik dengan menggunakan spearman rho memperlihatkan bahwa hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan kepedulian lingkungan hidup cukup berarti (r = 0,6459). Hubungan antara persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup adalah kuat (r = 0,8358). Dan hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup adalah kuat (r 0,8637). Hubungan-hubungan tersebut di atas adalah signifikan pada a = 0,05. Secara deskriptif dengan penjabaran jawaban siswa terhadap butir soal dalam kuesioner menunjukan hasil yang sama.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Persepsi siswa terhadap kompetensi guru berkategori golongan baik
2. Persepsi siswa terhadap kultur sekolah berkategori golongan baik
3. Kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup berkategori golongan baik.
4. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup (r2 = 41,72 %).
5. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian lingkungan hidup (r-2 = 69,87 %).
6. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah secara bersama-sama dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup (r2 = 74,60 %).
Rekomendasi bagi SDN Pluit 03, 04, 05 dan 06 dalam meningkatkan Kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup melalui perbaikan kompetensi guru dan kultur sekolah adalah sebagai berikut:
a. Kompetensi guru
Guru-guru perlu lebih memahami pendidikan lingkungan hidup yang terbuka, memuat potensi lokal yaitu daerah pesisir, memenuhi life skill, dan tidak memisahkan antara lingkungan hidup alami, sosial dan buatan. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Dinas Perikanan setempat, masyarakat nelayan, baik sebagai pedagang, pengelola, maupun buruh/ABK atau juga pengurus koperasi setempat untuk memberikan pengalamannya kepada siswa-siswa atau guru sebagai penambahan pengalaman dan pengetahuan. Disamping itu dapat juga dilakukan dengan membawa anak berkeliling daerah setempat seperti hutan bakau, pulau Rambut atau pulau Bokor dan lain-lain di daerah pesisir setempat untuk lebih mengenal kehidupan pesisir. Hal ini penting karena walaupun siswa hidup di daerah nelayan, mereka kurang memiliki pengetahuan yang terkait pada daerah tersebut. Disamping itu guru dalam proses belajar mengajar perlu memberikan contoh-contoh tumbuhan, hewan dan lain-lain yang berasal dari daerah nelayan, sehingga siswa lebih mengenal daerah lingkungan hidupnya. Perlu pula guru memberikan tugas atau prakarya yang bahan bakunya di ambil dari daerah pesisir, sehingga siswa belajar memanfaatkan potensi daerah pesisir. Guru dalam menerangkan lingkungan alami, sosial dan butan perlu mengkaitkan lingkungan-lingkungan tersebut sehingga tergambar bahwa lingkungan tersebut tidak dapat dikelola secara terpisah. Pendidikan lingkungan hidup tersebut dapat dilakukan oleh guru dengan menyisipkan pada muatan lokal pendidikan lingkungan kehidupan Jakarta (PLKJ) atau kegiatan pramuka yang merupakan ekstra kurikuler wajib bagi siswa.
b. Kultur sekolah
Kegiatan-kegiatan sekolah yang berkaitan dengan lingkungan hidup perlu ditingkatkan. seperti pramuka, UKS, P3K, kegiatan kerja bakti bersama dan bakti sosial. Khusus pramuka perlu dikembangkan lagi mengenai pengenalan alam sekitarnya. Mengaktifkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas adalah penting, karena nilai-nilai, sikap dan perilaku yang ada pada kegiatan-kegiatan tersebut akan ditiru siswa dan diaplikasikan kepada lingkungannya. Karena hubungan persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah bersinergik terhadap kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup, maka guru hares aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah yang terkait pada PKLH. Untuk mendukung kultur sekolah yang baik perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sarana, prasarana dan tenaga kebersihan sekolah yaitu:
1. Perlu ditambah tempat sampah yang tertutup, sehingga tidak berterbangan tertiup angin. Disamping itu perlu disediakan tempat sampah yang terpisah antara tempat sampah kering dan tempat sampah basalt
2. Perlu ditambah tumbuhan hias atau apotik hidup sehingga dapat menciptakan suasana yang lebih sejuk dan nyaman
3. Perlu penertiban kembali mengenai kantin yang ada di sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan kerjasama antara pedagang makanan di sekolah dan pihak sekolah untuk membuat kantin yang bersih dan nyaman
4. Perlu ditambah tenaga kebersihan sekolah, mengingat sekoiah cepat kotor setelah dibersihkan karena daerah Kampung Nelayan Muara Angke merupakan daerah pesisir yang hembusan anginnya relatif kencang dan membawa debu-debu yang berasal dari gejaia pasang surut.

Students Perception and Environment Awareness (Case Study: Students Perception toward Teachers Competence, Students Perception toward School Culture and Students Awareness toward Environment In SDN Pluit 03, 04, 05 and 06 Kampung Nelayan Muara Karang, Jakarta)Kampung Nelayan Muara Angke is a coastal area that is rich in diversity of organism and culture. Kampung Nelayan Muara Angke has many environment problems, such as sea and river pollution, damage of mangrove, flood caused by the rise of tide, and garbage management system. One reason of the problems is low society awareness toward environment. Hence environment education in Kampung Nelayan Muara Angke should be increased.
Environment education in school should be open, must give life skill, and learn local potential. It needs good teachers' competence and good culture of school, because students will perceive them and finally change their attitude and behavior toward environment. So, students' perception toward teachers' competence and school culture determine students' awareness toward environment.
The research is generally aimed at knowing students' perception toward teachers' competence, students' perception toward school culture, students' awareness toward environment and knowing relationship between those perceptions and students' awareness toward environment. Purpose of this research is to increase teachers' competence and school culture, so aim of the environment education can be fulfilled. Kampung Nelayan Muara Angke is selected to be sample area since many of people are fishermen. In addition the researcher knows the representative area in Kampung Nelayan Muara Angke well for survey.
The research is designed to adopt structural interview and observation methods by referring to variable being the focus of this survey. Independent variables are students' perception toward teachers' competence and students' perception toward school culture. Dependent variable is students' awareness toward environment. Sample are students of level VI SD from SDN Pluit 03, SDN Pluit 04, SDN Pluit 05 dan SDN Pluit 06. Sampling method are purposive sampling and stratified proportional sampling. The research had been done during the second semester in the academic year 200212003.
Average score of students' perception toward teachers' competence is 64,42857. Average score of student's perception toward school culture is 67,1143 and average score of students' awareness toward environment is 124,1714. Average score of them are categorized as good level. Statistic calculation by using Spearman who show that relationship between students' perception toward teacher students' competence and students' awareness towards environment is strong enough (r = 0,6459). Relationship between students' perception toward school culture and students' awareness toward environment is strong (r = 0,8358). And Relationship between students' perception toward teacher students' competence plus students' perception toward school culture and students' awareness towards environment is strong (r - 0,8637). Those relationship are significant with a = 0,05.
From the result obtained, it can be concluded that:
1. Students' perception toward teachers' competence is categorized as level good
2. Students' perception toward school culture is categorized as level good
3. Students' awareness toward environment is categorized as level good.
4. There is the positive relationship between students' perception towards teachers' competence and students' awareness toward environment (r2 = 41,72 %).
5. There is the positive relationship between students' perception towards school culture and students' awareness toward environment (r2 = 69,87 %).
6. There is the positive relationship between students' perception toward teachers' competence plus students' perception toward school culture and students' awareness toward environment (r2 = 74,60 %).
Recommendation for SDN Pluit 03, 04, 05 dan 06 to increase students' awareness toward environment through improving teachers' competence and school culture are
a. Teachers competence
Teachers need to understand more about environment education which is open and local potential oriented, and does not separate between natural environment, social environment and handmade environment. This condition can be applied through cooperation with institution of fisheries, fisherman society as trader, processor of sea produce, or fisherman and laborer, and koperasi management to give their experience to students or teachers, so their knowledge can be wide. The other way is taking students to go around this coastal area such as Rambut Island, Bokor Island, etc, to know more the coastal life. It is important; since students live in coastal area do not know much about this coastal life. In the other side, teachers in learning-teaching process need to give coastal plant and animal, so students know much more about their environment. Teacher need to give assignment or vocational subjects in school which has material from coastal area, so students learn to use potential of coastal area. When teacher explain natural environment, social environment and handmade environment, they should explain connection among them so it will be clear that those environments can not be managed separately. This environment education can be carried out by teacher on the local subject of Jakarta life environment education (PLKJ) or scout which is a compulsory extracurricular for students.
b. School culture
The activities related environment education need to increase to be more active, such as scout, UKS, P3K, together work to clean environment of school, and social work to society. Especially for scout, it is necessary to increase recognition of students? environment. To make all activities functioning is important, because through increasing those activities, the values, attitude and behavior contained in the activities will be imitated and applied by students to their environment. Since students' perception toward teachers' competence and students' perception toward school culture strengthen each other to have correlation with students' awareness toward environment, teacher must be active to get involved in school activities which are related environment education. In order to be good school culture, some improvement on facilities and school servants should be applied. Those improvements are:
1. Necessity to add covered trash bins, so trash can not fly every which way when there is wind. Besides, it is necessary to have trash bins which separately consist of organic and non organic trash bins.
2. Necessity to add garnish plants or medicinal plants, so it can make comfortable atmosphere.
3. Necessity to put in order food trader in school. It can be applied through cooperation between food trader and school management to build a clean canteen.
4. I t is necessary to add servants to clean up school which is easy to dirty, since Kampung Nelayan Muara Angke is coastal area that has relatively fast wind and bring dust from rise of tide phenomenon."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 10895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Atmodiwirjo
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Thulusia
"Bencana banjir di DKI Jakarta selalu berulang setiap tahunnya dan puncaknya yaitu banjir yang terjadi pada tahun 2007 yang merupakan bencana banjir terparah yang pernah terjadi di DKI Jakarta. Penanggulangan bencana banjir merupakan hal yang dirasa penting untuk dilakukan dengan efisien dan efektif, mengingat seringnya kejadian bencana banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Manajemen penanggulangan bencana banjir baik sistem, prosedur, dan sumber daya harus siap untuk memberikan bantuan dan penanganan yang efektif dan segera. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai gambaran manajemen penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta tahun 2007 oleh Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Komponen-komponen sistem yang menjadi kerangka konsep dari penelitian ini adalah Input, Process, Output. Input terdiri dari SDM, dana, sarana, dan metode. Process terdiri dari pemberian dukungan kesehatan dan ketaatan terhadap prosedur. Sedangkan yang menjadi Output adalah jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD ,sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh dari telaah dokumen yang terdapat di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana dan Subdin Pemasaran Sosial dan Informasi Kesehatan. Informan penelitian ini adalah Kepala Seksi Penyiapan, Kepala Seksi Siaga Kesehatan, Kepala Seksi Komunikasi, 3 orang pegawai Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana, 2 orang Ketua RT yang wilayah kerjanya terkena bencana banjir dan 12 orang warga yang bertempat tinggal di daerah yang terkena bencana banjir pada tahun 2007.
Dari hasil penelitian pada komponen input diperoleh informasi bahwa: jumlah pegawai di Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana masih mengalami kekurangan, adanya ketidaksesuaian pendidikan formal pegawai dengan Tupoksi, tidak adanya pelatihan yang terfokus pada penanggulangan bencana banjir, semangat dan motivasi kerja para pegawai sudah cukup tinggi, kesadaran para pegawai akan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas menjadikan suatu motivasi dalam bekerja, sering terjadi keterlambatan pengucuran dana yang menyebabkan terhambatnya kegiatan penanggulangan bencana banjir, sarana untuk penanggulangan bencana banjir bersumber dari APBD dan APBN, sarana untuk penanggulangan bencana banjir tahun 2007 belum mencukupi kebutuhan, kondisi sarana yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 75% dalam kondisi baik, dan sudah tersedianya buku pedoman penanggulangan banjir bidang kesehatan yang dapat digunakan sebagai bahan acuan.
Pada penelitian pada komponen process diperoleh informasi bahwa: tenaga kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan bencana banjir sudah sesuai dengan kebutuhan, namun dari segi kesiapsiagaan petugas masih kurang, dukungan kesehatan berupa pelayanan kesehatan dan obat-obatan tidak tersalurkan ke seluruh korban bencana banjir, hambatan yang paling sering terjadi dalam pemberian dukungan kesehatan adalah hambatan transportasi karena belum tersedianya sarana transportasi yang dapat menembus ke daerah yang terkena bencana banjir, pengawasan terhadap kegiatan penanggulangan bencana banjir selalu dilakukan, pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana, ketaatan petugas akan prosedur penanggulangan bencana banjir sudah cukup baik Sedangkan pada komponen Output diperoleh informasi mengenai jumlah dukungan kesehatan yang tersalurkan, yang terdiri dari bantuan tenaga kesehatan medis dan paramedis, bantuan logistik obat, bantuan MP-ASI bubur dan biskuit, bantuan logistik non alat kesehatan, serta Pos Kesehatan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>